• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 75 tahun 2014

tentang pusat kesehatan masyarakat bahwa pusat kesehatan masyarakat yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan

tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk

mencapai kesehatan yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas

merupakan organisasi kesehatan fungsional dimana berperan sebagai

pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran kepada

masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Permenkes, 2014).

2.1.1 Upaya Penyelenggaraan Puskesmas

Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat

pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan

dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya kesehatan

masyarakat tingkat pertama sebagaimana dimaksud meliputi upaya kesehatan

masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.

Upaya kesehatan masyarakat esensial sebagaimana dimaksud meliputi:

1. Pelayanan promosi kesehatan

2. Pelayanan kesehatan lingkungan

3. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana

4. Pelayanan gizidan

(2)

Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap

puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal

kabupaten/kota bidang kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan

yang dimaksud merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya

memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan

intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan,

kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di

masing-masing Puskesmas.

Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dapat dilakukan oleh

puskesmas yang tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Upaya kesehatan perseorangan tingkat

pertama yang dilaksanakan dalam bentuk: rawat jalan, pelayanan gawat darurat,

pelayanan satu hari (one day care), home care dan/atau rawat inap berdasarkan

pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan. Upaya kesehatan perseorangan

tingkat pertama yang dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional

dan standar pelayanan (Permenkes RI, 2014).

Upaya kesehatan esensial puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta mempunyai daya ungkit

tinggi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan

esensial ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah

Indonesia. Upaya kesehatan esensial yang harus diselenggarakan oleh setiap

puskesmas ini adalah:

(3)

b. Upaya Kesehatan Lingkungan

c. Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA)

d. Upaya peningkatan gizi

e. Pelayanan pencengahan dan pengendalian penyakit.

Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh agent infeksi

atau toksinnya, yang berasal dari sumber penularan atau reservoir, yang

ditularkan/ditansmisikan kepada pejamu (host) yang rentan. Program pencegahan

dan pemberantasan penyakit menular meliputi kuratif, pemutusan rantai

penularan, promosi kesehatan dan serveilans (Efendi, 2009).

2.2 Pengertian ISPA dan Pneumonia 2.2.1 Pengertian ISPA

ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu kelompok

penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Secara anatomis, ISPA dibagi

dalam dua bagian yaitu ISPA atas adalah radang saluran tenggorokan atau

pharingitis yang disebabkan kumantertentu (streptococcus hemolyticus) dan

radang telinga tengah atau otitis dan ISPA bawah adalah salah satu yang

berbahaya yaitu pneumonia (Maryunani,2010).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli

termasuk adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, pleura (Kemenkes RI,

2011). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering

terjadi pada anak. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan

(4)

Dasar (Riskesdes) tahun 2013 ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang

diawali dengan panas disertai salah satu atau gejala lebih (tenggorokan sakit, nyeri

telan, pilek, batuk kering atau berdahak) (Kemenkes RI, 2013).

2.2.2 Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai

dengan batuk dan kesukaran bernafas. Balita yang diserang pneumonia dan tidak

segera diobati dengan tepat akan mudah meninggal. Pneumonia suatu inflamasi

pada perynchema paru, pada umumnya pada masa anak digambarkan sebagai

broncho pneumonia (Maryunani, 2010).

Pneumonia adalah suatu proses peradangan yang mengenai parenkim paru,

distal dari bronkiolus terminalis, yang mencakup bronkiolus respiratorius dan

alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas

setempat dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi (Septiari,

2012). Pneumonia disebut sebagai “pandemi yang terlupakan” atau “the forgotten

pandemic”. Namun, tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga

pneumonia disebut juga pembunuh balita yang terlupakan atau “the forgotten

killerof children” (Kemenkes RI, 2011).

2.2.3 Faktor – Faktor Risiko Pneumonia

Beberapa faktor resiko yang meningkatkan insidens pneumonia antara lain

umur kurang dari 2 tahun, laki-laki, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak

mendapatkan ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi

yang tidak memadai, membendong anak (menyelimuti berlebihan) dan defisiensi

(5)

Sedangkan faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia

antara lain umur kurang dari 2 tahun, tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang,

berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu yang rendah, tingkat jangkauan

pelayanan kesehatan yang rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak

memadai dan menderita penyakit kronis (Maryunani, 2010).

Menurut Maryunani, (2010), faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian pneumonia di bagi menjadi 3 faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor

individu anak dan faktor perilaku sebagai berikut:

a. Faktor Lingkungan 1. Pencemaran dalam Rumah

Asap rokok atau asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak

dengan konsentasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan

memudahkan timbulnya ISPA/pneumonia. Sunyataningkamto(2004), menjelaskan

bahwa asap rokok akan mengurangi fungsi silia, menghancurkan sel epitel bersilia

yang akan diubah menjadi sel skuamosa dan menurunkan humoral/imunitas

seluler baik local maupun sistemik. Kebiasaan merokok juga dapat menambah

pengeluaran rumah tangga yang tidak memiliki pengaruh penting terhadap

peningkatan status kesehatan keluarga.

2. Ventilasi Rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau

dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi

dapat dijabarkan sebagai berikut : Mensuplai udara bersih adalah udara yang

(6)

ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara

pengecaran udara, mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh

radiasi tubuh dan kondisi, mendisfungsikan suhu udara secara merata, mensuplai

panas agar hilangnya panas badan seimbangan.

3. Kepadatan Penghuni Rumah

Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehataan

nomor 829 / MENKES / SK / VII / 1999 tentang persyaratan kesehatan rumah,

satu orang minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut

diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam

rumah yang sudah ada (Maryunani, 2010).

b. Faktor Anak 1. Umur Anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit

pernapasan oleh virus melonjak pada balita dan usia dini anak-anak dan tetap

menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 bulan. Menurut

Daulaire (1991), risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak berumur

dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status

kerentanan anak dibawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran nafas yang

masih sempit.

2. Berat Badan Lahir

Berat badan lahir menetukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan

(7)

resiko kematian yang lebih besar dibandingkan berat badan lahir normal, terutama

pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan

kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena infeksi, terutama

ISPA/pneumonia. Menurut Maryunani (2010), penelitian menunjukkan bahwa

berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian

akibat infeksi saluran pernapasan ini terjadi karena status pekerjaan, pendapatan,

dan pendidikan. Data ini mengigatkan bahwa anak-anak dengan BBLR tidak

mengalami rate paling tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi

mengalami lebih berat infeksinya.

3. Status Gizi Balita

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk

terjadinya ISPA. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang

ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh

yang kurang. Penyakit infeksi akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu

makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita

lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama (Maryunani,

2010). Beberapa studi melaporkan kekurangan gizi akan menurunkan kapasitas

kekebalan untuk merespon infeksi pneumonia termasuk gangguan fungsi

granulosit, penurunan fungsi komplemen dan menyebabkan kekurangan

mikronutrien (Sunyataningkamto, 2004). Sjenileila Boer (2008) menjelaskan

bahwa status gizi mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian

(8)

4. Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap 6 bulan posyandu memberikan kapsul 200.000 IU

vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan 4 bulan.Balita yang

mendapatkaan vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak

pernah mendapatkan adalah sebagi resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6%

pada kelompok kasus dan mudah terkena penyakit ISPA.Pemberian vitamin A

yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan meningkatkan antibodi yang

spesifik. Karena itu pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala seharusnya

tidak dilihat sebagai dua kegiatan yang terpisah. Keduanya harus diberikan secara

bersamaan karena akan meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindunganterhadap

anak sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dalam keadaan sebaik-baiknya

(Maryunani, 2010).

Pemberian kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan

Februari dan Agustus, sejak anak berusia enam bulan.Kapsul merah (dosis

100.000 IU) diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul biru (dosis 200.000

IU) untuk anak umur 12-59 bulan.Pemberian vitamin A berperan sebagai protektif

melawan infeksi dengan memelihara integritas epitel/fungsi barier, kekebalan

tubuh dan mengatur pengembangan dan fungsi paru (Klemm, 2008).

5. Status Imunisasi

Sebagian besar Kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang

dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sebagai difteri,

pertusis,campak maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam

(9)

imunisasi lengkap. Balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila

menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan dan penyakitnya tidak akan

menjadi berat, sudah terbukti dengan imunisasi campak dan pertusis ( DPT ) 11 %

kematian ISPA balita dapat dicegah.

c. Faktor Perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulanan penyakit ISPA pada

balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang

dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit

terkecil dari masyarakat yang tinggal dalam satu rumah saling bergantung dan

berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah

kesehatan,maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarganya lainnya.

Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting

karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang sehari-hari didalam masyarakat

dan keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua penyakit ini

banyak menyerang balita,sehingga keluarga mengetahui dan terampil dalam

menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit dan mengamati tanda keluhan

dini ISPA dan kapan mencari pertolongan dan rujukan sistem pelayanan

kesehatan agar penyakit anak balita tidak menjadi lebih berat (Maryunani, 2010).

d. Faktor Pelayanan Kesehatan 1. Upaya promotif

Upaya promotif adalah upaya promosi kesehatan yang ditujukan untuk

meningkatkan status atau derajat kesehatan yang optimal. Sasarannya adalah

(10)

kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan cara

memberikan: Penyuluhan kesehatan masyarakat, peningkatan gizi, pemeliharaan

kesehatan perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga secara

teratur, rekreasi dan pendidikan seks (Efendi, 2009)

2. Upaya preventif

Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam

mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Preventif secara etimologi

berasal dari bahasa latin, prevenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi

atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas,

prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat.

Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan

kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Efendi, 2009).

Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang ibu untuk mengatasi anak

yang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah sebagai berikut :

1. Mengatasi Panas (Demam)

Untuk anak berusia 2 bulan samapi 5 tahun, demam diatasi dengan

memberikan parasetamol atau dengan kompres. Bayi yang berusia dibawah dua

bulan dengan demam harus segera dirujuk kedokter atau rumah sakit. Parasetamol

diberikan sebanyak 4 kali setiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara Pemberiannya

(11)

membuat kompres dengan menggunakan kain bersih atau mencelupkan pada air

(tidak perlu air es).

2. Mengatasi Batuk

Untuk mengatasi batuk dianjurkan memberikan obat batuk yang aman,

yaitu dengan ramuan tradisional. Cara membuat ramuan tradisional tersebut

adalah mencampurkan ½ sendok teh perasan air jeruk nipis dengan ½ sendok teh

kecap atau madu. Ramuan ini diberikan sebanyak tiga kali sehari.

3. Pemberian Makanan

Berikan makanan yang cukup bergizi dan berikan makanan dengan

sedikit-sedikit tapi berulang-ulang. Berikan makanan lebih sering dari biasanya,

terutama jika anak sedang muntah. Pemberian ASI pada bayi yang masih

menyusui tetap diteruskan.

4. Pemberian Minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih atau air buah) lebih banyak dari

biasanya. Hal ini membantu mengencerkan dahak, sedangkan kekurangan cairan

akan menambah parah sakit yang diderita (Shaleh, 2008).

2.2.4 Penyebab dan Diagnosis Pneumonia 1. Penyebab Pneumonia

Disebabkan oleh lebih dari 300 jenis kuman,baik berupa bakteri dan virus.

Pneumonia pada balita di negara berkembang adalah bakteri yaitu Streptococcus

Pnemoniae dan Haemophylus Influenzae. Pneumonia adalah penyakit yang

menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk dan kesukaran bernapas

(12)

Streptococcus Pnemoniae bakteri ini yang sering berbentuk lanset dan

tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai simpai polisakarida yang

mempermudah penentuan tipe dengan antiserum spesifik. Organisme ini adalah

penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia dan dapat

menyebabkan pneumonia, sinusitis, bronchitis dan meningitis. Sedangkan

Haemophylus Influenzae ditemukan pada selaput mukosa saluran napas bagian

atas pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab meningitis yang penting pada

anak dan kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran napas pada

anak-anak dan orang dewasa (Brooks, G.F, dkk, 1996).

2. Diagnosis Pneumonia

Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang dipakai program P2

ISPA, diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau

kesukaran bernapas disertai dengan peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat

sesuai umur).

Panduan WHO dalam menentukan seorang anak menderita nafas cepat

dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut (Rizanda, 2006):

Tabel 2.1 Kriteria Napas Cepat Menurut Frekuensi Pernapasan Menurut Umur Anak

Umur anak Napas Cepat Bila Frekuensi Napas Lebih Dari

Kurang dari 2 bulan 2 bulan sampai 12 bulan 12 bulan sampai 5 tahun

60 kali per menit 50 kali permenit 40 kali permenit

Menurut Misnadiarly (2008), tanda penyakit pneumonia pada balita antara

(13)

otot bantu nafas, demam, cyanosis (kebiru-biruan), Thorax Photo menunjukkan

infiltrasi melebar, sakit kepala, kekakuan dan nyeri otot, sesak nafas, menggigil,

berkeringat, lelah, terkadang kulit menjadi lembab, mual dan muntah.

2.2.5 Gejala dan TandaPneumonia 1. Gejala Pneumonia

Gejala yang sering dijumpai dalam penderita ISPA adalah batuk, pilek dan

kesukaran bernapas, serangan batuk pada anak khususnya balita adalah 6 sampai 8

kali pertahun dan adanya peningkatan frekuensi napas (napas cepat) sesuai

golongan umur (Maryunani, 2010).

2. Tanda Pneumonia

Menurut Maryunani, (2010) : Suhu meningkatkan mendadak 39-40 ͦC,

kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi, pernapasan cepat

seperti jika frekuensi nafas 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1-5 tahun,

50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang 1 tahun dan 60

kali per menit atau lebih pada anak kurang 2 bulan, batuk setelah beberapa hari

sakit, mula-mula batuk kering kemudian batuk produktif, anak lebih sering tiduran

pada sebelah dada yang terinfeksi, pada auskultasi terdengar ronchi basah nyaring

halus dan sedang.

Tanda-tanda pneumonia menurut Somantri (2008), sebagai berikut :

1. Sindroma tipikal : mendadak dingin , mengigil dan demam (39-40 ͦC), nyeri

dada pleuritis, batuk produktif, sputum hijau, mengandung bercak darah serta

(14)

2. Sindrom atipikal : batuk kering, nyeri kepala, malaise nyeri tenggorokan dan

nyeri dada karena batuk.

3. Aspirasi : demam rendah dan batuk, produksi sputum/bau busuk, infeksi gram

negatif/positif, gambaran klinik mungkin sama dengan pneumonia klasik dan

distress respirasi mendadak.

4. Hematogen : gejala pulmonal dan batuk non produktif serta nyeri pleuritik

sama dengan yang terjadi pada emboli paru-paru.

Tanda-tanda vital pada pneumonia adalah demam, menggigil, batuk,

kesukaran bernapas atau pernapasan yang cepat, nyeri waktu inspirasi, malaise,

takipnea (tanda klinis yang sangat sensitif), tetapi mungkin dihubungkan dengan

gangguan lainnya (misalnya diabetik ketoasidosis, benda asing bronkiolitis dan

asma), sering ditemukan suara pernapasan yang abnormal (rales) tetapi mungkin

juga tidak ditemukan tergantung pada jenis proses pneumonia, nafas yang dangkal

atau terputus-putus karena nyeri pada pleura, penurunan suara nafas setempat

perkusi yang pekak (Rosenstein dan Fosarelli, 1997).

2.2.6 PencegahanPneumonia

Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia,

maka ini terus dilakukan penelitian cara pencegahan pneumonia yang efektif dan

spesifik. Cara yang terbukti efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi

campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar 11 %

kematian ISPA/Pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis

(15)

Secara umum dapat dikatakan bahwa cara pencegahan ISPA/pneumonia

adalah dengan hidup sehat, cukup gizi, menghindari polusi udara dan pemberian

imunisasi lengkap. Peningkatan pemerataan cakupan kualitas pelayanan kesehatan

juga akan menekan morbilitas dan mortalitas ISPA/Pneumonia. Dengan adanya

Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu) akan menurunkan angka

kematian dan kesakitan terjadinya ISPA (Maryunani,2010).

Menurut WHO (2010), WHO dan UNICEF pada tahun 2009 membuat

rencana aksi global Global Action Plan For The Prevention (GAPP) untuk

pencegahan dan pengendalian pneumonia. Tujuannya adalah untuk mempercepat

kontrol pneumonia dengan kombinasi intervensi untuk melindungi, mencegah dan

mengobati pneumonia pada anak dengan tindakan yang meliputi :

1. Melindungi anak dari pneumonia termasuk mempromosikan pemberian ASI

Eksklusif dan mencuci tangan, mengurangi polusi udara didalam rumah.

2. Mencegah pneumonia dengan pemberian vaksinasi

3. Mengobati pneumonia difokuskan pada upaya bahwa setiap anak sakit

memiliki akses ke perawatan yang tepat baik dari petugas kesehatan berbasis

masyarakat atau di fasilitas kesehatan jika penyakitnya bertambah berat dan

mendapatkan antibiotik serta oksigen yang mereka butuhkan untuk

kesembuhan.

2.2.7 Penemuan dan Tatalaksanaan Pneumonia Balita 1. Penemuan penderita pneumonia

Penemuan dan tatalaksana Pneumonia merupakan kegiatan inti dalam

(16)

a. Penemuan penderita secara pasif

Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan

kesehatanseperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu, dan Rumah Sakit.

b. Penemuan penderita secara aktif

Petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan penderita baru

dan penderita pneumonia yang seharusnya datang untuk kunjungan ulang 2

harisetelah berobat. Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai

berikut:

a. Menanyakan Balita yang batuk dan kesukaran bernapas.

b. Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam (TDDK) dan hitung napas.

c. Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur <2 bulan dan 2

bulan - <5 tahun.

d. Melakukan klasifikasi Balita batuk dan atau kesukaran bernapas : Pneumonia

berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.

2. Tatalaksana pneumonia Balita

Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan Pengendalian

ISPA untuk penanggulangan pneumonia pada Balita didasarkan pada pola

tatalaksana penderita ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah

(17)

Tabel 2.2. Tatalaksana penderita batuk dan kesukaran bernapas umur < 2 Bulan

Sumber : Kementrian kesehatan RI, 2011

Setelah penderita pneumonia balita ditemukan dilakukan tatalaksana

sebagaiberikut:

a. Dengan menggunakan antibiotik: kotrimoksazol, amoksisilin selama 3 hari

dan obat simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol, salbutamol (dosis

dapat dilihat pada bagan terlampir).

b. Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita 2 hari

setelah mendapat antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat.

Umur < 2 Bulan Tanda  Tarikan dinding dada bagian

kedalam yang kuat (TDDK)

 Adanya nafas cepat 60x permenit

 Tidak ada TDDK kuat dan

 Tidak nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 60x per menit,

Klasifikasi Penumonia Berat Batuk Bukan Pneumonia Tindakan  Rujuk segera ke Rumah Sakit

 Berikan 1 dosis antibiotik

 Obati demam,jika ada

 Obati wheezing, jika ada

 Anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI

 Nasehati ibu untuk tindakan perawatan dirumah/menjaga bayi agar tetap hangat

 Memberikan ASI lebih sering, anjurkan ibu untuk kembali kontrol jika:

(18)

Tabel 2.3 Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur 2 Bulan s/d < 5 Tahun

Sumber : Kementrian kesehatan RI, 2011

2.3 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu

Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen

melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang

di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi,

status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang

diberikan (Depkes RI, 2008).

MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu

pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. World Health Organization (WHO)

telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara

berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada

bayi dan balita (Prasetyawati, 2012).

Umur 2 Bulan s/d < 5 Tahun

 Tidak ada nafas Cepat

- 2 bln -< 12 bln : < 50x per menit - 12 bln - < 5 Thn : < 40x per menit Klasifikasi Penumonia Berat Pneumonia Batuk Bukan Pneumonia

Tindakan  Rujuk segera ke perawatan dirumah/menjaga bayi agar tetap hangat

 Berikan antibiotik selama 3 hari

 Anjurkan ibu untuk kontro 2 hari atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk

 Obati demam,jika ada

 Obati wheezing, jika ada

 Bila ada batuk < 3 minggu, rujuk

 Nasehati ibu untuk tindakan perawatan dirumah

 Obati demam,jika ada

(19)

2.3.1 Sejarah MTBS di Indonesia

Di Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang

menerapkan MTBS sejak tahun 1997. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia

berkembang secara bertahap dan up-date buku bagan MTBS dilakukan secara

berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Departemen Kesehatan dan

Ilmu Kesehatan Anak melalui IDAI (Dirjen Bina Kesehatan Anak, 2012).

Hingga akhit tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi,

namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab,

diantaranya belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana

prasarana untuk pelaksanaan kegiatan (Depkes RI, 2008).

2.3.2 Tujuan dan Sasaran MTBS 1. Tujuan

Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan

angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar di Puskesmas.

2. Sasaran

Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua

kelompok sasaran yaitu :

a. Kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan).

b. Kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun.

2.3.3 Manfaat MTBS

MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat :

(20)

b. Memperbaiki status gizi

c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan

d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan

e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah

Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas yang

menguntungkan, yaitu :

1. Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana kasus balita

sakit (selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan

manangani pasien apabila sudah di latih).

2. Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudtan terintegrasinya banyak program

kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS).

3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan dirumah dan

upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan

masyarakat dalam pelayanan kesehatan).

2.3.4 Materi MTBS

Materi MTBS terdiri atas langkah :

1. Penilaian

Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari

riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan dalam penilaian

oleh MTBS adalah :

a. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas

(21)

c. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD,

demam untuk campak)

d. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga

e. Memeriksa status gizi

f. Memeriksa status anemia

g. Memeriksa pemberian vitamin A

h. Menilai masalah dan keluhan lain (Depkes RI, 2008)

2. Klasifikasi Penyakit

Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk

menggolongkan tingkat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan

diagnosis penyakit yang spesifik. Setiap klasifikasi penyakit mempunyai nilai

suatu tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar,

yaitu :

a. Merah : penanganan segera atau perlu dirujuk

b. Kuning : pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan

c. Hijau : perawatan dirumah

3. Identifikasi Tindakan

Dari klasifikasi baru bisa di tentukan tindakan apa yang akan di lakukan.

4. Konseling

Alur konseling merupakan nasehat perawatan termaksuk pemberian makan

dan cairan di rumah dan nasehat kapan harus kembali segera maupun kembali

untuk tindak lanjut.

(22)

2.3.5 Komponen MTBS

Dalam rencana aksi MTBS 2009-2014 Kementrian RI menetapkan ada

tiga komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu:

1. Komponen I

Improving case management skills of first level workers through training

and follow up yaitu, meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam

tatalaksana kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi

(dokter, perawat,bidan dan tenaga kesehatan).

2. Komponen II

Ensuring that health facility supports regired to provide effective IMCI

care are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit

pada balita lebih efektif.

3. Komponen III

Household and community component, yaitu meningkatkan praktek/peran

keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian

pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan

masyarakat yang dikenal sebagai “Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis

masyarakat) (Prasetyawati, 2012).

2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskemas 2.4.1 Persiapan MTBS di Puskesmas

Puskesmas yang akan menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita

(23)

1. Diseminasi Informasi MTBS kepada Seluruh Tenaga Puskesmas

Kegiatan diseminasi informasi MTBS seluruh tenaga puskesmas

dilaksanakan dalam satu pertemuan dan dihadiri oleh perawat, bidan, tenaga gizi,

tenaga imunsasi, tenaga obat, pengelola Simpus, Pengelola Program P2M, tenaga

loket dan lain-lain. Apabila dibutuhkan dapat dihadiri oleh supervisor dari Dinas

Kesehatan Kota/Kabupaten. Informasi yang harus disampaikan : konsep umum

MTBS, peran dan tanggungjawab tenaga puskesmas dalam penerapan MTBS.

Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan rencana penerapan MTBS di

Puskesmas yang meliputi persiapan logistik, penyesuaian alur pelayanan,

penerapan MTBS di Puskesmas dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan

MTBS (Depkes RI, 2008).

2. Rencana Persiapan Logistik

Persiapan sebelum menerapkan MTBS adalah:

1. Persiapan Obat dan Alat

a. Obat

Obat-obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah ada,

kecuali beberapa obat yang belum tersedia di Puskesmas. Obat yang digunakan

termasuk dalam Daftar Obat Esensial (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan

Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas (Depkes RI,

2008).

b. Peralatan

Peralatan yang dapat di gunakan dalam penerapan MTBS adalah:

(24)

2. Tensimeter dan manset anak

3. Infus set dengan wing needlesno 23 dan 25

4. Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok

oralit)

5. Semprit dan jarum suntik : 1 ml ; 2,5 ml ; 5 ml ; 10 ml

6. Timbangan bayi

7. Kapas dan kasa

8. Termometer

9. Alat penumbuk obat

10. Alat penghisap lendir

11. Pipa lambung (nasogestire tube (NGT)

12. Kalau mungkin mikroskop untuk pemeriksaan malaria

2. Persiapan Formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI)

Formulir rawat jalan MTBS merupakan logistik pencatatan yang belum

ada di Puskesmas. Langkah-langkah dalam persiapan formulir MTBS dan KNI :

a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitung kunjungan per

bulan. Jumlah keseluruhan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan

formulir MTBS selama satu bulan. Formulir di gunakan untuk anak umur 2

bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi

muda, didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja

Puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui

(25)

b. Untuk pencetakan jumlah KNI sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit

dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.

c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetak formulir pencatatan dan KNI

untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama.

3. Penyesuaian alur pelayanan

Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu

pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit,

perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan.

Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga

kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi

informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan metode ban

berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan

oleh tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh

balita sakit:

a. Pendaftaran

b. Pemeriksaan dan konseling

c. Pemberian tindakan yang diperlukan

d. Pemberian obat

(26)

Datang

Pulang

Gambar 2.1 Alur Pelayanan Penatalaksanaan penyakit dengan MTBS yang Diberikan Oleh 3 Orang Tenaga Kesehatan

2.4.2 Penerapan MTBS di Puskesmas

Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani

dengan pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari

10 kasus per hari). Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang

telah dilatih MTBS dan jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka

penerapan MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap, hal ini tergantung

kepada apakah tenaga tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan

balita, kegiatan ke posyandu dan lain-lain (Depkes RI, 2008).

Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut: Pendaftaran

+

Memberikan formulir MTBS + Family Folder

1. Pemeriksaan (Memeriksa dan membuat klasifikasi, identifikasi pengobatan)

2. Konseling (cara pemberian obat dirumah, kapan kembali dan pemberian makanan. 3. Pemberian kode diagnosa dalam SP3 4. Tindakan yang diperlukan (pengobatan

(27)

a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan

MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita.

b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari,

memberikan pelayanan kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal

dan setelah bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit mendapat

pelayanan MTBS.

c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari,

memberikan pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balit sakit pada tahap

awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat

pelayanan MTBS (Depkes RI, 2008).

2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan

Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama

dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem Pencatatan dan Pelaporan

Puskesmas (Simpus). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang

digunakan tidak perlu mangalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan

adalah konvensi klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam Simpus

sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan.

1. Pencatatan Hasil Pelayanan

Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan

hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus. Pencatatan yang

telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan. Alat pencatatan yang

dapat digunakan adalah:

(28)

b. Register rawat jalan

c. Register kohort bayi

d. Register kohort balita

e. Register imunisasi

f. Register malaria, demam berdarah dengue, diare, ISPA, gizi, dll

g. Register obat

2. Pelaporan Hasil Pelayanan

Pelaporan hasil pelayanan adalah :

a. Laporan bulanan 1/ Laporan bulanan data kesakitan (LB1)

b. Laporan pemeriksaan dan lembar permintaan obat (LPLPO)

c. Laporan bulanan gizi, KIA, imunisasi dan P2M (LB3)

d. Laporan minggu diare

e. Laporan kejadian luar biasa

Diperlukan konvensi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnosa dan

menggunakan penomoran kode LB1 (Depkes RI, 2008).

2.5 Penatalaksanaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit 2.5.1 Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit

1. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya

Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk

imunisasi atau bagi anak dengan keracunan, kecelakan atau luka bakar. Tentukan

(29)

2. Memeriksa tanda bahaya umum

Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya

umum memiliki masalah kesalahan serius dan sebagian besar perlu segera dirujuk.

Tanda bahaya umum adalah :

a. Tidak bisa minum atau menyusui

b. Memuntahkan semuanya

c. Kejang

d. Letargis atau tidak sadar

3. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas

Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia

atau infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia,

paru mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar

tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah,

paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam.

a. Menilai batuk atau sukar bernapas

Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk : sudah berapa lama

anak batuk atau sukar bernapas, napas cepat, tarikan dinding dada ke dalam,

stridor (Depkes RI, 2008).

b. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas

Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur :

1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan

(30)

2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus,

misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau

pengobatan lainnya.

3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis

medis khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah.

Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau kesukaran

bernapas.

Tabel 2.4 Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan 5 Tahun

Gejala Klasifikasi

 Ada tanda bahaya umum

 Tarikan dinding dada ke dalam atau  Stridor

Pneumonia berat atau penyakit sangat berat

Napas cepat Pneumonia

Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat

Batuk : bukan Pneumonia

4. Memeriksa status gizi

5. Memeriksa status vitamin A

6. Memeriksa status imunisasi anak (Depkes RI, 2008).

2.5.2 Tindak Lanjut

Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke tenaga kesehatan setelah

2 hari untuk kunjungan ulang dengan syarat:

a. Jika frekuensi napas cepat atau nafsu makan tidak membaik, beri antibiotik

pilihan kedua untuk pneumonia. Sebelumnya tenaga memastikan bahwa ibu

(31)

b. Jika anak harus melanjutkan pengobatan antibiotik hingga seluruhnya 3 hari,

pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan obat tersebut walaupun

keadaan anak membaik (Depkes RI, 2008).

2.6 Fokus Penelitian

Pada prinsipnya keberhasilan penatalaksanaan pneumonia dengan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat diukur melalui indikator

masukan (input), proses (process) dan keluaran (Output). Oleh karena itu fokus

penelitian dapat disusun sebagai berikut :

Gambar 2.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian

sebagai berikut:

1. Masukan (Input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam

penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS agar dapat berjalan dengan baik

meliputi : Tenaga Kesehatan, Pendanaan, Prasarana dan Peralatan.

a. Tenaga Kesehatan adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan

MTBS dan menerapkan MTBS dalam penatalaksanaan balita yang menderita

(32)

b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk

penatalaksanaan MTBS.

c. Sarana, Prasarana dan peralatan termaksud didalamnya yaitu : obat, peralatan

untuk pemeriksaan, formulir MTBS, Kartu Nasihat Ibu (KNI), dan ruangan

khusus untuk MTBS yang mendukung terlaksananya penatalaksanaan

pneumonia dengan MTBS.

2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Meliputi pendaftaran, pemeriksaan

(Memeriksa dan membuat klasifikasi, identifikasi pengobatan) dan konseling

(cara pemberian obat dirumah, kapan kembali dan pemberian makanan),

pemberian tindakan (pengobatan pra rujukan), pemberian obat dan rujukan.

3. Keluaran (Output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan semua balita yang menderita

Gambar

Tabel 2.1 Kriteria Napas Cepat Menurut Frekuensi Pernapasan Menurut
Tabel 2.2. Tatalaksana penderita batuk dan kesukaran bernapas umur < 2
Tabel 2.3 Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur 2
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Penatalaksanaan penyakit dengan MTBS yang Diberikan Oleh 3 Orang Tenaga Kesehatan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa construct yang dibuat dari TPB, berupa Konsekuensi, Norma Subyektif, Faktor Situasional dan Kontrol Perilaku bisa efektif untuk

Untuk mengatasi masalah rendahnya kemampuan siswa dalam penguasaan kaidah nahwiyah, penulis melalukan Penelitian Tindakan Kelas yang berlangsung dalam tiga siklus

Pusat otomotif mobil merupakan wadah fisik yang menampung beberapa kegiatan mengenai otomotif mobil, yaitu kegiatan jual-beli mobil bekas ( dealer) ,

Dengan multimedia informasi yang disajikan menjadi lebih variatif dan menarik Aplikasi ini bertujuan untuk membantu para mahasiswa dalam mempelajari matakuliah Pengantar Sistem

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Game jaringan Reversi dapat menjadi sarana melatih keterampilan dan kemampuan berpikir, karena selain strategi yang tepat, pemain juga harus memperhitungkan berbagai kemungkinan

Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan,