PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BERMAIN
ANAK BERDASARKAN GENDER
(Studi Fenomenologi pada Orang Tua yang Memiliki Anak Usia di bawah Enam Tahun di Kecamatan Cicalengka)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program
Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Disusun oleh
FITRI NURIANTI WIJAYA 1003509
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DEPARTEMEN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2015
(Studi Fenomenologi pada Orang Tua yang Memiliki Anak Usia di bawah Enam Tahun di Kecamatan Cicalengka)
Oleh
Fitri Nurianti Wijaya
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Fitri Nurianti Wijaya 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
LEMBAR PENGESAHAN FITRI NURIANTI WIJAYA
PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BERMAIN ANAK BERDASARKAN GENDER
(Studi Fenomenologi pada Orang Tua yang Memiliki Anak Usia di bawah Enam Tahun di Kecamatan Cicalengka)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I
Vina Adriany, M. Ed., Ph. D NIP. 1976012620033122001
Pembimbing II
Cucu Eliyawati, M. Pd NIP. 197010221998022001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
di Kecamatan Cicalengka)
Oleh:
Fitri Nurianti Wijaya 1003509
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:
Penguji I Penguji II
I Gusti Komang A., M. Hum Dr. Badru Zaman, M. Pd NIP. 197703122008121001 NIP. 197408062001121002
Penguji III
Dr. Nur Faizah Romadona, M. Kes NIP. 197011292003122001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
i Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender ABSTRAK
PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BERMAIN ANAK BERDASARKAN GENDER
(Studi Fenomenologi pada Orang Tua yang Memiliki Anak Usia di bawah Enam Tahun di Kecamatan Cicalengka)
Fitri Nurianti Wijaya
1003509
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya setiap anak mendapatkan kesempatan dan kebebasan melakukan berbagai kegiatan bermain tanpa adanya pengelompokkan kegiatan bermain yang diberi label khusus untuk gender tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut, orang tua sebagai lingkungan terdekat anak dalam hal ini memegang peranan yang penting dalam kegiatan bermain dan perkembangan anak khususnya perkembangan gender. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi fenomenologi. Penentuan subjek dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, subjek penelitian berjumlah empat orang yang terdiri dari dua pasangan orang tua yang memiliki anak laki-laki maupun perempuan dengan usia di bawah enam tahun. Penelitian ini mencoba mendapatkan berbagai pemahaman orang tua secara mendalam tentang perilaku bermain anak berdasarkan gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman tentang kegiatan bermain berdasarkan gender, orang tua memahami konstruksi anak laki-laki dan perempuan dengan peran gender laki-laki dan perempuan yang berlaku di masyarakat. Hal ini yang kemudian menjadikan orang tua memberi label bahwa kegiatan bermain memiliki kekhususan bagi gender tertentu saja. Orang tua merasa khawatir bahwa kegiatan bermain yang tidak sesuai dengan gender yang dipahami orang tua akan memberikan dampak terhadap perilaku anak di masa mendatang. Rekomendasi dari penelitian ini ditujukkan bagi orang tua serta bagi setiap orang yang berkepentingan dengan anak usia dini untuk memberikan kesempatan kepada anak melakukan berbagai kegiatan bermain lintas gender sekalipun. Hal ini karena setiap anak berhak mendapat kesempatan kegiatan bermain yang bervariatif untuk menambah pengetahuan serta kaya dengan pengalaman.
ABSTRACT
PARENTS PERCEPTION OF CHILDREN PLAY BEHAVIOR BY GENDER
(Phenomenological Study on Parents Who Have Children Under Six Years of Age in the District Cicalengka)
Fitri Nurianti Wijaya
1003509
This research is motivated by the importance of each child gets the opportunity and freedom to do various activities play without grouping play activities specifically labeled for a specific gender. In this regard, the child's parents as the immediate environment in which it plays a crucial role in the development of children's play activities and in particular the development of a gender. The method used in this research is the study of phenomenology. Determination of the subjects in this study was purposively, research subjects were four people consisting of two pairs of parents who have boys and girls under the age of six years. This study tried to get a variety of in-depth understanding of parents on children's play behavior by gender. The results showed that an understanding of the play activities based on gender, parents understand the construction of boys and girls with gender roles of men and women in society. This then makes the label that parents play activities have specificity for a particular gender. Parents are concerned that the play activities that do not conform to gender is understood parents will have an impact on children's behavior in the future. Recommendations from this study ditujukkan for parents and for everyone with an interest in early childhood to give children the opportunity to perform various activities of cross-gender play though. This is because every child is entitled to an opportunity to play the varied activities to increase knowledge and rich experience.
v
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PERSEMBAHAN
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR... ii
UCAPAN TERIMA KASIH... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... .... 5
D. Manfaat Penelitian... . 5
E. Sistematika Penelitian... 5
BAB II KAJIAN TEORI A. Persepsi... ... 7
1. Definisi Persepsi... 7
2. Mekanisme Persepsi... 8
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi... 8
B. Gender... 10
1. Definisi Gender... 10
3. Teori-teori Perkembangan Gender... 12
4. Perbedaan antara Laki-laki dan Perempuan... 15
5. Gender dan Budaya... 16
6. Pandangan Agama Tentang Gender... 19
C. Bermain... 21
1. Definisi Bermain... 21
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bermain... 21
3. Perbedaan Gender dalam Bermain... 24
4. Peran Orang Tua Dalam Kegiatan Bermain Berdasarkan Gender... 26
D. Penelitian Terdahulu... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 29
B. Desain Penelitian... .... 29
C. Penjelasan Istilah... . 30
D. Lokasi dan Subjek Penelitian... 31
E. Instrumen Penelitian... . 32
F. Teknik Pengumpulan Data... 33
G. Analisis Data... 35
H. Uji Validitas dan Reabilitas... . 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang Subjek Orang Tua... 45
B. Hasil Penelitian... ... 46
C. Pemahaman Orang Tua tentang Gender Anak... 46
D. Pemahaman Orang Tua tentang Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender... 51
vii
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
Berdasarkan Gender... 60
F. Pembahasan... 62
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan... 68
B. Rekomendasi... 69
DAFTAR PUSTAKA... ... .. 71
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak usia dini adalah investasi yang amat berharga bagi keluarga
dan aset penting penerus generasi bangsa. Pada rentang usia 0-6 tahun ini
anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat
(Suyanto, 2005:7). Gender merupakan salah satu aspek penting yang
mempengaruhi perkembangan sosial pada masa awal kanak-kanak
(Desmita, 2005: 146). Perkembangan identitas gender menurut Papalia,
dkk (2008:373) adalah kesadaran seseorang menjadi laki-laki atau
perempuan dan implikasinya dalam kehidupan di masyarakat.
Martin (2011) berpendapat bahwa perkembangan identitas gender
pada anak usia dua tahun mempelajari gender dari lingkungan sosial
dimana anak dibesarkan. Rogof (dalam Sheridan, 2011: 61) menjelaskan
bahwa anak mendapatkan pemahaman tentang gender dengan cara meniru
apa yang mereka lihat di lingkungan rumah, lingkungan sosial dan televisi
yang memperkuat pengetahuan gender mereka.
Seifert dan Hoffnung (dalam Desmita, 2005:147) mengemukakan
pada usia ini anak belum memahami ketetapan gender (gender constancy).
Konsepnya tentang gender lebih didasarkan pada ciri-ciri fisik, seperti
pakaian, model rambut, atau jenis permainan. Menurut Upton (2012: 203)
setelah anak menyadari bahwa terdapat dua gender dan anak mengetahui
dirinya adalah anggota salah satu gender, mereka mulai menunjukkan
motivasi yang jelas untuk berperilaku dengan cara yang seharusnya
anggota gender tersebut berperilaku, baik dalam hal berpakaian, memilih
teman, aktivitas, dan mainan-mainan yang sesuai dengan label tersebut.
Fenomena yang sering kita lihat di lapangan perilaku bermain pada
2
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
studi Ridgers, dkk. (dalam Upton, 2012: 144) mengungkapkan bahwa anak
perempuan terlibat dalam 13,8% aktivitas yang lebih banyak duduk dan
8,2% aktivitas yang kurang bertenaga dibandingkan teman sebaya laki-laki
mereka pada saat istirahat.
Ruble dan Ruble (dalam Desmita, 2005: 147) menyebutkan
anak-anak usia antara 2 dan 3 tahun, mempelajari stereotip gender konvensional
yang dihubungkan dengan berbagai aktivitas dan objek-objek umum. Pada
usia ini anak menunjukkan ketertarikan yang lebih besar kepada boneka
dan anak laki-laki menunjukkan ketertarikannya kepada mobil, dan kedua
jenis kelamin tersebut memilih untuk bersama dengan yang berjenis
kelamin sama. Mereka belajar mengasosiasikan gender dari lingkungan
dengan permainan umum, seperti misalnya bermain mobil-mobilan adalah
“untuk anak laki-laki” dan boneka “untuk anak perempuan”.
Orang tua sebagai lingkungan terdekat anak ikut berperan dalam
menentukan permainan bagi anak baik itu aktivitas maupun teman
bermain. Menurut Ladd, dkk (dalam Santrock, 2007: 164) orang tua
memainkan peran penting dalam membantu perkembangan anak dengan
memulai kontak antara anak dengan teman bermainnya yang potensial.
Selain itu, tidak sedikit orang tua memilih jenis permainan yang pantas
dimainkan oleh anaknya, meski terkadang anak tidak tertarik dengan
mainan yang dipilihkan orang tua.
Hasil penelitian di Ash Vale (Martin, 2011: 31) menyebutkan
bahwa anak laki-laki bermain menjadi superhero dan pertempuran, sepak
bola, bermain mobil, bermain konstruksi, dan biasanya menghindari
kontak fisik dengan anak perempuan. Benenson (dalam Papalia, dkk,
2008: 389) menjelaskan bahwa anak perempuan cenderung kepada
permainan yang lebih tenang dengan satu teman bermain. Menurut
Patmonodewo (2003:111) perbedaan tersebut disebabkan karena
pengasuhan yang berbeda sejak anak dilahirkan. Hal-hal tersebut di atas
berbeda, dari cara orang tua mengasuh dan menuntut mereka
masing-masing sehingga tingkah laku mereka dalam bermain akan sama atau
berbeda.
Orang tua cenderung mengharuskan anak untuk melakukan
kegiatan bermain yang sesuai dengan gendernya. Kegiatan bermain yang
memiliki kekhususan terhadap gender tertentu ini merupakan konsep yang
dibangun oleh pemahaman orang tua dan budaya setempat. Matsumoto
(dalam Dewi dan Idrus, 2011:3) menjelaskan bahwa proses pewarisan nilai
ini pada akhirnya akan menjadikan anak terus memegang ajaran apa yang
harus dilakukan oleh anak laki-laki dan apa yang tidak boleh
dilakukannya, demikian juga untuk anak perempuan ada seperangkat
aturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan, konsep ini belakang dikenal
dengan ideologi peran gender (gender role ideology).
Menurut Idrus dalam (Dana, 2014: 13) lingkungan masyarakat
serta budaya setempat juga turut andil dalam perbedaan peran gender.
Salah satunya dalam menilai permainan anak, bahwa permainan tertentu
memiliki kekhususan untuk gender tertentu, akibatnya dunia anak
dibangun dari perspektif orang dewasa. Pemahaman orang tua tentang
perkembangan gender ini memberikan kontribusi terhadap kegiatan
bermain anak.
Orang tua juga menunjukkan reaksi terhadap pemilihan kegiatan
bermain yang tidak sesuai dengan kekhususan gender tertentu. Hal ini
seperti dikemukakan oleh Sandnabba & Ahlberg dalam (Papalia, dkk,
2008: 382) orang tua, terutama sang ayah, cenderung menunjukkan
ketidaknyamanan ketika anak laki-laki bermain boneka dibandingkan
ketika anak perempuan bermain. Anak perempuan memiliki lebih banyak
kebebasan dalam pakaian, mainan, dan pemilihan teman main mereka
dibandingkan dengan anak laki-laki.
Kegiatan bermain yang identik bagi gender tertentu saja
4
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
seharusnya lebih banyak memberikan kesempatan pada anak untuk
menentukan berbagai pilihan kegiatan bermain. Fleer (dalam Miu, 2005:2)
menekankan bahwa potensi individu tidak dapat direalisasikan jika
dibatasi gender. Posisi anak dalam peran gender tradisional mempersempit
asumsi alternatif posisi yang mungkin lebih kondusif untuk belajar dan
memaksimalkan potensi individu. Bukan hanya orang tua yang berperan
dalam kegiatan bermain anak, MacNaughton (dalam Miu, 2005:2)
menunjukkan bahwa banyak guru melakukan tidak memperhatikan
pentingnya gender dalam pembelajaran anak-anak, akibatnya banyak
program anak usia dini tidak sensitif gender untuk meningkatkan kualitas
hidup dan pilihan bagi anak-anak.
Hal ini menunjukkan bagaimana persepsi orang tua tentang
pemahaman gender berperan dalam perilaku bermain anak. Fokus pada
penelitian ini yaitu untuk melihat bagaimana perilaku bermain anak
dipengaruhi oleh pemahaman orang tua yang memberikan label adanya
kegiatan bermain yang khusus bagi gender tertentu saja serta peran orang
tua dalam menentukan kegiatan bermain yang dilakukan oleh anak,
padahal setiap anak berhak mendapatkan kesempatan bermain yang
seluas-luasnya tanpa adanya label kegiatan bermain yang khusus bagi
gender tertentu agar kaya pengetahuan dan pengalaman. Penelitian ini
mengambil subjek orang tua yang berada di daerah terpencil dikarenakan
masyarakatnya masih memegang nilai-nilai atau kelaziman budaya yang
berlaku di daerahnya sehingga masih bersifat konvensional terhadap
hal-hal yang tidak biasa atau hal-hal yang baru jika dibandingkan dengan
masyarakat yang tinggal di perkotaan yang lebih terbuka terhadap hal-hal
yang baru. Berdasarkan permasalahan yang berkembang di atas, maka
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini dituangkan ke dalam pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pemahaman orang tua tentang konstruksi gender anak laki-laki
dan perempuan?
2. Bagaimana pemahaman orang tua tentang perilaku bermain anak
berdasarkan gender?
3. Bagaimana peran orang tua dalam kegiatan bermain anak?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemahaman orang tua tentang konstruksi gender anak
laki-laki dan perempuan.
2. Untuk mengetahui pemahaman orang tua tentang perilaku bermain anak
berdasarkan gender.
3. Untuk mengetahui peran orang tua dalam kegiatan bermain anak.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
pihak-pihak yang berkaitan dengan anak usia dini untuk memperoleh kajian
keilmuan mengenai bagaimana persepsi orang tua tentang perilaku
bermain anak berdasarkan gender.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat memberi masukan bagi pembaca dalam
menyikapi perilaku bermain anak berdasarkan gender.
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi terdiri dari lima bagian yang terdiri dari:
Bab pertama menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian dan sistematika
6
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
Bab kedua memaparkan tentang landsan teoritik mengenai konsep
perkembangan gender anak dan bagaimana gender mempengaruhi
bermain.
Bab ketiga berisi penjabaran lebih rinci tentang metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode ethnografi. Semua
prosedur serta tahap-tahap penelitian mulai dari persiapan hingga
penelitian berakhir.
Bab keempat mendeskripsikan proses pelaksanaan penelitian, hasil
temuan penelitian, bagian analisis dan pembahasan mengenai hasil temuan
penelitian, dimana pada bab ini mencoba menelaah persepsi orang tua
tentang perilaku bermain anak berdsarkan gender.
Bab kelima memaparkan kesimpulan terhadap semua hasil
penelitian yang diperoleh dan rekomendasi yang berdasarkan pada hasil
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah di jelaskan, metode
penelitian yang tepat untuk dilakukan adalah dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln (dalam
Moleong, 2007: 5) metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang
terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
Sedangkan Sukmadinata (2011: 60) mendefinisikan penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan,
persepsi, pemikiran orang secara individual.
Creswell (2013:44) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
sebuah penelitian untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia
berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan
kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun
dalam sebuah latar ilmiah.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan tujuan untuk
mendapatkan pemahaman orang tua yang lebih luas dan mendalam
terhadap isu-isu gender dalam kegiatan bermain yang berkembang di
masyarakat serta sejauh mana pandangan orang tua tentang adanya
perbedaan kegiatan perilaku bermain anak perempuan dan laki-laki.
B. Desain Penelitian
Kajian penelitian yang dibahas oleh penulis adalah tentang persepsi
orang tua tentang perilaku bermain anak berdasarkan gender. Penelitian
30
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
sesuatu hal adalah fenomenologi. Fenomenologi adalah penelitian
kualitatif yang mencakup fenomena yang berada di luar itu, seperti
persepsi, pemikiran, kemauan, dan keyakinan subjek tentang “sesuatu” di
luar dirinya (Idrus, 2009:59). Tujuan dari penelitian fenomenologi
menurut Sukmadinata (2011: 63) adalah untuk mencari atau menemukan
makna dari hal-hal yang esensial atau mendasar dari pengalaman hidup.
Fenomenologi berupaya memahami pikiran manusia terhadap
fenomena yang muncul dalam kesadarannya dan memahami fenomena
yang dialami manusia dan dianggap sebagai entitas yang ada di dunia.
Fenomenologi tidak berusaha untuk mencari pendapat benar dan salah,
tetapi untuk mereduksi kesadaran manusia dalam memahami fenomena
yang tampak dihadapannya (Kuswarno, 2008:21).
Penelitian dengan pendekatan fenomenologi dilakukan dalam
setting alamiah yang bertujuan untuk memahami pengalaman hidup
subjek dan kebermaknaannya dimana posisi subjek disini tidak dapat
dipisahkan dari lingkungannya. Ini diartikan bahwa fenomena-fenomena
yang dipahami subjek tidak dipengaruhi oleh apapun yang berasal di luar
dari dirinya, termasuk peneliti sekalipun. Hal ini sesuai dengan tujuan
fenomenologi itu sendiri, yaitu kembali pada realitas yang ada (Creswell,
2013).
Hal ini yang kemudian menjadi pilihan dari peneliti untuk
memahami persepsi orang tua tentang perilaku bermain anak berdasarkan
gender tanpa khawatir adanya intervensi atau pengaruh dari hal apapun
dan hanya terfokus pada sudut pandang subjek.
C. Penjelasan Istilah 1. Persepsi
Persepsi yang dimaksud disini adalah pandangan orang tua serta sikap
yang dilakukan oleh orang tua terhadap perilaku bermain anak
2. Orang tua
Orang tua dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak
usia di bawah enam tahun baik itu laki-laki ataupun perempuan.
3. Perilaku Bermain
Perilaku bermain maksudnya adalah kegiatan atau tindakan anak
dalam kegiatan bermain yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Gender
Gender dalam penelitian ini berkaitan dengan bagaimana seharusnya
laki-laki dan perempuan bertindak sesuai dengan nilai-nilai budaya
setempat.
D. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penentuan sumber data dalam penelitian ini dilakukan secara
purposive, yaitu teknik pemilihan sekelompok subjek yang didasarkan atas
ciri-ciri tertentu atau kriteria tertentu yang dianggap sesuai dengan tujuan
penelitian yang diharapkan penulis (Sukmadinata, 2011: 101). Selain itu,
pemilihan subjek tidak ada unsur pemaksaan namun atas dasar kesediaan
subjek menjadi informan dalam penelitian ini. Alasan lain yang mendasari
peneliti memilih subjek yang sudah dikenal sebelumnya adalah untuk
memiliki hubungan baik sebelumnya, sehingga peneliti tidak terlalu sulit
membangun hubungan terutama untuk mendapatkan banyak informasi
yang dibutuhkan selama penelitian.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sukmadinata (2011: 217)
bahwa keterbukaan responden untuk memberikan jawaban atau respon
secara objektif sangat ditentukan oleh hubungan baik yang tercipta antara
pewawancara dengan responden.
Penelitian ini mengambil subjek yaitu orang tua yang memiliki
anak, baik itu perempuan atau laki-laki yang berusia kurang dari enam
tahun. Penelitian dilakukan pada dua orang tua, yaitu pada ayah dan ibu
32
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
tahun. Jumlah sampel bergantung kepada kebutuhan dan tujuan dari
penelitian tersebut, juga disesuaikan dengan kesediaan sumber dan waktu.
Menurut Daymon dan Holloway (dalam Reza, 2012: 25) menjelaskan
bahwa dalam fenomenologi jumlah subjek bukan masalah karena hasil
dari penelitian bukan berupa generalisasi melainkan esensi dan gejala.
Kedua partisipan ini adalah dua keluarga berbeda yang memiliki
lokasi tempat tinggal yang berdekatan, yakni di Cicalengka, Kabupaten
Bandung. Dalam proses penelitian, Ary (dalam Gina, 2014:21)
menyebutkan subjek memiliki hak untuk tetap dijaga kerahasiannya untuk
menciptakan kenyamanan sehingga peneliti memberikan nama samaran
pada setiap subjek.
Adapun penjelasan mengenai partisipan antara lain sebagai berikut:
1. Subjek 1 yaitu Ibu Heti dan subjek 2 yaitu Bapak Nawan. Ibu Heti dan
Bapak Nawan ini adalah orang tua yang memiliki 3 orang anak, yaitu
dua anak perempuan dan satu anak laki-laki. Anak bungsu dari
pasangan orang tua ini berusia lima tahun dan berjenis kelamin
laki-laki. Bapak Nawan pemiliki salah satu toko meubel di Cicalengka dan
Ibu Heti adalah seorang ibu rumah tangga.
2. Subjek 3 yaitu Ibu Eva dan subjek 4 yaitu Bapak Adin. Ibu Eva dan
Bapak Nawan ini adalah orang tua yang memiliki enam orang anak,
yaitu tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Subjek 2 memiliki
anak yang berusia lima tahun dan berjenis kelamin perempuan. Baik
Ibu Eva maupun Bapak Adin berprofesi sebagai Kepala Sekolah di di
salah satu sekolah di Cicalengka.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah human
instrument, yang artinya dalam penelitian kualitatif si peneliti sendiri yang
bertindak sebagai instrumen penelitian (Idrus, 2009: 112). Kedudukan
data, analis penafsir data, dan pelapor hasil penelitiannya. Pengertian
instrumen penelitian disini adalah alat pengumpulan data seperti pada tes
kuantitatif (Moleong, 2007: 168).
Data penelitian kualitatif bukan hanya sekedar terkait dengan
kata-kata, tetapi sesungguhnya yang dimaksud adalah segala sesuatu yang
diperoleh dari yang dilihat, didengar, dan diamati. Data atau informasi
yang dicari oleh peneliti hendaknya tidak dibatasi pada data tertentu saja
sebab variasi data yang didapatkan peneliti akan menjadikan penelitian
memiliki daya dukung validitas dan reabilitas yang tinggi (Idrus, 2009:
113). Sehingga diharapkan peneliti dapat lebih peka dalam menggali
permasalahan-permasalahan yang muncul pada saat penelitian, dan juga
peneliti dapat bersikap netral.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, Creswell
(2013: 157-158) menyebutkan bahwa bentuk-bentuk baru dari teknik
pengumpulan data kualitatif terus muncul dalam literatur, tetapi semua
bentuk mungkin dikelompokkan menjadi empat tipe dasar informasi:
observasi (mulai dari non partisipan untuk partisipan), wawancara (mulai
dari tertutup-berakhir untuk membuka-berakhir), catatan lapangan (mulai
dari bahan pribadi ke publik), dan audiovisual (seperti foto, CD, dan kaset
video). Adapun pemaparan yang lebih rinci tentang teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara banyak digunakan dalam penelitian kualitatif,
bahkan sebagai teknik pengumpulan data utama. Wawancara adalah
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian dilakukan
secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual
34
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
wawancara semi terstruktur. Saunder, dkk., (dalam Samiaji, 2011: 47)
menjelaskan bahwa wawancara semi terstruktur yaitu tipe wawancara
yang dimana pewawancara sudah menyiapkan topik dan daftar
pertanyaan pemandu sebelum aktivitas wawancara dilaksanakan.
Dalam pelaksanaan wawancara ini peneliti mengajukan pertanyaan
secara bebas tidak harus berurutan dan dapat dimodifikasi pada saat
wawancara berdasarkan situasinya untuk menggali lebih jauh jawaban
responden.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan selama empat kali
yaitu pada bulan Oktober, yaitu masing-masing dua kali untuk setiap
setiap pasangan orang tua dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
yang mendalam mengenai persepsi orang tua terhadap perilaku
bermain anak berdasarkan gender.
Subjek 1 dan 2 yaitu Ibu Heti dan Bapak Nawan wawancara
pertama dilakukan secara bersamaan yaitu pada tanggal 10 Oktober
2014, kedua, Bapak Nawan pada tanggal 25 Oktober 2014 dan Ibu
Heti 26 Oktober 2014.
Subjek 3 dan 4 yaitu Ibu Eva dan Bapak Adin wawancara
pertama dilakukan bersamaan pada tanggal 12 Oktober 2014,
Wawancara kedua pada tanggal 25 Oktober 2014.
Peneliti pada saat melakukan wawancara menggunakan alat
bantu perekam berupa handphone untuk merekam seluruh pembicaraan
dengan tujuan untuk menghindari tidak tercatatnya hal-hal penting
yang disampaikan oleh responden.
Hasil wawancara yang telah direkam selanjutnya dibuat dalam
bentuk transkrip wawancara. Transkrip wawancara menjadi salah satu
bagian penting dalam proses wawancara, hal ini karena dengan
yang ada dalam alat perekam. Transkrip wawancara ini juga membantu
peneliti menganalisis hasil wawancara yang memiliki nilai
fenomenologis atau kebermaknaan. Adapun bentuk trasnkrip
wawancara yang dibuat seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Transkrip Wawancara Transkrip Wawancara 1 Subjek 1
Nama : Nawan
Tanggal Wawancara : 10 Oktober 2014
Kode : Subjek 2
Alat Perekam : Handphone Samsung GT S7500
Peneliti/subyek Pertanyaan/jawaban
P Iya begini, mau sedikit ngobrol-ngobrol tentang keseharian anak. Nah, kan bapak punya anak perempuan dan juga anak laki-laki, ingin tahu tentang bagaimana perbedaan perilaku anak laki-laki dan perempuan menurut bapak seperti apa ? S2 Anak perempuan mah kalau sudah besar banyak
sekali membantu pekerjaan ibu rumah tangga, iya terus kalau anak laki-laki semakin gede jarang yang mau membantu pekerjaan ibu rumah tangga. P Nah, menurut bapak kira-kira kenapa bisa begitu? S2 Itu mungkin sudah menjadi, menjadi apa hehehehe
takdirnya anak perempuan suka meniru-niru pekerjaan ibunya. Kalau anak laki-laki mungkin agak bandel tabiatnya. Jadi tidak banyak menurut sama ibu untuk pekerjaan rumah tangga.
G. Analisis Data
Menurut Patilima (2011: 92) penelitian kualitatif, tidak memulai
dengan sebuah teori untuk menguji atau membuktikan. Sebaliknya, sesuai
dengan model induktif pemikiran, sebuah teori dapat muncul selama
pengumpulan data dan tahap analisis data yang kemudian digunakan
36
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
Analisis data kualitatif yang dilakukan dalam penelitian
fenomenologi ini yaitu menggunakan metode
Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) atau biasa dikenal
dengan Analisis Fenomenologis Interpretatif (AFI). Dalam Smith (2009)
dijelaskan bahwa IPA bertujuan umtuk mengungkap secara detail
bagaimana partisipan memaknai dunia personal dan sosialnya dengan
menekankan pada persepsi atau pendapat personal individu tentang objek
atau peristiwa. Penelitian AFI dilaksanakan dengan ukuran sampel kecil.
Menurut Smith (dalam Hajaroh, 2010) memaparkan tahap-tahap
Interpretative Phenomenological Analysis yang dilaksanakan sebagai
berikut: 1) Reading and re-reading; 2) Initial noting; 3) Developing
Emergent themes; 4) Searching for connections across emergent themes;
5) Moving the next cases; and 6) Looking for patterns across cases.
Masing-masing tahap analisis diuraikan sebagai berikut:
1) Reading and re-reading
Bentuk kegiatan tahap ini adalah menuliskan transkrip wawancara dari
rekaman audio ke dalam transkrip dalam bentuk tulisan. Dengan
membaca dan membaca kembali peneliti mendalami data yang
diperoleh dari transkrip yang telah dibuat akan membantu analisis
yang lebih menyeluruh.
2) Initial noting
Tahap ini merupakan tahap menguji konten dari kata, kalimat serta
bahasa yang disampaikan subjek pada saat wawancara. Pada tahap ini
peneliti dapat mencatat sesuatu yang menarik dari transkrip yang telah
dibuat. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan
seperangkat catatan dan komentar yang komprehensif dan mendetail
mengenai data. Langkah ini dilakukan peneliti dengan cara memulai
dari membaca transkrip kemudian mencari teks-teks yang bermakna,
Tabel 3.2 Teks Wawancara Fenomenologi Peneliti/subyek Pertanyaan/jawaban
P Nah, bagaimana menurut bapak perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dilihar dari sikap atau perilakunya sehari-hari?
S4 Euhh, berdasarkan pengalaman kalau anak laki-laki itu, tingkat apa ya, keaaktifannya itu 2x lipat dari anak perempuan, gitu. Jadi kalau misalkan saya punya anak laki 3 perempuan 3 itu kaya-kaya punya anak 9 hahahahaha. Soalnya kan laki-laki itu 2x aktifnya dari perempuan terus kalau perbedaan antara perempuan yang menonjol dari laki-laki jadi kalau perempuan itu cepet dewasa lah, cepet mandiri gitu kan beda halnya dengan anak laki-laki. Kalau perempuan yah, Alhamdulillah meskipun yang paling besar baru usia kelas 2 SD tapi Alhamdulillah dia sudah bisa
Tahap ini merupakan tahap mengembangkan kemunculan tema-tema.
Transkrip dibaca berulang kali, margin sebelah kiri digunakan untuk
untuk melampirkan keterangan terhadap apa yang menarik atau
bermakna mengenai apa yang dikatakan oleh subjek.
Tabel 3.3 Pengodean Subjek
38
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender 4) Searching for connection a cross emergent themes
Tahap ini adalah tahap mencari hubungan antar tema-tema yang
muncul dilakukan setelah peneliti menetapkan seperangkat subkategori
tema pada transkrip dan kemudian telah diurutkan secara kronologis.
Hubungan antar tema-tema ini dikembangkan dalam bentuk tabel atau
mapping/pemetaan dan memikirkan tema-tema yang bersesuaian satu
sama lain. Level analisis ini tidak ada ketentuan resmi yang berlaku.
Tabel 3.4 Tema-tema yang muncul
Kelompok Tema Subtema Subkategori Tema
Pemahaman orang
Tidak menyepakati aturan/ bermain curang
Anak laki-laki lebih banyak dibesarkan dengan ayah
Pemahaman peran gender Anak perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga
Pemahaman orang tua tentang jenis kegiatan bermain untuk gender tertentu
Pemahaman orang tua tentang dampak bermain terhadap anak
Jenis permainan Jenis permainan anak laki-laki Jenis permainan anak perempuan Peran orang tua
5) Moving the next cases
Tahap analisis 1- 4 dilakukan pada setiap satu kasus/partisipan. Jika
satu kasus selesai dan dituliskan hasil analisisnya maka tahap
selanjutnya berpindah pada kasus atau partisipan berikutnya hingga
selesai semua kasus. Langkah ini dilakukan pada semua transkrip
partisipan, dengan cara mengulang proses yang sama.
Tabel 3.5 Perbandingan Analisis Kasus
Pertanyaan/jawaban Pengodean
S1 Kalau laki-laki mah lebih dari gimana ya
jadi, perempuan mah diam, kalau disuruh
ini, nurut. Kalau laki-laki rada beda, rada
apa namanya, jadi rada ada
membangkangnya kalau laki-laki mah.
Anak perempuan
kalau dari gaya kepemimpinannya.
Anak laki-laki dominan
S2 Kalau anak laki-laki mungkin agak
bandel tabiatnya. Jadi tidak banyak
menurut sama ibu untuk pekerjaan rumah
tangga.
Anak laki-laki membangkang
Tabel pertama adalah percakapan wawancara dengan subjek 1
yang telah diberikan pengodean subjek. Pada tahap ini ketika transkrip
40
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
langkah selanjutanya adalah melakukan pengodean pada kasus lain,
yang dimaksud kasus lain di sini adalah pengodean pada subjek
selanjutnya. Setiap pengodean yang muncul pada transkrip adalah
subkategori tema dan dapat terjadi tema-tema serupa akan muncul
ketika dilanjutkan ke transkrip berikutnya dan ketika hal tersebut
terjadi, maka judul tema yang sama akan diulang.
6) Looking for patterns across cases
Tahap akhir merupakan tahap keenam dalam analisis ini adalah
mencari pola-pola yang muncul antar kasus/partisipan. Apakah
hubungan yang terjadi antar kasus, dan bagaimana tema-tema yang
ditemukan dalam kasus-kasus yang lain memandu peneliti melakukan
penggambaran dan pelabelan kembali pada tema-tema.
H. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas merupakan suatu cara untuk menujukkan sejauh mana
hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur
(Sukmadinata, 2011: 228). Sedangkan reliabilitas berkenaan dengan
tingkat keajegan atau ketetapan hasil pengukuran (Sukmadinata, 2011
229). Validitas dan reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
traingulasi dan refleksivitas.
1. Triangulasi
Triangulasi dalam penelitian kualitatif merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu (Kuswarno, 2008: 65). Triangulasi ini terdiri dari
beberapa cara yaitu triangulasi sumber, metode, peneliti, dan teori
(Creswell, 2013: 251).
Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pengecekan data dengan metode atau teknik yang beragam. Misalnya,
peneliti mengambil data dengan melakukan wawancara dan untuk
Observasi ini dilakukan pada saat peneliti selesai melakukan
wawancara terhadap subjek.
2. Refleksivitas
Penelitian kualitatif bersifat refleksif. Refleksivitas merupakan
pengkajian yang cermat dan hati-hati terhadap seluruh proses
penelitian. Data yang ditemukan dianalisis secara cermat dan teliti,
disusun, dikategorikan secara sistematis, dan ditafsirkan berdasarkan
pengalaman, kerangka pikir dan persepsi peneliti tanpa prasangka dan
kecenderungan tertentu (Sukmadinata, 2011: 105).
Menurut Adriany (dalam Dana, 2014) bahwa semakin kuat
peneliti merefleksikan dirinya dalam proses penelitian maka akan
semakin tinggi nilai validitas dan reliabilitas penelitiannya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Creswell (2013: 216) bahwa
refleksivitas itu menyangkut posisi seseorang dalam sebuah komunitas
yang sedang diteliti.
Di bawah ini selanjutnya peneliti akan mengungkapkan
bagaimana refleksivitas saat proses penelitian berlangsung:
a. Subjektivitas Peneliti
Penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi ini
sebenarnya masih sangat awam dalam pemahaman peneliti. Belum
pernah sebelumnya peneliti mengenal dan memahami penelitian
fenomenologi ini. Namun karena fokus kajian peneliti menggunakan
penelitian fenomenologi maka disini peneliti berusaha keras untuk
mempelajari dan memahami penelitian fenomenologi guna
memberikan gambaran secara utuh bagi peneliti dalam pelaksanaan
penelitian.
Penelitian ini diawali dengan pemilihan subjek penelitian
yang memenuhi kriteria subjek penelitian yang telah dipaparkan
42
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
saudara dan subjek yang lain adalah seseorang yang sudah dikenal
oleh peneliti. Alasan peneliti memilih saudara dan seseorang yang
sudah dikenal sebelumnya adalah dikarenakan subjek sesuai dengan
kriteria penelitian yang diharapkan dan peneliti memiliki hubungan
yang baik dan dekat sehingga ini dapat membantu memudahkan
peneliti untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian tanpa ada rasa canggung ataupun kaku.
Meskipun peneliti sudah kenal sebelumnya dengan subjek,
tetapi peneliti melakukan prosedur penelitian sebagaimana mestinya
dengan menyertakan surat izin penelitian dan surat kesediaan menjadi
subjek penelitian untuk menghindari adanya perlakuan yang istimewa
terhadap subjek yang telah dikenal sebelumnya. Peneliti tidak
memberikan arahan apapun kepada subjek untuk memberikan
jawaban-jawaban tertentu pada saat wawancara untuk kebutuhan
penelitian. Hal ini dilakukan karena jika tidak seperti itu khawatir
mempengaruhi keobjektifan pada saat proses analisis data.
Untuk keobjektifan penelitian maka disini peneliti merekam
kegiatan wawancara untuk menghindari peneliti menulis hal yang
tidak sesuai atau yang tidak diungkapkan oleh subjek serta peneliti
juga melakukan transkrip hasil wawancara berdasarkan apa yang ada
dalam rekaman.
b. Pandangan Peneliti tentang Isu-isu Gender
Gender ini masih sangat dimaknai sebagian besar orang
adalah jenis kelamin. Pada awalnya peneliti juga berpikir demikian,
namun setelah membaca dan mempelajari tentang gender peneliti
mulai memahami bahwa gender berbeda dengan jenis kelamin.
Gender ini merupakan konsep yang membedakan peran dan fungsi
sosial laki-laki dan perempuan bukan tentang perbedaan secara fisik
Pemahaman peneliti tentang gender dalam kegiatan bermain
awalnya sama seperti pandangan subjek yang menyatakan bahwa
kegiatan anak perempuan dan laki-laki haruslah berbeda. Anak
perempuan bermain boneka dan masak-masakan dan anak laki-laki
bermain sepak bola dan robot-robotan. Tetapi setelah membaca
tentang perbedaan gender dan jenis kelamin peneliti mulai memahami
bahwa laki-laki dan perempuan secara fisiknya sudah pasti berbeda
tetapi dalam kegiatan bermain anak perempuan dan laki-laki berhak
mendapatkan kesempatan yang sama mencoba berbagai kegiatan
bermain tanpa adanya kekhususan bagi gender tertentu.
Ketika kegiatan wawancara dengan subjek dilakukan,
seringkali peneliti harus menahan diri untuk menyampaikan
ketidaksetujuan terhadap pernyataan subjek yang memiliki
pandangan bahwa dalam kegiatan bermain anak laki-laki dan
perempuan haruslah berbeda. Hal ini nampak seperti yang ada pada
jawaban pertanyaan di bawah ini:
“Mungkin tidak bisa atuh. Cara mainnya anak laki-laki memang sudah beda dengan cara mainnya anak perempuan. Kalau anak laki-laki bermain banyak yang keperempuan-perempuanan nantinya banyak yang menjadi merubah takdirnya. Jadi kewanita-wanitaan, takutnya kalau anak laki-laki main yang anak perempuan nantinya
cenderung seperti ke waria.” (Wawancara 1, Bapak
Nawan)
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti untuk selalu
berusaha menjaga agar subjek memberikan penjelasan terhadap apa
yang dipahaminya tanpa ada intervensi dari peneliti.
c. Memposisikan Diri seperti Subjek
Pada saat kegiatan wawancara berlangsung seringkali peneliti
bergumam dalam hati ketika subjek mengungkapkan pernyataan yang
44
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
anak perempuan main boneka, kan pasti cara mainnya anak laki-laki
beda meskipun memainkan hal yang sama.”
Selesai melakukan wawancara kemudian peneliti membuat
transkrip wawancara. Pada saat menulis hasil wawancara peneliti
banyak merenung dan memposisikan diri sebagai orang tua yang
sudah memiliki anak. Lalu berpikir bahwa mungkin peneliti bersikap
tidak setuju ini karena peneliti belum memiliki anak dan belum
merasakan kekhawatiran yang akan terjadi seperti yang diungkapkan
oleh subjek. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu alat
pengontrol diri pada saat peneliti ingin menyanggah
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada orang tua yang
berada di Kecamatan Cicalengka tentang persepsi orang tua terhadap
perilaku bermain anak berdasarkan gender, ada tiga poin yang dapat
disimpulkan, yaitu sebagai berikut:
1. Pemahaman Orang Tua Tentang Konstruksi Gender Anak Laki-Laki
dan Perempuan
Berdasarkan data yang telah didapatkan, pemahaman dari dua
pasangan yaitu tentang konstruksi gender anak laki-laki dan
perempuan memiliki pandangan yang hampir sama. Kedua pasangan
orang tua memberikan pandangan yang positif terhadap anak
perempuan dibandingkan anak laki-laki. Anak perempuan disebutkan
lebih patuh, banyak membantu orang tua, dan lebih cepat dewasa,
sedangkan anak laki-laki disebutkan kurang patuh, kurang membantu
orang tua, serta lebih cenderung tidak sabar.
2. Pemahaman Orang Tua Tentang Perilaku Bermain Anak Berdasarkan
Gender
Dari hasil penelitian, pemahaman orang tua tentang perilaku bermain
anak berdasarkan gender memiliki pandangan yang hampir sama.
Keduanya menjelaskan bahwa anak laki-laki maupun anak perempuan
harus melakukan kegiatan bermain yang identik dengan gendernya
masing-masing. Misalnya, anak laki-laki bermain mobil-mobilan,
sepak bola, dan perang-perangan sedangkan anak perempuan bermain
69
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
3. Peran Orang Tua dalam Kegiatan Bermain dalam Perkembangan
Gender Anak
Peran orang tua lebih banyak mengawasi dan mengarahkan anak untuk
melakukan kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan,
hal ini karena menurut orang tua dikhawatirkan ketika anak laki-laki
bermain kegiatan perempuan ataupun sebaliknya anak perempuan
bermain kegiatan anak laki-laki akan memberikan dampak negatif
terhadap perilaku atau kepribadian anak di masa mendatang.
Kekhawatiran orang tua tentang dampak bermain yang tidak sesuai
gender dapat mempengaruhi kepribadian anak ini tidak lepas dari
bagaimana orang tua mendapatkan berbagai informasi serta
pengalaman yang telah didapatkan dari berbagai sumber, salah satunya
lingkungan.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti akan mengemukakan
beberapa rekomendasi yang diharapkan dapat dijadikan masukan bagi
pihak-pihak yang terkait dengan anak usia dini. Adapun rekomendasi
tesebut antara lain ditujukan bagi:
1. Orang Tua
Orang tua diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anak
untuk melakukan berbagai kegiatan bermain lintas gender sekalipun.
Hal ini dikarenakan setiap anak harus mendapatkan kesempatan
kegiatan bermain yang bervariatif untuk menambah pengetahuan anak,
karena pada dasarnya kegiatan bermain yang identik bagi gender
tertentu saja ketika dimainkan oleh gender lain akan berbeda caranya
memainkannya sekalipun bendanya sama.
2. Sekolah
Pihak sekolah yang juga ikut terlibat dengan anak usia dini diharapkan
memberikan kesempatan yang sama bagi anak laki-laki maupun
pengetahuan yang luas tentang berbagai hal di masa
perkembangannya.
3. Peneliti berikutnya
Penelitian ini masih banyak yang perlu diperbaiki, beberapa hal terkait
pemahaman serta pandangan orang tua dirasa masih belum terungkap
secara mendalam. Peneliti harus lebih menguasai teknik wawancara
yang lebih luwes agar mendapatkan berbagai informasi yang secara
detail dan mendalam sehingga banyak hal bermakna yang dapat
terungkap khususnya tentang pemahaman orang tua tentang perilaku
bermain anak berdasarkan gender. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan peneliti saat ini masih terbatas, oleh karena itu peneliti
selanjutnya dapat disertai dengan teknik yang lainnya seperti
observasi, ataupun catatan lapangan untuk memperkaya data
71
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender DAFTAR PUSTAKA
Absyor, M. (2010). Perbedaan Tingkat Stres Kerja Karyawan Dilihat Dari Jenis Kelamin. (Skripsi). Jurusan Psikologi UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Albab, U. (2013). Responding Paper Relasi Gender Agama-agama. [Online].
Diakses dari
http://ulilalbab541.blogspot.com/2013/11/responding-paper-relasi-gender-dalam.html. [27 Januari 2015].
Briezendine, L. (2010). Male Brain. Jakarta: Phoenix Publishing Project.
Bungin, B. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Creswell, J. W. (2013). Qualitative Inquiry & Research Design. London: SAGE Publications India
Dana, P. K. (2014). Telaah Sensitivitas Gender Guru dalam Proses Pembelajaran di TK Bunda Balita. (Skripsi). Jurusan PGPAUD UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Dariyo, A. (2007). Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: PT Refika Aditama.
Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Dewi, F. I.R. & Idrus, M. (2011). Konstruksi Gender dalam Budaya. [Online]. Diakses dari kajian.uii.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/KONSTRUSI-GENDER.pdf
Hajaroh, M. (2010). Paradigma, Pendekatan, dan Metode Penelitian
Fenomenologi. [Online]. Diakses dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dra.%20Mami%20Hajaroh, %20m.Pd./fenomenologi.pdf. [27 November 2014].
Hartinah, S. (2010). Pengembangan Peserta Didik. Bandung: PT Refika Aditama
Hidayat, N. (2012). Prespektif Agama dalam kesetaraan Gender dan Peranannya
dalam membangun budaya Patriarki. [Online]. Diakses dari
http://claustra-phobia.blogspot.com/p/blog-page_4.html. [27 Januari 2015].
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Inno. (2008). Dampak Patriarki Terhadap Konflik yang Terjadi di Indonesia. [Online]. Diakses dari innokribow. Blogspot.in/2008/12/dampak-patriarki-terhadap-konflik-yang.html?m=1. [24 Desember 2014].
Isa, A. (2011). Analisis Gender Menurut Agama. [Online]. Diakses dari http://ahmadiisa.blogspot.com/2011/12/analisis-gender-menurut-agama.html. [27 Januari 2015].
Istiyanto, B. (2008). Gender. [Online]. Diakses dari
sbektiistiyanto.files.wordpress.com/2008/02/gender.doc. [24 Desember 2014].
Gina, N. P. (2014). Persepsi Orang Tua Terhadap Aktivitas Bermain Anak Usia Dini. (Skripsi). Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Kuswana, W. S. (2011). Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Kuswarno, E. (2008). Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran.
Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Maliki, Z. (2009). Bias Gender Dalam Pendidikan. [Online]. Diakses dari paksisgendut.file.wordpress.com/2009/02/gender-dan-pendidikan.pdf [ 2 Desember 2014].
Marliany, R. (2010). Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia
Martin, B. (2011). Children at Play. England: Trentham Books.
Miu, L. (2005). Exploring Teachers’ understanding and practice of Gender Equity. (Disertasi). Master of Education, the University of Hong Kong.
Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT Rineka Cipta.Moleong. L. J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong. L. J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. (2012). Manajemen PAUD. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nina, W. S. (2011). Psikologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
73
Fitri Nurianti Wijaya, 2015
Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender
Nurihsan, H.J & Agustin, M. (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Refika Aditama.
Papalia, D.E., Old, S.W. & Feldman, R.D. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Papalia, D.E., Old, S.W. & Feldman, R.D. (2009). Human Development: Perkembangan Manusia. (Edisi Kesepuluh). Jakarta: Salemba Humanika.
Patilima, H. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Patmonodewo, S. (2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta
Rachmatunnisa. (2010). Bayi Memilih mainan Berdasarkan Gender. [Online]. Diakses dari http://kampus.okezone.com/read/2010/04/19/56/324166/bayi-memilih- mainan-berdasarkan- gender. [ 19 November 2014].
Reza, A.M. (2012). Perilaku Konsumtif Pada Pria Metroseksual. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Rostyaningsih, D. (2013). Konsep gender. [Online]. Diakses dari
admpublik.fisip.undip.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/KONSEP-GENDER.pdf. [8 Desember 2014].
Samiaji, S. (2011). Penelitian kualitatif. Jakarta: Indeks
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. (Edisi Kesebelas). Jakarta:
Sheridan, M. D. (2011). Play In Early Childhood. New York: Routledge.
Shofia, E. (2014). Gender dalam Perspektif Islam. [Online]. Diakses dari
http://edukasi.kompasiana.com/2014/12/09/gender-dalam-perspektif-islam-691105.html. [27 Januari 2015].
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sumbulah, U. (2012). Agama dan Keadilan Gender. [Online]. Diakses dari
http://download.portalgaruda.org.article.php?article=115316&val=5284. [27
Januari 2015].
Smith, J. A. (2009). Psikologi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suyanto, S. (2005). Konsep dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Tn. (2012). Mainan Lintas Gender. [Online]. Diakses dari
http://www.motherandbaby.co.id/artikel./baca/2012/1479/Mainan-Lintas-Gender.html. [8 April 2013].
Upton, P. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV. Andi Offset
Witt, S. D. (1997). Parental Influences on Children’s Socialization to Gender Roles. [Online]. Diakses dari gozips.uakron.edu/~susan8/parinf.htm. [26 November 2014].
Wade, C & Travis, C. (2007). Psikologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Wood, J. T. (1994). Gendered Lives. California: International Thomson Publishing.