• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa

sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan

dihubungkan dengan aktual atau potensial kerusakan jaringan. Nyeri akut dapat

merupakan bagian dari kerusakan jaringan atau inflamasi yang dapat disebabkan

oleh operasi, luka bakar, ataupun trauma.1 Pada beberapa penelitian menyatakan

nyeri pascabedah 4-54%.2 Penanganan nyeri yang efektif dengan sedikit efek samping akan mempercepat pemulihan dan kepulangan pasien dari rumah sakit.

Pemberian analgesia pascabedah yang adekuat menjadi prioritas.3

Nyeri paska pembedahan apabila tidak ditangani dengan efektif akan

menimbulkan respon stres metabolik yang akan mempengaruhi semua sistem

tubuh dan memperberat kondisi pasien. Terdapat beberapa golongan obat yang

sering digunakan untuk mengatasi nyeri pascabedah seperti golongan nonopioid

(paracetamol), NSAID, opioid lemah (kodein, tramadol), opioid kuat (morfin),

dan adjuvan (ketamin dan klonidin).4 Analgesia setelah pembedahan dapat dicapai dengan menggunakan baragam opioid. Efektifitas pemakaian opioid sebagai

analgesia pascabedah sudah diakui namun memiliki efek samping, seperti depresi

pernafasan, sedasi, mual muntah, dan pruritus.5

Saat ini banyak digunakan obat-obatan nonopioid seperti obat

antiinflamasi nonstreoid sebagai pengganti opioid, karena memiliki efek analgesia

yang kuat dan mempunyai efek antiinflamasi. Namun pemberian obat kelompok

antiinflamasi nonsteroid juga harus berhati-hati karena berkaitan dengan

peningkatan resiko perdarahan daerah operasi akibat waktu perdarahan yang

memanjang, luka pada organ gastrointestinal, dispepsia dan menyebabkan

gangguan ginjal. Sedangkan penggunaan tramadol sebagai analgesia golongan

opioid mempunyai efek samping yang sering dijumpai antara lain mual dan

(2)

Trauma jaringan selama pembedahan mengubah jalur sentral persepsi

nyeri. Terjadi perubahan sensitisasi sentral melalui peningkatan sensitivitas

terhadap rangsang nyeri. Adanya nyeri akan memperlambat pemulihan atau

memperpanjang waktu rawat inap. Salah satu sensitisasi sentral timbulnya nyeri

adalah aktivitas dari N-methyl-D-aspartat (NMDA).6

Ide pencegahan nyeri pertama kali diperkenalkan ke dalam praktek klinis

oleh Crile pada tahun 1913, dan dikembangkan lebih lanjut oleh Wall dan Woolf.

Berdasarkan pengamatan eksperimental menunjukkan bahwa pencegahan

analgesia lebih efektif jika diberikan sebelum dan selama rangsangan nyeri, dan

bukan hanya pada tahap pascabedah. Woolf menyimpulkan bahwa perubahan

sederhana dalam waktu pemberian analgesik dapat memiliki efek pada

penanganan nyeri pascabedah.7

Definisi preemptif dan preventif analgesia sangat bervariasi dalam literatur

medis. Periode pembedahan dibagi menjadi tiga fase: praoperatif, intraoperatif,

dan pascaoperasi. Beberapa penulis sempit mendefinisikan preemptif analgesia

diberikan pada fase praoperasi dan preventif analgesia pada fase intraoperatif.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Joseph I. Kamelgard, dkk, di New Jersey

Medical School, kombinasi analgesia preventif dan preemptif menghasilkan

penanganan nyeri yang lebih baik dalam kebutuhan akan obat opioid.8

Konsep dari pada preventif analgesia sebenarnya adalah mencegah

terjadinya nyeri pascabedah, dimana nyeri kronik yang persisten bisa terjadi pada

10-50% kasus yang tidak mendapat adekuat analgetik setelah operasi. Sehingga

preventif analgesia ini berdasarkan pada asumsi bahwa satu-satunya cara untuk

mencegah terjadinya sensitisasi sentral adalah dengan secara lengkap

memblokade sinyal nyeri apapun dari luka operasi, mulai dari saat insisi hingga

penyembuhan luka sempurna. Diharapkan melalui pemberian analgetik secara

menyeluruh sebelum nyeri timbul dan sesudah operasi, maka dapat mengurangi

intensitas dan durasi nyeri pada nyeri akut pascabedah, yang pada akhirnya

mencegah timbulnya nyeri persisten.7

Konsep preemptif analgesia yaitu memulai pemberian analgesia sebelum

(3)

pengalaman nyeri berikutnya.7,8 Preemptif analgesia memiliki efek ‘pelindung’ pada jalur nosiseptif sehingga memiliki potensi untuk menjadi lebih efektif

daripada analgesik serupa pada pemberian setelah pembedahan. Akibatnya, nyeri

pascabedah segera dapat dikurangi dan dapat dicegah berkembang menjadi nyeri

kronis.7 Berdasarkan data laboratorium dan beberapa studi klinis, Wall

menyebutkan pentingnya preemptif analgesia dalam sebuah editorial tahun 1988

dikarenakan, pertama, penurunan masukan rangsangan small-fiber ke dalam SSP

selama operasi akan mencegah sensitisasi sentral, dan kedua, analgesik yang

diberikan sebelum operasi memiliki potensi menghasilkan efek berkepanjangan.9

Banyak obat yang telah menunjukkan manfaat dari analgesia preemptif,

suatu penelitian metaanalisis yang dilakukan Ong dkk tahun 2005, dengan melihat

kemampuan preemptif analgesia dalam menurunkan skor nyeri pascabedah,

mengurangi jumlah penggunaan analgesik, dan memperpanjang waktu permintaan

analgesia pertama atau rescue analgesia pascabedah. Penilaian hasil preemptif

analgesia pada teknik epidural analgesia, infiltrasi anestesi lokal, obat sistemik

NSAID dan nonkompetitif NMDA. Ong dkk mengatakan teknik epidural

analgesia paling baik sebagai preemptif analgesia dikarenakan menghambat

transmisi afferen di medula spinalis dan mengurangi sensitisasi nyeri susunan

saraf pusat dibandingkan teknik lain tetapi memiliki kelemahan dari segi

ekonomis yaitu biaya yang lebih mahal. Infiltrasi anestesi lokal di daerah insisi

dan pemberian obat NSAID sebagai preemptif analgesia hanya mampu

memperlama waktu permintaan analgesia pertama paska operasi tetapi tidak

dalam mengurangi skor nyeri pascabedah, dan penggunaan NSAID meningkatkan

kejadian perdarahan pascabedah.7

Ketamin sebagai antagonis reseptor non-kompetitif NMDA mendapat

perhatian besar karena reseptor NMDA memiliki peran dalam sensitisasi sentral

dan modulasi saraf.8,10 Efek preemptif ketamin masih kontroversi, beberapa

peneliti melaporkan adanya efek terhadap pemberian analgesik selanjutnya,

namun peneliti lain tidak. Perbedaan ini disebabkan variasi prosedur pembedahan,

dosis pemberian dan waktu pemberian.7 Meskipun beberapa studi menunjukkan

(4)

cara untuk mencegah sensitisasi nosisepsi adalah langsung memblokir

benar-benar sinyal nyeri yang berasal dari luka bedah dari waktu sayatan sampai akhir

penyembuhan luka, dan intervensi farmakologis lainnya termasuk

antihiperalgesia.10

Parikh, tahun 2011, membandingkan pemberian ketamin dosis 0.15

mg/kgBB intravena 30 menit sebelum sayatan bedah, dilanjutkan ketamin infus

10 mcg/kgBB/menit dengan plasebo normal salin pada 60 pasien operasi elektif

ginjal. Didapatkan hasil ketamin dosis kecil menurunkan nyeri pascabedah,

menurunkan konsumsi morfin, dan memperpanjang waktu permintaan analgesia

pascabedah.11

Kianfar dkk, tahun 2008, membandingkan ketamin dosis rendah 0.15

mg/kgBB/IV dan plasebo normal salin 5 menit sebelum sayatan bedah pada 30

pasien pembedahan cholecystectomy, didapatkan hasil VAS preemptif ketamin

bermakna rendah dibandingkan plasebo dan menurunkan dosis analgesik opioid

setelah pembedahan.12

Akbar Behdad dkk, tahun 2011, membandingkan ketamin 0.5

mg/kgBB/IV intravena sebelum insisi bedah dengan grup kontrol normal salin

pada pasien menjalani appendectomy, didapatkan hasil VAS preemptif ketamin

bermakna rendah dibandingkan plasebo dalam mengurangi nyeri pasca

pembedahan appendiks.13

Shekoufeh, tahun 2013, membandingkan ketamin 30 mg ditambah

midazolam 1 mg dengan grup kontrol midazolam 1 mg, yang diberikan setelah

spinal anestesi pada 60 pasien elektif seksio sesarea. Didapatkan hasil grup

ketamin bermakna menurunkan nyeri pada 1 jam pascabedah seksio sesarea

dibandingkan kontrol, dan total penggunaan meperidine bermakna lebih rendah

daripada grup kontrol.14

Aqil dkk, tahun 2011, membandingkan 3 kelompok preemptif ketamin dan

plasebo, kelompok pertama plasebo dan kelompok 2-4 masing-masing menerima

preemptif ketamin dosis 0.5 mg/kgBB, 1 mg/kgBB, dan 1.5 mg/kgBB yang

diberikan setelah induksi anestesi pada pembedahan septorhinoplasty. Didapati

(5)

permintaan analgesia ketoprofen, sedangkan ketamin preemptif dosis 1

mg/kgBB/IV dan 1.5 mg/kgBB/IV mengurangi kebutuhan akan analgesia

ketoprofen pascabedah dan memperpanjang waktu kebutuhan analgesia pertama

pascabedah tanpa peningkatan efek samping obat ketamin.15

Beberapa penelitian lain mengatakan preemptif ketamin tidak mempunyai

efek, seperti yang dikatakan oleh Dahl dkk, tahun 2000, membandingkan

preemptif ketamin dosis 0.4 mg/kgBB/IV sebelum sayatan (preincision) dan

ketamin dosis 0.4 mg/kgBB/IV sesudah insisi (postincision) pada pembedahan

abdominal histerectomy. Didapatkan hasil bahwa grup postincision bermakna

mengurangi nyeri dibandingkan grup preincision dan plasebo normal salin, dan

grup preincision tidak berbeda bermakna dengan plasebo dalam skore nyeri paska

operasi, sehingga Dahl menyimpulkan pemberian ketamin dosis 0.4 mg/kgBB/IV

preincision gagal memberikan efek analgesia preemptif.16

Langgeng Raharjo, tahun 2009, menilai efektifitas ketamin sebagai

preemptif analgesia terhadap nyeri pascabedah onkologi, membandingkan

ketamin dosis 0.5 mg/kgBB/IV sebelum sayatan dan plasebo, didapatkan hasil

pemberian ketamin sebagai preemptif analgesia dengan dosis 0.5 mg/kgBB/IV

tidak mengurangi kebutuhan opioid untuk analgesik pascabedah onkologi di

Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, tetapi dari hasil penelitian ini didapatkan

pemanjangan waktu kebutuhan analgesia pascabedah.17

Dari beberapa penelitian diatas, maka peneliti bermaksud menilai

perbandingan efektifitas dosis ketamin 0.5 mg/kgBB/IV dengan dosis 1

mg/kgBB/IV sebagai preemptif analgesia dengan anestesi umum. Dan untuk

mengurangi bias dalam penelitian maka peneliti mengambil sampel penelitian

pada satu jenis operasi yaitu bedah ginekologi.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan efek ketamin dosis 0,5 mg/kgBB intravena

dibandingkan dengan ketamin dosis 1 mg/kgBB intravena sebagai preemptif

(6)

1.3. Hipotesa

Ada perbedaan efek setelah pemberian ketamin dosis 0,5 mg/kgBB

intravena dengan ketamin dosis 1 mg/kgBB intravena sebagai preemptif analgesia

pada anestesi umum.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Mendapatkan dosis ketamin intravena sebagai preemptif analgesia

pascabedah yang efektif pada anestesi umum.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui efek ketamin dosis 0,5 mg/kgBB/IV sebagai

preemptif analgesia dinilai dari waktu permintaan analgesia pertama.

2. Untuk mengetahui efek ketamin dosis 1 mg/kgBB/IV sebagai

preemptif analgesia dinilai dari waktu permintaan analgesia pertama.

3. Mengetahui efek samping penggunaan preemptif ketamin dosis 0,5

mg/kgBB/IV dan dosis 1 mg/kgBB/IV.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Akademik

1. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian

selanjutnya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan

acuan untuk meningkatkan pelayanan manajemen nyeri pascabedah.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

terutama ilmu anestesi.

1.5.2. Manfaat Pelayanan

1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan

pascabedah yang lebih baik.

2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mengurangi biaya

(7)

3. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mengurangi efek samping

(risk benefit).

1.5.3. Pengembangan Penelitian

1. Sebagai data untuk penelitian lanjutan dengan menggunakan dosis

ketamin yang berbeda.

2. Dapat dipakai sebagai pedoman penelitian untuk penanganan nyeri

Referensi

Dokumen terkait

2 Sidi Gazalba menjelaskan ciri pokok agama-agama tersebut sebagai berikut: Agama bukan wahyu tidak disampaikan oleh Nabi dan Rasul Tuhan, tidak memiliki kitab

Dengan demikian tugas Kepala Gudang men ' jadi lebih ringan serta pengawasan yang baik ter- hadap bagian £-»dang dapat dilakukan oleh masing- masing fungsi

MlLlK

Dengan sangat jelas Suparlan menguraikan demikian : Orang-orang Madura hidup mengelompok sesama mereka sendiri baik yang hidup dalam sebuah komuniti berupa dusun yang

[r]

[r]

Penulisan Ilmiah ini menyajikan perancangan Aplikasi Kepegawaian dan Penggajian dengan menggunakan Microsoft Access 2003 yang bertujuan untuk memudahkan pendataan para pegawai

PROGRAM KERJA PERPUSTAKAAN ” ANEKA ILMU” SD NEGERI ... TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PROGRAM KERJA MINGGUAN NO HARI JENIS KEGIATAN