• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI ANAK TERHADAP PERAN ORANG TUA DALAM MENGATUR BELAJAR DAN BERMAIN ANAK DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA KELAS III SD NEGERI SE GUGUS I KECAMATAN KOTAGEDE YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI ANAK TERHADAP PERAN ORANG TUA DALAM MENGATUR BELAJAR DAN BERMAIN ANAK DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA KELAS III SD NEGERI SE GUGUS I KECAMATAN KOTAGEDE YOGYAKARTA."

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI ANAK TERHADAP PERAN ORANG TUA DALAM MENGATUR BELAJAR DAN BERMAIN ANAK DENGAN

HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA KELAS III SD NEGERI SE GUGUS I KECAMATAN KOTAGEDE YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Pratiwi Khusnul Khotimah NIM 12108241001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

"Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu

bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu."

(Terjemahan QS. Luqman 31:14)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang kepada:

1. Bapak dan ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, mendidik, mendoakan yang terbaik, dan kesabaran selama ini.

2. Almamater UNY.

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI ANAK TERHADAP PERAN ORANG TUA DALAM MENGATUR BELAJAR DAN BERMAIN ANAK DENGAN

HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA KELAS III SD NEGERI SE GUGUS I KECAMATAN KOTAGEDE YOGYAKARTA

Oleh

Pratiwi Khusnul Khotimah NIM 12108241001

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar anak dengan hasil belajar kognitif 2) hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur bermain anak dengan hasil belaar kognitif 3) hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar dan bermain anak dengan hasil belajar kognitif siswa kelas III SD Negeri se gugus I Kecamatan Kotagede Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian sebanyak 114 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk skala psikologi dan dokumentasi rata-rata nilai raport semester ganjil. Uji coba instrumen menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas, sehingga diperoleh 27 butir valid dari 37 butir dan hasil reliabilitas sebesar 0,900 untuk skala persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar anak dan untuk skala persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur bermain anak diperoleh 23 butir valid dari 30 butir dan hasil reliabilitas sebesar 0,923. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis korelasi product moment dan korelasi ganda (multiple correlation).

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa 1) Terdapat hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar anak dengan hasil belajar kognitif. Hal itu ditunjukkan oleh rhitung = 0,579 dan p = 0,000 (0,000 < 0,05); 2) Terdapat hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur bermain anak dengan hasil belajar kognitif. Hal itu ditunjukkan oleh rhitung = 0,450 dan p = 0,000 (0,000 < 0,05); 3) Terdapat hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar anak bermain anak dengan hasil belajar kognitif siswa kelas III SD Negeri se gugus I Kecamatan Kotagede Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016. Hal itu ditunjukkan oleh Rhitung = 0,584; Rtabel = 0,176 dengan sumbangan efektif persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar dan bermain anak dengan hasil belajar kognitif siswa sebesar 32,9%, yang berarti masih ada sumbangan efektif sebesar 67,1 % berasal dari faktor lain.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, petunjuk, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI ANAK TERHADAP PERAN ORANG TUA DALAM MENGATUR BELAJAR DAN BERMAIN ANAK DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA KELAS III SD NEGERI SE GUGUS I KECAMATAN KOTAGEDE YOGYAKARTA” ini disusun dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih setingggi-tingginya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan belajar di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

4. Bapak Agung Hastomo M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu guna memberi arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama di bangku perkuliahan sebagai bekal di masa sekarang dan yang akan datang.

(9)

ix

7. Siswa-siswi kelas III SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede yang telah bersedia menjadi subjek penelitian.

8. Bapak dan Ibu, terima kasih atas do’a kasih sayang, perhatian, pembinaan, didikan dan dukungannya.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak.

Yogyakarta, Maret 2016

(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori ... 13

1. Tinjauan tentang Persepsi Anak ... 13

a. Pengertian Persepsi ... 13

b. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 14

2. Tinjauan tentang Belajar ... 16

a. Pengertian Belajar ... 16

(11)

xi

3. Tinjauan tentang Bermain ... 21

a. Pengertian Bermain ... 21

b. Macam-macam Permainan ... 22

c. Fungsi Permainan ... 24

4. Tinjauan tentang Orang Tua dan Anak ... 26

a. Pengertian Orang Tua dan Anak ... 26

b. Tanggung Jawab Orang Tua ... 28

5. Tinjauan Peran Orang Tua dalam Keluarga ... 29

6. Tinjauan tentang Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua ... 32

a. Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur Belajar Anak ... 32

b. Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengarur Bermain Anak ... 36

7. Karakteristik Anak Sekolah Dasar ... 38

8. Hasil Belajar Kognitif ... 40

B. Penelitian yang Relevan ... 43

C. Kerangka Pikir ... 44

D. Hipotesis Penelitian ... 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 49

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 49

C. Variabel dan Paradigma Penelitian ... 50

D. Definisi Operasional... 52

E. Populasi dan Sampel Penelitian ... 54

F. Metode Pengumpulan Data ... 57

G. Instrumen Penelitian... 58

H. Teknik Analisis Data ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 73

(12)

xii

a. Persepsi Anak terhadap Peran Orang tua dalam

Mengatur Belajar Anak ... 73

b. Persepsi Anak terhadap Peran Orang tua dalam Mengatur Bermain Anak ... 77

c. Hasil Belajar Kognitif ... 81

2. Uji Prasyarat Analisis ... 82

a. Uji Normalitas ... 82

b. Uji Linieritas ... 83

c. Uji Multikolinieritas ... 84

3. Pengujian Hipotesis ... 85

a. Pengujian Hipotesis Pertama ... 86

b. Pengujian Hipotesis Kedua ... 88

c. Pengujian Hipotesis Ketiga ... 90

4. Pembahasan ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Daftar Nama dan Alamat SD Negeri se-Gugus I Kecamatan

Kotagede Yogyakarta ... 50

Tabel 2. Data Jumlah Siswa Kelas III SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede Tahun Ajaran 2015/2016 ... 54

Tabel 3. Sampel Penelitian ... 56

Tabel 4. Kisi-kisi Skala Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur Belajar Anak (X1) ... 69

Tabel 5. Kisi-kisi Skala Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur Bermain Anak (X2) ... 60

Tabel 6. Intepretasi nilai r ... 64

Tabel 7. Skala Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur Belajar Anak Setelah Uji Coba ... 65

Tabel 8. Skala Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur Bermain Anak Setelah Uji Coba ... 66

Tabel 9. Perhitungan Kategori ... 67

Tabel 10. Skor Varibel Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur Belajar Anak ... 74

Tabel 11. Rumus Klasifikasi Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur Belajar Anak ... 75

Tabel 12. Klasifikasi Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur Belajar Anak ... 76

Tabel 13. Skor Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur Bermain Anak ... 78

Tabel 14. Rumus Klasifikasi Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalamMengatur Bermain Anak ... 79

Tabel 15. Klasifikasi Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur Bermain Anak ... 79

Tabel 16. Rumus Klasifikasi Hasil Belajar Kognitif ... 81

Tabel 17. Klasifikasi Hasil Belajar Kognitif ... 81

Tabel 18. Hasil Uji Normalitas ... 83

Tabel 19. Hasil Uji Linieritas ... 84

(14)

xiv

Tabel 21. Korelasi Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam

Mengatur Belajar Anak dengan Hasil Belajar Kognitif ... 87 Tabel 22. Korelasi Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam

Mengatur Bermain Anak dengan Hasil Belajar Kognitif ... 89 Tabel 23. Korelasi Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalamMengatur

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Kerangka Pikir... 47 Gambar 2 Paradigma Penelitian ... 51 Gambar 3. Histrogram Skor Variabel Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua

Dalam Mengatur Belajar Anak ... 75 Gambar 4. Histrogram Klasifikasi Frekuensi Persepsi Anak terhadap Peran

Orang Tua dalamMengatur Belajar Anak ... 76 Gambar 5. Histrogram Skor Variabel Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua

dalam Mengatur Bermain Anak ... 78 Gambar 6. Histrogram Klasifikasi Frekuensi Persepsi Anak terhadap Peran

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Instumen Uji Coba ... 106

Lampiran 2. Data Skor Hasil Ujicoba ... 112

Lampiran 3. Nilai r Product Moment ... 114

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 116

Lampiran 5. Intrumen Penelitian ... 119

Lampiran 6. Data Nilai Rapor Semester Ganjil ... 125

Lampiran 7. Data Hasil Penelitian ... 129

Lampiran 8. Analisis Data Penelitian ... 133

Lampiran 9. Dokumetasi Penelitian ... 140

Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian ... 141

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat penting. Pendidikan merupakan suatu usaha yang mengantarkan manusia kepada jenjang yang lebih sempurna. Pendidikan tidak hanya berorientasi pada kecakapan teoritik tetapi pendidikan lebih ditekankan pada kecakapan praktik. Untuk memiliki suatu kecakapan dalam proses pendidikan maka tidak lepas dari tujuan pendidikan, metode dan evaluasi.

Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Bangsa Indonesia yang menaruh harapan besar terhadap pendidikan dalam perkembangan masa depan bangsa ini, karena dari tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk. Sistem pendidikan di Indonesia juga telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan.

(18)

2

Negara. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2007: 70) mengartikan pendidikan adalah suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh dengan tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-menerus. Maka dari itu untuk mewujudkan definisi di atas, telah banyak dilakukan perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan, seperti perubahan kurikulum, syarat standar kelulusan, otonomi manajemen sekolah, sertifikasi guru dan sebagainya. Semua itu diperuntukkan untuk memperbaiki mutu pendidikan di negeri ini.

Pendidikan di Indonesia terbagi menjadi tiga bagian yaitu pendidikan formal, informal dan non formal (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 10). Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Pendidikan informal adalah proses pendidikan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga. Sedangkan pendidikan non formal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

(19)

3

rukun dan damai untuk mencapai cita-cita sebagai keluarga yang bahagia. Kebahagiaan yang paling utama sebagai pasangan suami istri yaitu memperoleh keturunan. Pasangan suami istri yang sudah memperoleh keturunan bisa disebut sebagai orang tua.

Mastur Faizi (2012:11) mengartikan orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap anak-anak mereka. Orang tua lah yang melahirkan, merawat, menjaga, membiayai dan terlebih lagi mendidik anak-anak mereka. Syaiful Bahri Djamarah (2004:21) mengemukakan bahwa mendidik anak adalah tanggung jawab orang tua. Oleh karena itu, orang tua harus berusaha sepenuhnya untuk memberikan pendidikan yang baik kepada anaknya sehingga anak menjadi pribadi yang berakhlak mulia, cerdas dan dapat menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya di masa depan. Seorang anak yang dapat menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya, berarti dia pandai menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.

(20)

4

memanjakan anak secara berlebihan. Hal tersebut mengingatkan bahwa tidak ada sekolah ataupun kursus untuk menjadi orang tua.

Kurang lebih pada usia 7 tahun para orang tua mulai memasukkan anak-anaknya ke Sekolah Dasar agar mendapatkan pendidikan formal awal di Indonesia. Sekolah Dasar memiliki waktu tempuh selama 6 tahun dimulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Sebagian besar Sekolah Dasar di Indonesia masih menggunakan Kurikulum KTSP dan sebagian sudah menggunakan Kurikulum 2013 atau Tematik. Menurut kurikulum KTSP terdapat beberapa muatan mata pelajaran yang diperuntukan untuuk SD, yaitu : Agama, Pkn, Matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Penjaskes, dan muatan lokal yang ada di daerah tak terkecuali Sekolah Dasar yang mengajarkan bahasa asing seperti Bahasa Inggris maupun Bahasa Arab.

(21)

5

selalu belajar sehingga waktu bermain bahkan tidak diberikan. Sedangkan

Over-indulgent, yaitu sikap orang tua yang sangat memanjakan dan menuruti kehendak dan keinginan anaknya. Sikap orang tua yang seperti itu mengartikan bahwa anaklah yang mendominasi sehingga orang tua berusaha menuruti apa saja yang menjadi keinginan anak.

Adapula orang tua yang mempunyai sikap acuh tak acuh terhadap anaknya. Orang tua yang seperti ini cenderung lepas tangan dan tidak peduli dengan apa yang dilakukan sang anak di sekolah maupun dilingkungan. Hal tersebut, dikarenakan kesibukan orang tua sehingga kurang atau tidak sempat memberikan pendidikan, pengawasan, perhatian, dan bimbingan yang layak kepada anak. Orang tua yang demikian biasanya acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, bahkan sama sekali tidak memperhatikan akan kepentingan-kepentingan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak memperhatikan anak saat belajar, sehingga waktu bermain akan lebih mendominasi dan dapat menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil dalam belajarnya.

(22)

6

fasilitas yang baik kepada anak, tidak mengetahui kesulitan anak dalam belajar dapat menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil dalam belajarnya.

Peran dan sikap orang tua dalam memperhatikan segala kegiatan anak selama menjalani rutinitasnya sebagai pelajar sangat diperlukan untuk memudahkan anak dalam memperoleh pengetahuan selama menjalani proses belajar, disampng itu juga anak dapat mencapai hasil belajar kognitif yang tinggi. Peran orang tua dalam mengatur belajar anak bisa dengan mengatur jadwal belajar anak, memahami permasalahan anak dalam belajar dan memberikan fasilitas untuk anak belajar. Selain belajar, anak juga membutuhkan bermain, maka dari itu orang tua juga perlu dapat berperan dalam mengatur bermain anak seperti memastikan kegiatan dan waktu luang anak dalam bermain, orang tua dapat bermain bersama anak dan mengawasi anak saat bermain.

(23)

7

Berdasarkan pengamatan peneliti sewaktu PPL 2 pada bulan Agustus tahun 2015, di SD Negeri Rejowinangun 1 yang mengatur jam belajar sebagai berikut, pada kelas rendah yaitu kelas 1 sampai dengan kelas 3 jam belajar dimulai dari pukul 07.00 - 10.45, sedangkan pada kelas tinggi yaitu kelas 4 sampai dengan kelas 6 dimulai dari pukul 07.00 - 12.10. Melihat jadwal pelajaran yang ada di SD Negeri Rejowinangun 1 tersebut tentu saja waktu yang digunakan anak untuk belajar disekolah lebih sedikit dibandingkan waktu anak di lingkungan rumah terutama anak yang duduk di kelas rendah. Namun pada kenyataanya, masih banyak anak yang belum bisa mengatur waktu belajar dan bermain mereka ketika berada di rumah. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyak anak yang dihukum guru kelas mereka karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Hampir setiap hari masih ada saja siswa yang dihukum karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Hasil wawancara siswa kelas III B SD Negeri Rejowinangun I pada tanggal 26 Agustus 2015 yang dilakukan peneliti menunjukkan sebagian besar siswa yang tidak mengerjakan PR lebih memilih menonton televisi dan bermain ketika jam belajar di rumah, yang idealnya jam belajar dirumah antara pukul 19.00 - 21.00. Sehingga peran orang tua dalam mengatur belajar dan bermain anak sangatlah dibutuhkan agar anak tidak hanya menggunakan waktu dirumah untuk bermain saja.

(24)

8

olahraga, dan bermain. Orang tua tidak bisa terus menerus memaksakan anak untuk belajar. Terkadang orang tua menganggap bermain akan menggangu belajar dan membuat anak menjadi malas. Hal ini terlihat jelas masih banyaknya orang tua yang lebih menekankan anaknya untuk selalu belajar dan melarang anaknya untuk bermain.

Belajar dan bermain merupakan kebutuhan anak pada usia Sekolah Dasar. Melalui bermain, anak akan memperoleh kesenangan dan dapat mengambil dampak positifnya untuk belajar dan berkembang. Namun, apabila bermain dilakukan secara berlebihan akan memberikan dampak yang kurang baik. Terlalu banyak bermain tentu saja tidak baik untuk anak. Anak bisa saja mengalami kelelahan, malas belajar. Begitu halnya dengan belajar, terlalu banyak belajar dapat menyebabkan anak menjadi jenuh, mudah bosan, dan stres. Pada intinya, anak harus memiliki waktu belajar dan bermain agar kegiatan anak lebih teratur setiap harinya. Pembagian waktu belajar yang ideal adalah pukul 19.00-21.00 dan waktu bermain idealnya adalah setelah anak pulang sekolah sampai menjelang magrib. Perhatian dan pengawasan dari orang tua hendaknya dapat menumbuhkan hal-hal yang positif bagi anak.

(25)

9

Kognitif Siswa Kelas III SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede

Yogyakarta.”

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Masih banyak siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR). 2. Masih banyak siswa yang memilih menonton televisi ketika jam belajar di

rumah.

3. Kurangnya kesadaran orang tua dalam mengatur waktu belajar dan bermain anak.

4. Kurangnya perhatian orang tua terhadap hasil belajar anak.

5. Lemahnya peran orang tua dalam mengatur belajar dan bermain anak. 6. Belum mengetahui hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang

tua dalam mengatur belajar dan bermain terhadap hasil belajar kognitif.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dengan melihat kondisi serta permasalahan yang komplek, maka penelitian ini dibatasi pada :

1. Belum diketahuinya hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar anak dengan hasil belajar kognitif.

(26)

10

3. Belum diketahuinya hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar dan bermain anak dengan hasil belajar kognitif.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang sudah dikemukakan oleh peneliti, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar anak dengan hasil belajar kognitif siswa kelas III SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede Yogyakarta?

2. Apakah ada hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur bermain anak dengan hasil belajar kognitif siswa kelas III SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede Yogyakarta?

3. Apakah ada hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar dan bermain anak dengan hasil belajar kognitif siswa kelas III SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

(27)

11

2. Mengetahui hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur bermain anak dengan hasil belajar kognitif siswa kelas III SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede Yogyakarta.

3. Mengetahui hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar dan bermain anak dengan hasil belajar kognitif siswa kelas III SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut ini:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan mengenai persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar dan bermain anak.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

1) Dapat belajar menghargai waktu

2) Anak-anak dapat lebih termotivasi dalam belajar 3) Dapat memanfaatkan waktu dengan baik

4) Anak dapat lebih patuh kepada orang tua

b. Bagi orang tua

(28)

12

2) Dapat menempatkan diri sebagai motivator eksternal bagi anak untuk lebih giat belajar.

c. Bagi peneliti

1) Menambah pengetahuan bagi peneliti sebagai bekal menekuni dunia pendidikan di masa yang akan datang.

(29)

13

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Tinjauan tentang Presepsi Anak

a. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan inteprestasi diri dari apa rti dan memahami yang dirasakan (John W. Santrock, 2011: 216). Sedangkan menurut Robert Foldman (2012, 119) menyatakan persepsi adalah proses pengertian, intepretasi, analisis, dan integrasi dari stimulus oleh indra dan otak.

Hal yang berbeda dikemukakan oleh J.P Chaplin (2011: 385) bahwa persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian objektif dalam bantuan indera. Sejalan dengan pendapat tersebut, Djalaludin Rahmat (1986: 192) mengemukakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menampilkan pesan. Pengertian tersebut mengandung maksud bahwa persepsi adalah pengalaman yang diperoleh dari suatu pengalaman.

(30)

14

orang berbeda-beda karena tergantung pada kemampuan, pengalaman, dan kesempurnaan pancaindera setiap individu.

b. Fakor yang Mempengaruhi Persepsi

Perbedaan persepsi dari setiap individu terhadap suatu stimulus dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhin persepsi tersebut. Menurut Bimo Walgito (2014: 115-118) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi. Faktor yang pertama berasal dari stimulus atau dari luar individu yang terdiri dari intensitas atau kekuatan stimulus, ukuran stimulus, perubahan stimulus, ulangan dari stimulus, dan pertentangan atau kontras. Sedangka faktor yang kedua yaitu faktor individu yang terdiri dari sifat struktural dan sifat temporer individu, serta aktivitas yang sedang berjalan pada indivdu.

Alex Sobur (2003: 452-455) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ada 2, yaitu:

1) Faktor intern, meliputi kebutuhan psikologis, latar belakang, pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan umum, serta penerimaan diri.

2) Faktor ekstern, meliputi intensitas, ukuran, kontras, gerakan, ulangan, keakraban, dan sesuatu yang baru.

(31)

15

yang menyebabkan perbedaan persepsi dari masing-masing individu. Sedangkan menurut Miftah Thoha (2005: 154), faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah faktor internal (perasaan, sikap, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian, proses belajar, keadaan fisik, gangguan jiwa, nilai kebutuhan, minat dan motivasi), dan faktor eksternal (latar belakang keluarga, infromasi yang diperoleh, pengetahuan, kebutuhan disekitar, intensitas ukuran dan hal baru).

Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ada dua yaitu:

1) Faktor yang berasal dari dalam individu (pemahaman, kepribadian, perasaan, sikap, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian, proses belajar, keadaan fisik, gangguan jiwa, nilai, kebutuhan, minat dan motivasi, pengalaman/pengetahuan dan gangguan jiwa). 2) Faktor yang bersal dari luar individu (latar belakang keluarga,

informasi yang diperoleh, pengetahuan, kebutuhan disekitar, intensitas ukuran dan hal baru).

2. Tinjauan tentang Belajar

a. Pengertian Belajar

(32)

16

(Baharuddin, 2014: 159) mendefinisikan belajar sebagai proses tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Sedangkan menurut Anisah Basleman dan Syamsu Mappa (2011: 2) belajar pada hakikatnya adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dengan sadar yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada dirinya, baik dalam bentuk pengetahuan, dan keterampilan baru maupun dalam bentuk sikap dan nilai yang positif.

Hal tersebut hampir sama dengan pendapat Eveline dan Hartini (2011: 3) yang mendefiniskan belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi bahkan dalam kandungan hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku.

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 129), menambahkan perubahan tingkah laku dalam belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Perubahan yang terjadi secara sadar

Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.

2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

(33)

17

terjadi akan menyebabkan perubahan, berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perubahan belajar, perubahan itu selalu bertambah dan setuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Maka dari itu, semakin banyak usaha belajar itu dilakukan, semakin banyak dan semakin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif yaitu berubahan itu tidak terjadi sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang terjadi karena belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

5) Perubahan dalam belajar, bertujuan atau terarah

Hal ini berarti bahwa perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

(34)

18

Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Yudrik Jahja (2011: 387), yang menyatakan belajar adalah sebuah aktivitas yang dilakukan oleh manusia untuk menambah pengetahuan yang ada dalam dunia dengan suatu pengalaman yang sangat berarti dan memiliki makna yang tinggi. Hal tersebut hampir sama dengan pendapat Hilgard dan Brower dalam Oemar Hamalik (2012: 45), yang mendefinisikan belajar sebagai perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktek, dan pengalaman.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan dengan sadar dan berlangsung seumur hidup untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan yang bersifat menetap dan positif.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Telah dikatakan bahwa belajar merupakan proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan tingkah laku atau kecakapan. Perubahan-perubahan itu dapat dikatakan berhasil dengan baik atau tidak tergantung kepada bermacam- macam faktor.

Sumardi Suryabrata (2006: 233), faktor yang mempengaruhi belajar itu banyak sekali macamnya, sehingga dapat diklasifikasi sebagai berikut :

(35)

19

sebagainya. (2) faktor sosial, misalnya: faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya tidak langsung hadir.

2) Faktor yang berasal dari dalam diri pelajar, dan ini juga dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu, (1) faktor fisiologi, misalnya: keadaan jasmani dan fungsi-fungsi fisiologis tertentu. (2) faktor psikologis, misalnya: rasa ingin tahu, sifat yang kreatif, keinginan mendapatkan simpati dari orang lain, dan sebagainya.

Hal ini juga diungkapkan oleh Eveline dan Hartini (2011: 175), bahwa faktor yang memperngaruhi belajar siswa itu ada dua yaitu faktor internal dan eksternal yang diu raikan sebagai berikut:

1) Faktor Internal

(36)

20

menentukan sikap belajar siswa sehingga dapat menggali bakat dan potensi siswa itu sendiri.

2) Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang timbul dari luar diri siswa. Faktor eksternal yang pertama adalah faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik anak, suasana rumah, faktor ekonomi keluarga, serta latar belakang kebudayaan. Ketika orang tua mendidik anaknya dan menciptakan suasana nyaman untuk belajar di rumah ditambah mampu melengkapi fasilitas belajar anak tentu akan berdampak positif terhadap belajar anak. Faktor yang kedua adalah lingkungan sekolah, seperti hubungan dengan guru, siswa, serta kelengkapan fasilitas sekolah itu sendiri. Faktor eksternal yang ketiga adalah lingkungan masyarakat, seperti teman bergaul, pola hidup lingkungan, kegiatan dalam masyarakat, serta media massa yang dapat mempengaruhi belajar siswa.

M. Dalyono (2005: 55) menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan hasil belajar adalah sebagai berikut: (1) faktor internal (yang berasal dari dalam diri) yang meliputi hal-hal seperti: kesehatan, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi, dan cara belajar. (2) faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) yang meliputi: keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekolah.

(37)

21

siswa yaitu faktor internal dan eksternal. Hal ini juga dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi ketika anak memperoleh hasil belajar yang rendah atau mengalami masalah dalam belajarnya.

3. Tinjauan tentang Bermain

a. Pengertian Bermain

Rohinah M. (2014: 174) berpendapat bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Sedangkan menurut Dockerr dan Fleer dalam Yuliani Nurani Sujiono (2012: 144), bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Pendapat berbeda disampaikan oleh Spencer dalam Penney Upton (2012: 130) yang menyatakan bahwa bermain bermula dari bertumpunya energi yang berlebih dalam tubuh yang perlu disalurkan. Bermain hanya dimungkinkan ketika sistem bilogis menumpuk atau energi yang berlebih.

(38)

22

b. Macam- macam Permainan

H. Hetzer dalam Zulkifli L (2006: 42), menyebutkan beberapa macam permainan sebagai berikut:

1) Permainan fungsi, yakni permainan yang dilaksanakan anak dengan gerakan-gerakan dengan tujuan untuk melatih organ tubuh.

Contoh : anak melempar benda, menggerakkan kaki, dan lain-lain. 2) Permainan kontruktif, yakni permainan yang mengutamakan

hasilnya.

Contoh: membuat mobil-mobilan, rumah-rumahan, boneka dari kain-kain perca, dan sebagainya.

3) Permainan reseptif, yakni permainan berdasarkan rangsangan yang diterima dari luar baik melalui cerita, atau gambar serta kegiatan lain yang dilihat anak.

Contoh: asyik melihat TV, mendengarkan cerita pendek.

4) Permainan peranan, yakni permainan yang membuat anak itu sendiri memegang peranan sebagai apa yang sedang dimainkan.

Contoh: bermain dokter-dokteran, supir-supiran, bidan-bidanan, dan sebagainya.

(39)

23

Contoh: meloncati parit, meniti jembatan, memanjat pohon, dan sebagainya.

Diana Mutiah (2010: 139) menjelaskan terdapat beberapa macam-macam permainan, antara lain yaitu :

1) Permainan sensorimotor, merupakan permainan yang memperlihatkan anak memperoleh kenikmatan dari melatih perkembangan sensorimotor mereka.

2) Permainan praktis, yaitu permainan yang melibatkan pengulangan perilaku ketika keterampilan-keterampilan baru sedang dipelajari. 3) Permainan pura-pura (simbolis), yaitu permainan yang terjadi ketika

anak mentransformasikan lingkungan fisik ke dalam suatu simbol. 4) Permainan sosial, yaitu permainan yang melibatkan interaksi sosial

dengan teman sebaya.

5) Permainan fungsional, yaitu permainan pertama yang dilakukan pada masa awal anak-anak, dimana anak mengulang-ulang kegiatan sederhana dan menemukan kesenangan dalam bermain dengan lingkungannya.

6) Permainan konstruktif, yaitu terjadi ketika anak-anak melibatkan diri dalam suatu kreasi atau kontruksi suatu pemecahan masalah ciptaan sendiri.

(40)

24

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa permainan itu banyak macamnya antara lain yaitu permainan fungsi, konstruktif, reseptif, peranan, sosial, dan lain lain. Melalui berbagai permainan, anak akan memperoleh pengalaman yang menyenangkan, sehingga menghasilkan proses belajar pada anak. Anak-anak belajar melalui permainan mereka. Pengalaman permainan yang menyenangkan dengan bahan, benda, anak lain, dan dukungan orang dewasa membantu anak-anak berkembang secara optimal.

c. Fungsi Permainan

Adapun fungsi permainan untuk anak-anak yang dikemukakan Yudrik Jahja (2011: 192) sebagai berikut:

1) Fungsi kognitif, permainan akan membantu perkembangan kognitif anak. Melalui pemainan, anak-anak menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek-objek disekitarnya, dan belajar memecahkan masalah yang dihadapinya. Sehingga memungkinkan anak-anak dapat mengembangkan kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dengan cara yang menyenangkan.

(41)

25

Fungsi bermain juga dikemukakan oleh Diana Mutiah (2010: 137), yang menjelaskan bahwa bermain mempunyai fungsi sebagai berikut:

“Bermain merupakan hal yang esensial bagi kesehatan anak -anak, meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah, dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial berbahaya. Permainan meningkatkan kemungkinan anak-anak akan berbicara dan berinteraksi dengan satu sama lain. Selama interaksi ini anak-anak mempraktikan peran-peran yang mereka laksanak-anakan dalam kehidupan masa depannya.”

Agung Triharso (2013: 6) mengemukakan bahwa dalam bermain anak-anak harus lebih mengedepankan belajar. Artinya bermain untuk belajar, bukan bermain untuk mainan itu sendiri. Dengan kata lain, bermain untuk belajar, bukan belajar untuk bermain, dan juga bukan bermain untuk main-main. Maka dari itu, orang tua harus bisa memilah dan memilih permainan yang dapat mencerdaskan anak atau bahkan permainan yang justru merusak karakter anak.

(42)

26

sama lain. Sehingga peran orang tua sangat dibutuhkan untuk memilih dan memilah permainan apa saja yang baik untuk anaknya.

4. Tinjauan tentang Orang Tua dan Anak

a. Pengertian Orang Tua dan Anak

Keluarga merupakan perkumpulan dari orang-orang yang memiliki hubungan darah, biasanya terdiri dari, ayah, ibu dan anak. Menurut Soelaeman dalam Syaiful Bahri Djamarah (2004: 16-17), dalam pengertian secara psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling memperngaruhi, saling memperhatikan, dan saling mnyerahkan diri. Sedangkan dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan.

(43)

27

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan kumpulan beberapa orang yang memiliki hubungan darah, yang di dalamnya terdapat suami, istri, dan anak-anak dan merupakan bagian yang paling penting di dalam masyarakat.

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, dan merupakan hasil dari ikatan perkawinan yang sah dan dapat membentuk sebuah keluarga. Menurut Mastur Faizi (2012:11) orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap anak-anak mereka. Sedangkan Fuad Nashroni (2005: 5) berpendapat bahwa orang tua adalah ayah, ibu, anak, termasuk di dalamnya orangtua kandung, orang tua tiri, orang tua angkat, dan anak angkat.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian orang tua tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari, ayah, ibu, dan anak-anak baik itu kandung ataupun angkat. Orang tua lah yang paling bertanggung jawab terhadap anak-anaknya.

(44)

28

menurut Shoba Dewey Chugan (2009: 5), melihat seorang anak sebagai makhluk Tuhan yang dilindungi, dirawat dan juga diberikan ilmu.

b. Tanggung Jawab Orang Tua

Ketika sebuah keluarga telah dikarunia anak oleh Allah SWT, tanggung jawab dan kewajiban para orang tua pun bertambah. Adapun tanggung jawab yang harus dilakukan orang tua yang telah dikemukakan oleh Fuad Ihsan (2003: 64), adalah sebagai berikut:

1) Memelihara dan membesarkan anak

Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan, karena anak memerlukan makan, minum, dan perawatan, agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.

2) Melindungi dan menjamin kesehatannya

Orang tua bertanggung jawab terhadap perlindungan anak, termasuk menjamin kesehatan anak, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.

3) Mendidik dengan berbagai ilmu

(45)

29 4) Membahagiakan kehidupan anak

Kebahagiaan anak menjadi bagian dari kebahagiaan orang tua, oleh sebab itu orang tua senantiasa mengupayakan kebahagiaan anak dalan kapasitas pemenuhan kebutuhan sesuai dengan perkembangan usianya, yang diiringi dengan memberikan pendidikan agama dan akhlak yang baik.

Hal tersebut juga dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah (2004: 27), yang menyebutkan bahwa orang tua dan anak dalam suatu keluarga memiliki kedudukan yang berbeda. Dalam pandangan orang tua, anak adalah buah hati dan tumpuan di masa depan yang harus dipelihara dan dididik. Memelihara dari segala marabahaya dan mendidikanya agar menjadi anak yang cerdas. Orang tua tentu harus bisa memainkan perannya dalam memenuhi tanggung jawab kepada anak.

5. Tinjauan tentang Peran Orang Tua dalam keluarga

Adapun peranan orang tua dalam keluarga yang diungkapkan oleh Covey dalam Syamsu Yusuf (2006: 47- 48), yaitu :

1) Modelling (example of trustworthness). Orang tua adalah contoh atau model bagi anak. Tidak dapat disangkal bahwa contoh dari orang tua mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi anak. Orang tua merupakan model yang pertama dan terdepan bagi anak (baik positif

(46)

30

dan berbuat anak dibentuk oleh cara berpikir dan berbuat orang tuanya. Melalui “modelling” anak dapat belajar tentang sikap proaktif, sikap respek dan kasih sayang.

2) Mentoring, yaitu kemampuan untuk menjalin dan membangun hubungan, investasi emosional (kasih sayang kepada orang lain) atau memberi perlindungan kepada orang lain secara mendalam, jujur, pribadi dan tidak bersyarat. Kejujuran atau keikhlasan memberikan perlindungan yang akan mendorong orang lain untuk bersikap terbuka dan mau menerima pengajaran, karena di dalam diri mereka tertanam perasaan percaya. Orang tua merupakan mentor pertama bagi anak yang menjalin hubungan dan memberikan kasih sayang secara mendalam, baik secara postif maupun negatif, orang tua mau tidak mau tetap menjadi mentor bagi anak. Orang tua menjadi sumber pertama bagi perkembangan perasaan anak, yaitu rasa aman atau tidak, dicintai atau dibenci. Ada lima cara memberikan kasih sayang kepada orang lain dengan hati sendiri, yaitu (1) Empathizing: mendengarkan hati orang lain dengan hati sendiri; (2) Sharing:

(47)

31

3) Organizing, yaitu keluarga diibaratkan seperti perusahaan yang memerlukan tim kerja dan kerja sama antar anggota dalam menyelesaikan tugas-tugas atau memenuhi kebutuhan keluarga. Peran

Organizing adalah untuk meluruskan struktur dan sistem keluarga dalam rangka membantu menyelesaikan hal-hal yang penting.

4) Teaching, yaitu orang tua berperan sebagai guru (pengajar) bagi anak-anaknya tentang hukum-hukum dasar kehidupan. Peran orang tua

sebagai guru adalah menciptakan “conscius competence” pada diri

anak, yaitu mereka mengalami tentang apa yang mereka kerjakan dan alasan tentang mengapa mereka mengerjakan itu.

Sedangkan menurut Baharuddin (2014: 202), orang tua memiliki peranan penting dalam keluarga yaitu mendidik dan membina anak-anaknya supaya bisa menjadi manusia yang berkepribadian, cerdas, dan terampil sehingga mampu mengemban tugas dan dapat mengangkat nama baik keluarga dan bukan menjadi beban bagi orang lain.

Rohinah M. Noor (2014: 20) mengatakan bahwa peran orang tua bagi pendidikan anak ialah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dan mengajarkan nilai-nilai tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan di sekolah.

(48)

32

penting dalam keluarga untuk mendidik dan membina anak-anaknya agar menjadi manusia yang berkepribadian, cerdas dan bertanggung jawab.

6. Tinjauan tentang Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua

a. Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur

Belajar Anak

(49)

33

Menurut Mastur Faizi (2012: 50), orang tua dapat memberikan bimbingan belajar untuk anak agar berhasil dalam menempuh pendidikannya yaitu :

1) Menyediakan fasilitas belajar, seperti alat tulis, buku dan tempat untuk belajar.

2) Mengawasi penggunaan waktu belajar anak di rumah, sehingga orang tua dapat memastikan anaknya belajar dengan baik.

3) Mengawasi penggunaan waktu belajar anak di rumah, sehingga orang tua dapat mengetahui anaknya menggunakan waktu dengan teratur dan baik.

4) Mengetahui kesulitan anak dalam belajar, sehingga orang tua dapat membantu anak dalam mengatasi kesulitannya dalam belajar.

5) Menolong anak mengatasi kesulitannya, yaitu dengan memberikan bimbingan belajar yang dibutuhkan oleh anaknya.

(50)

34

1) Memperhitungkan waktu setiap hari untuk keperluan tidur, belajar, makan, mandi, olahraga, bermain, dan lain-lain.

2) Menyelidiki dan menentukan waktu-waktu yang tersedia setiap hari. 3) Merencanakan penggunaan belajar itu dengan cara menetapkan

jenis-jenis mata pelajarannya dan urutan-urutan yang harus dipelajari.

4) Menyelidiki waktu-waktu mana yang dapat dipergunakan untuk belajar dengan hasil terbaik. Sesudah waktu diketahui, kemudian pergunakan untuk mempelajari pelajaran yang dianggap sulit. Pelajaran yang dianggap mudah dipelajari pada jam lain.

5) Berhematlah dengan waktu, janganlah ragu-ragu untuk memulai pekerjaan termasuk belajar.

Berbagai ilmu didapatkan anak ketika ia menuntut ilmu di sekolah, namun tidak semua ilmu bisa didapat di sekolah. Ada beberpa kemampuan dan keterampilan yang harus dikuasai anak pada usia Sekolah Dasar. Menurut Syamsu Yusuf (2006: 69), ada beberapa tugas perkembangan yang harus dikuasai anak pada usia Sekolah dasar, adalah sebagai berikut :

a) Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan sebagai makhluk biologis.

b) Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk bilogis.

c) Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya.

d) Belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelaminnya. e) Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan

berhitung.

f) Belajar mengembangkan konsep sehari-hari. g) Mengembangkan kata hati.

h) Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.

(51)

35

Orang tua berperan penting dalam keberhasilan anak di sekolah. Selain sebagai motivator utama dalam belajar, orang tuaa juga bisa menjadi teman dekat yang siap kapan saja bila anak membutuhkan bimbingan dan arahan yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar. Hal terpenting yang perlu diupayakan oleh orang tua adalah bagaimana mengatur belajar anak, sehingga anak tidak hanya menggunakan waktu untuk bermain saja. Mohammad Takdir Ilahi (2013: 125) orang tua berperan dalam mengatur belajar anak antara lain: orang tua perlu mengatur jadwal belajar anak, mendengarkan keluh kesah atau permasalahan anak dalam mengatasi kesulitan belajar serta menyediakan tempat yang nyaman dan tenang dalam belajar.

Berdasarkan pendapat tersebut, ada tiga cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk meningkatkan perananya dalam mengatur belajar anak di rumah. Ketiga cara tersebut menjelaskan bahwa, orang tua dapat mengatur jadwal belajar anak, mendengarkan keluh kesah permasalah yang di hadapu anak dan dapat mengatasi kesulitan yang di alami anak saat belajar, dan orang tua dapat menyediakan fasilitas dan tempat yang nyaman untuk anak belajar. Melalui beberapa cara diatas, diharapkan hasil belajar yang dapat diperoleh oleh anak di sekolah dapat meningkat.

(52)

36

peran orang tua, terutama dapat dilihat dari seberapa besar peran orang tua dalam mengatur belajar anak di rumah. Orang tua yang peduli dan selalu memperhatikan pendidikan anaknya, maka anak dengan sendirinya akan mempunyai persepsi atau penilaian yang positif terhadap orang tuanya, dan anak akan beranggapan orang tua selalu berperan dalam mengatur belajar anak di rumah. Tetapi sebaliknya, apabila orang tua kurang berperan dalam mengatur belajar anak di rumah atau tidak memperdulikan pendidikan anaknya, maka anak akan mempunyai persepsi ayang negatif terhadap orang tuanya.

b. Persepsi Anak terhadap Peran Orang Tua dalam Mengatur

Bermain Anak

Anak juga memerlukan waktu untuk bermain, karena pada dasarnya bermain merupakan kesenangan setiap orang pada masa kanak-kanak. Adapun hal-hal yang dilakukan orang tua dalam mengatur bermain anak seperti yang diungkapkan oleh Al Tridhonanto (2013: 8), yaitu:

“1)Memastikan jadwal kegiatan anak, masih terdapat waktu luang

untuk bermain. 2)Bermain bersama anak dan memahami kegembiraan, ketakutan dan kebutuhan anak. 3)Mendukung kreativitas permainan anak, sejauh apa yang diperbuat anak dalam permainan bukanlah perbuatan yang kurang ajar, tidak merugikan, tidak menyakiti bahkan tidak membahayakan diri sendiri dan orang

lain.”

(53)

37

waktu istirahat, waktu istirahat disini adalah waktu untuk berpikir, menciptakan permainan sendiri, atau menciptakan sendiri cara untuk menghibur dirinya sendiri.

Berdasarkan pendapat diatas, ada tiga cara orang tua berperan dalam mengatur bermain anak. Ketiga cara tersebut yaitu orang tua dapat memastikan bahwa anak masih mempunyai waktu luang untuk bermain, artinya bahwa orang tua seharusnya memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain dengan catatan bahwa waktu untuk bermain anak tidak mengganggu waktu anak untuk belajar. Kemudian orang tua dapat bermaian bersama anak, sehingga anak merasa diperhatikan dan juga orang tua dapat memahami kebutuhan anak saat bermain. Selain itu, orang tua dapat memberikan pengawasan saat anak bermain, dengan demikian orang tua dapat mengetahui permainan apa saja yang bermanfaat untuk anak, sehingga anak dapat bermain sambil belajar.

Berdasarkan pendapat diatas bermain merupakan hal yang penting bagi anak usia Sekolah Dasar. Anak dapat bermain sambil belajar, sehingga melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan untuk mengoptimalkan kemampuan yang ada pada diri anak. Namun, orang tua hendakanya dapat memilih permainan apa saja yang bermanfaat untuk anak serta memberikan pengawasan ketika anak bermain.

(54)

38

berperan orang tua dalam mengatu bermaian anak di rumah. Orang tua yang berperan secara optimal dalam mengatur bermain pasti akan memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain, dapat meluangkan waktu untuk bermaian bersama anak, serta memberikan pengawasan kepada anak saat bermain, maka dari itu anak akan mempunyai persepsi yang positif terhadap orang tua. Namun sebaliknya, orang tua yang tidak berperan secara optimal dalam mengatur bermain anak cenderung tidak peduli dengan aktivitas bermain yang dilakukan anak, sehingga anak mempunyai persepsi yang negatif terhadap orang tua.

7. Karakteristik Anak Sekolah Dasar

Anak merupakan individu yang berkembang. Seiring perkembangan itu, tentu ada beberapa sifat atau ciri khas yang terdapat di dalamnya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari orang tua atau para pendidik. Mengingat anak pada usia Sekolah Dasar banyak mengalami perubahan fisik dan perubana mental yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya dan lingkungan masyarakat.

(55)

39

Adapun karakteristik anak Sekolah Dasar berdasarkan usia dan kelasnya yang dikemukakan oleh Abu Ahmadi (2005:38) adalah sebagai berikut:

a. Masa Kelas – Kelas Rendah Sekolah Dasar (7-10)

Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah seperti yang disebutkan dibawah ini:

1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah.

2) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional.

3) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.

4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu dirasa menguntungkan; dalam hal ini ada kecenderungan untuk meremehkan anak lain.

5) Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.

6) Pada masa ini (terutama pada umur 6-8 tahun), anak mengehendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakanh prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

b. Masa Kelas – Kelas Tinggi Sekolah Dasar (10-13 tahun)

1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

2) Amat realistis; ingin tahu; ingin belajar.

3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus.

4) Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan seorang guru atau orang-orang dewasa lainnya utuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi kebutuhannya. Setelah sampai kira-kira umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaiakan prestasinya.

5) Pada masa ini anak memandang niai rapor sebagai angka ukuran yang tepat mengenai prestasinya.

6) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.

(56)

40

bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa anak akan mengalami perubahan-perubahan di setiap tahapan perkembangannya berdasarkan pengalaman yang didapat. Pada masa usia Sekolah Dasar anak bukan hanya mengalami perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan kognitif dan sosial. Dalam mendidik anak, orang tua dan guru haruslah memahami karakteristik anak dapat mengembangkan potensi dirinya.

8. Hasil Belajar Kognitif

(57)

41

Terkait dengan hasil belajar, Benyamin S. Bloom (Zainal Arifin, 2012: 21-23) mengelompokkan hasil belajar ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap domain memiliki jenjang kemampuan mulai dari hal yang konkret sampai kepada yang abstrak. Rincian domain tersebut sebagaimana berikut ini:

a. Domain Kognitif

Domain kognitif ini memiliki enam kemampuan, yaitu:

1) Pengetahuan (knowledge), merupakan jenjang kemampuan yang menurut peserta didik untuk dapat mengenali adanya konsep, prinsip, fakta, atau idtilah tnapa harus mengerti atau menggunakannya.

2) Pemahaman (comperehension), adalah jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk memahami atau mengerti tentang materi yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya. 3) Penerapan (application), merupakan jenjang kemampuan

yang menuntut siswa aga menggunakan ide-ide umum. Tat cara atau metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi yang baru dan konkret.

4) Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk menguraikan situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya.

5) Sintesis (synthesis), kemampuan siswa untuk mengahasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan beberapa faktor.

6) Evaluasi (evaluation), merupakan jenjang yang menuntut siswa untuk mengevaluasi sesuatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.

b. Domain Afektif

Domain afektif merupakan kemampuan siswa dalam mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk tingkah laku. Domain afektif juga memiliki beberapa jenjang kemampuan yang meliputi:

1) Kemampuan menerima (receiving), merupakan kemampuan siswa untuk peka kepada fenomena atau rangsangan tertentu. 2) Keamuan menanggapi/menjawab (responding), merupakan

(58)

42

3) Menilai (valuing), merupakan kemampuan siswa untuk meniali suatu objek, fenomena, maupun tingkah laku tertentu secara konsisten.

4) Organisasi (organization), kemampuan siswa dalam menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah, dan membentuk suatu sistem nilai.

c. Domain Psikomotor

Domain psikomotor merupakan kemampuan siswa yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian lain, mulai dari gerakan yang sifatnya sederhana sampai yang kompleks.

Neisser (Yudrik Jahya: 56) mengemukakan kognitif dalam arti luas ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengethauan. Sedangkan menurut Soemiarti Padmonodewo (2013: 27) mengartikan kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan.

Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas dapat diartikan bahwa hasil belajar kognitif adalah perubahan tingkah laku yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran sehingga menghasilkan pengetahuan yang menjadi tolok ukur pertumbuhan kecerdasan.

(59)

43

pengetahuan dan pemahaman. Hasil belajar kognitif dalam penelitian ini diperoleh dari nilai raport rata-rata semester ganjil.

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian hubungan penggunaan jam belajar di luar sekolah dan pendampingan orang tua siswa dengan prestasi belajar siswa kelas V SD di Gugus Anggrek Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini memiliki koefisien korelasi sebesar 0,302 dan p= 0,008 yang menunjukkan derajat hubungan yang tinggi terhadap ketiga variabel, sehingga ada hubungan antara penggunaan jam belajar di luar sekolah dan pendapingan orang tua siswa dengan prestasi belajar siswa kelas V.

2. Penelitian hubungan pola asuh orangtua dan prestasi belajar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan kelas V SD se-gugus Patalan Bantul Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011. Penelitian ini memiliki koefisien korelasi pola asuh orangtua terhadap prestasi belajar adalah sebesar 0,448 artinya adalah pola asuh orangtua memberikan kontribusi sebesar 44,8%.

(60)

44

III SD sedangkan populasi dan sampel kedua penelitian tersebut adalah siswa kelas V SD. Kemudian kedua penelitian tersebut meneliti tentang prestasi belajar sedangkan penelitian ini meneliti tentang hasil belajar kognitif.

C. Kerangka Pikir

Sebuah keluarga yang telah dikukuhkan oleh ikatan keluarga tentu mendambakan kehadiran anak. Menurut pandangan orang tua, anak adalah buah hati dan tumpuan di masa depan yang harus dipelihara dan dididik agar anak dapat tumbuh cerdas dan mandiri. Sejatinya, anak adalah individu yang berkembang, yang di dalam tahapan perkembangannya memiliki kebutuhan dan karakteristik yang berkembang pula. Orang tua lah yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan anak serta memberikan pendidikan kepada anak, baik itu pendidikan keluarga maupun pendidikan formal.

Pada umumnya kegiatan pembelajaran di sekolah dimulai pukul 07.00 sampai pukul 13.00. Namun, saat ini sekolah memiliki otonomi manajemen sekolah, yang artinya bahwa sekolah berhak mengatur kurikulum yang diberikan kepada siswa tanpa mengurangi standar yang ditetapkan. Sekolah berhak menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), waktu kegiatan belajar mengajar, menambah bidang studi pelajaran yang sesuai dengan visi misi sekolah, ataupun menambah kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan bakat dan potensi siswa.

(61)

45

dapat mengatur waktu belajar anak, mengawasi belajar anak, melengkapi belajar anak, mengetahui kesulitan anak dalam belajarnya akan membantu anak dalam hasil belajarnya. Oleh sebab itu peranan orang tua berpengaruh terhadap hasil belajar anaknya.

Namun, ambisi dari orang tua yang selalu menginginkan anaknya untuk berprestasi, akan mengabaikan hak anak untuk bermain. Sebaliknya, orang tua yang kurang memperhatikan anaknya cenderung membiarkan anak untuk bermain secara berlebihan dan tidak memperdulikan prestasi anak. Sehingga hal ini, sangat membebani anak. Disisi lain anak yang selalu dituntut untuk belajar akan tersita waktu bermainnya, dan membuat anak kehilangan waktu bermainnya. Sedangkan, anak yang kurang diperhatikan orang tuanya menggunakan waktu diluar sekolah untuk banyak bermain dan mengabaikan waktu belajarnya.

(62)

46

dua hal penting yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan anak usia Sekolah Dasar.

Anak mempunyai persepsi atau penilaian terhadap peran orang tua baik dalam mengatur belajar dan bermain anak. Apabila orang tua dapat berperan secara optimal dalam mengatur belajar maupun bermain anak sehingga dapat meningkatkan hasil belajar kognitif anak di sekolah, maka anak akan mempunyai persepsi atau pandangan yang positif kepada orang tua. Namun, apabila orang tua dalam berperan mengatur belajar maupun bermain anak kurang atau tidak optimal sehingga hasil belajar kognitif anak di sekolah rendah, maka anak akan mempunyai persepsi atau pandangan yang negatif kepada orang tua.

(63)

47

Gambar 1. Kerangka Pikir Keterangan :

X1 = persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar anak X2 = persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur bermain anak Y = hasil belajar kognitif

H1 = terdapat hubungan antara X1 dengan Y H2 = terdapat hubungan antara X2 dengan Y

H3 = terdapat hubungan antara X1 dan X2 dengan Y

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:

1. H0 : Tidak adanya hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua

dalam mengatur belajar anak dengan hasil belajar kognitif.

Ha : Adanya hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua

dalam mengatur belajar anak dengan hasil belajar kognitif.

2. H0 : Tidak adanya hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua

dalam mengatur bermain anak dengan hasil belajar kognitif.

Ha : Adanya hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua

dalam mengatur bermain anak dengan hasil belajar kognitif.

X

1

X

2

Y

H1

H3

(64)

48

3. H0 : Tidak adanya hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua

dalam mengatur belajar dan bermain anak dengan hasil belajar kognitif. Ha : Adanya hubungan antara persepsi anak terhadap peran orang tua

(65)

49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian korelasional yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Sukardi (2007: 166), penelitian korelasional adalah suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih.

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2013: 4), penelitian korelasi atau korelasional adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan anatara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian korelasional merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan anatra dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan terhadap data yang sudah ada.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

(66)

50 2. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri se-Gugus I di Kecamatan Kotagede Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016. Adapun Sekolah Dasar Negeri yang terdapat di Gugus I Kotagede Yogyakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Daftar Nama dan Alamat SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede Yogyakarta

No. Nama Sekolah Dasar Alamat Sekolah

1. SD Negeri Gedongkuning Jl.Kusumanegara No.62 Yogyakarta 2. SD Negeri Rejowinangun 1 Jl. Ki Penjawi No. 12 Yogyakarta 3. SD Negeri Karangsari Karangsari, Kotagede, Yogyakarta 4. SD Negeri Pilahan Pilahan, Kotagede, Yogyakarta

C. Variabel dan Paradigma Penelitian

1. Variabel Penelitian

Suharsimi Arikunto (2006: 118) menyatakan variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini, maka dapat dikemukakan dua variabel yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu :

a. Variabel bebas (Independent Variabel), merupakan variabel yang digunakan untuk memprediksi. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas, yaitu:

(67)

51

2) Persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur bermain anak

b. Variabel terikat (Dependent Variabel), merupakan variabel yang diprediksi. Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif siswa kelas III SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede.

2. Paradigma Penelitian

Sugiyono (2007: 66) menyatakan bahwa paradigma penelitian dapat diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antar variabel yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab dalam penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan. Adapun paradigma penelitian antar variabel adalah sebagai berikut.

Gambar 2. Paradigma Penelitian

Keterangan :

X1 = persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur belajar anak X2 = persepsi anak terhadap peran orang tua dalam mengatur bermain anak

X

1

X

2

Y

H1

H3

(68)

52

Y = hasil belajar kognitif

H1 = terdapat hubungan antara X1 dengan Y H2 = terdapat hubungan antara X2 dengan Y

H3 = terdapat hubungan antara X1 dan X2 dengan Y

D. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Persepsi Anak terhadap Peran orang tua dalam mengatur belajar

anak (X1)

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 1. Daftar Nama dan Alamat SD Negeri se-Gugus 1 Kecamatan Kotagede Yogyakarta
Gambar 2. Paradigma Penelitian
Tabel 2. Data Jumlah Siswa Kelas III SD Negeri se-Gugus 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Anemia dan KEK pada Ibu Hamil Akhir Trimester III dengan Berat Badan Lahir Bayi (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember); Destycia Kusumastuti,

Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara

Apabila di wakilkan diharuskan membawa Surat Kuasa dan diminta kepada Saudara hadir tepat waktu serta membawa seluruh berkas dokumen kualifikasi yang sudah diupload..

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat serta kuasanya-Nya hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN SEKRETARIAT DAERAH.. UNI T LAYANAN PENGADAAN

Hasil penelitian tahap II menunjukkan bahwa suplementasi minyak zaitun 8% menghasilkan motilitas dan viabilitas spermatozoa ayam SK lebih baik dari yang lain

Ketegangan berlanjut ketika kedua belah pihak mengirim tentara di perbatasan kedua negara. Insiden tembak menembakpun terjadi pada tanggal 17 September 1980. Selanjutnya

Untuk bahan baku benang diletakan di samping mesin jahit pada divisi penjahitan di rumah.