• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sistem Peradilan Pidana Anak Terhadap Pelaku Dan Korban Tindak Pidana (Studi Di Pengadilan Tanjung Balai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Sistem Peradilan Pidana Anak Terhadap Pelaku Dan Korban Tindak Pidana (Studi Di Pengadilan Tanjung Balai)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

SISTEM PERADILAN ANAK SEBAGAI PELAKU DAN KORBAN DALAM HUKUM PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN ANAK

A. Sistem peradilan pidana anak terhadap anak sebagai pelaku

1. TahapPenyidikan Pada Sistem Peradilan Pidana anak sebagai pelaku

Penanganan awal tindak pidana dimulai dari Kepolisian berupa adanya

laporan dari korban tindak pidana, dimana merupakan suatu proses pengadilan

anak. Dapat tidaknya anak yang berhadapan dengan hukum diproses dalam

peradilan anak adalah sangat bergantung dari hasil penyidikan yang dilakukan

polisi dengan terlebih dahulu meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing

kemasyarakatan.Kepolisian diberi wewenang diskresi dalam menjalankan

tugasnya. Kewenangan diskresi adalah wewenang legal dimana kepolisian berhak

untuk meneruskan atau tidak meneruskan suatu perkara. Di kaitkan dengan anak

yang berkonflik dengan hukum, pihak kepolisian dapat mengalihkan perkaranya

sehingga anak tidak perlu berhadapan dengan penyelesaian pengadilan pidana

secara formal. proses penanganan perkara tindak pidana anak, tidak jauh berbeda

dengan penanganan perkara tindak pidana dewasa, hanya ada saja perlakuan

khusus dalam penanganannya. 45

a. Penyidikan dan Penyelidikan

Adapun tata urutan proses penanganan tindak pidana dengan pelaku anak

ditingkat kepolisian adalah :

45

(2)

Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik

sesuai dengan cara dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan

bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang

terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak pidananya46

Penyidikan yang dilakukan oleh pejabat kepolisian negara RI bertujuan untuk

mengumpulkan bukti guna menemukan apakah suatu peristiwa yang terjadi

merupakan peristiwa pidana, dengan penyidikan juga ditujukan untuk menemukan

pelakunya, setelah adanya penyidikan tahapan selanjutnya dilakukan

penyelidikan. 47

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini.48

a. Tindakan penangkapan diatur dalam pasal 16 sampai 19 KUHAP.

Menurut pasal 16 untuk kepentingan penyelidikan, penelidikan atas

perintas penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan

penangkapan. Adanya penyidikan dilakukan satu hari.

Polisi dalam melakukan penyelidikan terhadap anak pelaku

tindak pidana harus memperhatikan berbagai ketentuan mengenai upaya

penanganan anak mulai dari penangkapan sampai proses penempatan.

Dalam bukum saku untuk polisi tersebut memuat panduan penanganan

terhadap anak, seperti:

46

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP, penyidikan dan penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta 2006, hal.109

47

Marlina, Op.cit, hal. 85 48

(3)

b. Khusus tindakan penangkapan terhadap anak yang berhadapan dengan

hukum, polisi memperhatikan hak-hak anak yang melakukan tindakan

perlindungan terhadap anak.

Tahap wawancara dan penyidikan polisi penting untuk kasus tindak pidana

yang dilakukan oleh anak. Wawancara terhadap anak tersangka tindak pidana

harus dilakukan berkesinambungan antara orang tua, saksi, dan orang-orang yang

diperlukan yang berkaitan dengan kasus tersebut.

Teknik wawancara yang dilakukan seorang polisi terhadap pelaku anak

pertama kali polisi menginformasikan kepada orang tua atau wali anak sesegera

sebelum wawancara dimulai, selanjutnya polisi juga menginformasikan bahwa

anak berhak mendapatkan bantuan hukum dari pihak pengacara atau advokat.

Selanjutnya polisi dalam pemeriksaan terhadap anak, memerlakukan anak dengan

pertimbangan keterbatasan kemampuan ataupun verbal dibandingkan dengan

orang dewasa bahkan dibandingkan dengan diri polisi itu sendiri.49

a. Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang

ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Sesuai dengan pasal 26 Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang

sistem peradilan pidana anak adalah

b. Pemeriksaan terhadap anak korban atau anak saksi dilakukan oleh

penyidik

49

(4)

c. Dimana syarat-syarat untuk menjadi seorang penyidik dalam kasus anak

yaitu:

1. telah berpengalaman sebagai penyidik;

2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan

3. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.50

Untuk melakukan penyidikan terhadap perkara anak, penyidik wajib

meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah

tindak pidana dilaporkan atau diadukan. Penyidik dapat meminta pertimbangan

atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja sosial

Profesional atau tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga lainnya, bahkan dalam

melakukan pemeriksaan terhadap anak korban dan anak saksi, penyidik wajib

meminta laporan sosial dari pekerja sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau

diadukan. Hasil penelitian Kemasyarakatan wajib diserahkan oleh Bapas kepada

Penyidik dalam waktu paling lama 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah

permintaan penyidik diterima.51

Tahap penyelidikan tidak dikenal dalam HIR dan baru dikenal dengan

KUHAP. MenurutKUHAP, penyelidikan diintrodusir dengan motivasi

perlindungan HAM dan pembatasan ketat terhadap penggunanaan upaya paksa,

dimana upaya paksa baru digunakan sebagai tindakan yang terpaksa dilakukan.

Penyelidikan mendahului tindakan-tindakan lain yaitu untuk menentukan apakah

50

Pasal 32 Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 51

(5)

suatu peristiwa yang diduha tindak pidana dapat dilakukan penyidikan atau

tidak.52

1) sumber-sumber tertentu yang dapat dipercaya

Adapun hal yang perlu diperhatikan untuk memulai melakukan penyidikan

didasarkan pada hasil penilaian terhadap informasi atau data-data yang diperoleh,

sedangkan informasi atau data-data yang diperlukan untuk melakukan

penyelidikan diperoleh melalui :

2) adanya laporan langsung kepada penyidik dari orang yang mengetahui

telah terjadi suatu tindak pidana

3) hasil berita acara yang dibuat oleh penyidik.53

Adapun tujuan daripada penyelidikan adalah untuk mendapatkan atau

mengumpulkan keterangan, bukti atau data-data yang digunakan untuk :

1) menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan suatu tindak

pidana atau bukan

2) siapa yang dapat dipertanggung jawabkan (secara pidana) terhadap tindak

pidana tersebut

3) merupakan persiapan untuk melakukan penindaan54

b. Penangkapan dan Penahanan

Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana, mengatur wewenang polisi dalam melakukan penyelidikan

dan penyidikan yang selanjutnya diatur dalam petunjuk dan pelaksanaan (Juklak)

52

Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2005, hal 30

53

Ibid

54

(6)

dan petunjuk teknis (Juknis) kepolisian.55

a. Penangkapan terhadap anak dilakukan guna kepentingan penyidikan

paling lama 24 (dua puluh empat) jam

Tindakan penangkapan tidak diatur

secara rinci dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga

berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa :

b. Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus

anak.

c. Dalam hal ruang pelayanan khusus anak belum ada di wilayah yang

bersangkutan, anak ditititpkan di LPAS

d. Penangkapan terhadap wajib dilakukan secara manusiawi dengan

memerhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.

e. Biaya bagi setiap anak ditempatkan di LPAS dibebankan pada anggaran

kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang sosial. 56

Berdasarkan Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat

diketahui bahwa tujuan penangkapan tersangka ialah untuk kepentingan

penyelidikan dan untuk kepentingan penyidikan. Perintah penangkapan dilakukan

terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang

cukup (Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Pelaksanaan tugas

penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara RI, dengan

memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada Tersangka surat-surat

perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka. berisikan alasan

55

Marlina,Op.cit, hal. 86

56

Diakses dari situs

(7)

penangkapan, dan uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, serta

mengemukakan tempat tersangka diperiksa (Pasal 18 Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana)

Di dalam melakukan tindakan penangkapan, asas praduga tak bersalah

harus dihormati dan dijunjung tinggi sesuai dengan harkat dan martabat anak dan

juga harus dipahami sebagai orang yang belum mampu memahami masalah

hukum yang terjadi atas dirinya. Melakukan penangkapan terhadap anak yang

diduga melakukan tindak pidana, didasarkan pada bukti yang cukup dan jangka

waktunya terbatas dalam satu hari. Melakukan penangkapan, diperhatikan

hak-hak anak sebagai tersangka seperti, hak-hak mendapat bantuan hukum pada setiap

tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan oleh Undang-Undang

(Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). 57

Setelah tindakan Penangkapan, dapat dilakukan tindakan penahanan.

Penahanan ialah penempatan tersangka atau terdakwa ke tempat tertentu oleh

Penyidik Anak atau Penuntut Umum Anak atau Hakim Anak dengan penetapan

dalam hal serta menunrut cara yang diatur dalam Undang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang-Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana

Anak, menentukan bahwa tersangka atau terdakwa dapat ditahan. Karena ada

istilah “dapat” ditahan, berarti penahanan anak tidak selalu harus dilakukan,

sehingga dalam hal ini penyidik diharapkan betul-betul mempertimbangkan

apabila melakukan penahanan anak. Penahanan terhadap anak tidak boleh

dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/wali dan/ atau

57

(8)

lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau

merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana. Penahanan

terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut :

a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih;

b. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh)

tahun atau lebih.

Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus

tetap dipenuhi. Melindungi keamanan anak, dapat dilakukan penempatan anak di

Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang diatur dalam Pasal 32

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 33 Undang-Undang Sistem

Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa penahanan. Sebagaimana Pasal 32

untuk kepentingan Penyidikan dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari. Jangka waktu

penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan penyidik dapat

diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 8 (delapan) hari. Dalam hal

jangka waktu sebagaimana dimaksud pada pasal (2) telah berakhir, anak wajib

dikeluarkan demi hukum. Penahanan terhadap anak dilaksanakan di Lembaga

Penempatan Anak Sementara (LPAS), dalam hal tidak terdapat LPAS, penahanan

dapat dilakukan di LPAS.58

Untuk kepentingan penuntutan dilakukan penahanan, Penuntut Umum

dapat melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari. Jangka waktu penahanan

atas permintaan Penuntut Umum dapat diperpanjang oleh Hakim Pengadilan

Negeri paling lama 5 (lima) hari. Dalam hal jangka waktu 5 (lima) hari telah

58

(9)

berakhir, anak wajib dikeluarkan demi hukum (Pasal 34 Undang-Undang Sistem

Peradilan Pidana Anak).Penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di

sidang pengadilan, Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh)

hari. Jangka waktu atas permintaan Hakim dapat diperpanjang oleh Ketua

Pengadilan Negeri paling lama 15 (lima belas) hari. Dalam hal jangka waktu 15

(lima belas) hari telah berakhir dan Hakim belum memberikan putusan, Anak

wajib dikeluarkan demi hukum (Pasal 35 Undang-Undang Sistem Peradilan

Pidana Anak). Penetapan pengadilan mengenai penyitaan barang bukti dalam

perkara anak harus ditetapkan paling lama 2 (dua) hari (Pasal 36 Undang-Undang

Sistem Peradilan Pidana Anak)59

Pasal 37 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan

bahwa dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat

banding, Hakim Banding dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh)

hari, atas permintaan Hakim Banding dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan

tinggi paling lama 15 (lima belas) hari. Jangka waktu 15 (lima belas) hari dan ayat

(2) telah berakhir dan Hakim banding belum memberikan putusan, anak wajib

dikeluarkan demi hukum.Penahanan terpaksa dilakukan untuk kepentingan

pemeriksaan ditingkat kasasi, Hakim Kasasi dapat melakukan penahanan paling

lama 15 (lima belas) hari dan dapat diperpanjang 20 (hari) atas permintaan Hakim

Kasasi oleh ketua Mahkamah Agung. Dalam hal ini jangka waktu tersebut telah

berakhir dan hakim kasasi belum memberikan putusan, anak wajib dikeluarkan

demi hukum (Pasal 38 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak).Dasar

59

(10)

diperkenankannya suatu penahanan anak, adalah adanya dugaan keras

berdasarkan bukti yang cukup, bahwa anak telah melakukan tindak pidana

(kenakalan). Dalam menentukan “diduga keras” dan “buktian permulaan”, sebab

bisa saja penyidik salah menduga atau menduga-duga, dimana tidak

mencerminkan perlidungan anak dan anak dapat menjadi korban ketidakcermatan

atau ketidaktelitian penyidik. Menentukan bukti ysng cukup sebagai bukti

permulaan, dalam KUHAP tidak diatur dengan tegas yang tidak mencerminkan

perlindungan anak. Menurut penyidik, bukti permulaan telah cukup, padahal

Hakim dalam Pra-Peradilan (apabila diajukan praperadilan oleh anak/penasihat

hukumnya) memutuskan bahwa penahanan tidak sah, anak sudah dirugikan

terutama dari segi mental, anak merasa tertekan dan trauma atas

pengalaman-pengalaman tersebut.60

Syarat normatif ini masih ditambah ketentuan ayat berikutnya, yaitu

bahwa selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap

terpenuhi. Pembuat Undang-Undang mewajibkan penahanan terhadap anak

dilaksanakan di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) atau Lembaga

Penyelenggaraan Kesejahteraan Anak (LPKS). Penahanan di dua lembaga ini

hakikatnya guna memberikan pembinaan, keterampilan dan hak anak untuk tetap

menerima kesejahteraan meskipun ia berstatus terpidana. LPAS dan LPAS tidak

berada di semua kota/ kabupaten sehingga salah satu hambatan penyidik ketika

akan melakukan penahanan. Keberadaan rumah tahanan di polres, meskipun

sudah direnovasi dengan memisahkan tahanan dewasa dari anak dan perempuan,

60

(11)

tetap bukan tempat penahanan bagi anak. Pasalnya rumah tahanan di polres,

bukan pengemban fungsi sebagai LPAS atau LPAS. Penahanan anak di rutan

yang bukan pengemban fungsi sebagai LPAS maupun LPAS, membuka celah

untuk praperadilan bahwa penahanan tersebut tidak sah. Melanggar

Undang-Undang Penahanan di LPAS dan LKAS di luar polres, sangat tidak efektif dalam

proses penyidikan terhadap anak yang hanya diberi waktu 15 hari. Pemberkasan

selama 15 hari ini harus tuntas.

Ada pihak lain yang dilibatkan, yaitu penelitian masyarakat oleh Bapas

dan penetapan izin penyitaan oleh Pengadilan Negeri. Ini butuh waktu, meskipun

sudah terjalin koordinasi dan komunikasi. Kembali pada perlunya sosialisasi

kepada publik, desakan massa bahwa pelaku tindak pidana harus ditahan, menjadi

tugas stakeholders, tak hanya penyidik, untuk menjelaskan. meminimalisir adanya

tersangka yang masih anak-anak atau dibawah umur dan ditangkap massa, terjadi

pemaksaan kehendak untuk menahannya dengan melanggar perundang-

undangan. Tentu lebih ironis bila ada penyidik berpersepsi karena harus melayani

kemauan publik maka ia memaksakan diri melakukan penahanan dengan

mengabaikan beberapa persyaratan yang sudah diatur dalam undangundang.

Filosofi kelahiran Undang-Undang Sistem Peradilan Anak adalah untuk

menempatkan kepentingan terbaik bagi anak, meskipun berstatus tersangka.

Karenanya, keputusan menahan tersangka anak harus mempertimbangkan

kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya, dimana merupakan implementasi

(12)

masyarakat, keluarga dan orang tua. Penahanan terhadap anak, merupakan

alternatif terakhir, yang sejatinya baru ditempuh oleh penyidik.61

Beijing Rules menjelaskan bahwa “penahanan sebelum pengadilan hanya

digunakan sebagai pilihan langkah terakhir dan untuk jangka waktu yang

sesingkat-singkatnya (butir 1)”Di upayakan penahanan sebelum pengadilan akan

diganti dengan langkah-langkah alternatif, seperti pengawasan secara dekat,

perawatan intersif atau penempatan pada sebuah keluarga atau pada suatu tempat

atau rumah pendidikan (butir 2)62

61

Diakses dari situs http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/ketentuan-penahanan-anak/,

pada tangga 24 April 2016, pukul 17.33 Wib 62

Butir 1 dan butir 2 The Beijing Rules

Pembinaan terhadap anak yang telah terlanjur melakukan tindak pidana

merupakan tanggung jawab semua pihak. Orang tua mempunyai kewajiban dan

tanggung jawab memperbaiki kondisi anak yang sudah terlanjur masuk ke dalam

proses hukum. Masyarakat berkewajiban mengontrol perbaikan anak sehingga

tidak mengulangi tindakan kriminal lagi atau menjadi kriminal kambuhan

(residivism). Lembaga-lembaga sosial dan kemasyarakatan yang sudah

berpengalaman dalam menangani permasalahan sosial cukup efektif untuk

menjadi tempat pembinaan dan pemulihan anak seterlah terlanjur terjerumus ke

dalam perilaku kriminal sebelumnya. Dengan pembinaan dan pendidikan serta

bimbingan semua pihak diharapkan anak tersebut dapat terus berkembang ke arah

yang baik dan tidak mengulangi tindakannya kembali. Menurut pasal 3

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, setiap anak dalam proses peradilan pidana

(13)

a. Diperlakukan secara manusiawi dengan memerhatikan kebutuhan sesuai

dengan umurnya;

b. Dipisahkan dari orang dewasa

c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif

d. Melakukan kegiatan rekreasional

e. Bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang

kejam,tidak manusiawi; serta meredahkan derajat dan martabatnya

f. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

g. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir

dan dalam waktu yang paling singkat;

h. Memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak

memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;

i. Tidak dipublikasikan identitasnya;

j. Memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh

Anak;

k. Memperoleh advokasi sosial;

l. Memperoleh kehidupan pribadi;

m. Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;

n. Memperoleh pendidikan;

o. Memperoleh pelayananan kesehatan; dan

p. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.63

63

(14)

Anak yang terpaksa ditahan dalam proses peradilannya maka anak dapat

dititipkan pada lembaga atau agen sosial dengan fasilitas yang memisahkan anak

dari orang dewasa. lembaga atau agen sosial yang dimaksud tidak ada, maka anak

dapat ditempatkan dirumah tahanan dengan fasilitas yang terpisah dari

pelanggaran hukum dewasa (butir 13 ayat ke 4 dan ke 5 The Beijing Rules). butir

11 The Beijing Rules mengatur tentang pengalihan (diversion) yang dijelaskan

bahwa terhadap pelanggaran hukum muda harus mendapatkan pertimbangan,

bilamana layak, maka penanganannya dapat tanpa menggunakan peradilan formal

oleh pihak yang berkompeten.

Kewenangan polisi, penuntut umum atau badan-badan lain yang

menangani perkara anak untuk memutuskan perkara-perkara anak menurut

kebijaksananaan mereka, tanpa menggunakan pemikiran awal yang formal, sesuai

dengan kriteria yang ditentukan dalam sistem hukum masing-masing dan juga

sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam peraturan-peraturan ini. Pengalihan

apapun yang melibatkan perujukan kepada pelayanan-pelayanan masyarakat atau

pelayanan lain yang memerlukan persetujuan anak atau orang tua walinya dengan

syarat keputusan merujuk perkara tergantung pada kajian pihak berwenang yang

berkompoten atas permohonan, agar mempermudah pelulusan kebebasan

membuat keputusan pada perkara-perkara anak.64

a. mendapat pengurangan masa pidana;

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1), Anak yang sedang menjalani masa pidana

berhak:

64

(15)

b. memperoleh asimilasi;

c. memperoleh cuti mengunjungi keluarga;

d. memperoleh pembebasan bersyarat;

e. memperoleh cuti menjelang bebas;

f. memperoleh cuti bersyarat; dan

g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan65

2. TahapPenuntutan pada sistem peradilan pidana anak sebagai Pelaku

.

Di dalam Pengadilan Anak wewenang penuntutan terhadap anak-anak

yang diduga melakukan tindak pidana ada pada Jaksa penuntut umum, yang

ditetapkan berdasarkan surat keputusan Jaksa Agung. Dalam hal penuntutan

umum berpendapat bahwa hasil penyidikan yang dilakukan oleh anak-anak, maka

jaksa penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan sesuai

kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Undang-Undang Nomor. 8 tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan kemudian

melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan.

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor.16 tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya mengenai tugas dan weweang Jaksa,

memang tidak ditemukan landasan Hukum yang secara khusus menangani anak

yang melakukan pelanggaran hukum pidana. Namun, kewenangan itu terbatas

pada kejaksaan aguang dan tidak dimiliki oleh jaksa menangani perkara. Ada

beberapa ketentuan internasional yang dapat digunakan, seperti ketentuan The

65

(16)

Beijing Rules dan Konvenan Internasional Hak Sipil dan Hak Politik. The

Beijing Rules butir ke 11.1 dan 11.2 dapat digunakaan sebagai alas hukum untuk

mengabaikan perkara anak.

Pasal 11.1 yang berisi;

“Consideration shall be given, wherever appropriate, to dealing with juvenile

offenders without resorting to formal trial by the competent authority, referred to

in rule” Yang menyatakan bahwa pertimbangan anak diberikan, bilamana layak

untuk menangani pelanggar-pelanggar hukum berusia muda tanpa menggunaka

pengadilan formal oleh pihak berwenang yang berkompeten.Pasal 11.2 yang

berisi;

“The police, the prosecution or other agencies dealing with juvenile cases

shall be empowered to dispose of such cases, at their discretion, without recourse

to formal hearings,in accordance with the criteria laid down for that purpose in

the respective legal system and also in accordance with the principles contained

in these Rules”

Yang menyatakan bahwa Penuntut umum atau badan-badan lain yang

menangani perkara anak akan diberi kuasa unruk memutuskan

perkara-perkara demikian, menurut kebijaksanaan mereka, tanpa menggunakan

pemeriksaan-pemeriksaan awal yang formal, sesuai dengan kriteria yang

ditentukan untuk tujuan itu di dalam sistem hukum masing-masing dan juga

sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam peraturan itu 66

66

(17)

Penanganan perkara anak yang tidak dibedakan dengan perkara orang

dewasa dipandang tidak tepat karena sistem yang demikian akan merugikan

kepentingan anak yang bersangkutan. Anak yang mendapat tekanan ketika

pemeriksaan perkaranya sedang berlangsung akan mempengaruhi sikap

mentalnya. Ia akan merasa sangat ketakutan, merasa stres dan akibat selanjutnya

ia menjadi pendiam dan tidak kreatif. Dalam dirinya ia merasa dimarahi oleh

pejabat pemeriksa dan merasa pula dirinya dijauhi oleh masyarakat. Hal ini yang

sangat merugikan kepentingan anak, jangan sampai nantinya setelah perkaranya

selesai atau kembali ke masyarakat setelah menjalani masa hukuman, anak

menjadi bertambah kenakalannya. Jangan sampai si anak yang pernah tersangkut

perkara pidana tidak dapat bergaul dengan baik, sehingga tidak dapat

mengabdikan diri kepada nusa dan bangsa.67

Oleh karena itu dalam menangani perkara anak terutama bagi para petugas

hukum diperlukan perhatian khusus, pemeriksaannya atau perlakuannya tidak

dapat disama ratakan dengan orang dewasa, perlu dengan pendekatanpendekatan

tertentu sehingga si anak yang diperiksa dapat bebas dari rasa ketakutan dan rasa

aman.68

1. telah berpengalaman sebagai penuntut umum;

Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi:

67

Gatot Supramono, Hukum AcaraPengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000, hal. 10 68

(18)

2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan

telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.69

Tindak lanjut pelimpahan berkas perkara ke pengadilan, penuntut

berkewajiban menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan

hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada

terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.

tugas selanjutnya setelah waktu persidangan dimulai adalah penuntutan, menuntut

perkara demi kepentingan hukum sebagai penuntut umum menurut ketentuan

undang-undang ini seperti penetapan hakim.Di dalam keadaan dibutuhkan untuk

kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau

penahanan lanjutan. Penahanan tersebut dilakukan paling lama 10 (hari). Di

dalam waktu tersebut pemeriksaan belum selesai, penuntut umum meminta untuk

dapat memperpanjang penahanan oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang

paling lama 15 (lima belas) hari.Di dalam waktu 25 (dua puluh lima) hari,

penuntut umum harus melimpahkan berkas perkara belum dillimpahkan ke

Pengadilan Negeri, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.70

Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari

setelah menerima berkas perkara dari penyidik. Diversi dilaksanakan paling lama

30 (tiga puluh) hari. Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan,

Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi

kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk dibuat penetapan. Dalam hal ini Diversi

gagal, Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara Diversi dan

69

Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

70

(19)

melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian

ke masyarakatan71

a. penyimpangan perkara berdasarkan asas opportunitas kerena alasan demi

kepentingan umum;

Pemahaman aparat kejaksaan terhadap Undang-Undang Sistem

Peradilan Pidana Anak, tidak memadai. Hal ini terlihat dengan beberapa alasan,

seperti; pemahaman tentang pengertia anak, masih ada yang memahami anak

adalah yang berumur 18 (delapan belas) tahun ke bawah, bahkan memahami

bahwa anak adalah yang berumur 16 (enam belas) tahun ke bawah. Pemahaman

tentang jangka waktu penahanan yang singkat terhadap anak yaitu atas

pertimbangan kepentingan pertumbuhan fisik, mental dan sosial anak. Hambatan

lainnya adalah kurangnya pemahaman aparat tentang pemeriksaan anak secara

rahasia, kurangnya pengetahuan tentang perlindungan anak, kurangnya koordinasi

antara instansi yang terkait. Dalam sidang anak, ada kemungkinan penyimpangan

perkara, dimana terdapat 2 alasan, yaitu :

b. penyampingan perkara karena alasan demi kepentingan hukum.72

“Demi hukum” tidak sama pengertiannya dengan “Demi Kepentingan

Umum” sebab hukum juga mengatur kepentingan individual selain kepentingan

umum. Perkara yang ditutup “demi hukum” tidak dideponir secara defenitif, tetapi

masih dapat ditentukan dengan alasan baru, tetapi perkara yang ditutup definitif

demi kepentingan umum, tidak boleh dituntut kembali walaupun cukup alat

buktinya.

Terdapat 3 alasan tidak melakukan penuntutan, yaitu :

71

Pasal 42 Undang-Undang Nomor. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 72

(20)

a. Demi kepentingan Negara

b. Demi Kepentingan Masyarakat

c. Demi Kepentingan Pelaku/Tersangka73

Kategori kepentingan Negara apabila dari suatu perkara akan memperoleh

tekanan yang tidak seimbang, sehingga kecurigaan rakyat dalam keadaan tersebut

menyebabkan kerugian besar negara, maka terhadap perkara tersebut tidak

dilakukan penuntutan. Katagori kepentingan masyarakat, dilakukan atas

pemikiran-pemikiran yang telah atau sedang berubah dalam masyarakat. Hukum

yang berlaku itu berorientasi pada kenyataan-kenyataan sehari-hari masyarakat,

semua kaidah hukum bersenyewa dengan peristiwa hukum dan selalu

menyelaraskan tatanan hidup dengan lingkungan sekitarmya. Katagori

kepentingan tersangka/pelaku tidak menghendaki penuntutan karena menyangkut

persoalan-persoalan yang merupakan perkara kecil atau jika melakukan tindak

pidana telah membayar kerugian, dan dalam keadaan ini masyarakat tidak

mempunyai cukup kepentingan dengan penuntutan atau penghukuman.

Hak-hak anak dalam proses penuntutan, meliputi hak-hak sebagai berikut:

a. Menetapkan masa tahanan anak Cuma pada sudut urgensi pemeriksaan

b. Membuat dakwaan yang dimengerti anak

c. Secepatnya melimphkan perkara ke pengadilan

d. Melaksanakan ketetapan hakim dengan jiwa dan semangat pembinaan atau

mengadakan rehabilitasi.

Hak-hak anak pada saat pemeriksaan di kejaksaan sebagai berikut:

73

(21)

a. Hak untuk mendapatkan keringanan masa/waktu penahanan

b. Hak untuk mengganti status penahanan rumah tahanan negara menjadi

berada di dalam tahanan rumah atau tahanan kota

c. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman, penganiayaan,

pemerasan dari pihak yang beracara

d. Hak untuk mendapatkan fasilitas dalam rangka pemeriksaan dan

penuntutan

e. Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum.

Menurut ketentungan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak

yang selaras dengan ketentuan Pasal 140 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana, penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan,

dimana surat dakwaan merupakan dasar adanya suatu perkara pidana, yang juga

merupakan dasar hakim melakukan pemeriksaan. Setelah penuntut umum

membuat surat dakwaan, dilimpahkan ke Pengadilan dengan membuat surat

pelimpahan perkara dilampirkan surat dakwaan, berkas perkara dan surat

permintaan agar pengadilan Negeri yang bersangkutan segera mengadilinya. 74

3. TahapPersidangan pada sistem peradilan pidana anak sebagai pelaku

Menurut Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak nomor 11 tahun

2012; Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara Anak dilakukan oleh

Hakim yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau

pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua

74

(22)

pengadilan negeri yang bersangkutan melalui ketua pengadilan tinggi. Dengan

syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim sebagaimana dimaksud, yaitu:

a. telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak. 75

Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat pertama

dengan hakim tunggal. Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan

perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam

dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya. Di

dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang panitera atau panitera

pengganti.

Menurut ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Pengadilan Anak, untuk

kepentingan pemeriksaan, hakim sidang peradilan berwenang mengeluarkan surat

perintah penahanan anak untuk paling lama 15 (lima belas) hari, jika belum

selesai diperpanjang penahanan hingga 30 (tiga puluh) hari. Jangka waktu 45

(empat puluh lima) hari keluar demi kepentingan hukum.Lamanya proses

pengadilan seorang anak untuk dibuktikan bersalah atau tidaknya anak berada

dalam penahanan menjadi renungan bagi semua pihak untuk memikirkan kembali

kondisi tentang kejiwaan dan perkembangan anak. Lamanya proses pengadilan ini

membukt ikan bahwa Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak belum sesuai dengan The Beijing Rules sebagai pedoman peradilan anak di

dunia. Proses tahapan persidangan yang dilalui oleh anak dalam persidangan,

75

(23)

menambah panjangnya penderitaan yang dihadapi oleh anak. Mulai dengan

pembukaan sidang pengadilan, dimana hakim memanggil terdakwa dan

memeriksa identitas terdakwa degan teliti sampai proses pembacaan putusan.

Sama dengan proses penyelesaian kasus orang dewasa, setelah terdakwa

menerima vonis atau putusan hakim ia masih memilki upaya hukum untuk

mencari keadilan. Upaya hukum yang dapat ditempuh baik oleh terdakwa yaitu;

upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.76 Untuk memeriksa perkara di

tingkat banding, Hakim Banding ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua

Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan.77Syarat

untuk menjadi hakim harus dengan ketentuan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang

Sistem Peradilan Anak.78Hakim Banding Anak dalam perkara sebagai Hakim

tunggal, kecuali dalam hal tertentu dan dipandang perlu oleh ketua Pengadilan

Tinggi dapat dilakukan pemeriksaan dengan sidang majelis hakim.79

Pemeriksaan perkara Anak Nakal ditingkat Kasasi, dilakukan oleh Hakim

Kasasi ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung80 Syarat

pengangakatan Hakim Kasasi anak , disesuaikan dengan ketentuan Pasal 43 ayat

(2). Hakim Kasasi memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat kasasi

dengan hakim tunggal 81

76

Marlina, Op.cit, hal.108 77

Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak 78

Pasal 46 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak 79

Marlina, Op.cit, hal.141 80

Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak 81

Pasal 49 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak

Di dalam rangka pemeriksaan di persidangan, Pasal 35

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa dalam hal

(24)

Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari dan atas

permintaan hakim dapat diperpanjang 15 (lima belas) hari oleh Ketua Pengadilan

Negeri. Dalam hal jangka waktu tersebut telah berakhir dan hakim belum

memberikan putusan maka, anak wajib dikeluarkan demi hukum.Pasal 37

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa dalam hal

penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat banding, Hakim

banding dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari dan atas

permintaan hakim banding dapat diperpanjang 15 (lima belas) hari oleh Ketua

Pengadilan tinggi. Dalam hal jangka waktu tersebut telah berakhir dan hakim

banding belum memberikan putusan maka, anak wajib dikeluarkan demi hukum.82

Hakim dalam memberikan keputusan terhadap anak masih menetapkan

putusan pidana penjara terhadap anak

Pasal 38 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan

bahwa dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat

Kasasi, Hakim Kasasi dapat melakukan penahanan paling lama 15 (lima belas)

hari dan atas permintaan hakim kasasi dapat diperpanjang 20 (dua puluh) hari oleh

Ketua Mahkamah Agung. Dalam hal jangka waktu tersebut telah berakhir dan

hakim kasasi belum memberikan putusan maka, anak wajib dikeluarkan demi

hukum.

83

82

Maidin Gultom Op.cit, , hal.147 83

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

, dimana putusan hakim anak harus

mempertimbangkan mengenai unsur-unsur (bestandellen) pasal yang didakwaan

oleh jaksa penuntut umum anak dalam surat didakwaanya. Unsur-unsur pasal

(25)

akan diputus bebas. Hal ini dikarenakan tuntutan yang dilakukan oleh penuntut

umum masih mengajukan tuntutan pidana terhadap pelaku anak. Anak pelaku

tindak pidana dihidarkan dari pidana penjara dengan mencari alternatif tindakan

sebagaimana diatur dalam butir 17 angka 1,2,3, dan 4 Beijing Rules. Putusan

pidana berupa pidana penjara dalam jangka waktu tertentu terhadap anak. . Untuk

menentukan lamanya pidana (sentencing atau straftoemeting) hakim anak juga

menguraikan tentang keadaan baik yang memberatkan maupun yang

meringankan.84

1. karena telah terbukti memenuhi unsut-unsur tindak pidana yang telah

dituntutkan padanya

Adapun alasan pengadilan melakukan pemutusan pidana adalah;

2. anak telah ditahan selama proses pengadilan, mulai saat penyidikan,

penuntutan sampai pada saat persidangan, sehingga dengan diputus pidana

maka putusan pidana kurungan dapat dikurangi atau hampir sama dengan

masa penahanan yang telah dilakukannya.

Pertimbangan pemutusan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam proses

persidangan yaitu, jika tindak pidana yang dilakukan oleh anak tergolong ringan,

jaksa menuntut pidana dibawah 1 (satu) tahun.terhadap tuntutan jaksa tersebut,

hakim akan mempertimbangkan berdasarkan bukti dan saksi yang ada. Hakim

akan memutuskan pidana penjara terhadap seorang anak seringan-ringannya

adalah 4(empat) bulan, dipotong masa tahanan 3 (bulan), jadi anak

akanmenjalankan pidana penjaranya tinggal 1 (satu) bulan lagi. 85

84

Marlina Op.cit, , hal 109 85

ibid

(26)

persidangan, anak yang berstatus atau berkedudukan sebagai pelaku memiliki hak

meliputi :

a. hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi

sesuai dengan pancasila, Undang-Undang 1945 dan ide kemasyarakatan

b. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan

dan menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja

c. hak untuk tetap untuk dapat berhubungan dengan orang tuanya atau

keluarganya86

Pengembangan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana merupakan suatu

hasil interaksi anak dengan keluarga, masyrakat, penegak hukum yang saling

mempengaruhi, dimana perlu meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan

dan memerhatikan hak-hak anak demi kesejahteraan anak.

4. Tahap Lembaga Pembinaan Khusus Anak Pada Sistem Peradilan Pidana Anak Sebagai Pelaku

Ketentuan mengenai penempatan secara terpisah ini sudah diatur dalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu antara lain Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (selanjutnya disebut

UndangUndang Pemasyarakatan) yang pada pasal 4 disebutkan bahwa Lembaga

Pemasyarakatan termasuk Lembaga Pemasyarakatan Anak didirikan disetiap

ibukota kabupaten atau kotamadya. Lembaga Pemasyarakatan ini setelah

berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak (selanjutnya disebut Undang-Undang SPPA) berganti istilah menjadi

86

(27)

Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( selanjutnya disebut LPKA).Keberadaan

anak-anak dalam tempat penahanan dan pemenjaraan bersama orang-orang yang

lebih dewasa, menempatkan anak-anak pada situasi rawan menjadi korban

berbagai tindak kekerasan87

Penjara anak di dalam undang-undang sistem peradilan pidana anak

dikenal dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Lembaga Pembinaan Khusus

Anak atau disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat anak menjalani masa

pidananya

Kondisi lembaga pemasyarakatan akan menghambat

tercapainya tujuan pembinaan dalam sistem pemasyarakatan bagi Anak yang

tercermin dalam pasal 2 undang-undang Pemasyarakatan, yang berbunyi

“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk

Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari

kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat

diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam

pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab”

88

87

Nashriana, Op.cit hlm 159 88

Pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak

apabila dalam suatu daerah belum terdapat LPKA, anak dapat

ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan yang penempatannya terpisah dari

orang dewasa. Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan dalam LPKA.

Anak dalam hal ini memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan,

pendampingan, pendidikan dan pelatihan serta hak lain sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang bberlaku. Hak yang diperoleh anak selama

ditempatkan di LPKA diberikan sesuai dengan ketentuan undang-undang tentang

(28)

diperhatikanpembinaan bagi anak yang bersangkut an, antara lain mengenai

pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental maupu n sosial. LPKA

juga wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, keterampilan, pembinaan

dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.89

Di dalam LPKA anak tersebut akan digolongkan bedasarkan umur, jenis

kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan Kriteria lainnya sesuai

dengan kebutuhan atau dalam rangka pembinaan.90LPKA berkewajiban untuk

memindahkan anak yang belum selesai menjalani pidana di LPAK dan telah

mencapai umur 18 (delapan belas) tahun ke lembaga pemasyarakatan pemuda.91

Anak yang telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetapi belum selesai

menjalani pidana, anak dipindahkan ke lembaga permasyarakatan dewasa dengan

memperhartikan kesinambungan pembinaan anak, 92 apabila tidak terdapat

lembaga pemasyarakatan pemuda, kepala LPAK dapat memindahkan anak yang

berusia 18 ( delapan belas) tahun ke lembaga pemasyarakatan dewasa berdasarkan

rekomendasi dari pembimbing masyarakat.93

a. Ayomindan berikan bekal agar mereka dapat menjalankan perananan

sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna

Di dalam pembinaan Narapidana dan Anak didik Permasyarakatan dikenal

10 (sepuluh) Prinsip pemasyarakatan, yaitu:

89

Angger Sigit dan Fuady Primaharsya, Op.cit hal 95 90

Diakses dari

91

Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan Anak 92

Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan Anak 93

(29)

b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam oleh negara

c. Berikan bimbingan bukan penyiksaan, supaya mereka bertobat

d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat

daripada sebelum dijatuhi pidana

e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, napi dan anak didik harus

dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat

f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat sekedar

pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaann untuk memenuhi

kebutuhan jawaban atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja,

pekerjaan dimasyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi

g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak harus

didik berdasarkan Pancasila

h. Narapidana dan anak didik sebagai orang tersesat adalah manusia dan

mereka harus diperlakukan sebagai manusia, martabat dan harkatnya

sebagai manusia harus dihormati

i. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan

sebagai satu-satunya derita yang dapat dialami

j. Disediakan dan dipupuk sarana-saran yang dapat mendukung fungsi,

rehabilitasi, koreksi dan edukatif sistem pemasyarakatan94

Hambatan dalam melakukan pembinaan narapidana adalah kurangnya

sumber daya manusia yang beprofesional, dikarenakan pendidikan yang diemban

petugas lembaga pemasyarakatan anak berpengaruh dalam pemahaman penting

94

(30)

atau tidak perlindungan anak. Pengetahuan dan pemahaman tentang

perundangan-undangan yang berkaitan dengan Peradilan Pidana Anak, kesejahteraan anak dan

peraturan lain yang berkaitan, dimana pendidikan yang diemban juga

memengaruhi tingkat kemampuan untuk melahirkan ide-ide/kebijakan-kebijakan

yang diambil dalam rangka perlindungan anak, terutama apabila peraturan

perundang-undangan tidak menentukan secara tegas atau sama sekali tidak

mengatur hal-hal tertentu. Kemampuan melakukan pendekatan-pendekatan

terhadap Narapidana Anak dalam merubah mental dan perilakunya melalui

pembinaan-pembinaan dipengaruhi tingkat pendidikan yang diemban petugas.Bila

sumber daya manusia tidak diperhatikan/diperbaiki, maka menimbulkan dampak

negatif yang menciptkan narapidana bukan semakin baik tetapi menjadi

monster-monster yang siap melakukan tindak pidana lagi setelah menjalani pidananya

diLembaga Pemasyarakatan Anak.95

1. Tahap awal, meliputi :

Pembinaan atau bimbingan merupakan sarana yang mendukung

keberasilan negara menjadikan narapidana menjadi anggota masyarakat, dimana

lembaga pemasyatakatan berperan dalam pembinaan narapidana, yang

memperlakukan narapidana agar menjadi baik. Tahap pembinaan yang terdapat

pada ayat (1) terdiri atas 3 (tiga) tahap (pasal 17 ayat (2) PP no.31 tahun 1999,

yaitu :

1. Masa pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan paling lama 1

(satu) bulan

95

(31)

2. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian

3. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian

4. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal

2. Tahap lanjutan, meliputi;

1. Perencanaan program pembinaan lanjutan

2. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan

3. Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan

4. Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi

3. Tahap akhir, meliputi;

1. Perencanaan program integrasi

2. Pelaksanaan program integrasi

3. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir

4. Penetapan pembinaan sesuai dengan ayat (1), (2), (3) ditetapkan melalui

sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan

5. Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan sesuai dengan sesuai dengan ayat

(4) Kepala Lapas Anak Wajib memerhatikan Litmas

6. Ketentuan mengenai bentuk dan jenis kegiatan program pembinaan

sesuai dengan ayat (1), (2), (3) diatur lebih lanjut dalam Keputusan

Menteri

Asas pembinaan/pemasyarakatan adalah :

a. Pengayoman

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan

(32)

d. Pembimbingan

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan

g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan

orang-orang tertentu.96

Sesuai dengan asas pembinaan , sasaran pemasyarakatan terbagi atas 2

bagian, yaitu:

a. Sasaran Khusus

Pembinaan terhadap individu Warga Binaan Pemasyarakatan adalah

meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan yang meliputi :

1. Kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Kualitas Intelektual

3. Kualitas sikap dan perilaku

4. Kualitas profesionalisme dan keterampilan

5. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani

b. Sasaran umum

Sasaran umum pada dasarnya merupakan indikator-indikator yang secara

umum digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan sistem

pemasyarakatan

Agar tercapainya sasaran, maka -jenis pembinaan anak dapat digolongkan atas

3 (tiga) yaitu :

1. Pembinaan Mental

96

(33)

Pembinaan mental dilakukan mengingat terpidana mempunyai problem

seperti perasaan bersalah, merasa diatur kurang biasa mengontrol emosi, merasa

rendah diri yang diharapkan secara bertahap mempunyai keseimbangan emosi.

Pembinaan mental yang dilakukan adalah memberikan pengertian agar dapat

menerima dan menangani rasa frustasi dengan wajar, melalui ceramah,

memperlihatkan rasa prihatin melalui bimbingan berupa nasihat, merangsang dan

mengunggah semangat narapidana untuk mengembangkan keahliannya,

memberikan kepercayaan kepada anak bimbing dan menanaman rasa percaya diri

untuk menghilangkan rasa cemas dan gelisah dengan menekankan pentingnya

agama

2. Pembinaan Sosial

Pembinaan sosial mengembangkan pribadi dan hidup kemasyarakatan

anak. Aktivitas yang dilakukan adalah memberikan bimbingan tentang hidup

bermasyarakat yang baik dan memberitahukan norma-norma agama, kesusilaan,

etika pergaulan dan pertemuan dengan keluarga korban, mengadakan surat

menyurat untuk memelihara hubungan batin dengan keluarga dan relasinya,

kunjungan untuk memelihara hubungan yang harmonis dengan keluarga.

3. Pembinaan Keterampilan

Pembinaan keterampilan bertujuan untuk memupuk dan mengembangkan

bakat yang dimiliki anak, sehingga memperoleh keahlian dan keterampilan.

Aktivitas yang dilakukan adalah, menyelenggarakan kursus, pengetahuan

(pemberantasan buta huruf), kursus persamaan sekolah dasar, latihan kejuruan

(34)

rohani. Hasil keterampilan seperti, ukiran, kursi, dan sapu, yang sebagian

dipergunakan di Lembaga Pemasyarakatan Anak, sebagian dijual dan hasil

penjualan dipergunakan untuk membeli peralatan yang lebih lengkap

Di dalam mewujudkannya diperlukan perananan Balai

Permasyarakatan.97

a. Pembimbing Kemasyarakatan;

Petugas kemasyarakatan terdiri atas:

b. Pekerja Sosial Profesional; dan

c. Tenaga Kesejahteraan Sosial.

Pasal 64 Undang-Undang SPPA menentukan bahwa penelitian

kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak

dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Syarat untuk dapat diangkat

sebagai Pembimbing Kemasyarakatan yaitu :

1. Penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan

pengawasan terhadap Anak dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.

2. Syarat untuk dapat diangkat sebagai Pembimbing Kemasyarakatan sebagai

berikut:

a. berijazah paling rendah diploma tiga (D-3) bidang ilmu sosial atau

yang setara atau telah berpengalaman bekerja sebagai pembantu

Pembimbing Kemasyarakatan bagi lulusan:

a) sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial

berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun; atau

97

(35)

b) sekolah menengah atas dan berpengalaman di bidang pekerjaan

sosial paling singkat 3 (tiga) tahun.

b. sehat jasmani dan rohani;

c. pangkat/golongan ruang paling rendah Pengatur Muda Tingkat I/ II/b;

d. mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi di bidang pelayanan dan

pembimbingan pemasyarakatan serta pelindungan anak; dan

e. telah mengikuti pelatihan teknis Pembimbing Kemasyarakatan dan

memiliki sertifikat.

3. Dalam hal belum terdapat Pembimbing Kemasyarakatan yang memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas dan fungsi

Pembimbing Kemasyarakatan dilaksanakan oleh petugas LPKA atau

LPAS atau belum terbentuknya LPKA atau LPAS dilaksanakan oleh

petugas rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan.98

Pada pasal 66 terdapat Syarat untuk dapat diangkat sebagai Pekerja Sosial

Profesional sebagai berikut:

c. berijazah paling rendah strata satu (S-1) atau diploma empat (D-4) di

bidang pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial;

d. berpengalaman kerja paling singkat 2 (dua) tahun di bidang praktik

pekerjaan sosial dan penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

e. mempunyai keahlian atau keterampilan khusus dalam bidang pekerjaan

sosial dan minat untuk membina, membimbing, dan membantu Anak

98

(36)

demi kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental, sosial, dan

perlindungan terhadap Anak; dan

f. lulus uji kompetensi sertifikasi Pekerja Sosial Profesional oleh organisasi

profesi di bidang kesejahteraan sosial.99

Di lihat dari Pasal 68 merupakan syarat untuk dapat diangkat sebagai

Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagai berikut:

1. berijazah paling rendah sekolah menengah atas pekerjaan sosial atau

kesejahteraan sosial atau sarjana non pekerja sosial atau kesejahteraan sosial;

2. mendapatkan pelatihan bidang pekerjaan sosial;

3. berpengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun di bidang praktik pekerjaan

sosial dan penyelenggaraan kesejahteraan sosial; dan

4. mempunyai keahlian atau keterampilan khusus dalam bidang pekerjaan sosial

dan minat untuk membina, membimbing, dan membantu Anak demi

kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental, sosial, dan pelindungan

terhadap Anak. 100

Di dalam hal tersebut belum terdapar Pembimbing Kemasyarakatan yang

memenuhi persyaratan, tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan

dilaksanakan oleh Petugas LPKA atau LPAS atau belum terbentuknya LPKA arau

LPAS dilaksanakan oleh petugas rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan.

Pembimbing Kemasyaraktan memiliki tugas sesuai dengan pasal 65

a. membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan Diversi,

melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap

99

Pasal 66 Undang-Undang nomor11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak 100

(37)

Anak selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk

melaporkannya kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan;

b. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan

penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara Anak, baik di

dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA;

c. Menentukan program perawatan Anak di LPAS dan pembinaan Anak di

LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya;

d. Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap

Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai

tindakan; dan

e. Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap

Anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang

bebas, dan cuti bersyarat.101

Pada Pasal 68 ayat (1) Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan

Sosial bertugas:

a. membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi Anak dengan

melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri

Anak;

b. memberikan pendampingan dan advokasi sosial;

c. menjadi sahabat Anak dengan mendengarkan pendapat Anak dan

menciptakan suasana kondusif;

d. membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku Anak;

101

(38)

e. membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing

Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan

terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana

atau tindakan;

f. memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk

penanganan rehabilitasi sosial Anak;

g. mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah,

atau lembaga masyarakat; dan

h. melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima

kembali Anak di lingkungan sosialnya.102

Dalam melaksanakan tugas, pekerja sosial Profesional dan tenaga kerja

Sosial mengadakan kordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan. Pembinaan

Anak sebagai Pelaku tidak cukup melalui lembaga pemasyarakatan saja, tetapi

juga dilakukan diluar lembaga pemasyarakatan dengan menggunakan metode

pekerjaan sosial sebagai metode pembinaan. Guna menyesuaikan diri dengan

sistem pemasyarakatan, berdasarkan keputusan Presdium Kabinet Ampera dengan

No :75/4/Kep/11/1966 tentang struktur organisasi dan tugas-tugas dapartemen

kehakiman.103

B. Sistem peradilan pidana anak terhadap anak sebagai korban

Anak korban dan anak saksi diatur dalam bab VII Undang-Undang Sistem

Peradilan Pidana Anak, terdiri dari 3 pasal, yakni pasal 89, 90 dan 91. Anak

korban dan anak saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam

102

Pasal 68 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 103

(39)

ketentuan perundang-undangan, baik itu Konvensi Anak, Undang-Undang

Perlindungan Anak, Undang-Undang HAM Dan Lain-Lain.

Pasal 90 berisi :

1. Selain hak yang telah diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, Anak Korban dan Anak

Saksi berhak atas:

a. upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam

lembaga maupun di luar lembaga;

b. jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan

c. kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan

perkara.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak Anak Korban dan Anak

Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan

Presiden

Pada bunyi pasal 90 secara lugas, jelas dan tegas bahwa baik anak pelaku,

korban maupun saksi harus diberikan perlindungan dan penanganan yang sebaik

mungkin, maka prinsip utama perlindungan anak adalah kepentingan terbaik bagi

anak, nondiskrimanasi, kelangsungan hidup dan perkembangan, serta prinsio anak

dapat terjamin.104

104

M. Nasir Djamil, Op.cit, hal 176

(40)

1. Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib memberikan pelindungan

khusus bagi Anak yang diperiksa karena tindak pidana yang

dilakukannya dalam situasi darurat.

2. Pelindungan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

melalui penjatuhan sanksi tanpa pemberatan

Pasal 18: Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau

Anak Saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan

Tenaga Kesejahteraan Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat

atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan

terbaik bagi Anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara.

Pasal 19 ayat:

1. Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam

pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.

2. Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama Anak, nama

Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain

yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak

Saksi.

Pasal 22 Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing

Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain

dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak

memakai toga atau atribut kedinasan.

(41)

1. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak wajib diberikan bantuan hukum dan

didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Korban atau Anak Saksi wajib

didampingi oleh orang tua dan/atau orang yang dipercaya oleh Anak Korban

dan/atau Anak Saksi, atau Pekerja Sosial.

3. Dalam hal orang tua sebagai tersangka atau terdakwa perkara yang sedang

diperiksa, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi

orang tua.105

Hak anak korban kekerasan yang dilindungi dalam Undang-Undang

Nomor11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak : hak Untuk

dirahasiakanidentitasnya, Pendampingan pada proses pemeriksaan oleh orang tua

dan/atau orangyang dipercaya oleh Anak Korban dan/atau Anak Saksi, atau

Pekerja Sosial,Pemeriksaan dilakukan setelah adanya Laporan Sosial dari Pekerja

social,Pemeriksaan diluar sidang menggunakan elektronik atau jarak jauh, jika

tidak bisahadir ke persidangan, Pendapat tentang Perkara, Hak Rehab Medis,

JaminanKeselamatan, Kemudahan Informasi Perkara dan Rujukan perlindungan

danPenanganan Segera. Disamping itu dalam undang undang ini mengakui dan

tidakmenafikan adanya hak-hak kepada anak sebagai korban kejahatan yang

diaturdalam peraturan perundang-undangan lainnya.Model perlindungan terhadap

anak korban yang digunakan dalam Undang-Undang.106

105

Wahyudi Setya, Iplementasi Ide DiversiDalam Pembaruan Sistem PeradilanPidana Anak Di Indonesia, GentaPublishing, Cetakan Pertama, Yoyakarta,2011, hal. 291

(42)

Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

adalahmenggunakan model hak-hak prosedural (prosedur model) dan juga

modelpelayanan (services model) secara sekaligus. Hal ini mengalami

perkembanganyang cukup signifikan dibandingkan dengan perlindungan kepada

korban kejahatansebagaimana diatur dalam Undang-undang 13 tahun 2006

Tentang PerlindunganSaksi Dan Korban Yang Lebih Bernuansa Model

Pelayanan.107

Tenaga kerja sosial atau bersama pembimbing kemasyarakatan, atau

pekerja sosial profesional atau penyidik dapat memberi pertimbangan atau saran

untuk merujuk anak, anak korban, atau anak saksi ke instansi atau lembaga sosial

anak. Atas laporan sosial dari tenaga kesejahteraan sosial atau pekerja sosial

profesional berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan dari pembimbing

kemasyarakatan maka anak, anak korban dan atau anak saksi berhak memperoleh

rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosiak dari lembaga atau

instansi yang menangani perlindungan anak108

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak ini memberikan

kemudahan bagi anak saksi atau anak korban dalam memberikan keterangan di

pengadilan. Saksi/korban yang tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di

depan sidang pengadilan dengan alasan apapun dapat memberikan keterangan di

luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh

Pembimbing Kemasyarakatan setempat, dengan dihadiri oleh Penyidik atau

Penuntut Umum, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya yang terlibat

107

ibid

108

(43)

dalam perkara tersebut. Anak saksi/korban juga diperbolehkan memberikan

keterangan melalui pemeriksaan jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi

audiovisual. Pada saat memberikan keterangan dengan cara ini, anak harus

didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping

lainnya ( Pasal 58 ayat (3) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak).109

a. hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan

sebagai saksi/korban

Hak anak selama persidangan yang berstatus atau berkedudukan sebagai

korban meliputi:

b. hak mendapatkan penjelasan mengenai tata cara persidanga dan kasusnya

c. hak mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan

penderitaan mental, fisik, sosial, dari siapa saja

d. hak untuk menyatakan pendapat

e. hak untuk memohon ganti kerugian atas kerugian, penderitaannya,

f. hak untuk memohon persidangan tertutup

anak yang berstatus atau berkedudukan sebagai korban setelah masa

persidangan memiliki hak yaiu :

a. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan,

dan menimbulkan penderitaan mental, fisik sosial dari siapa saja

b. hak atas pelayanan dibidang mental fisik dan sosial. Hak anak setelah

persidangan dalam kedudukannya sebagai saksi, yaitu hak untuk

109

(44)

mendapatkan perlindungan dari tindakan-tindakan mental, fisik, sosial dari

siapa saja.110

110

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kepala Seksi Bina Satuan Linmas atau Kepala Seksi Bina Potensi Masyarakat membuat nota dinas dan konsep surat pemberitahuan Pembinaan dan Pemberdayaan Satuan Linmas atau

Berdasarkan analisis yang dilakukan, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pergantian manajemen, opini audit dan kesulitan keuangan ( financial distress ) tidak

Uji yang dilakukan di labotatorium adalah uji Mekanika Tanah dengan mengambil sampel tanah di lokasi saluran, uji yang dilakukan adalah uji sifat fisik tanah dan uji kuat

Singkatnya, suatu halaman situs dapat direpresentasikan sebagai simpul, sedangkan hipertaut atau yang biasa disebut sebagai hyperlink dapat direpresentasikan

SAP2000, the steps that must be done consists of modeling the structure, define material, define and design frame section, define the load patterns and run analysis

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh signifikan

Beberapa tahun kemudian Desa Parakan mendapat bantuan dari pihak PERKIMSIH (Dinas Permukiman Bersih) berupa pembangunan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) setelah