BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
PT. Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu BUMN yang
bergerak di bidang usaha agrobisnis.Luas areal 175.735 ha dan jumlah
karyawan 23.864 orang menjadikan PTPN IV sebagai perusahaan
perkebunan terbesar di Sumatera Utara. Pada tahun 2012 lalu PTPN IV
juga berhasil menjadi perusahaan dengan keuntungan terbesar diantara 13
PTPN lainnya. Untuk terus menjadi perusahan yang unggul dalam usaha
agroindustri sesuai dengan visi perusahaan, PTPN IV harus terus berusaha
untuk menyelenggarakan usaha dengan prinsip-prinsip usaha terbaik,
inovatif dan berdaya saing tinggi sehingga mampu untuk bersaing di pasar
global dengan terus meningkatkan nilai perusahan (Laporan Tahunan
PTPN IV, 2014).
Untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh BUMN perkebunan,
pemerintah telah mengambil sebuah langkah strategis yaitu dengan cara
mensinergikan seluruh BUMN perkebunan yang terdiri dari 14 perusahaan
dalam bentuk holding company.Pola holding dianggap sebagai alternatif
asetnya yang besar, potensi pertumbuhan yang sangat baik serta potensi
pengembangan usaha yang prospektif (Wibisono, 2014). Berdasarkan
peraturan pemerintah Nomer 72 tahun 2014 tentang keputusan
pembentukan holding,PTPN IV (Persero) berubah menjadi PTPN IV
dengan status menjadi anak perusahaan BUMN dibawah naungan PTPN
III (Persero) selaku induk holding BUMN. Pembentukan holding PTPN
dilakukan melalui pengalihan 90 % saham negara pada PTPN I, II, IV s/d
PTPN XIV ke PTPN III sebagai induk holding, sehingga saham negara
saat ini menjadi 10 % setelah terbentuknya holding. Berdasarkan hal
tersebut, PTPN IV selaku anak perusahaan statusnya bukan lagi sebagai
perusahaan BUMN. Sesuai dengan pasal 1 butir 2 UU BUMN, perusahaan
dapat dikatakan berstatus BUMN apabila seluruh sahamnya dimiliki oleh
negara atau paling sedikit 51 %. Dengan status bukan lagi sebagai
perusahaan BUMN, maka ketentuan-ketentuan yang selama ini berlaku
bagi BUMN tidak berlaku lagi bagi PTPN IV, kecuali ketentuan yang
tercantum dalam UU Perseroan Terbatas.
Terbentuknya holding BUMN mendapat perlawanan dari banyak
pihak, termasuk Federasi Serikat Pekerja Perkebunan (FSPBUN).
FSPBUN yang beranggotakan Serikat Pekerja Perkebunan (SPBUN)
PTPN I s.d. XIV (Persero), Lembaga, Anak Perusahaan dan DAPENBUN
yang beranggotakan lebih dari 350.000 orang yang tersebar diseluruh
wilayah provinsi Republik Indonesia, meminta Pemerintah segera
yang telah ditanda-tangani oleh Presiden Republik Indonesia Soesilo
Bambang Yudhoyono tanggal 18 September 2014 tersebut (Tuhubangun,
2014). Perubahan status menjadi anak perusahaan telah menimbulkan ke
khawatiran pada karyawan BUMN Perkebunan diseluruh Indonesia
termasuk PTPN IV, seperti yang sampaikan oleh Menteri BUMN Dahlan
Iskan dalam Sosialisasi Holding BUMN Perkebunan tanggal 15 Agustus
2014 yang dihadiri Dewan Komisaris, Dewan Direksi serta Serikat Pekerja
BUMN Perkebunan, status PTPN I, II, IV s.d. XIV sama dengan
perusahaan swasta lainnya (Effendi, 2015).
Keputusan holding ini tentunya menimbulkan ketakutan pada
karyawan PTPN IV sendiri, seperti kekhawatiran akan terjadi
penyamarataan perlakuan. Hingga tahun 2015 ini sendiri PTPN IV masih
menjadi salah satu perusahaan yang paling diunggulkan diantara PTPN
lainnya. Mengingat dari aspek keuangan, kemampuan setiap PTPN
memang sangat bervariasi, ada yang likuiditasnya kuat, namun ada juga
yang nyaris tidak dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya.Ketidakmampuan pendanaan menyebabkan kualitas aset tidak
bisa diperbaharui, sehingga produktivitas dan efisiensinya menurun. Ada
juga PTPN yang bahkan masuk kategori Kol-5 sehingga tidak mampu lagi
meminjam dana ke bank dan pasar uang (Wibisono, 2014).
Organisasi harus cermat dalam melaksanakan implementasi perubahan
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Petterson, 2009).
Dampak negatif yang terjadi dalam jangka pendek antara lain terbuangnya
uang, waktu dan tenaga, tidak tercapainya tujuan yang direncanakan,
penderitaan moral dan timbulnya job insecurity. Dalam jangka panjang,
akibat buruk yang dapat ditimbulkan yaitu tidak tercapainya rencana
strategis perusahaan, menurunnya kepercayaan diri dalam kepemimpinan,
meningkatnya resistansi untuk berubah dan adanya keyakinan bahwa
perubahan selanjutnya yang ingin dilakukan akan gagal (Petterson, 2009).
Ashford (1988) mengemukakan bahwa perubahan adalah sumber dari
perasaan terancam, ketidakpastian, frustasi, alienasi dan
kecemasan.Demikian halnya dengan yang dirasakan oleh sejumlah
karyawan PTPN IV menanggapi pembentukan holding PTPN ini.
Beberapa karyawan awalnya mengaku khawatir rencana holding PTPN
tersebut akan memberikan dampak terhadap berkurangnya penghasilan
mereka.
Saat ini pelaksanaan holding masih pada tahap awal yaitu dalam proses
standarisasi dan harmonisasi seluruh PTPN yang bergabung dalam holding
company.(Wibisono, 2014).Melalui kegiatan standarisasi dan harmonisasi
ini diharapkan nantinya kebijakan di seluruh PTPN menjadi lebih seragam
sehingga memungkinkan holding company untuk dapat melakukan
langkah selanjutnya yaitu dalam bentuk penguatan dan pengembangan
yang berkaitan dengan kebijakan SDM seperti standarisasi sistem
pengelolaan SDM.Selain itu,ada juga perubahan yang terkait dengan
biaya, salah satunya ialah perubahan komponen santunan sosial dan gaji
yang akan berdampak pada berkurangnya penghasilan karyawan
(Komunikasi Interpersonal Asisten SDM, Januari 2015).
Perubahan memang telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan
organisasi.Hanya organisasi yang mampu beradaptasi dengan perubahan
lah yang dapat bertahan hidup. Organisasi yang tidak mampu, akan
tertinggal, bahkan mati (Robbins, 2001). Pada hakikatnya, perubahan
merupakan upaya pergeseran dari status quo ke kondisi yang baru
(Wibowo, 2005). Sedangkan Jones (2007) mengemukakan bahwa
perubahan organisasi merupakan sebuah proses perubahan dari keadaan
saat ini ke keadaan yang diinginkan untuk meningkatkan efektivitasnya.
Organisasi yang berjalan dengan baik akan lebih mampu dalam
menghadapi tantangan dan perubahan di lingkungannya. Untuk
menghadapi perubahan tersebut, organisasi harus terus memotivasi serta
mempersiapkan karyawannya untuk menghadapi perubahan yang akan
terjadi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Madsen, Miller, & John
(2005) yang menyatakan bahwa perubahan organisasi tidak akan berjalan
efektif tanpa persiapan dari para karyawannya.
Konsep kesiapan untuk berubah dilandaskan pada model perubahan
efektif mengarahkan perubahan ketika berada dalam tahap
unfreezing(Stevens, 2013). Armenakis (1993) menjelaskan bahwa upaya
menciptakan kesiapan anggota organisasi untuk berubah merupakan
proses proaktif organisasi dalam menghadapi perubahan. Kesiapan untuk
berubah sendiri melibatkan munculnya kebutuhan individu untuk berubah,
rasa kemampuan untuk melaksanakan perubahan dengan sukses, dan
peluang individu untuk berpartisipasi dalam proses perubahan
(Cunningham, Woodward, Shannon, MacIntosh, Lendrum, Rosenbloom,
& Brown, 2002).
Kesiapan individu dalam menghadapi perubahan menjadi hal penting
yang harus diperhatikan dalam setiap proses perubahan organisasi karena
kesiapan individu untuk berubah inilah yang mampu menjembatani
strategi manajemen perubahan dengan keluaran yang diharapkan, yaitu
kesuksesan implementasi strategi (Palmer, 2009). Untuk itu organisasi
perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
kesiapan berubah karyawan. Berdasarkan penelitian-penelitian
sebelumnya, banyak faktor yang memepengaruhi kesiapan berubah
karyawan.Lizar, Mangundjaya & Rahchmawan (2015) mengelompokkan
dua faktor yang mempengaruhi kesiapan individu untuk berubah yaitu
faktor individual dan faktor organisasi. Faktor-faktor individu seperti
komitmen organisasi dan employee engagement menjadi elemen penting
yang mempengaruhi kesiapan berubah karyawan (Echols, 2005; Crabtree,
dukungan organisasi dan keadilan organisasi yang ditandai dengan
pengalokasian hasil yang adil, melibatkan karyawan dalam pengambilan
keputusan, komunikasi tentang perubahan yang baik, serta perlakuan
positif atasan terhadap karyawan juga menjadi antesenden kesiapan
berubah (Krause, 2008). Selain itu, penelitian mengenai antesenden
kesiapan berubah juga dilakukan oleh Fachruddin & Mangundjaya
(2012),ia menyatakan bahwa psychological capital merupakan bagian dari
aspek positif individu yang juga mempengaruhi kesiapan berubah
karyawan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Krause (2008) dinyatakan
bahwa keadilan organisasi menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi
kesiapan berubah karyawan. Ivancevic (2005) menambahkan bahwa
karyawan akan memberikan apa yang ada dalam dirinya kepada
organisasi, dan sebaliknya ia juga akan menuntut supaya organisasi
memberikan apa yang menjadi keinginannya. Furhman (2002) menyatakan
bahwa keadilan didalam organisasi harus menjadi akar dan budaya
organisasi.Keadilan di organisasi ini ditandai dengan pengalokasian gaji
yang adil, karyawan dilibatkan dalam pengambilan keputusan, perlakuan
sopan atasan dan bawahan serta terdapat kejelasan informasi didalam
organisasi (Rego & Cunha, 2006).
Begitu juga dengan PT Perkebunan Nusantara IV, dalam menghadapi
mempengaruhi kesiapan karyawan, termasuk keadilan organisasi.Namun
pada kenyataannya masih banyak karyawan yang mengeluh terkait dengan
isu keadilan ini. Hal tersebut terlihat dari komunikasi interpersonal yang
diperoleh dari kepala urusan bagian pengelolaan karyawan yang
menyataka bahwasebagian karyawan merasa diperlakukan tidak adil
terkait dengan penyesuaian santunan sosial dan gaji karena proses holding.
Selain hal tersebut, karyawan juga merasa bahwa informasi tentang
bagaimana holding akandijalankan juga belum terlalu jelas. Hal tersebut
terihat dari kurangnya soasialisasi mengenai bagaimana bentuk holding
dan prosedur pelaksanaan holding kepada semua elemen karyawan.Sejauh
ini sosialisasi yang diberikan hanya pada kalangan karyawan
pimpinan.Hal ini tentunya terkait dengan keadilan informasi dari Coluit
(2001), yang menyatakan bahwa keadilan infomasional dapat dirasakan
karyawan apabila karyawan sudah mendapatkan informasi dengan jelas
dan terbuka.
Krause (2008) menyatakan bahwa karyawan yang diperlakukan
dengan adil oleh perusahaannya membuat mereka merasa dihargai
hak-haknya. Hal tersebut akan membuat karyawan memandang positif dan
menghormati organisasi tempatnya bekerja. Ketika karyawan hormat
dengan organisasinya, karyawan akan ikut menyukseskan program yang
di organisasi, karyawan akan menerima dan siap untuk mengikuti
perubahan tersebut (Krause, 2008).
Selain keadilan organisasi, salah satu faktor yang mempengaruhi
kesiapan berubah adalah karakteristik individu yang diminta untuk
berubah, dalam hal ini ialah karakteristik personal karyawan (Holt,
Armenakis, Feild & Harris, 2007). Karakteristik individu tersebut akan
mempengaruhi perilaku mereka di tempat kerja (Sunarto, 2004). Salah
satu karakteristik yang sangat mempengaruhi perilaku mereka tersebut
adalah ciri pribadi atau ciri psikologis yang bersifat positif yang dapat
membantu individu tersebut untuk dapat berkembang yang disebut dengan
modal psikologis atau psychological capital (Luthans, Youssef & Avolio,
2007).
Seligman (2004) mendefinisikan modal psikologissebagai sumber daya
psikologis yang mampu dikembangkan seseorang untuk meraih
penghargaan saat ini dan masa yang akan datang. Modal psikologis inilah
yang akan menyempurnakan potensial sumber daya seorang individu
(Luthans, et al 2007). Avey, Wernsing & Luthans (2008) juga
menambahkan bahwa karyawan dengan tingkat modal psikologisyang
tinggi akan menunjukkan emosi yang positif yang pada akhirnya berkaitan
dengan keterlibatan yang lebih tinggi selama proses perubahan organisasi
dan dapat mengurangi pandangan negatif mereka terhadap perubahan
Palmer (2006) juga menyatakan bahwa ada beberapa penyebab
keengganan karyawan dalam menghadapi perubahan yaitu :
ketidaknyamanan akan ketidakpastian, tidak menyukai perubahan,
persepsi negatif tentang dampat dari perubahan, keinginan untuk
mempertahankan budaya yang telah ada, kurangnya keyakinan tentang
pentingnya perubahan, kepercayaan bahwa perubahan tertentu tidak
sesuai, kepercayaan bahwa waktunya yang salah, perubahan yang terlalu
banyak, persepsi tentang perselisihan perubahan dengan etika, reaksi dari
pengalaman perubahan sebelumnya, dan tidak setuju dengan cara
perubahan yang dilakukan.
Karyawan yang siap menghadapi perubahan akanterlihat bersemangat
menjalani proses perubahan tersebut. Mereka akan menjadikan proses
perubahan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Namun,
tidak demikian bagi karyawan yang tidak siap, perubahan cenderung
membawa akibat negatif bagi mereka.Akibat tersebut seperti
ketidakpastian, frustasi, pengasingan, tertekan, dan kecemasan (Martin
dkk, 2005).Begitu pula yang dirasakan oleh sebagian karyawan
PT.Perkebunan Nusantara IV, mereka juga merasa takut dan khawatir
tentang kelanjutan karir mereka dalam perusahaan, mengingat holding
yang dilakukan juga membuat sebagian karyawan dimutasi dan
Berdasarkan hal-hal yang sudah dipaparkan diatas, peneliti ingin
melihat sejauhmana pengaruh keadilan organisasi dan psychological
capital terhadap kesiapan berubah karyawan kaitannya dengan
pelaksanaan holding BUMN perkebunan yang sedang berjalan di PT.
Perkebunan Nusantara IV.
II. Rumusan Permasalahan
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah
―sejauhmanapengaruh keadilan organisasi dan modal psikologis
terhadap kesiapan berubah karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV ?‖.
III.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh keadilan organisasi dan modal psikologis
terhadap kesiapan berubah karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV.
IV.Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu:
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
dan Organisasi, terutama mengenai perubahan organisasi, keadilan
organisasi dan modal psikologis.
b. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh keadilan organisasi dan
modal psikologis terhadap kesiapan berubah karyawan
2. Manfaat praktis
a. Memberikan gambaran tingkat keadilan organisasi, modal psikologis,
serta kesiapan berubah karyawan saat ini.
b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam
mempersiapkan karyawan menghadapi proses holding BUMN yang
sedang berlangsung.
V. Sistematika Penelitian
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan
permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penelitian.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini memuat tentang tinjauan teoritis yang menjadi acuan
dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat dalam
penelitian ini adalah teori mengenai kesiapan berubah, keadilan
organisasi dan modal psikologis. Landasan teori tersebut akan
membangun konstruk teori sebagai dasar penyusunan hipotesis