• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Temporomandibular Disorder dengan Traumatik Oklusi dan Pemakaian pada Pasien Pemakai Gigi Tiruan Sebagian Lepasan di RSGMP FKG USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Temporomandibular Disorder dengan Traumatik Oklusi dan Pemakaian pada Pasien Pemakai Gigi Tiruan Sebagian Lepasan di RSGMP FKG USU"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

Menurut The Glossary of Prosthodontic Terms, gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih gigi asli yang didukung oleh gigi, mukosa atau gigi dan mukosa, dapat dilepas dan dipasangkan kembali oleh pasien sendiri.2,3 Beberapa syarat GTSL yang baik adalah gigi tiruan tersebut mampu memenuhi tujuan pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, tidak menyebabkan kerusakan yang lebih parah pada gigi yang tersisa dan jaringan pendukung, dapat dengan mudah dilepas dan dipasangkan kembali oleh pasien, dapat dengan mudah dibersihkan, dapat dengan mudah diperbaiki, harganya terjangkau, tidak boleh tebal, stabil dan retentif.24

2.1.1 Jenis Dukungan

Gigi tiruan sebagian lepasan memiliki tiga jenis dukungan, yaitu: a. Dukungan Mukosa

Gigi tiruan sebagian lepasan dukungan mukosa adalah jenis gigi tiruan dengan beban oklusal yang diterima oleh mukosa dan tulang alveolar dibawahnya.24,25 Wills dan Manderson (1977) serta Picton dan Wills (1978) dalam penelitian yang mereka lakukan memastikan bahwa efek dari tekanan yang terjadi pada mukosa dalam waktu yang lama dapat mengurangi ketebalan sebanyak 45% yang menunjukkan bahwa penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan dukungan mukosa dapat menyebabkan kehilangan tulang alveolar yang besar. Oleh karena itu, penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan dukungan mukosa merupakan pilihan terakhir. 26

b. Dukungan Gigi

(2)

digunakan untuk mendukung gigi tiruan, gigi yang tersisa tidak boleh bergerak selama tekanan fungsional sehingga diperlukan desain komponen gigi tiruan yang akan mendukung gigi tiruan dukungan gigi, seperti adanya dukungan vertikal positif yang didapat dengan melakukan preparasi sandaran dan opposing guide planes

sebagai sudut yang membatasi dislodging force.24,25,27

c. Dukungan Gigi dan Mukosa

Gigi tiruan sebagian lepasan dukungan dari gigi dan mukosa adalah jenis gigi tiruan dengan beban oklusal yang diterima oleh gigi dan mukosa. Pada kasus GTSL dengan perluasan basis, oleh karena gigi yang tersisa tidak mampu mendukung gigi tiruan maka dibutuhkan dukungan dari linggir sisa yang berperan dalam mempertahankan gigi tiruan yang sedang berfungsi agar tetap stabil. Ketika sebuah gigi tiruan digunakan pada rahang dengan dukungan gigi dan mukosa, gigi tiruan harus didesain untuk memudahkan pergerakan fungsional dari basis. Gigi tiruan dukungan gigi dan mukosa didesain untuk memenuhi dua tujuan, yaitu mendapatkan kestabilan yang berasal dari gigi dan mengantisipasi pergerakan vertikal dan/atau horizontal dari perluasan basis.25,27

2.1.2 Bahan Basis

Basis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan sebagian lepasan yang terletak di atas mukosa dan tempat anasir gigi tiruan diletakkan.28,29 Basis gigi tiruan yang ideal memenuhi beberapa syarat, yaitu dapat beradaptasi dengan jaringan, tidak mengiritasi jaringan, memiliki kekuatan yang cukup untuk mecegah terjadinya fraktur atau distorsi pada saat penggunaan, biokompatibel, estetis yang baik, memiliki stabilitas dimensi yang baik, dapat dibersihkan dengan mudah, dapat dipreparasi, harga ekonomis, dan memiliki konduktivitas termal yang baik.27,28 Beberapa jenis bahan basis gigi tiruan sebagian lepasan adalah:

a. Akrilik

(3)

relining, penggunaan gigi tiruan berbahan akrilik, dan extension base partial denture. Basis gigi tiruan berbahan resin akrilik harus memiliki ketebalan minimal 1.5 mm untuk kekuatan yang baik.28,29 Penggunaan bahan akrilik sebagai bahan basis gigi tiruan memiliki beberapa keuntungan, antara lain penggantian gigi anterior yang akan meningkatkan estetis bahkan pada kasus dimana telah terjadi resorbsi pada linggir alveolar, mengembalikan kontur linggir alveolar, mengembalikan kontur bibir dan pipi, serta dapat dilakukan relining. Namun, penggunaan akrilik sebagai bahan basis gigi tiruan juga memiliki beberapa kerugian, antara lain basis harus dibuat luas untuk mendistribusikan gaya yang baik, dapat rusak pada saat penggunaan, serta cenderung mengakumulasikan tumpukan saliva yang dapat mengiritasi jaringan lunak.28

b. Logam

(4)

c. Fleksibel

Gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel dibuat dari bahan termoplastik nilon, diindikasikan pada setiap kondisi kehilangan gigi sebagian yang dialami oleh pasien yang menginginkan penggunaan gigi tiruan yang dapat dilepaskan dari mulut. Gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel digunakan pada kasus dengan kondisi linggir yang gerong pada kedua sisi atau gerong yang parah, sehingga retensi gigi tiruan menjadi lebih baik. Penggunaan gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel tidak memerlukan modifikasi pada gigi penyangga. Basis fleksibel tidak memiliki sisa monomer sehingga dapat digunakan oleh pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap monomer. Kelebihan lain yang dimiliki gigi tiruan fleksibel adalah warna basis yang translusen serta tidak menggunakan clasp dengan bahan logam atau kawat, melainkan dengan bahan termopalstik sehingga memiliki estetik yang baik.31,32

2.1.3 Tahap Perawatan

Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan terbagi dalam tiga tahap, yaitu: a. Rencana Perawatan

Pada tahap rencana perawatan dilakukan analisis tentang konsep umum kehilangan gigi, mengapa gigi tiruan dibutuhkan, bagaimana cara menangani kehilangan gigi sebagian, klasifikasi dari kehilangan gigi sebagian, biomekanika dari gigi tiruan sebagian lepasan, pengetahuan mengenai konektor mayor dan minor, sandaran dan dudukan sandaran, retainer langsung dan tidak langsung, basis gigi tiruan, prinsip desain gigi tiruan sebagian lepasan, dan cara melakukan survei serta tujuan dilakukan survei pada model.4

b. Klinik dan Laboratorium

(5)

laboratorium, otorisasi kerja dalam pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, dan pemasangan, penyesuaian, serta perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan.4

Pada tahap akhir klinik dan laboratorium dilakukan pemasangan, penyesuaian, dan perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan. Pada tahap ini, gigi tiruan sebagian lepasan dicobakan kepada pasien untuk melihat apakah gigi tiruan telah retentif, tidak memiliki hambatan oklusi, serta pasien diedukasi tentang gigi tiruan yang dimilikinya. Istilah penyesuaian pada tahap ini memiliki dua konotasi, yaitu penyesuaian yang dilakukan pada permukaan dukungan gigi tiruan dan permukaan oklusal gigi tiruan, sedangkan arti lain dari istilah ini adalah penyesuaian yang dilakukan terhadap pasien, baik secara psikologis dan biologis.4

Tahap pemasangan, penyesuaian, dan perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan mencakup lima tahap, antara lain penyesuaian permukaan dukungan basis gigi tiruan, mengeleminasi gangguan oklusal yang berasal dari komponen gigi tiruan, penyesuaian oklusi dengan gigi asli dan gigi tiruan lain, memberikan instruksi kepada pasien, dan pentingnya kunjungan berkala. Pada tahap penyesuaian oklusi antara gigi asli dengan gigi tiruan lain, diperlukan alat untuk mendeteksi apakah oklusi yang dihasilkan harus diperbaiki. Salah satu alat yang dapat mendeteksi adanya gangguan oklusal adalah shim stock. Penyesuaian oklusi ini penting dilakukan untuk mencegah terjadinya beban pengunyahan yang berlebih oleh karena permukaan oklusal yang tidak efisien yang dapat mengakibatkan terjadinya trauma pada struktur pendukung. Oklusi yang menyebabkan trauma pada struktur pendukung dikenal sebagai traumatik oklusi.4 Selain itu, pasien harus dapat memahami pentingnya kunjungan berkala yang dilakukan setiap 6 bulan untuk menjaga kesehatan rongga mulutnya, baik gigi dan struktur pendukung serta mengevaluasi gigi tiruan sebagian lepasan yang digunakannya.27

c. Pemeliharaan

(6)

lepasan sebagai protesa maksilofasial, dan pertimbangan pemakaian dental implan pada gigi tiruan sebagian lepasan.4

2.2 Oklusi 2.2.1 Defenisi

Oklusi didefinisikan sebagai kontak yang terjadi antara gigi di maksila dan mandibula. Sistem stomatognasi dibentuk oleh tiga unsur yang sangat penting, yaitu gigi, jaringan periodontal, dan sistem artikulasi.33 (Gambar 1)

Gambar 1. Sistem Stomatognasi33

2.2.2 Sistem Artikulasi

(7)

Gambar 2. Sistem Artikulasi. (a) Elemen-elemen sistem artikulasi; (b) Gambaran elemen-elemen sistem artikulasi dalam istilah mekanis33

Dari gambar diatas terlihat bahwa setiap elemen dari sistem artikulasi saling berhubungan. Adanya perubahan yang terjadi pada salah satu elemen dapat mempengaruhi dua elemen lainnya.

2.2.3 Konsep Oklusi 2.2.3.1 Oklusi Statis

Oklusi statis mempelajari kontak antara gigi maksila dan mandibula yang terjadi ketika rahang tidak bergerak.34

2.2.3.1.1 Oklusi Sentrik

(8)

hampir selalu dilakukan oleh pasien ketika pasien diinstruksikan untuk mengontakkan gigi maksila dan mandibula.33 (Gambar 3)

Gambar 3. Oklusi Sentrik35

2.2.3.1.2 Relasi Sentrik

Relasi sentrik bukan merupakan oklusi karena tidak berhubungan dengan gigi. Relasi sentrik merupakan hubungan rahang, yang menggambarkan hubungan konseptual antara maksila dan mandibula. Relasi sentrik dapat dijelaskan dalam tiga cara yang berbeda, yaitu secara anatomis, konsepsional, dan geometris.33

Secara anatomis, relasi sentrik digambarkan sebagai posisi mandibula dan maksila dimana diskus intra-artikular berada pada tempatnya pada saat kepala dari kondilus berlawanan dengan bagian yang paling superior dari distal yang menghadap inklinasi dari fossa glenoid. Hal ini dapat disebut sebagai uppermost dan foremost.33

(9)

Gambar 4. Relasi Sentrik secara Anatomi33

Secara konseptual, relasi sentrik dapat digambarkan sebagai posisi relatif mandibula dengan maksila dimana diskus artikular berada pada tempatnya pada saat otot-otot yang mendukung mandibula berada pada posisi yang paling renggang (dalam keadaan relaksasi).33

Secara geometris, relasi sentrik dapat digambarkan sebagai posisi relatif mandibula dengan maksila dimana diskus intra-artikular berada pada tempatnya pada saat kepala dari kondilus berada pada terminal hinge axis.33

2.2.3.1.3 Freedom in Centric Occlusion

Freedom in centric occlusion juga dikenal sebagai long centric occlusion.

Freedom in centric occlusion terjadi ketika mandibula dapat digerakan ke arah anterior dalam jarak yang pendek ketika gigi tetap berkontak pada horizontal plane

(10)

Gambar 5. Freedom in Centric Occlusion.a. Tidak ada freedom in centric occlusion dimana kontak oklusal gigi mandibula terkunci dengan gigi maksila; b. Mandibula dapat digerakkan ke arah anterior dengan jarak yang pendek pada keadaan sagital dan horizontal plane yang sama33

2.2.3.2 Oklusi Dinamis

Oklusi dinamis mengacu pada kontak oklusal yang dihasilkan ketika mandibula bergerak secara relatif terhadap maksila, baik pergerakan ke arah anterior, lateral, maupun posterior. Kontak yang dihasilkan bukan berupa titik, melainkan berbentuk garis. Mandibula digerakkan oleh otot-otot pengunyahan dan jalur dari pergerakan mandibula diatur tidak hanya oleh otot, tetapi juga oleh dua sistem

guidence, yaitu posterior guidence yang diatur oleh sendi temporomandibula dan

anterior guidence.33

2.2.3.2.1 Canine Guidence

(11)

guidence merupakan satu-satunya kontak oklusal dinamis pada pergerakan ekskursif.33 (Gambar 6 dan 7)

Gambar 6. Canine Guidence pada Saat Oklusi Dinamis36

Gambar 7. Tanda Canine Guidence

pada Rahang Atas34

2.2.3.2.2 Group Function

Group function merupakan kontak yang termasuk ke dalam anterior guidence

(12)

Gambar 8. Group Function pada Saat Oklusi Dinamis36

Gambar 9. Tanda Group Function pada Rahang Atas34

2.2.3.2.3 Working Side

(13)

Gambar 10. Pergerakan Dinamis pada Working Side dan Balancing Side. A. Sisi kiri menunjukkan working side dan skema kontak oklusal pada pergerakan lateral; B.sisi kanan menunjukkan balancing side dan skema kontak oklusal35

Gambar 11. Working Side Interference34

2.2.3.2.4 Balancing Side

(14)

Gambar 12. Pergerakan Dinamis pada Working Side dan Balancing Side. A. Sisi kiri menunjukkan working side dan skema kontak oklusal pada pergerakan lateral; B. Sisi kanan menunjukkan balancing side dan skema kontak oklusal35

Gambar 13. Balancing Side Interference34

2.3 Occlusal Indicator

(15)

termasuk ke dalam indikator kualitatif adalah kertas artikulasi, articulating silk, articulating film, shim stock, dan high spot indicator. Material yang termasuk ke dalam indikator kuantitatif adalah T-Scan occlusal analysis system dan virtual dental patient.14,17

2.3.1 Jenis

2.3.1.1 Kertas Artikulasi

Kertas artikulasi digunakan untuk mendeteksi gigi yang mengalami traumatik oklusi. Bagian yang berwarna dari kertas artikulasi mengandung wax, minyak dan pigmen, yang akan hilang ketika terkena saliva karena sifatnya yang hidrofobik. Bagian yang mengalami traumatik oklusi akan mudah terlihat dengan adanya tanda yang tertinggal setelah penggunaan kertas artikulasi. Namun, kertas artikulasi merupakan material yang tidak fleksibel dan kurang akurat karena ketebalan yang dimilikinya.16

2.3.1.2 Shim Stock

Shim stock adalah selapis material berbentuk lembaran tipis yang berfungsi untuk memeriksa kontak diantara dua permukaan. Sebuah lembaran shim stock

memiliki lebar 8 mm dengan ketebalan 0, 6, 8, dan 12 µm.18 Pada saat digunakan,

shim stock dilekatkan pada forcep tipe Miller dan diletakkan pada daerah yang ingin diperiksa oklusinya. Film shim stock tahan terhadap sobekan. Shim stock dapat digunakan untuk mengevaluasi kontak proksimal selama pemasangan gigi tiruan cekat seperti mahkota atau veneer. Selain itu, shim stock juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kontak oklusal yang berlebihan.14,18 Namun, dalam penggunaannya,

(16)

2.3.2 Cara Penggunaan

Cara untuk memeriksa daerah yang mengalami kontak oklusal berlebihan dengan menggunakan shim stock yang dikombinasi dengan kertas artikulasi adalah sebagai berikut:18,37

1. Tempatkan kertas artikulasi pada daerah yang ingin diperiksa oklusinya. (Gambar 14)

Gambar 14. Kertas Artikulasi38

2. Instruksikan pasien untuk mengoklusikan gigi pada posisi interkuspal maksimum.

3. Setelah itu instruksikan pasien membuka mulut untuk mengeluarkan kertas artikulasi. Pada gigi, akan terlihat tanda yang tidak sesuai dengan oklusi normal yang menandakan terjadinya traumatik oklusi pada gigi. (Gambar 15)

(17)

4. Setelah itu, tempatkan shim stock pada daerah yang ingin dicek oklusinya, yaitu oklusi sentrik, working side, balancing side, dan anteroposterior.

(Gambar 16)

Gambar 16. Shim Stock38

5. Instruksikan pasien untuk mengoklusikan gigi pada posisi interkuspal maksimum. Cara ini disebut dengan “close and hold”. Klinisi menarik shim stock diantara gigi yang sedang dioklusikan ke arah bukal. (Gambar 17)

Gambar 17. Penempatan Shim Stock38

6. Klinisi mengamati seberapa kuat gigi yang sedang dioklusikan tersebut menahan shim stock pada saat shim stock ditarik ke arah bukal.

2.4 Temporomandibular Disorder

(18)

daerah wajah atau sendi temporomandibula, sakit kepala, sakit pada telinga, pusing kepala, hipertropi otot-otot pengunyahan, terbatasnya pergerakan mulut pada saat membuka, menutup ataupun terkuncinya sendi temporomandibula, terjadinya atrisi pada gigi-geligi yang diakibatkan bruksism, suara kliking pada sendi, dan berbagai keluhan lain.40 Pada tahun 1980, beberapa klinisi menganggap bahwa perubahan internal dari sendi temporomandibula merupakan faktor yang paling banyak terjadi pada kelainan ini. Namun, saat ini secara umum telah diterima bahwa kelainan ini mencakup berbagai jenis kelainan lain yang melibatkan sendi temporomandibula dan otot-otot pengunyahan, baik secara terpisah maupun bersama-sama.41

Tingkat keparahan TMD yang dialami individu dapat dikategorikan berdasarkan index Helkimo (1974). Dalam penelitian epidemiologikal yang dilakukannya, Helkimo mengembangkan sebuah index yang terbagi menjadi anamnesis, klinis, dan disfungsi oklusal. Helkimo anamnestic index berisi 10 buah pertanyaan, yaitu mengenai sulit atau tidaknya membuka mulut, sulit atau tidaknya menggerakkan rahang ke lateral, nyeri pada otot saat mengunyah, frekuensi sakit kepala, nyeri pada leher atau bahu, nyeri pada area telinga, bunyi pada daerah sendi, mengunyah di satu sisi, dan nyeri pada wajah di pagi hari yang harus dijawab. Setiap pertanyaan terdiri atas 3 pilihan jawaban, yaitu tidak (skor 0), kadang-kadang (skor 1), dan ya (skor 2). Penarikan kesimpulan pasien yang mengalami

(19)

dilakukan, yaitu tidak ada gangguan (skor 0), TMD ringan (skor 1-4), TMD sedang (skor 5-9), dan TMD berat (skor 10-25).42,43

2.4.1 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala klinis TMD dapat dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan struktur yang dipengaruhi, yaitu otot, sendi temporomandibula, dan gigi. Kelainan pada otot dan sendi temporomandibula akan membentuk kondisi yang dikenal sebagai Temporomandibular Disorder.44

Dalam mengevaluasi individu yang terkena kelainan, penting untuk dapat mengidentifikasi tanda dan gejala yang dialami. Tanda adalah temuan klinis objektif yang ditemukan selama pemeriksaan klinis. Gejala adalah keluhan yang dilaporkan oleh individu yang terkena.44

2.4.1.1 Kelainan Fungsional yang Terjadi pada Otot

Kelainan fungsional yang terjadi pada otot merupakan keluhan yang paling sering dilaporkan oleh penderita Temporomandibular Disorder. Kelainan pada otot memiliki dua gejala utama yang dapat diamati, yaitu rasa sakit dan disfungsi.42,44

a. Rasa Sakit

Keluhan yang paling umum terjadi pada pasien dengan kelainan otot pengunyahan adalah sakit pada otot. Sakit yang terjadi pada jaringan otot disebut myalgia, yang dapat terjadi akibat peningkatan penggunaan otot. Gejala yang umum dirasakan adalah lelah pada otot dan ketegangan. Walaupun asal dari sakit pada otot masih diperdebatkan, beberapa peneliti menyakini ada hubungan terhadap vasokonstriksi yang terjadi pada arteri yang menyalurkan nutrisi dan akumulasi dari produk buangan metabolisme dalam jaringan otot. Dalam area iskemik pada otot, substansi algogenik seperti bradikinin dan prostaglandin dilepaskan dan menyebabkan terjadinya sakit pada otot.44

(20)

melaporkan rasa sakit tersebut mempengaruhi aktivitas fungsional. Pada saat pasien mengeluhkan rasa sakit ketika mengunyah makanan atau berbicara, aktivitas fungsional tersebut biasanya bukan penyebab kelainan. Namun, rasa sakit tersebut meningkatkan tingkat kewaspadaan pasien. Gejala umum lain yang berhubungan dengan sakit pada otot pengunyahan adalah sakit kepala.44

b. Disfungsi

Disfungsi merupakan gejala klinis umum yang berhubungan dengan kelainan pada otot pengunyahan. Umumnya gejala ini terlihat sebagai berkurangnya jarak pembukaan mandibula. Ketika jaringan otot digunakan secara berlebihan, setiap kontraksi atau peregangan yang terjadi akan meningkatkan terjadinya rasa sakit. Oleh karena untuk mempertahankan kenyamanan, pasien akan membatasi pergerakan dalam jarak yang tidak akan meningkatkan rasa sakit. Secara klinis hal ini akan terlihat seperti ketidakmampuan untuk membuka mulut lebar. Pada beberapa kelainan myalgic, pasien dapat membuka mulut lebar secara perlahan, namun rasa sakit masih terasa dan mungkin akan menjadi lebih parah.44

Maloklusi akut merupakan jenis lain dari disfungsi. Istilah maloklusi akut merujuk pada setiap perubahan kondisi oklusal yang terjadi secara tiba-tiba yang disebabkan oleh kelainan. Maloklusi akut mungkin merupakan hasil dari perubahan yang tiba-tiba dari panjang otot yang mengontrol posisi rahang ketika istirahat. Ketika hal ini terjadi, pasien akan merasakan perubahan kontak oklusal dari gigi. Posisi mandibula dan perubahan kontak oklusal yang terjadi bergantung pada keterlibatan otot. Pemendekan dari otot elevator pada saat fungsional, pasien akan mengeluhkan ketidakmampuan untuk mengoklusikan gigi secara normal.44

c. Skema Rasa Sakit pada Otot Pengunyahan

(21)

yang mengubah secara akut input sensori atau proprioseptif pada struktur pengunyahan misalnya fraktur pada gigi, penempatan restorasi yang pada gigi yang mengalami supraoklusi, trauma pada struktur lokal seperti kerusakan jaringan akibat suntikan, dan trauma yang terjadi akibat penggunaan yang berlebihan atau tidak biasa dari struktur pengunyahan seperti mengunyah makanan yang keras dalam waktu yang lama. Faktor sistemik merujuk pada keadaan yang menganggu fungsi normal otot. Salah satu faktor sistemik yang paling umum adalah stres emosional. Stres akan merubah fungsi otot melalui sistem efferent gamma ke spindle otot atau aktivitas simpatis jaringan otot dan struktur terkait. Jika keadaan tersebut berpengaruh secara signifikan, otot akan merespon keadaan tersebut. Respon dari otot disebut dengan protective co-contraction. Dalam beberapa peristiwa, konsekuensi dari keadaan tersebut adalah kecil dan co-contraction dapat dengan cepat terselesaikan, sehingga fungsi otot kembali normal. Namun, jika protective co-contraction

berlangsung lama, biokemikal lokal dilepaskan dan perubahan struktur dapat terjadi sehingga akan menyebabkan terjadinya rasa sakit lokal pada otot. Kondisi ini dapat diatasi dengan istirahat atau segera mendapat perawatan. Jika rasa sakit lokal pada otot tidak terselesaikan, perubahan pada jaringan otot akan terjadi, yang akan menyebabkan rasa sakit yang berkepanjangan. Rasa sakit yang terjadi secara terus-menerus dapat mempengaruhi Central Nervous System (CNS), menyebabkan terjadinya respon otot tertentu, seperti

(22)

penting dalam kondisi tersebut, hal ini disebut sebagai centrally mediated myalgia. Centrally mediated myalgia kronis sering kali sulit untuk disembuhkan. Contoh lain dari kelainan rasa sakit kronis pada muskuloskeletal adalah fibromyalgia. Tidak seperti kelainan rasa sakit pada otot lainnya yang merupakan kelainan regional, fibromyalgia meluas pada kondisi yang global.44 (Gambar 18)

Gambar 18. Skema Rasa Sakit pada Otot44

2.4.1.2 Kelainan Fungsional yang Terjadi pada Sendi Temporomandibula

Kelainan fungsional yang terjadi pada sendi temporomandibula merupakan gejala umum yang didapati pada saat memeriksa pasien yang mengalami disfungsi pengunyahan. Kelainan pada sendi temporomandibula memiliki dua gejala utama yang dapat diamati, yaitu rasa sakit dan disfungsi.42,44

a. Rasa Sakit

(23)

pada otot yang dapat menggerakkan mandibula. Arthralgia yang berasal dari struktur sendi normal yang sehat dirasakan sebagai rasa sakit yang tajam, tiba-tiba, dan terus-menerus yang berhubungan dengan pergerakan sendi. Ketika sendi diistirahatkan, rasa sakit tersebut akan mereda dengan cepat. Jika struktur sendi mengalami kerusakan, inflamasi yang terjadi dapat menghasilkan rasa sakit yang terus-menerus yang dihasilkan oleh pergerakan sendi.44

b. Disfungsi

Disfungsi merupakan kelainan fungsional umum yang terjadi pada sendi temporomandibula. Umumnya hal ini ditandai dengan terganggunya pergerakan kondilus-diskus yang normal, dengan dihasilkannya suara pada sendi. Suara pada sendi dapat terjadi pada satu kejadian dengan durasi yang singkat yang dikenal sebagai click. Jika suara click yang dihasilkan keras, dikenal sebagai pop. Krepitasi merupakan suara yang didengar multiple, kasar dan seperti kerikil. Disfungsi yang terjadi pada sendi temporomandibula selalu dihubungkan dengan pergerakan rahang.44

2.4.1.3 Kelainan Fungsional yang Terjadi pada Gigi

Gigi dapat menunjukkan tanda dan gejala kelainan fungsional. Umumnya dihubungkan dengan kerusakan yang diperoleh dari beban oklusal yang berlebihan pada gigi dan struktur pendukung. Tanda dari kerusakan yang terjadi pada gigi merupakan tanda yang umum, namun hanya pada beberapa peristiwa saja pasien mengeluhkan terjadinya gejala.44

a. Mobiliti

(24)

b. Pulpitis

Gejala lain yang dihubungkan dengan terjadinya kelainan fungsional pada gigi adalah pulpitis. Beban berlebihan pada saat aktivitas parafungional dapat menimbulkan gejala pulpitis. Ciri khas dari pulpitis adalah pasien mengeluhkan sensitif terhadap makanan/minuman panas dan dingin. Beban yang berlebihan pada gigi akan mengganggu aliran darah pada foramen apikal. Gangguan terhadap pasokan darah yang terjadi pada pulpa menimbulkan gejala pulpitis.44

c. Keausan Gigi

Tanda yang paling umum dihubungkan dengan terjadinya kelainan fungsional pada gigi adalah keausan gigi. Hal ini dapat terlihat dengan area datar yang mengkilat pada oklusal gigi. Etiologi dari keausan gigi adalah aktivitas parafungsional.44

2.4.1.4 Tanda dan Gejala Lain

Tanda dan gejala lain yang dapat dihubungkan dengan Temporomandibular Disorder (TMD) adalah:44

a. Sakit Kepala

(25)

dari sakit kepala adalah tipe sakit kepala yang tegang. Tipe dari sakit kepala seperti ini disebut juga sebagai muscle tension headache atau muscle contraction headache. Terdapat berbagai etiologi yang dapat menyebabkan sakit kepala tipe tegang. Salah satunya adalah berasal dari otot. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua sakit kepala tipe tegang berasal dari otot.44

b. Migrain (sakit kepala neurovaskular)

Migrain biasanya ditandai dengan rasa sakit yang hebat, berdenyut, dan unilateral. Etiologi dari sakit kepala neurovaskular belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan penelitian terdahulu, etiologi migrain adalah spasme serebrovaskular, sedangkan yang lain meyakini adanya kelainan pada platelet. Hubungan antara migrain dan TMD adalah mekanisme pemicu. Ketika seseorang yang menderita migrain mengalami sakit pada muskuloskeletal yang berhubungan dengan TMD, rasa sakit menggambarkan pemicu dari serangan migrain.44

c. Gejala Otologik

Tanda lain yang berhubungan dengan kelainan fungsional pada sistem pengunyahan adalah keluhan pada telinga. Pasien juga sering mengeluhkan sensasi penuh dalam telinga. Gejala ini dapat dijelaskan dengan mengetahui anatomi. Tabung eusthasia menghubungkan rongga pada telinga tengah dengan nasofaring. Selama menelan, palatum terangkat dan menutup nasofaring. Selama palatum terangkat, otot tensor palati berkontraksi. Hal ini menyebabkan tabung eusthasia menjadi lurus, tekanan udara di antara telinga tengah dan tenggorokan menjadi sama. Ketika otot tensor palati gagal untuk terangkat dan tabung eusthasia gagal menjadi lurus, sensasi sesak akan terasa dalam telinga.44

(26)

dalam rongga. Penurunan tekanan mengakibatkan membran timpani retraksi, sehingga tekanan pada tensor timpani berkurang. Penurunan tonus pada otot secara refleks akan mengakibatkan tensor palati meningkatkan tonusnya, sehingga dapat menyebabkan tabung eusthasia terbuka selama penelanan berikutnya.44

Tinnitus dan vertigo juga dilaporkan terjadi pada penderita TMD. Beberapa penderita mengeluhkan gangguan pendengaran yang merupakan hasil dari protective co-contraction pada tensor timpani. Ketika otot berkontraksi, gendang telinga akan direnggangkan dan dirapatkan. Tensor timpani, sama seperti tensor palati, diinervasi oleh saraf kranial kelima (saraf trigeminal). Oleh karena itu, setiap rasa sakit yang terjadi pada struktur yang dilalui oleh saraf trigeminal akan mempengaruhi fungsi telinga dan menciptakan sensasi sesak dalam telinga.44

2.4.2 Pemeriksaan

2.4.2.1 Sendi Temporomandibula 2.4.2.1.1 Pergerakan Mandibula

Pergerakan mandibula harus diukur secara vertikal dan lateral. Cara pengukuran pergerakan mandibula, yaitu dengan menggunakan penggaris, Willis bite gauge atau Vernier bite gauge. Pemeriksaan pergerakan mandibula tidak akan relevan selama teknik yang digunakan tidak konsisten.45

a. Jarak Pengukuran Vertikal

(27)

Gambar 19. Maximum Comfortable Mouth Opening46

Pasien diminta membuka mulut selebar mungkin walaupun terasa sakit. Pengukuran ini disebut dengan maximum mouth opening.46 (Gambar 20)

Gambar 20. Maximum Mouth Opening46

b. Jarak Pengukuran Lateral

Pasien diperiksa dalam keadaan ICP maksimum dan area gigi insisivus mandibula yang terletak dibawah midline (diantara gigi insisivus maksila) ditandai.20,46 (Gambar 21)

.

Gambar 21. Posisi Interkuspasi Maksimum46

(28)

ditandai dengan perpindahan yang telah terjadi dari midline. Pengukuran ini akan memperlihatkan jarak mandibula yang berpindah pada setiap arah.46 (Gambar 22)

Gambar 22. Jarak Midline Setelah Pergerakan Mandibula46

2.4.2.1.2 Bunyi pada Sendi Temporomandibula

Bunyi pada sendi terbagi dua, yaitu kliking atau krepitasi. Kliking adalah suara tunggal dengan durasi yang singkat. Jika bunyi yang dihasilkannya kuat, maka disebut sebagai pop. Krepitasi adalah bunyi yang terdengar seperti kerikil yang multiple. Bunyi pada sendi dapat diketahui dengan meletakkan jari tangan diatas permukaan lateral sendi pada saat pasien membuka dan menutup mulut. Pemeriksaan yang lebih akurat jika menggunakan stetoskop atau alat perekam suara sendi.12,20,45-49 (Gambar 23)

Gambar 23. Bunyi pada Sendi Temporomandibula.a. Bunyi pada sendi didengar dengan menggunakan stetoskop; b. Stetoskop46

2.4.2.1.3 Jarak Pembukaan Mulut Maksimal

(29)

berfungsi, umumnya seseorang mengambil pola pergerakan yang terbatas. Pasien diinstruksikan untuk membuka mulut secara perlahan hingga sakit terasa. Pada saat ini jarak antara insisal edge gigi anterior maksila dan mandibula diukur. Saat ini disebut sebagai maximal comfortable opening. Pasien kemudian diinstruksikan untuk membuka mulut secara maksimal walaupun terasa sakit. Hal ini disebut sebagai

maximal opening. Pembukaan mulut dikatakan terbatas bila jarak yang dihasilkan kurang dari 40 mm. Pada kondisi tersebut menunjukkan adanya kemungkinan terdapat masalah pada otot atau sendi.46

Kemudian pasien diinstruksikan untuk menggerakkan mandibula ke lateral. Bila pergerakan ke arah lateral kurang dari 8 mm maka hal ini menunjukkan pergerakan yang terbatas. Pergerakan protrusif juga dievaluasi dengan cara yang sama. Pada sistem pengunyahan yang sehat, tidak ada perubahan arah pada saat pembukaan mulut. Ada dua jenis perubahan yang dapat terjadi, yaitu deviasi dan defleksi. Deviasi adalah perubahan pada midline selama pembukaan yang akan hilang dengan pembukaan yang terus dilakukan (kembali ke midline). Defleksi adalah pergerakan midline ke satu sisi dengan jarak yang akan terus menjauh dan tidak kembali ke tengah midline pada saat pembukaan maksimal.46 (Gambar 24)

Gambar 24. Arah Pembukaan Mulut A. Deviasi; B. Defleksi46

2.4.2.2 Pemeriksaan Palpasi Otot-Otot Pengunyahan

(30)

dipalpasi), 1 (pasien merasa tidak nyaman pada saat palpasi), 2 (pasien merasakan ketidaknyamanan atau rasa sakit saat dipalpasi), 3 (pasien menunjukkan sikap yang mengelak atau menangis (mengeluarkan air mata) atau secara langsung memberitahu untuk tidak mempalpasi daerah tersebut lagi. 46

2.4.2.2.1 Otot Temporalis

Temporalis terbagi atas tiga daerah, yaitu daerah anterior, daerah tengah, dan daerah posterior. Daerah anterior dipalpasi pada daerah diatas tulang zygomatik dan anterior dari sendi temporomandibula. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah vertikal. Otot temporalis bagian anterior digunakan dalam keadaan bekerja ataupun tidak. Otot temporalis bagian anterior yang bekerja dapat dilihat pada saat elevasi mandibula dan megunyah pada sentrik oklusi. Sedangkan otot temporalis bagian anterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada saat depresi mandibula. Daerah tengah dipalpasi pada daerah diatas sendi temporomandibula dan superior dari tulang zygomatik. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah oblik melewati bagian lateral dari tengkorak. Otot temporalis bagian tengah dapat dilihat saat bekerja yakni pada pergerakan protrusif. Daerah posterior dipalpasi pada daerah diatas dan belakang telinga. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah horizontal. Otot temporalis bagian posterior digunakan dalam keadaan bekerja ataupun tidak. Otot temporalis bagian posterior yang bekerja dapat dilihat pada retraksi mandibula. Sedangkan otot temporalis bagian posterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada saat depresi dan protrusi mandibula.46 (Gambar 25)

(31)

2.4.2.2.2 Otot Masseter

Masseter dipalpasi secara bilateral pada bagian perlekatan superior dan inferior. Langkah pertama, tempatkan jari pada setiap tulang zygomatik (hanya bagian anterior dari sendi temporomandibula). Setelah itu, jari tersebut ditempatkan pada perlekatan inferior dari inferior border ramus.46 (Gambar 26)

Gambar 26. Palpasi Otot Masseter. A. Pada perlekatan superior di lengkung zygomatik; B. Pada otot masseter superfisial didekat batas bawah mandibula46

2.4.2.2.3 Otot Lateral Pterigoid

(32)

Gambar 27. Pemeriksaan Otot Lateral Pterigoid Inferior46

Gambar 28. Pemeriksaan Otot Lateral Pterigoid Superior46

Gambar 29. Palpasi Otot Lateral Pterigoid46

2.4.2.2.4 Otot Medial Pterigoid

(33)

pterigoid bekerja pada saat gerakan elevasi mandibula, selama protrusi dan pergerakan lateral mandibula.50 (Gambar 30)

Gambar 30. Palpasi Otot Medial Pterigoid46

2.4.3 Etiologi

Etiologi terjadinya TMD masih merupakan perdebatan selama beberapa tahun belakangan. Walaupun teknologi dalam mendiagnosa telah berkembang, namun kesepakatan mengenai etiologi terjadinya TMD belum disepakati. Terdapat dua konsep etiologi mengenai penyebab terjadinya kelainan ini, yaitu:40

1. Konsep Etiologi

a. Teori Pergeseran Mekanis

Menurut teori ini, kurangnya dukungan dari gigi molar menyebabkan posisi kondilus dalam fossa glenoid menjadi lebih eksentrik, mengakibatkan elevasi secara berlebihan dari otot-otot mandibula yang akan menekan kondilus sehingga saraf dan pembuluh darah yang berada disekitarnya termasuk chorda tympani akan mengalami kerusakan. Hal ini memicu terjadinya rasa sakit, disfungsi, dan gejala pada telinga (tinnitus).40

b. Teori Trauma

(34)

dapat menyebabkan perubahan terhadap struktur sendi atau otot disebut makrotrauma, sedangkan mikrotrauma ditujukan pada setiap tekanan kecil yang terjadi berulang-ulang pada struktur sendi dalam waktu yang lama.40

c. Teori Biomedikal

Teori ini diperkenalkan oleh Reade (1984) yang mendukung peran trauma dalam menginisiasi terjadinya kelainan. Setelah terjadi inisiasi, kondisi kelainan dapat lebih parah karena adanya beberapa faktor seperti oklusi yang terganggu, kebiasaan parafungsional, dan psikologis yang terganggu akibat tekanan pekerjaan. Menurut Reade teori ini akan menjelaskan mengapa gangguan oklusal yang sama tidak dapat menyebabkan gejala yang sama pada individu yang berbeda dan mengapa tidak setiap individu yang memiliki gangguan psikologis seperti stres mengalami TMD.40

d. Teori Osteoarthritis

Teori ini diperkenalkan oleh Stegenga (1989) dimana faktor penyebab terjadinya TMD adalah osteoarthrosis. Menurut teori ini, gejala pada otot dan kelainan internal merupakan patologi sendi sekunder. Perubahan patologis pada sendi temporomandibula dapat diinduksi oleh beban berlebihan absolut atau relatif. Beban berlebihan absolut pada sendi dapat terjadi pada saat trauma, sedangkan beban berlebih relatif dapat terjadi jika kapasitas adaptif dari struktur sendi berkurang yang disebabkan oleh inflamasi atau penuaan.40

e. Teori Otot

(35)

f. Teori Neuromuskular

Teori ini didukung oleh Ramjford (1995) yang menyatakan bahwa gangguan oklusal merupakan faktor kausatif kelainan. Teori ini mengemukakan bahwa gangguan oklusal menyebabkan umpan balik proprioseptor yang terganggu, sehingga terjadi ketidakkoordinasian dan spasme pada beberapa otot pengunyahan.40

g. Teori Psikofisiologikal

Teori ini didukung oleh Schwartz dan Laskin yang menyatakan bahwa faktor psikologikal merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan gangguan oklusal dalam menginisiasi dan memperlama terjadinya TMD.

Spasme yang terjadi pada otot-otot pengunyahan disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan atau kelelahan pada otot yang disebabkan oleh parafungsi yang dilakukan oleh individu untuk meredakan stres.40

h. Teori Psikologikal

Teori ini menyatakan bahwa gangguan emosional merupakan faktor utama dalam menginisiasi terjadinya TMD, menginduksi aktivitas berlebihan dari otot-otot yang akan mengarahkan tejadinya kebiasaan parafungsional dan secara tidak langsung menyebakan abnormalitas pada oklusal. Teori ini menekankan faktor emosional seperti stres yang akan menyebabkan individu melakukan clinching sehingga terjadi kontraktilitas pada otot dan menyebabkan rasa sakit.40

2. Konsep Multifaktorial

Bell (1990) telah mengkategorisasikan semua faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan ke dalam tiga bagian, yaitu:13,40,47,51

a. Faktor Predisposisi

(36)

adalah sistemik, psikologis, dan struktur. Faktor psikologis mencakup kepribadian dan tingkah laku individu. Faktor struktur mencakup kelelahan yang terjadi pada sendi, perawatan gigi yang tidak baik, dan setiap gangguan oklusal seperti prematur kontak yang menyebabkan traumatik oklusi.40

b. Faktor Inisiasi

Faktor inisiasi adalah faktor yang menyebabkan awal terjadinya TMD. Beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor inisiasi adalah beban yang berlebihan pada sistem pengunyahan dan trauma (mikrotrauma ataupun makrotrauma).40

c. Faktor Perpetuasi

Faktor perpetuasi adalah faktor yang mengganggu proses penyembuhan atau memperparah terjadinya TMD. Beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor perpetuasi adalah gaya mekanis dan otot, gaya hidup, sosial, dan gangguan emosional.40

2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Temporomandibular

Disorder

2.4.4.1 Jenis Kelamin

(37)

mereka, jika ada perbedaan persentase terjadinya TMD pada laki-laki dan perempuan, hal ini disebabkan perempuan cenderung lebih sering melakukan kontrol ke dokter gigi dibandingkan laki-laki serta faktor hormonal yang dianggap merupakan faktor penting terjadinya TMD. Penelitian yang dilakukan Casanova-Rosado dkk (2006) menyatakan bahwa jenis kelamin, bruxism, gangguan psikologis seperti stres, mengunyah satu sisi, dan kehilangan gigi merupakan faktor yang paling utama menyebabkan terjadinya TMD pada orang dewasa. Sedangkan jenis kelamin dan kurangnya kepercayaan diri, yang dikombinasikan dengan faktor oklusal merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya TMD pada remaja.11

Prevalensi terjadinya TMD yang lebih tinggi pada wanita disebabkan oleh sensitivitas biologis dalam menerima stimulus yang dimiliki wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Wanita dapat mendeteksi sinyal yang tidak dapat dikenali oleh pria. Selain itu, perbedaan status sosial mengakibatkan wanita lebih bebas dalam mengemukakan pengalamannya akan rasa sakit yang diderita. Jika dilihat secara biologis, hormonal juga berpengaruh terhadap terjadinya TMD. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa siklus menstruasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya rasa sakit pada muskuloskeletal.52

2.4.4.2 Usia

(38)

Individu yang termasuk dalam kategori dewasa muda, yaitu berumur 20-40 tahun merupakan kalangan yang paling sering mengalami TMD. Hal ini disebabkan oleh kualitas hidup, faktor stres dan kapasitas adaptif yang rendah. Kualitas hidup dan stres dapat menyebabkan terjadinya TMD karena individu yang berada dalam kategori dewasa muda berada pada tingkatan hidup yang produktif dan mengalami banyak masalah. Peningkatan usia seseorang yang mengalami TMD menyebabkan standar hidup dan kapasitas adaptif berubah, sehingga tanda dan gejala TMD menjadi subklinis (tidak jelas) dan merasakan intensitas yang lebih kecil atau bahkan tidak terdeteksi, menyebabkan tingkat keparahan yang menjadi tidak jelas.54

2.4.4.3 Lama Pemakaian Gigi Tiruan

Penelitian yang dilakukan Bordin dkk (2013) pada 210 individu yang terbagi atas 3 kelompok, yaitu 70 orang memakai GTSL, 70 orang memakai GTP, dan 70 orang dengan gigi asli, di mana sampel 70 orang yang memakai GTSL tersebut telah memakai GTSL selama kurang dari 1 tahun (26.8%), 1-5 tahun (21.4%), dan lebih dari 5 tahun (51.8%), menunjukkan bahwa prevalensi tanda dan gejala TMD paling banyak ditemukan pada pasien yang memakai gigi tiruan lebih dari 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa lama pemakaian gigi tiruan berpengaruh terhadap terjadinya TMD. Beberapa faktor dalam penelitian Bordin dkk (2013) yang memicu terjadinya TMD adalah kebiasaan parafungsional, lama pemakaian gigi tiruan, tidak menggunakan gigi tiruan pada siang hari, berkurangnya dimensi vertikal yang diakibatkan kehilangan gigi, buruknya adaptasi (stabilitas dan retensi) gigi tiruan, melepaskan gigi tiruan ketika tidur, dan kondisi psikologis. 12

(39)

pada malam hari akan berpengaruh terhadap terjadinya TMD dimana meningkatkan aktivitas otot pada malam hari.12

2.4.5 Perawatan

Setiap perawatan yang diberikan harus didasarkan pada pembuktian atas keberhasilannya. Beberapa perawatan yang telah dilakukan, baik satu atau gabungan beberapa perawatan, dianjurkan sesuai dengan berbagai macam teori etiologi dari

Temporomandibular Disorder (TMD). Beberapa perawatan yang dianjurkan dalam menangani pasien yang mengalami TMD adalah obat Non-steroidal anti-inflammatory (NSAIDs), muscle relaxant drug, terapi psikologis, perawatan fisioterapi, penyelarasan oklusal, splint seperti stabilisation splint, anterior repositioning splint, soft bite guard, mandibular appliance, partial coverage splints

dan anterior bite plane.39,45,48

2.4.6 Hubungan Traumatik Oklusi dengan Temporomandibular Disorder

Al-Jabrah dan Al Shumailan (2006) meneliti pasien yang memakai gigi tiruan penuh (GTP) dan GTSL melaporkan bahwa pasien yang memakai GTSL memiliki insidensi gejala TMD yang lebih tinggi daripada pasien yang memakai GTP. Hasil penelitian yang mereka lakukan menunjukkan satu atau lebih gejala TMD terlihat pada 36% pasien yang memakai GTSL sedangkan pasien yang memakai GTP dan memperlihatkan gejala TMD hanya 17%.12,20 Dari 36% pasien yang memakai GTSL tersebut, 25% GTSL yang dimilikinya ill-fitting, 40% GTSL tidak stabil, 75% gigi penyangga dari GTSL mengalami mobiliti, dan 70% pasien mengalami susunan gigi yang tidak baik contohnya ekstrusi, torasi, dan drifting.20 Hal ini juga didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Dulčić, Jerolimov, dan Pandurić (2006) yang

(40)

Penelitian epidemiologis dan klinis yang dilakukan oleh Roberts dkk (1987), Seligman dkk (1988) dan Celic dan Jerolimov (2002) menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara gangguan pada oklusal dengan terjadinya TMD. Selain itu, pada aplikasi dasar dari analisis regresi logistik multifaktorial, peneliti menunjukkan bahwa hanya 5% - 27% pasien TMD yang ada hubungannya dengan gangguan oklusi.9 Okeson (2013) melaporkan dari 57 penelitian yang telah dilakukan untuk melihat hubungan antara oklusi dengan gejala terjadinya TMD, 22 penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara oklusi dengan terjadinya TMD, sedangkan 35 penelitian lain menunjukkan adanya hubungan antara oklusi dan TMD. Penelitian-penelitian yang dilaporkan tersebut memperlihatkan hasil yang tidak konsisten mengenai jenis gangguan oklusal yang terbanyak menyebabkan terjadinya TMD. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara oklusi dan terjadinya TMD masih menjadi perdebatan.10,13

Dalam penelitiannya, Moteghi (1992) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara oklusi dan terjadinya gejala TMD pada 7337 pasien. Gangguan pada oklusal, khususnya kontak prematur sisi balancing dan lateral merupakan faktor penyebab utama terjadinya traumatik oklusi. Tazkayayilmaz (2004) menemukan adanya hubungan antara posisi kondilus, diskus TMJ dan kontak oklusi pada pergerakan lateral mandibula. Tazkayayilmaz (2004) menyimpulkan bahwa kontak prematur dari sisi balancing akan memberi dampak pada kondisi diskus.8 Peneliti lainnya menyatakan bahwa gangguan pada oklusal yang menjadi penyebab utama terjadi TMD adalah sentrik oklusi, yang kemudian diikuiti oleh sisi balancing. Akan tetapi, dalam penelitian yang dilakukan Westling (1995) pada pasien dengan gangguan oklusi sentrik menemukan tidak adanya dampak terhadap perkembangan terjadinya TMD. Penelitian yang dilakukan Minagi dkk (1990) mengenai hubungan antara gangguan oklusal pada sisi balancing dengan perpindahan secara vertikal dari kondilus menyimpulkan bahwa secara alami sisi balancing tidak membahayakan, namun berfungsi sebagai perlindungan. Ćelić dkk (2003) menyatakan bahwa sisi

(41)

TMD yang terjadi akibat kontak prematur pada sisi balancing ditemukan terjadi pada 8% dari seluruh subjek penelitian, sedangkan TMD yang terjadi akibat kontak prematur pada sisi working ditemukan terjadi pada 20% dari seluruh subjek penelitian.22

Hubungan yang terjadi antara oklusi dengan Temporomandibular Disorder

(TMD) dapat dievaluasi secara statis dan dinamis. Penelitian-penelitian yang dilakukan secara statis telah banyak dilakukan, namun penelitian-penelitian tersebut belum memberikan kesimpulan mengenai faktor utama yang berhubungan dengan TMD. Cara untuk mengetahui hubungan antara oklusi dengan TMD dapat diketahui dengan menyelidiki hubungannya dengan kombinasi faktor lainnya. Pullinger dkk (1993) mencoba untuk melihat hubungan antara oklusi dengan TMD melalui analisis multifaktorial yang bertujuan mengetahui dampak dari interaksi 11 faktor oklusi yang dikumpulkan secara random. Mereka menyimpulkan bahwa tidak ada satupun faktor oklusal yang dapat membedakan pasien TMD dengan orang yang sehat. Namun, dari 11 faktor oklusi tersebut terdapat empat ciri oklusal yang umum terjadi pada pasien TMD, antara lain gigitan terbuka anterior skeletal, overjet lebih dari 4mm, 5 atau lebih gigi posterior yang hilang atau tidak digantikan, dan kontak retruded contact position (RCP) ke intercuspal contact position (ICP) lebih dari 2 mm. Pullinger dkk (1993) menyimpulkan bahwa oklusi tidak dapat dianggap sebagai faktor etiologi utama yang berhubungan dengan TMD.13

(42)
(43)
(44)

Teori kedua berhubungan dengan bagaimana perubahan akut pada oklusal dapat mempengaruhi fungsi mandibula. Perubahan akut yang terjadi pada oklusal akan mempercepat respon progresif otot yang dikenal sebagai protective co-contraction. Protective co-contraction merupakan respon normal yang berasal dari

Central Nervous System (CNS) untuk melindungi otot dari kerusakan yang akan terjadi. Respon perlindungan yang dilakukan akan menghasilkan beberapa gejala pada otot seperti terbatasnya pembukaan mulut ketika pasien diinstruksikan untuk membuka mulut secara perlahan dan rasa sakit pada saat otot berkontraksi. Pada individu yang tidak dapat beradaptasi, kontraksi yang terjadi berulang kali pada otot akan menyebabkan kelainan berupa rasa sakit pada otot. Jika kelainan ini dibiarkan, maka individu tersebut akan mengalami TMD.13

(45)
(46)
(47)

2.6 Kerangka Konsep

Gigi Tidak Oklusi Gigi Oklusi

Kondilus dipertahankan pada posisi stabil musculoskeletal oleh otot elevator

Tidak tercapai interkuspasi maksimal

Posisi oklusal tidak stabil, tetapi kondilus stabil

Mandibula digerakkan ke arah posisi interkuspasi

Kestabilan oklusi tercapai, tetapi kondilus tidak berada pada posisi stabil muskuloskeletal

Terjadi pergerakan tidak biasa yang merupakan hasil peregangan minor dari mandibula

Tercapainya kestabilan pada kondilus

Terjadi tegangan pada ligamen diskus dan secara bertahap terjadi

Perubahan Akut pada Oklusal

Mempercepat respon progresif otot yang dikenal sebagai protective co-contraction

Respon perlindungan akan menghasilkan gejala pada otot

Individu dapat beradaptasi Individu tidak dapat beradaptasi

Otot-otot baru yang telah berubah

dan Perbaikan GTSL Penyesuaian Oklusi dan Anasir GT untuk

Harmonisasi dengan Gigi Asli

(48)

2.7 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan Temporomandibular Disorder dengan traumatik oklusi pada pasien pemakai gigi tiruan sebagian lepasan RSGMP FKG USU dari bulan Januari 2015 s/d bulan Desember 2015.

Gambar

Gambar 1. Sistem Stomatognasi33
Gambar 2. Sistem Artikulasi. (a) Elemen-
Gambar 3. Oklusi Sentrik35
Gambar 4. Relasi Sentrik secara Anatomi33
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti mengukur predikat variabel efektivitas komunikasi antarpribadi dokter-pasien dari lima sub variabel, yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif,

“Microsoft Visual Studio 2015 Unleashed”. United

This paper discussed the drawbead (fully, not fully and without drawbead) that combined with variations in the blank holder force against restriction of material flow

Penyebab kanker payudara tidak diketahui dengan jelas tetapi banyak faktor risiko berhubungan dengan terjadinya kanker payudara, antara lain usia menarche yang

unn mouklmg manual fX mnoangnn moulcl moror

Dalam makalah ini, dibuat sebuah rancangan protokol hybrid komunikasi VoIP yang dapat digunakan dan bermanfaat bagi masyarakat pada negara berkembang,

Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa persentase terbesar AQ mahasiswa baru adalah climber , yaitu mahasiswa mampu melihat masalah yang ada saat menjalani program

wawancara yang didapatkan peneliti, dengan subjek 1 yang sudah terlibat. dalam