A. Latar Belakang
Hukum pidana merupakan serangkaian kaidah hukum tertulis yang mengatur
tentang perbuatan-perbuatan yang di larang atau tidak boleh di lakukan dengan
adanya ancaman sanksi tertentu, sanksi di jatuhkan apabila perbuatan yang dilarang
di lakukan1
Moelyatno mengemukakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari
keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan
aturan-aturan untuk:
. Simons berpendapat bahwa hukum pidana adalah kesemuanya
perintah-perintah dan larangan-larangan yang di adakan oleh negara dan yang akan di
ancamkan dengan suatu nestapa (pidana) barang siapa yang tidak menaatinya,
kesemuanya aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan
kesemuanya aturan-aturan untuk menjatuhi pidana dan menjalan kan pidana tersebut.
2
1. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh di lakukan, yang di larang,
yang di sertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan itu dapat dikenakan atau di jatuhi pidana sebagaimna yang telah di ancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat di
laksanakan apabila ada orang yang di sangka telah melanggar larangan tersebut.
1
Setiyono, Menghadapi Kasus Pidana, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2010), hal. 10
2
Hukum pidana sebagai hukum publik mencerminkan hubungan hukum antara
pemerintah dengan masyarakat, dengan tujuan untuk mencegah perbuatan
kejahatan,sebagai sarana prevensi kriminalitas bersama dengan berbagai stategi lain.
Soedarto mengemukakan hukum pidana bertugas untuk menanggulangi kejahatan dan
juga pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri demi kesejahteraan
masyarakat atau demi pengayoman masyarakat.3
Agama Islam mengenal istilah hukum pidana Islam dengan kata lain di sebut
fiqh jinayah yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadist, Ijma’dan Qiyas sebagai sumber
utama.4 Pada dasarnya, pengertian istilah jinayah mengacu pada hasil perbuatan
seseorang dan terbatas pada perbuatan yang di larang, di kalangan fuqaha juga
mengatakan jinayah berarti perbuatan-perbuatan yang di larang menurut Syara’, baik
perbuatan yang merugikan jiwa, harta benda ataupun yang lain-lain.5
Hukum Islam, jinayah juga di kenal dengan istilah jarimah (delik) yang di
artikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang di ancam oleh
Allah SWT dengan hukuman hudud atau takzir, larangan-larangan syara’ tersebut
adalah berupa mengerjakan perbuatan yang di larang atau meninggalkan perbuatan
yang telah di perintahkan.6
Indonesia saat ini tengah berlangsung usaha untuk memperbaharui Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai usaha pembaharuan hukum
3
Ibid,hal. 24
4
Abdul Khair dan Mohd. Ekaputra, Sumber Hukum Pidana Islam, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal. 10-76
5
A. Hamid Sarong, Hukum Pidana Dalam Mir-at At-tullab, (Medan: USU, 1985), hal. 24
6
nasional. Usaha ini tidak hanya karena alasan bahwa KUHP yang di berlakukan
sekarang di anggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan masyarakat,
tetapi juga karena KUHP tersebut tidak lebih dari produk warisan dari penjajahan
Belanda, dan karenaya tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia yang
merdeka dan berdaulat.7
Ketentuan peraturan perundangan-undangan di Indonesia belum efektif
mengatasi masalah perzinahan yang terjadi dalam masyarakat, hal ini terlihat dari
maraknya kasus perzinahan yang terjadi di Indonesia.
Hukum perzinahan yang tertera di dalam KUHP berbeda pandangan dengan
fiqh jinayah dalam Islam. Ini berangkat dari ada perbedaan perbuatan
zina,pertanggung jawaban serta hukuman bagi pelaku zinah didalam kedua sistem
hukum tersebut.
8
Terbukti dari pemberitaan
yang ramaidi berbagai media.Jika di tinjau dari aspek pendekatan nilai (value
oriented approach)maka perzinahan tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
masyarakat indonesia yang religius,9 dan mayoritas memeluk agama islam.10
7
Ahmad Syaiful Anam, Ed, Delik Perzinahan Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia, (Semarang: Walisongo Perss, 2008), hal. 1
8
Neng Jhubaedah, Perzinahan Dalam Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010). hal. 1
9
Adanya Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia yaitu sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Lihat Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2004), hal. 24-25
Islam
memandang perzinahan adalah hubungan seksual (persetubuhan) yang dilakukan
antara pria dan wanita di luar pernikahan yang sah dimana dilakukan secara sengaja,
10
jadi bukan yang terikat perkawinan saja akan tetapi juga yang dilakukan orang yang
sama-sama belum menikah juga di sebut perzinahan.11
Selain agama Islam agama-agama yang lain juga mencela dan memandang
bahwa perzinahan dengan segala bentuk dan siapapun pelakunya tercela, dua (2)
agama samawi yang lain, yaitu Yahudi dan Nasrani (Kristen) memiliki sikap dan
pandangan yang sama tentang perzinahan.Yahudi dan Nasrani juga memandang
bahwa hubungan seksual diluar nikah baik yang tidak terikat perkawinan yang sah
maupun yang lajang adalah merupakan perbuatan keji dan dosa besar.12 Terbukti
dengan adanya larangan berzina dalam kitab Nasrani Injil Matius:27-29.13
Perzinahan dalam masyarakat Indonesia merupakan penyakit sosial yang
berbahaya, Kartini Kartono menyebut seks bebas tidak ada bedanya dengan
pelacuran. Pada hakikatnya dalam eksevitas seks bebas sama dengan promiskuitas
atau campur aduk seksual tanpa aturan alias pelacuran.14
11
Ahsin Sakho Muhammad, Ed, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor: PT Kharisma Ilmu, 2007), hal. 151
12
Ahmad Syaiful Anam, Ed, Op,cit, hal. 151
13
Dalam Injil Matius :27-29 Yesus berkata: kamu telah mendengar firman: jangan berzina,tetapi aku berkata padamu : setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzina dendan dia di dalam dirinya. Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika salah satu anggota tubuhmu binasa, daripada tubuhmu dengan utuh di campakkan ke dalam neraka. Lihat di Lembaga Al-Kitab Indonesia, Al-Kitab, (Jakarta: Lembaga Al-Kitab Indonesia, 1979), hal. 232
14
Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 197
Imam Ghazali mengatakan
perzinahan merupakan salah satu pidana hudud yang dapat mengaburkan masalah
keturunan, merusak keturunan, menghancurkan rumah tangga, meretakkan
akhlak.15 Perzinahan juga dapat melanggar lima (5) pokok tujuan syari’ah Islam yang
di turunkan seperti yang di kemukakan Syatibi yaitu:16
Kehadiran Hukum Islam dapat menjadi suatu alternatif istimewa untuk
memecahkan problem yang ada pada masyarakat khususnya pada tindak pidana
perzinahan. Perzinahan dalam Hukum Islam tidak hanya sebatas pada pasangan 1. Memelihara agama;
2. Memelihara jiwa; 3. Memelihara akal;
4. Memelihara kehormatan dan keturunan dan; 5. Memelihara harta.
Masyarakat Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan moral
seharusnya merupakan cerminan dari aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Sebab
pada hakikatnya hukum bukan sesuatu yang sekedar untuk menjadi bahan pengkajian
secara logis-rasional, hukum di buat untuk di jalankan. Nilai-nilai ataupun ide-ide
yang terkandung dalam aturan hukum bersifat timbal balik dengan masyarakat.
Barda Nawawi Arief, menjelaskan bahwa sistem hukum nasional di samping
hendaknya dapat menunjang pembangunan nasional dan kebutuhan pergaulan
internasional, namun juga harus bersumber dan tidak mengabaikan nilai-nilai dan
aspirasi hukum yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Nilai-nilai hukum
yang hidup di dalam masyarakat itu dapat bersumber atau digali dari nilai-nilai
hukum adat dan nilai-nilai hukum agama.
15
Ahmad Shiddiq, Ed, Benang Tipis Antara Halal Dan Haram, (Surabaya: Putra Pelajar, 2002), hal. 155
16
suami dan istri saja akan tetapi juga dapat dijatuhkan sanksi perzinahan kepada dua
pasang manusia yang belum menikah jika melakukan hubungan seksual. Disamping
itu, perzinahan dalam Hukum Islam memiliki kualitas dalam memberikan efek jera
kepada para pelaku dan juga dapat menjadi contoh agar manusia lain tidak melakukan
perzinahan. Berbanding terbalik dengan hukum perzinahan yang terdapat dalam
KUHP yang cenderung tidak memiliki efek jera dan melegalkan zina untuk pasangan
yang tidak terikat pernikahan. Seharusnya sebagai sebuah sistem hukum yang telah
tumbuh dan berkembang di Indonesia, Hukum Islam dapat menjadi salah satu aspek
atau acuan untuk memperbaharui aturan hukum yang sudah tidak mampu
mengakomodasi perilaku masyarakat yang cenderung menuju ke arah keburukan.17
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka penting untuk dibahas persoalan hukum
terkait tentang perzinahan dalam perspektif islam sebagai alternatif pembaharuan
hukum pidana tentang perzinahan di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas maka permasalahan yang
akan menjadi batasan penulisan ini adalah :
1. Bagaimanakah ketentuan tindak pidana perzinahan menurut KUHP dan hukum
pidana islam?
17
2. Bagaimanakah pertanggung jawaban pelaku tindak pidana perzinahan menurut
KUHP dan hukum pidana islam?
3. Apa sanksi yang di ancamkan terhadap pelaku tindak pidana perzinahan menurut
KUHP dan hukum pidana islam?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui ketentuan perzinahan dalam KUHP dan hukum pidana Islam.
2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku tindak pidana perzinahan dalam
KUHP dan hukum pidana Islam.
3. Untuk mengetahui sanksi yang di ancamkan terhadap pelaku tindak pidana
perzinahan dalam KUHP dan hukum pidana Islam.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan meberikan sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah khazanah ilmu hukum,
khususnya hukum pidana islam, selain itu agar dapat menanggulangi tindak
pidana perzinahan di Indonesia.
2. Secara praktis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan
tindak pidana perzinahan sebagai alternatif yang tepat bagi tindak pidana
perzinahan dan dapat diterapkan di Indonesia.
E.Keaslian Penelitian
Hasil penulusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera
Utara, khususnya lingkungan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Sumatera Utara, penelitian yang menyangkut” Perzinahan Dalam Presfektif Hukum
Pidana Islam Sebagai Alternatif Pembaharuan Hukum Pidana Tentang Perzinahan
Di Indonesia” belum pernah di lakukan Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas
Sumatera Utara, akan tetapi terdapat sebuah penelitian mengenai pidana hudud, yaitu:
Mohammad Eka Putra, Nim: 088101003, Program Studi Ilmu Hukum dengan
judul disertase Pidana Hudud Sebagai Alternatif Pembaharuan Sanksi Pidana di
Indonesia, dengan rumusan masalah :
a. Apa yang menjadi tujuan di ancamkannya sanksi pidana hudud ?
b. Tindak pidana yang bagaimanakah yang terdapat dalam hukum pidana positif
(utamanya yang terdapat dalam KUHP) yang dapat di ancam dengan sanksi pidana
hudud ?
c. Mengapa sanksi pidana hudud dapat di jadikan sebagai alternatif pidana dalam
pembaharuan sanksi pidana di Indonesia ?
Penelitian tersebut di atas berbeda dengan penelitian yang akan di laksanakan
jujur, rasional, objektif dan terbuka. Penelitian ini juga dapat di pertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah bagian penting dalam penelitian. Artinya, teori hukum
harus dijadikan dasar dalam memberikan preskripsi atau penilaian apa yang
seharusnya memuat hukum.Teori juga bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan
peristiwa hukum yang terjadi.Kegunaan teori hukum dalam penelitian adalah sebagai
pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam
masalah penelitian.18
Fuqaha Islam mengenal beberapa metode penetapan hukum yang di antara
lain mencakup:19
a. Segala urusan di sesuaikan dengan maksudnya (al umur bi maqosidiha)
b. Kesukaran mendatangkan kemudahan (al-masaqqah tajlibu al-taysiir)
c. Kemudarathan harus di hilangkan (al-daratu yazalu)
d. Adat yang di tetapkan menjadi hukum (al -adat al- muhakkamah )
e. Sesuatu yang di yakini kebenarannya tidak terhapus karena ada keraguan
(al-yaqin la yuzal bi al-assyak)
Adapun teori yang di gunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini sebagai
berikut:
18
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 146
19
a. Teori Maqashid Al-Syari’ah
Secara bahasa Maqashid Al-Syari’ah terdiri dari dua kata yaitu Maqashid dan
Syari’ah. Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan, Maqashid dalam bahasa arab
merupakan jama’ dari maqsud yang berasal dari kata qasada yang berarti
menghendaki dan di maksudkan. Sedangkan Syari’ah secara bahasa berarti jalan
menuju sumber air, jalan menuju sumber air dapat juga di artikan berjalan menuju
sumber kehidupan.20
Ilmu ushul fiqih, maqashid al-syari’ah bertujuan untuk mengetahui
tujuan-tujuan yang hendak di capai oleh perumusannya dalam mensyari’atkan hukum.
Tujuan hukum ini merupakan salah satu faktor dalam menatapkan hukum islam yang
di tetapkan melalui ijtihad. Ulama ushul fiqh mendefinisikan maqashid al-syari’ah
dengan “ makna dan tujuan yang di kehendaki syarak dalam mensyari’atkan suatu
hukum bagi kemaslahatan umat manusia”.21
Muhammad Thahir Bin Ashur ahli ushul fiqih kontemporer asal Tunisia
mengemukakan Maqashid Al-Syari’ah di bagi menjadi tiga (3) di lihat dari objeknya
yaitu :22
1) Al-Maqashid al-Ammah (tujuan-tujuan umum), yaitu sesuatu yang di
pelihara syarak serta di usahakan untuk di usahakan dalam berbagai syari’at , seperti menegakkan dan mempertahankan agama dari ancaman pihak musuh;
2) Al-Maqashid al-khassah ( tujuan-tujuan khusus), yaitu tujuan yang hendak di capai syarak dalam topik bab tertentu, seperti tujuan yang hendak di
20
Ahmad Qarib, ushul fikih 2, (Jakarta: Nimas Multia, 1997), hal. 170
21
Zamarkhsyari, Teori-Teori Hukum Islam: Dalam Fiqih dan Usul Fiqih, (Medan: Cita Pustaka, 2013), hal. 1-2
22
capai syarak dalam hukum yang terkait dengan masalah perkawinan dan keluarga, muamalah yang bersifat fisik, pidana , peradilan dan amal-amal kebaikan;
3) Al-Maqashid al-juz’iyyah , yaitu tujuan yang hendak di capai syarak dalam menetapkan syarak, dalam menetapkan wajib,sunnah,haram,makhruh, dan mubah terhadap sesuatu, atau menetapkan sesuatu menjadi sebab suatu penghalang.
Manusia akan mendapatkan kemaslahatan sekaligus terhindar dari
kemudharatan, baik dunia dan akhiratapabila tercapainya maqashid al-syari’ah.
Al-Syatibi mengemukakan maqashid al-syari’ah memiliki lima (5) unsur (al-kulliyat
al-khomsah) untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat, yaitu :23
Kemudian di kembangkan oleh ibnu ashur dalam dua (2) karyanya
maqashidal-syari’ah al-islamiyah dan ushul al-nidzam al-ijtimai’al-islami dengan
menambahkan dua tujuan lain sebagai tambahan dari lima (5) tujuan utama di atas,
yaitu:
1) Memelihara agama 2) Memelihara jiwa
3) Memelihara akal pikiran 4) Memelihara keturunan 5) Memelihara harta benda.
24
23
Zamarkhsyari Hasballah, Op.cit, hal. 11-12
24
Ibid, hal. 12
1) Memelihara lingkungan
2) Serta memelihara nilai-nilai kemasyarakatan, seperti keadilan, persaudaraan,
b. Teori Tujuan Pemidanaan
Pemidanaan di maksudkan untuk menderitakan dan tidak di perkenankan
merendahkan martabat manusia.25 Pemidanaan mengenal garis besarnya di bagi
empat (4) teori, yaitu :26
Dalam simposium pembaharuan hukum pidana nasional pada tahun 1980,
dalam salah satu laporan dinyatakan bahwa sesuai dengan politik hukum pidana maka
tujuan pemidanaan harus diarahkan kepada perlindungan masyarakat dengan
memperlihatkan kepentingan-kepentingan masyarakat, Negara, korban, dan pelaku. 1) Teori Absolut (Pembalasan) adalah bertitik pangkal pada pembalasan
dengan arti setiap kejahatan harus di sertai dengan pidana. Tidak ada istilah tawar-menawar siapa yang melakukan kejahatan harus di pidana tanpa melihat akibat-akibat apapun yang timbul dari di jatuhkannya pidana.
2) Teori Relatif (Tujuan) timbul akibat kurang memuaskannya teori pembalasan teori ini lebih bertujuan menegakkan tata tertib dalam masyarakat.
3) Teori Gabungan (Pembalasan dan Tujuan) adalah teori yang mengandung teori pembalasan dan teori tujuan.
4) Teori Pemidanaan adalah lebih mengutamakan perhatiannya pada si pelaku tindak pidan bukan pada tindak pidana yang di lakukannya, untuk dapat merubah tingkah laku dan kepribadian pelaku tindak pidana agar tidak melanggar norma hukum serta norma lainnya.
27
25
Madiasa Ablisar, Pemidanaan Gugurnya Penuntutan Dan Menjalani Pidana, (Medan: Pustaka Bangsa Perss, 2005), hal. 9
26
Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana. (Malang: UMM Press, 2004), hal. 145-147
27
Adapun identifikasi dari tujuan utama dari pidana dan pemidanaan yakni
perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dapat
dikemukakan sebagai berikut:28
28
Barda Nawawi Arif, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2003).hal.85
a. Tujuan pidana adalah penanggulangan kejahatan. Perumusan tujuan pidana demikian ini dilatar belakangi perlunya perlindungan masyarakat terhadap perbuatan anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat. Tujuan ini sering digunakan dengan berbagai istilah seperti ”penindasan kejahatan” (repression of crime) ”pengurangan kejahatan” (reduction of crime) ”pencegahan kejahatan” (prevention of crime) ataupun ”pengendalian kejahatan” (control of crime).
b. Tujuan pidana adalah untuk memperbaiki si pelaku. Tujuan ini dilatarbelakangi perlunya perlindungan masyarakat terhadap sifat berbahayanya orang (si pelaku). Istilah-istilah lain yang digunakan untuk merefleksikan tujuan ini adalah rehabilitasi, reformasi, treatment of offenders, reduksi, readaptasi sosial, resosialisasi pemasyarakatan, mupun pembebasan.
c. Dilihat dari sudut perlunya perlindungan masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan dalam menggunakan sanksi pidana atau reaksi terhadap pelanggar pidana, maka tujuan pidana sering dirumuskan untuk mengatur atau membatasi kesewenangan penguasa maupun warga masyarakat pada umumnya. Perumusan pidana lain yantg sejalan dengan tujuan ini antara lain: ”policing the police”, ”menyediakan saluran untuk motif-motif balas dendam” atau ”menghindari balas dendam”, maupun ”tujuan menteror”yang melindungi pelanggarar terhadap pembalasan sewenang-wenang diluar hukum.
Rancangan Buku 1 KUHP tahun 1991/1992, pemidanaan bertujuan untuk
sebagai berikut :29
c. Teori Pembaharuan Hukum Pidana
1) Mencegah di lakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat.
2) Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehinnga menjadikannya manusia yang baik dan berguna.
3) Menyelesaikan konflik yang di timbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
4) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Barda Nawawi menguraikan pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya
mengandung makna suatu upaya untuk melakukan reorentasi dan reformasi hukum
yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofik, dan sosio-kultural
masyarakat Indonesia dengan melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan
kebijakan penegakan hukum di Indonesia.30
29
Muladi dan Barda Nawawi Arif, Teori-teori Kebijakan Pidana. (Bandung: Alumni, 1992), hal. 21
30
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Pidana, (Bandung: Citra Aditya, 1996), hal. 30-32
Pembaharuan hukum pidana merupakan upaya untuk melakukan peninjauan
dan penelitian kembali re-orientasi dan re-evaluasi nilai-nilai sosio politik, sosio
filosofik, dan sosio kultural yang melandasi dan yang memberi isi terhadap muatan
Sudarto juga menyebutkan ada tiga alasan mengapa KUHP perlu di
perbaharui yaitu:31
1) Di pandang dari alasan politik Negara Republik Indonesia yang merdeka
wajar mempunyai KUHP sendiri dengan mempunyai KUHP ciptaan sendiri menjadi suatu simbol kebanggaan dari negara yang sudah merdeka dan melepaskan dari lingkungan penjajahan politik.
2) Di pandang dari sudut sosiologis, pengaturan dalam hukum pidana
merupakan pencerminan dari ideologi politik sesuatu bangsa di mana hukum itu berkembang. Ini berarti bahwa nilai-nilai sosial dan kebudayaan dari bangsa itu mendapat tempat dalam pengaturan di hukum pidana.ukuran untuk mengkriminalisasikan suatu perbuatan tergantung dari nilai-nilai dan pandangan kolektif yang terdapat dalam masyarakat tentang apa yang baik dan yang benar, yang bermanfaat atau sebaliknya.
3) Alasan terakhir di pandang dari sudut praktik, KUHP yang ada sekarang
adalah tidak lebih dari terjemahan dari bahasa Belanda.
Kata pembaharuan hukum disebut tajdid yang berarti suatu upaya dan
perbuatan melalui proses tertentu dengan penuh kesungguhan yang di lakukan oleh
mereka yang mempunyai kompetensi dan otoritas dalam pengembangan hukum
Islam.32 Menurut Masjfuk Zuhdi tajdid memiliki tiga (3) unsur yaitu:33
1) Al-i’adah, mengembalikan masalah agama terutama yang bersifat
khilafiyah kepada sumber ajaran agama Islam.
2) Al-ibanah, purifikasi dan pemurnian ajaran agama Islam dari segala macam bentuk bid’ah dan khufarat serta pembebasan berfikir (liberalisasi) ajaran Islam dari fanatik mazhab, aliran, ideologi, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
3) Al-ihya, menghidupkan kembali, menggerakkan, memajukan, dan
memperbaharui pemikiran dan pelaksanaan ajaran Islam.
31
Sudarto, Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat, (Bandung: Sinar Baru, 1983), hal. 66-68
32
Zamakhsyari, Op. Cit, hal. 137
33
2. Konsep
Penelitian ini di definisikan beberapa konsep yang terkait dengan penelitian
ini, yaitu:
a. Perzinahan adalah hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan yaitu
memasukkan zakar (alat kelamin laki-laki) ke dalam faraj (alat kelamin
perempuan).34
b. Hukum pidana adalah serangkaian kaidah hukum tertulis yang mengatur tentang
perbuatan-perbuatan yang di larang atau tidak boleh di lakukan dengan adanya
ancaman sanksi tertentu, sanksi di jatuhkan apabila perbuatan yang dilarang di
lakukan.35
c. Hukum pidana islam adalah perbuatan-perbuatan yang di larang menurut Syara’,
baik perbuatan yang merugikan jiwa, harta benda ataupun yang lain-lain.36
d. Alternatif adalah pilihan di antara dua (2), dalam hal ini alternatif di maksudkan
sebagai kesempatan untuk memilih bagi pidana perzinahan antara pidana
nasional dan pidana hudud dalam upaya pembaharuan sanksi pidana di
Indonesia.
e. Pembaharuan hukum adalah upaya memperbaiki, menambah, atau melengkapi
hukum.
34
Ashin Sakho,Ed, Op.cit, hal. 154
35
Setiyono, Op.Cit, hal. 10
36
G. Metode Penelitian
Metode penelitian berfungsi sebagai arah dan petunjuk bagi suatu penelitian.37
Metodelogis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sitematis adalah
berdasarkan suatu sistem (berdasarkan perencanaan dan tahapan-tahapan yang
jelas).38
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Pada penelitian ini yaitu menjadikan bidang ilmu hukum sebagai landasan
ilmu pengetahuan induknya.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian hukum.
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum,maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu
hukum yang di hadapi.39 Penelitian hukum di lakukan untuk menghasilkan
argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan
masalah isu hukum yang di hadapi.40
Adapun penelitian ini bersifat preskriptif dan terapan41 suatu proses
untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.42
37
Mukti Fajar Nur Dewanto dan Yulianto Achmad, Op.Cit, hal. 104
38
Ibid, hal. 23
39
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal.35
40
Ibid
41
Ilmu hukum bersifat Preskriptif mempelajari tujuan hukum ,nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum , dan norma-norma hukum. Ilmu hukum bersifat terapan yaitu hukum yang menetapkan prosedur , ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Lihat Ibid, hal.171
42
2. Sumber Bahan Hukum
Adapun bahan hukum dalam penelitian ini di bagi dalam beberapa
kelompok, yaitu:
a. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang
relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain:
1) UUD 1945
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang tindak pidana perzinahan
3) Kitab-Kitab Hadist
b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdapat dalam kumpulan
pustaka yang bersifat penunjang dari bahan hukum primer, di antaranya
yaitu:
1) Rancangan Undang-Undang
2) Buku-buku
3) Jurnal-jurnal
4) Artikel-artikel
5) Internet
c. Bahan hukum tersier yang memberikan info lebih lanjut mengenai bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, di antaranya yaitu:
1) Kamus hukum
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini yaitu mengumpulkan
bahan-bahan hukum yang relevan dengan penelitian ini, baik itu dari bahan
hukum primer, skunder maupun tersier.
4. Metode Analisis Bahan Hukum
Metode analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan
menelaah atas isu hukum yang di hadapi, menarik kesimpulan yang menjawab
isu hukum dan memberikan preskripsi mengenai apa yang merupakan esensial
dari penelitian ini.43
43