• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi Chapter III V"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA

A. Pengertian Perjanjian Kerjasama

KUH Perdata memberi keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan

perjanjian untuk membentuk kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata

itu sendiri. Peraturan ini berlaku untuk semua pihak yang mengadakan

kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan undang-undang, norma-norma

kesusilaan yang berlaku. Perjanjian lahir karena adanya kesepakatan, kesamaan

kehendak (konsensus) dari para pihak.

Kerjasama adalah suatu interaksi yang sangat penting bagi manusia karena

hakekatnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain sehingga ia

senantiasa membutuhkan orang lain. Kerjasama dapat berlangsung manakala

suatu orang atau kelompok yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama

dan memiliki kesadaran untuk bekerjasama guna mencapai kepentingan mereka

tersebut.47

Perjanjian kerjasama berasal dari kata perjanjian dan kerjasama. Perjanjian

menurut Van Dunne adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih

berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

47

(2)

Kerja sama bisnis adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan

atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan bersama. Perjanjian kerjasama dapat

dibedakan menjadi tiga pola yaitu:

1. Usaha bersama (joint venture)

2. Kerjasama operasional (joint operational)

3. Operasional sepihak (single operational)48

B. Unsur-Unsur dalam Perjanjian

Unsur-unsur yang harus dipenuhi agar perjanjian bisa dinyatakan sah dan

mengikat sebagai undang-undang bagi yang membuatnya, haruslah memenuhi

ketentuan-ketentuan yang ada pada Pasal 1320 KUH Perdata. Demikian juga

dalam perjanjian kerja, pada prinsipnya unsur-unsur seperti yang ditentukan Pasal

320 KUH Perdata tersebut masih juga menjadi pegangan dan harus diterapkan,

agar suatu perjanjian kerja tersebut keberadaannya bisa dianggap sah dan

konsekuensinya dianggap sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

Walaupun demikian di dalam pembuatan perjanjian kerja, selain tetap

berpedoman pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, ternyata masih ada unsur-

unsur lain yang harus dipenuhi.

Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian dapat dikategorikan

sebagai berikut:49

48

Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis (Dalam Persepsi Manusia Modern), Reika Aditama, Bandung, 2003, hal 42

49

(3)

a. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni

tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah

hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, trakta dan

yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah

kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual

beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini

berasal dari hukum adat.

b. Subjek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan

sebagai pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam perjanjian kerjasama

ini adalah badan penyelenggara selaku pemberi kerja yaitu Dinas Pekerjaan

Umum Kota Tebing Tinggi dan pelaksana CV. Raut Agung Group

c. Adanya prestasi

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu

kontrak. Pada umumnya suatu prestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1234

KUHPerdata terdiri dari beberapa hal yaitu memberikan sesuatu; berbuat sesuatu;

dan tidak berbuat sesuatu.

d. Kata sepakat

Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian,

dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan merupakan

unsur mutlak terjadinya perjnjian kerjasama. Kesepakatan dapat terjadi dengan

(4)

penerimaan atas penawaran tersebut.50 Sehingga dapat dikatakan bahwa

kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

e. Akibat hukum

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat

hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama

Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja

yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang

untuk melakukan kontrak. Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa

orang-perorangan atau badan usaha yang berbadan hukum. Di dalam KUH Perdata

perjanjian sebagaimana diuraikan di atas dikenal dengan perjanjian pemborongan

pekerjaan yang diatur dalam Pasal 1601 (b) dan Pasal 1604 sampai dengan Pasal

1606 KUH Perdata tentang persetujuan tertentu pada Buku III Bab 7A bagian ke 6

Pasal 1601 (b) KUH Perdata memberi arti tentang perjanjian pemborongan

sebagai suatu perjanjian dengan mana pihak pertama, si pelaksana pekerjaan

(pemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi

pihak lain (pihak pemberi pekerjaan borongan) dengan menerima suatu harga

yang telah ditentukan.

50

(5)

Perjanjian pemborongan diatur dalam beberapa peraturan yaitu

KUHPerdata, AV 1941, UU No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Perpres

No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Mengenai

hak-hak dan kewajiban dari para pihak-hak dalam perjanjian pemborongan hanya sedikit

sekali diatur dalam KUHPerdata

Syarat-syarat objektif sebagaimana yang diuraikan pada bagian yang

terdahulu merupakan isi perjanjian yang memuat hak dan kewajiban para pihak.

Masing-masing pihak dalam perjanjian mempunyai hak dan kewajiban sendiri.

Kewajiban pihak pertama merupakan hak pihak kedua, dan sebaliknya hak pihak

pertama merupakan kewajiban bagi pihak kedua. Itu sebabnya dikatakan bahwa

intisari atau objek dari perjanjian adalah prestasi itu sendiri.

Sedangkan dalam kontrak perjanjian antara CV. Raut Agung Group

dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi dalam pelaksanaan pekerjaan

pembangunan irigasi tidak menjelaskan secara rinci klausula-klausula tentang hak

dan kewajiban antara pengguna barang/jasa dengan pemborong, akan tetapi,

secara umum kewajiban utama yang terdapat di dalam kontrak perjanjian yaitu

kewajiban dari si pemberi tugas dalam perjanjian pemborongan bangunan ialah

membayar jumlah harga borongan sebagaimana tercantum dalam kontrak,

kewajiban dari si pemborong dalam perjanjian pemborongan bangunan ialah

melaksanakan pekerjaan pemborongan sesuai dengan kontrak, rencana kerja dan

syarat-syarat yang telah ditetapkan (bestek). Bestek adalah uraian tentang rencana

(6)

Kewajiban pemberi tugas dalam hal cara pembayaran terhadap jumlah

harga borongan telah diatur di dalam Pasal 9 kontrak perjanjian kerja. Dalam hal

kewajiban pemborong untuk melaksanakan pekerjaan juga telah diatur mengenai

jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yaitu pelaksanaan pekerjaan tersebut harus

sudah dimulai 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja

(SPMK) dengan jangka waktu pelaksanaan adalah 128 (seratus duapuluh delapan)

hari kalender dimulai dari dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK).

Akibat hukum dari setiap perjanjian akan menimbulkan hak dan kewajiban

antara para pihak sesuai dengan yang terdapat dalam isi perjanjian, antara lain

sebagai berikut:

Hak dan kewajiban Pejabat Pembuat Komitmen:

1. Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia jasa.

2. Meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan

yang dilakukan oleh penyedia jasa.

3. Melakukan perubahan kontrak

4. Menangguhkan pembayaran.

5. Mengenakan denda keterlambatan

6. Membayar uang muka, hasil pekerjaan, dan uang retensi.

7. Menyerahkan seluruh atau sebagian lapangan pekerjaan.

8. Memberikan instruksi sesuai jadwal.

9. Membayar ganti rugi, melindungi dan membela penyedia jasa terhadap semua

(7)

kesalahan, kecerobohan dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh Pejabat

Pembuat Komitmen.

Hak dan kewajiban penyedia jasa antara lain :

1. Menerima pembayaran uang muka, hasil pekerjaan, dan uang retensi.

2. Menerima pembayaran ganti rugi/kompensasi (bila ada).

3. Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal

pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak.

4. Melaporkan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada Pejabat Pembuat

Komitmen.

5. Memberikan peringatan dini dan keterangan-keterangan yang diperlukan

untuk pemeriksaan pelaksanaan yang dilakukan Pejabat Pembuat Komitmen.

6. Menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan pekerjaan

yang telah ditetapkan dalam kontrak.

7. Mengambil langkah-langkah yang memadai untuk melindungi lingkungan

baik didalam maupun diluar tempat kerja dan membatasi perusakan dan

pengaruh/gangguan kepada masyarakat maupun miliknya, sebagai akibat

polusi, kebisingan dan kerusakan lain yang disebabkan kegiatan penyedia jasa.

Risiko pejabat pembuat komitmen dan penyedia jasa

1. Pejabat Pembuat Komitmen bertanggung jawab atas risiko yang dinyatakan

dalam kontrak sebagai risiko Pejabat Pembuat Komitmen, dan penyedia jasa

bertanggung jawab atas risiko yang dinyatakan dalam kontrak sebagai risiko

(8)

2. Risiko Pejabat Pembuat Komitmen

a. Risiko kecelakaan, kematian, kerusakan atau kehilangan harta benda

(diluar pekerjaan, peralatan, instalasi dan bahan untuk pelaksanaan

pekerjaan) yang disebabkan oleh:

1) Penggunaan atau penguasaan lapangan dalam rangka pelaksanaan

pekerjaan yang tidak dapat dihindari sebagai akibat pekerjaan

tersebut;atau

2) Keteledoran, pengabaian kewajiban dan tanggung jawab, gangguan

terhadap hak legal oleh Pejabat Pembuat Komitmen atau orang yang

dipekerjakannya, kecuali disebabkan oleh penyedia jasa.

b. Risiko, kerusakan terhadap pekerjaan, peralatan, instalasi, dan bahan yang

disebabkan karena disain atau disebabkan oleh kesalahan Pejabat Pembuat

Komitmen, keadaan kahar dan pencemaran/terkontaminasi limbah radio

aktif/nuklir

c. Risiko yang terkait dengan kerugian atau kerusakan dari pekerjaan,

peralatan, instalasi dan bahan sejak saat pekerjaan selesai sampai

berakhirnya masa pemeliharaan, kecuali apabila:

1) Kerusakan yang terjadi pada masa pemeliharaan;atau

2) Kejadian sebelum tanggal penyerahan pertama pekerjaan yang bukan

tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen.

3. Risiko penyedia jasa

Kecuali risiko-risiko Pejabat Pembuat Komitmen, maka penyedia jasa

(9)

kerusakan atas pekerjaan, peralatan, instalasi, bahan dan harta benda yang

mungkin terjadi selama pelaksanaan kontrak.

Laporan hasil pekerjaan

1. Buku harian diisi oleh penyedia jasa dan diketahui oleh direksi teknis,

mencatat seluruh rencana dan realisasi aktivitas pekerjaan sebagai bahan

laporan harian.

a. Laporan harian dibuat oleh penyedia jasa, diperiksa oleh direksi

teknis, dan disetujui oleh direksi pekerjaan.

b. Laporan harian berisi:

a.Tugas, penempatan, dan jumlah tenaga kerja dilapangan;

b.Jenis dan kuantitas bahan dilapangan;

c.Jenis, jumlah dan kondisi peralatan dilapangan;

d.Jenis dan kuantitas pekerjaan yang dilaksanakan;

e.Cuaca dan peristiwa alam lainnya yang mempengaruhi pelaksanaan

pekerjaan;

f. Catatan lain yang dianggap perlu.

c. Laporan mingguan dibuat oleh penyedia jasa, terdiri dari

rangkuman laporan harian dan berisi hasil kemajuan fisik

pekerjaan mingguan serta catatan yang dianggap perlu.

d. Laporan bulanan dibuat oleh penyedia jasa, terdiri dari rangkuman

laporan mingguan dan berisi hasil kemajuan fisik pekerjaan

(10)

e. Untuk kelengkapan laporan, penyedia jasa dan direksi teknis wajib

membuat foto-foto dokumentasi pelaksanaan pekerjaan.

2. Cacat Mutu

a. Direksi teknis wajib memeriksa pekerjaan penyedia jasa dan

memberitahu penyedia jasa bila terdapat cacat mutu dalam

pekerjaan. Direksi teknis dapat memerintahkan penyedia jasa untuk

menguji hasil pekerjaan yang dianggap terdapat cacat mutu.

b. Apabila direksi teknis memerintahkan penyedia jasa untuk

melaksanakan pengujian dan ternyata pengujian memperlihatkan

adanya cacat mutu, maka biaya pengujian dan perbaikan menjadi

tanggung jawab penyedia jasa. Apabila tidak ditemukan cacat

mutu, maka biaya pengujian dan perbaikan menajdi tanggung

jawab Pejabat pembuat Komitmen.

c. Setiap kali pemberitahuan cacat mutu, penyedia jasa harus segera

memperbaiki dalam waktu sesuai yang tercantum dalam surat

pemberitahuan direksi teknis.

d. Direksi pekerjaan dapat meminta pihak ketiga untuk memperbaiki

cacat mutu bila penyedia jasa tidak melaksanakannya dalam waktu

masa perbaikan cacat mutu sesuai yang tercantum dalam surat

pemberitahuan direksi teknis dengan biaya dibebankan kepada

penyedia jasa.

e. Cacat mutu harus diperbaiki sebelum penyerahan pertama

(11)

pekerjaan dan masa pemeliharaan. Penyerahan pertama pekerjaan

dan masa pemeliharaan dapat diperpanjang sampai cacat mutu

selesai diperbaiki.

3. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

a. Waktu pelaksanaan kontrak adalah jangka waktu yang ditentukan

dalam syarat-syarat khusus kontrak dihitung sejak tanggal mulai

kerja yang tercantum dalam SPMK.

b. Pejabat Pembuat Komitemen harus menertbitkan SPMK

selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal penandatanganan

kontrak.

c. Mobilisasi harus mulai dilaksanakan selambat-lambatnya dalam

waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan SPMK, yaitu antara

lain mendatangkan peralatan berat, kendaraan, alat laboratorium,

menyiapkan fasilitas kantor, rumah, gedung laboratorium, bengkel,

gudang, dan mendatangkan personil. Mobilisasi peralatan dan

personil dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan.

d. Pekerjaan dinyatakan selesaiu apabila penyedia jasa telah

melaksanakan pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai

ketentuan kontrak dan telah dinyatakan dalam berita acara

penyerahan pertama pekerjaan yang diterbitkan oleh direksi

pekerjaan.

e. Apabila penyedia jasa berpendapat tidak dapat menyelesaikan

(12)

dan penyedia jasa telah melaporkan kejadian tersebut kepada

Pejabat Pembuat Komitmen, maka Pejabat Pembuat Komitmen

melakukan penjadwalan kembali pelaksanaan tugas penyedia jasa

dengan amandemen kontrak.

4. Penyedia Jasa Lainnya

a. Penyedia jasa diharuskan bekerja sama dan menggunakan lapangan

bersama-sama dengan penyedia jasa lainnya, petugas-petugas

pemerintah, petugas-petugas utilitas, dan Pejabat Pembuat

Komitmen.

D. Jenis-Jenis Perjanjian Kerjasama

Jenis-jenis kontrak bisnis dapat dilihat dari hubungan dan kondisi bisnis

yang terjadi pada suatu perusahaan. Terlepas dari bidang usaha yang dijalani,

adapun macam-macam hubungan dan kondisi bisnis tersebut yaitu sebagai

berikut:51

1. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kontraktor dan mitra bisnis

Hubungan dengan kontraktor merupakan hubungan pemborongan suatu

proyek, bisa dalam rangka mengadakan suatu bangunan pabrik dan atau kantor,

dimana perusahaan menjadi pemilik (yang memberikan order kerja) dan

kontraktor menjadi pemborong (yang menerima order kerja). Skala dan

kompleksitas proyek dapat sangat beragam. Dari yang proyek kecil hingga yang

proyek besar; dari yang sederhana hingga yang canggih. Konsep perikatan

(perjanjian)-nya pun beragam mengikuti hal-hal tersebut. Dari sekedar Perjanjian

51

(13)

Pemborongan hingga Engineering Procurement Construction Contract atau EPC

Contract. Sedangkan hubungan dengan mitra bisnis, perusahaan mempunyai

kepentingan yang sama dalam suatu proyek atau obyek kerjasama bisnis tertentu.

Dalam hal suatu proyek, maka kedua belah pihak melakukan: (i) suatu kerjasama

operasi (joint operation; seperti: Joint Operation Agreement atau Production

Sharing Agreement), atau (ii) penyertaan modal saham (joint venture) dengan

mendirikan suatu perusahaan usaha patungan (joint venture company), yang

perjanjiannya disebut Joint Venture Agreement.

Sedangkan dalam obyek kerjasama bisnis tertentu dapat mencakup hal-hal

yang sangat luas dan beragam. Pada umumnya: (i) ada struktur transaksi

pembiayaan proyek (seperti: Build Operate & Transfer Agreement atau disingkat

BOT Agreement, atau Build Operate & Own Agreement atau disingkat BOO

Agreement); (ii) proses alih teknologi atau pengetahuan tertentu (seperti:

Technical Assistance Agreement); (iii) kepentingan pengembangan/jaringan bisnis

(seperti: Collaboration Agreement); dan (iv) kepentingan penelitian dan

pengembangan serta rekayasa mengenai obyek tertentu; mungkin tidak ada

pendapatan yang diperoleh tetapi tujuan dari hasil kegiatan tersebut yang

diutamakan (seperti: Research, Development & Engineering Agreement); serta (v)

kepentingan hak milik intelektual (seperti: Licence Agreement).

2. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok

Sederhananya, perjanjian dengan para pemasok barang atau jasa bagi

kepentingan produksi atau operasi bisnis sehari-hari. Biasanya disebut Supply

(14)

3. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan distributor, retailer/agen penjualan

Singkatnya, dalam hal perusahaan tidak melakukan penjualan langsung

melalui divisi pemasaran dan penjualannya, maka ia akan menunjuk pihak lain

yaitu distributor atau retailer atau agen penjualan. Biasanya disebut Distribution

Agreement dan Sales Representative Agreement.

4. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan konsumen atau debitur

Dalam hal konsumen tidak mampu membayar tunai, maka perusahaan

dapat melakukan pembiayaan sendiri terhadap konsumen yang bersangkutan

dengan melakukan perjanjian jual beli dengan cicilan (Purchase With Installment)

atau sewa beli (Hire Purchase Agreement).

5. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pemegang saham

Pada umumnya, dalam hal kondisi diluar dari penyertaan modal yang

sudah diatur dalam anggaran dasar, yaitu seperti Perjanjian Hutang Subordinasi

atau bila ada kesepakatan antara pemegang saham lama dengan yang baru, yaitu

Shareholder Agreement.

6. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kreditur yang memberikan fasilitas

kredit atau pinjaman

Pada umumnya dikenal dengan dengan Facility Agreement atau Credit

Agreement. Namun dari segi sifat hutang dan struktur transaksi dapat merupakan

macam ragam hubungan atau transaksi pinjaman, misalnya, Syndicated Facility

Agreement, Convertible Bond Agreement, Put Option Agreement, Middle Term

(15)

BAB IV

HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONTRAK KERJA PEMBANGUNAN IRIGASI ANTARA CV. RAUT AGUNG

GROUP DAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TEBING TINGGI

A. Pengaturan Hukum dalam Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

Perjanjian kerjasama adalah salah satu bentuk perjanjian yang tidak diatur

secara khusus pada ketentuan Buku III KUHPerdata sehingga tidak memiliki

nama khusus (innominaat). Perjanjian innominaat ini tumbuh dan berkembang

dalam masyarakat dan didasarkan pada asas kebebasan berkontrak.

Pengaturan hukum tentang perjanjian kerjasama diatur dalam buku III

KUHPerdata Pasal 1233 dinyatakan “Tiap-tiap perikatann dilahirkan baik karena

persetujuan baik karena undang-undang.” Buku III KUHPerdata tidak

memberikan suatu rumus dari perikatan. Menurut ilmu pengetahuan hukum,

dianut rumus bahwa perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang

atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang

satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

Pengadaan barang ataupun jasa yang terjadi antara orang

perorangan/badan hukum dengan perorangan atau badan hukum lainnya, diatur

secara umum dalam KUH Perdata dalam hal terjadi kesepakatan antara para pihak

untuk melakukan pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan persyaratan

(16)

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Latar belakang yang mendasari Perpres Nomor 4 Tahun 2015 pertama

ialah berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Pasal 4 ayat (1) Republik

Indonesia, maka lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang

penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010. Dengan melihat Undang-Undang Nomor 29

Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maka terbentuknya Peraturan

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden

Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Nomor 54

Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.Beberapa hal yang baru

dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2015 adalah:52

1. Melakukan proses pemilihan penyedia dalam pengadaan langsung,

penunjukan langsung, dan e-purchasing adalah pejabat pengadaan.

2. Penyedia dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa dipersyaratkan antara

lain memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi

kewajiban perpajakan tahun terakhir

52

(17)

Ketentuan pengadaan barang/jasa di desa diatur dengan pedoman yang

ditetapkan oleh Bupati/Walikota yang mengacuh pada pedoman yang ditetapkan

oleh LKPP berdasarkan kepada Kepres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman

Pengadaan Barang/Jasa pemerintah, pada Pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa

“Pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya disebut dengan pengadaan

barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh

Kementrian/Lembaga/satuan kerja perangkat Daerah/institusi yang prosesnya

dimulai dari perencanaan untuk memperoleh barang/jasa.

Pengaturan hukum Pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan

irigasi dengan CV. Raut Agung Group dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota

Tebing Tinggi. Dalam rangka penyaringan pemborong / rekanan / kontraktor /

penyedia jasa digunakan metoda pelelangan umum dengan proses pasca

kualifikasi. Adapun tahapan dalam metoda pelelangan umum tersebut terdiri dari:

a. Tahap Pengumuman;

b. Pendaftaran untuk mengikuti pelelangan;

c. Tahap pengambilan dokumen lelang umum;

d. Penjelasan (Aanwijziing);

e. Pemasukan penawaran;

f. Evaluasi penawaran;

g. Penetapan calon pemenang berdasarkan harga terendah terevaluasi

diantara penawaran yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan

teknis serta tanggap terhadap dokumen pelelangan;

(18)

i. Masa sanggah;

j. Penetapan pemenang;

k. Penandatanganan kontrak. 53

B. Faktor terjadinya kendala dalam Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

Dari hasil penelitian, yang dilakukan oleh penulis di CV. Raut Agung

Group, untuk mengetahui kendala yang ada dalam pelaksanaan perjanjian kontrak

kerja pembangunan irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan

Umum Kota Tebing Tinggi. Kendala sekecil apapun harus diselesaikan dengan

baik untuk mencegah kerugian yang lebih besar, baik dari pelaksanaan waktu

pekerjaan maupun operasional bangunan kelak.

Perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi mempunyai kekuatan hukum

yang mengikat pihak-pihak yang terkait didalamnya. Dengan kata lain pihak

pemberi tugas dan pihak kontraktor harus menaati klausul-klausul yang ada dalam

perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi tersebut. Apabila pihak kontraktor

wanprestasi dalam melaksanakan, maka sebagai akibat dari wanprestasi tersebut

pihak kontraktor dapat dikenai sanksi sesuai dengan yang tercantum dalam

perjanjian perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi.

Rencana pembangunan suatu proyek yang dituangkan dalam perjanjian

kontrak kerja pembangunan irigasi tentu tidak selamanya dapat tercapai seperti

yang direncanakan. Banyak hal yang dipengaruhi oleh kehendak manusia maupun

53

(19)

diluar kehendak manusia yang mempengaruhi jalannya pelaksana perjanjian

pemborongan yang dapat menyebabkan rencana tersebut terhambat atau bahkan

kemungkinan rencana tersebut dibatalkan sama sekali. Maka akhirnya

berkembanglah teori dan praktek hukum mengenai ketidakterlaksanaan perjanjian

pemborongan dengan berbagai bentuk dan konsekuensinya. Berkaitan dengan itu

terdapat dua macam kendala dalam pelaksanan perjanjian kontrak kerja

pembangunan irigasi yaitu kendala oleh kelalaian manusia dan kendala yang

diakibatkan peristiwa diluar kekuasaan manusia atau force mejeur. Kendala yang

diakibatkan kelalaian manusia antara lain wanprestasi pihak kontraktor.

Wanprestasi tersebut terjadi karena pihak pemborong melaksanakan pekerjaan

tidak sebagaimana mestinya, atau terlambat dalam penyerahan atau sama sekali

tidak melaksanakan pekerjaan.54

Jika dalam jangka waktu pemeliharaan pihak kontraktor tidak

melaksanakan pekerjaan pemeliharaan walaupun telah diberi peringatan tertulis

oleh pihak pemberi tugas, maka pemberi tugas dapat pula menyerahkan

pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan tersebut kepada pihak ketiga.

Namun apabila wanprestasi tersebut dikarenakan instruksi dalam bestek,

tidak sesuai dengan apa yang ada dilapangan sehingga mengakibatkan

terkendalanya pelaksanaan pembangunan irigasi atau terdapat perubahan desain

sesuai dengan keinginan pihak pemberi tugas, maka pihak kontraktor dapat

meminta toleransi kepada pihak pemberi tugas mengenai jangka waktu

perpanjangan penyelesaian proyek tersebut. Mengenai hambatan pelaksanaan

54

(20)

pembangunan proyek yang dikarenakan terjadinya keadaan memaksa atau

overmacht, pemberi tugas biasanya memberikan toleransi kepada pihak kontraktor

dan mendiskusikan kembali perjanjian pemborongan sehingga kerugian dapat

ditanggung bersama.

Apabila pihak kontraktor melakukan wanprestasi berupa melaksanakan

pekerjaan tidak sesuai kontrak maka kontraktor tersebut dapat dikenai sanksi yang

biasanya berupa: 55

1. Teguran dan peringatan-peringatan tertulis

2. Apabila teguran dan peringatan-peringatan tertulis dua kali berturut-turut tidak

diindahkan maka dilakukan penangguhan pembayaran dan pengulangan atau

penggantian pekerjaan baik sebagian atau seluruh pekerjaan.

3. Apabila teguran dan peringatan tertulis tiga kali berturut-turut tidak juga

diindahkan maka dilakukan pemutusan perjanjian kontrak

Jika pihak kontraktor tidak melaksanakan tangung jawabnya sebagaimana

yang tercantum dm perjanjian pemborongan sehingga mengakibatkan kegagalan

proyek maka dikenai sanksi administratif ataupun sanksi pidana. Sanksi

administratif yang dapat dikenakan kepada pihak kontraktor sebagai penyedia

jasa, menurut Pasal 42 ayat (1) UU No 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

berupa:

1. Peringatan tertulis

2. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi

3. Pembatasan kekgiatan usaha dan/ atau profesi

55

(21)

4. Pembekuan izin usaha dan / atau profesi

Ketentuan Pasal 43 ayat (2) disebutkan “Barang siapa yang melakukan

pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan

ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan

bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan

denda paling banyak 5% (lina persen) dari nilai kontrak”. Karena pengaturan

hukum di Indonesia sangat minim maka diharapkan para pihak mengatur sendiri

hal-hal tersebut dalam kontrak yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan

kedudukan dan peranan dari suatu kontrak konstruksi yang komprehensif menjadi

semakin penting artinya, karena menurut hukum di Indonesia hal-hal yang diatur

dalam kontrak menjadi undang-undang atau kekuatannya sama dengan kekuatan

undang-undang bagi para pihak. Maka harus dinegosiasikan satu demi satu pasal

dan ayat dari kontrak tersebut secara cermat.

C. Penyelesaian Sengketa Jika Terjadi Perselisihan Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi.

Pelaksanaan pembangunan fisik dibidang jasa konstruksi cukup banyak

melibatkan sumber-sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam

berupa bahan bangunan, sumber daya tenaga dan energi peralatan, mekanikal dan

elektrikal, serta sumber daya keuangan. Setiap tahapan pekerjaan tersebut

dilakukan dengan pendekatan manajemen proyek, yang prosedurnya telah diatur

dan ditetapkan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan

(22)

tahapan-tahapan pekerjaan tersebut, adakalanya mengalami kendala, baik dari

faktor manusia maupun sumber-sumber daya yang lain

Berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian kerja sama timbul suatu

sengketa. Sengketa tersebut terjadi apabila salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian pemborongan

sehingga pihak lain merasa dirugikan. Mengenai hal tersebut bahwa apabila

timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan kedua belah pihak

yaitu pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor akan berusaha untuk

menyelesaikan secara musyawarah.56

Apabila timbul sengekta/perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kerja

sama kedua belah pihak yaitu pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor akan

berusaha untuk menyelesaikan masalahnya kepada Badan Arbitrase yang terdiri

dari wakil pihak pemberi tugas dan wakil pihak kontraktor masing-masing satu

orang dan satu orang lagi dari pihak netral yang ditunjuk oleh kedua belah pihak.

Penyelesaian perselisihan lewat jalur hukum dapat ditempuh sebagai langkah

terakhir yaitu meminta penyelesaian Pengadilan Negeri Lubuk Pakam di Lubuk

Pakam57

Sebagai akibat dari wanprestasi pemborong, maka bouweer sebagai

kreditur dapat mengajukan tuntutan: 58

1. Supaya pekerjaan tetap dilaksanakan

(23)

4. Pembiayaan selanjutnya karena pekerjaan dilanjutkan oleh pihak ketiga.

Hal kontraktor tidak dapat menyelesaikan pekerjaan menurut waktu yang

ditetapkan atau menyerahkan pekerjaan dengan tidak baik, maka atas gugatan dari

si pemberi tugas dapat memutuskan perjanjian tersebut sebagian atau seluruhnya

beserta segala akibatnya. Yang dimaksud dengan akibat pemutusan perjanjian

disini ialah pemutusan untuk waktu yang akan datang dalam arti bahwa mengenai

pekerjaan yang telah diselesaikan/dikerjakan akan tetap dibayar, namun mengenai

pekerjaan yang belum dikerjakan itu yang diputuskan. Dengan adanya pemutusan

perjanjian demikian perikatannya bukan berhenti sama sekali seperti seolah-olah

tidak pernah terjadi perikatan sama sekali, dan wajib dipulihkan ke keadaan

semula, melainkan dalam keadaan tersebut diatas si pemberi tugas dapat

menyuruh orang lain untuk menyelesaikan pemborongan itu sesuai dengan

anggaran yang telah ditetapkan. Atau jika telah terlanjur dibayar kepada

pemborong atas biaya yang harus ditanggung oleh pemborong sesuai dengan

pembayaran yang diterimanya. Jika terjadi pemutusan perjanjian, si pemborong

selain wajib membayar denda-denda yang telah diperjanjikan juga wajib

membayar kerugian yang berupa ongkos-ongkos, kerugian yang diderita dan

bunga yang harus dibayar.59

Praktek kerjasama ternyata ada yang tidak mengadakan pemisahan antara

perselisihan dari segi teknis dan perselisihan dari segi yuridis. Yaitu dengan

mencantumkan dalam perjanjian pemborongan ketentuan-ketentuan yang

menyatakan bahwa bila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak penyelesaian

59

(24)

diselesaikan secara musyawarah. Jika dengan jalan musyawarah tidak tercapai

kata sepakat maka dibentuk panitia Arbitrase yang terdiri dari seorang wakil pihak

kesatu dan seorang wakil pihak kedua, kemudian mengangkat seorang ahli yang

pengangkatannya disetujui oleh kedua belah pihak. Selanjutnya penyelesaian

perselisihan akan diteruskan melalui pengadilan, apabila melalui cara tersebut di

atas tidak dicapai penyelesaian.60 Keputusan panitia Arbitrase ini mengikat kedua

belah pihak, dan biaya penyelesaian perselisihan yang dikeluarkan akan dipikul

bersama.

Penyelesaiannya, berdasarkan pada literatur maupun pengalaman lapangan

yang dialami, khususnya untuk proyek pembangunan irigasii. Pada dasarnya, ilmu

pengetahuan yang sangat luas itu merupakan bagian dari kebutuhan manusia,

akan tetapi dengan keterbatasan yang dimiliki manusia itu sendiri, mereka hanya

mampu untuk menampung beberapa cabang keilmuan saja. Oleh karenanya wajar

apabila setiap pekerjaan profesi yang dilakukan oleh seorang yang profesional,

wajib didukung dengan pengetahuan yang cukup untuk melengkapi keilmuan

yang dimiliki. Maksudnya, sudah saatnya para profesional teknik memiliki

pengetahuan keilmuan yang bersentuhan dengan bidang pekerjaannya, yaitu ilmu

hukum. Dengan demikian diharapkan bahwa setiap langkah profesi yang

dilakukan oleh profesional teknik, mampu untuk mengantisipasi kemungkinan

yang terjadi apabila bidang pekerjaan profesi teknik tersebut berakibat hukum.

60Ibid

(25)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2010

Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi disebutkan bahwa :

1. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan

atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang

bersengketa.

2. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan

konstruksi sebagaimana diatur dalam KUH Pidana

3. Jika dipilih penyelesaian sengketa diluar pengadilan, gugatan melalui

pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak

berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.

Selanjutnya dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 59 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29

Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi disebutkan apabila:

1. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi diluar pengadilan dapat ditempuh

untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan

penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan

bangunan.

2. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat menggunakan pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.

3. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dibentuk oleh

(26)

Upaya penyelesaian dalam hal penyedia jasa tidak melakukan tanggung

jawabnya dalam kontrak karena wanprestasi adalah perdamaian diluar pengadilan.

Adanya penyelesaian perselisihan melalui jalur di luar pengadilan yang didahului

dengan adanya surat teguran tersebut dibenarkan oleh para penyedia jasa yang

berhasil ditemui bahwa dalam hal terjadi wanprestasi baik akibat keterlambatan

atau tidak sesuainya spesifikasi objek perjanjian tindakan yang paling sering

dilakukan oleh pengguna jasa adalah diberikan teguran agar penyedia jasa

melaksanakan kewajibannya.

Prakteknya selama ini, setiap perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian

kerjasama dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat diantara para pihak

dan belum pernah diselesaikan melalui pengadilan. Secara yuridis pola

penyelesaian sengketa dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Melalui pengadilan

2. Alternatif penyelesaian sengketa

3. Musyawarah

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah suatu pola penyelesaian

sengketa yang terjadi antara para pihak yang diselesaikan oleh pengadilan dan

putusannya bersifat mengikat. Sedangkan penyelesaian sengeketa melalui

alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa

atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni

penyelesaian diluar pengadilan diluar pengadilan ahli (Pasal 1 ayat (10) UU No.

30 Tahun 1999 maka cara penyelesaian sengketa melalui ADR dibagi menjadi

(27)

1. Konsultasi

2. Negosiasi

3. Mediasi

4. Konsiliasi

5. Peniliaan Hukum

Selama ini perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi dengan CV. Raut

Agung Group dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi belum pernah

terdapat kasus sampai ke pengadilan ataupun pemutusan kontrak. Hal ini

dikarenakan pihak pengguna jasa memberikan kesempatan terlebih dahulu pada

pihak pemborong untuk memperbaiki dan atau melengkapi kekurangan pekerjaan

sebagaimana yang diisyaratkan dalam kontrak. Walaupun penyelesaian secara

musyawarah sering digunakan, namun ada satu hal yang sulit untuk mewujudkan

tercapainya musyawarah / mufakat dalam suatu sengketa. Hal tersebut adalah para

pihak pada umumnya mengganggap remeh hal-hal yang kelihatannya sepele.

Justru hal-hal yang dianggap sepele oleh satu pihak, malah dianggap hal yang

sangat materiil oleh pihak lainnya. Selain itu hal-hal sepele itu apabila tidak

segera diselesaikan akan berakibat pada membesarnya masalah tadi, sehingga

terjadilah sengketa yang hampir tidak mungkin diselesaikan dengan musyawarah

mufakat.

Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan

atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara suka rela dari para pihak yang

bersengketa, UU Jasa Konstruksi mengaturnya. Penyelesaian sengketa di luar

(28)

konstruksi. Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, cara

penyelesaian di luar pengadilan diatur oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (disingkat UU

Arbitrase). Sengketa melalui pengadilan hanya dapat ditempuh, apabila upaya

tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang

(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab di atas, maka dapat ditarik kesimpulan,

bahwa :

1. Pengaturan hukum Pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan

irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota

Tebing Tinggi. Penyedia jasa wajib menugaskan personil inti yang

tercantum dalam daftar personil inti atau menugaskan personil lainnya

yang di setujui oleh direksi pekerjaan. Direksi pekerjaan hanya akan

menyetujui usulan penggantian personil inti apanila kualifikasi,

kemampuan, dan pengalaman-nya sama atau melebihi personil inti yang

ada dalam personil inti. Apabila direksi pekerjaan meminta penyedian jasa

untuk memberentikan personilnya dengan alasan atas permintaan tersebut,

maka penyedia jasa harus menjamin bahwa peronil tersebut sudah harus

meninggalkan lapangan dalam waktu 7 (tujuh) hari dan terus diganti

selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari

2. Faktor terjadinya kendala dalam pelaksanaan perjanjian kontrak kerja

pembangunan irigasi dengan CV. Raut Agung Group dengan Dinas

Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi yaitu kendala oleh kelalaian

(30)

atau force mejeur. Kendala yang diakibatkan kelalaian manusia antara lain

wanprestasi pihak kontraktor. Wanprestasi tersebut terjadi karena pihak

pemborong melaksanakan pekerjaan tidak sebagaimana mestinya, atau

terlambat dalam penyerahan atau sama sekali tidak melaksanakan

pekerjaan

3. Apabila timbul sengekta/perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kerja

sama kedua belah pihak yaitu pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor

akan berusaha untuk menyelesaikan masalahnya kepada Badan Arbitrase

yang terdiri dari wakil pihak pemberi tugas dan wakil pihak kontraktor

masing-masing satu orang dan satu orang lagi dari pihak netral yang

ditunjuk oleh kedua belah pihak. Penyelesaian perselisihan lewat jalur

hukum dapat ditempuh sebagai langkah terakhir yaitu meminta

penyelesaian Pengadilan Negeri Lubuk Pakam di Lubuk Pakam

B. Saran

Berdasarkan hal-hal yang penulis temukan dalam penelitian mengenai

pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi, memberikan saran

sebagai berikut:

1. Kepada penyedia jasa sebaiknya mempelajari terlebih dahulu mengenai

peraturan-peraturan yang terkait dengan jasa konstruksi. Sehingga dapat

lebih memahami klausula-klausula yang ada dalam kontrak kerja

konstruksi yang mereka sepakati dengan pengguna jasa.

2. Agar CV. Raut Agung Group lebih bertindak professional dan berhati-hati

(31)

profesionalisme usaha mampu mendorong tingkat kepercayaan rekanan

bisnis dan merupakan pencerminan dari perusahaan yang sehat dan

bonafit, dalam upaya menopang lancarnya kegiatan pembangunan

3. Kepala Bagian Keuangan yang bertanggungjawab mencairkan dana

proyek sebaiknya mengatur keuangan daerah secara teratur dan terukur

sehingga penyalurannya tepat sasaran sesuai dengan apa yang telah

dianggarkan sebelumnya. Hal ini untuk menjamin adanya kepastian akan

ketepatan waktu dalam mencairkan dana untuk proyek-proyek yang

dibangun di daerah. Dibutuhkan pula, proteksi dari pemerintah yang

terkait agar sebaiknya memperhatikan dan mengawasi kinerja para pejabat

pengadaan barang/jasa sehingga dapat menjalankan tugasnya secara

profesional. Selain itu, segera melakukan revisi terhadap

peraturan-peraturan yang dapat merugikan pihak penyedia jasa konstruksi sehingga

dapat menjamin kesetaraan kedudukan antara penyedia jasa dan pejabat

pembuat komitmen dengan melibatkan penyedia jasa konstruksi yang

terwadahi dalam lembaga-lembaga yang terkait dengan jasa konstruksi

agar dapat mewujudkan perlindungan hukum yang seharusnya bagi

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Pasal 84 ayat (5) Perpr es 54 Tahum 2010, Dalam hal Pelelangan/ Seleksi/ Pemil ihan Langsung ulang jumlah Penyedia Bar ang/ Jasa yang memasukkan

[r]

Eka   Permanasari Rahma Purisari... DIGITAL

Kecepatan perangkat WLAN yang umum digunakan rekan-rekan adalah 1- 11Mbps pada frekuensi 2.4GHz; pada saat ini telah keluar beberapa produk WLAN yang bekerja pada kecepatan

[r]

Aplikasi Belajar Interaktif Komputer dengan pokok bahasan Tree akan banyak bermanfaat bagi pemakai, karena selain tampilannya akan lebih menarik dan juga lebih mudah serta cepat

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( Lembaran Negara Republik

[r]