• Tidak ada hasil yang ditemukan

metode penelitian Hukum perjanjian jual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "metode penelitian Hukum perjanjian jual"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan dari orang lain. Begitu juga dalam melakukan suatu perjanjian, kehidupan sehari-hari masyarakat sering atau minimal pernah melakukan suatu perjanjian dengan orang lain. Perjanjian adalah suatu kesepakatan antara kedua belah pihak atau lebih untuk melaksanakan suatu hal perbuatan yang telah disepakati bersama sehingga melahirkan suatu perikatan diantara para pihak yang bersifat konkret.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata suatu perjanjian telah diatur dalam pasal 1320 yaitu supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, artinya suatu perjanjian hanya berlaku atau menjadi suatu undang-undang bagi para pihak yang telah membuatnya, pihak lain tidak dapat dipaksakan untuk mengikuti ketentuan-ketentuan dari isi perjanjian tersebut, hanya para pihak yang telah bersepakat membuat dan menjalankan isi perjanjian tersebut harus memenuhi isi dari perjanjian tersebut. Syarat yang pertama ini merupakan syarat subyektif yang dapat mengakibatkan suatu perjanjian dapat dimintakan untuk dibatalkan apabila syarat pertama ini tidak terpenuhi.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, artinya para pihak dalam melakukan suatu perjanjian haruslah seseorang yang sudah dikatakan dewasa dan dalam keadaan sehat fikiranya artinya tidak dalam kedaan gila, dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata batas usia dewasa adalah 21 tahun artinya dalam usia dewasa para pihak sudah bisa berfikir apakah suatu perjanjian yang mereka buat tersebut menguntungkan kedua belah pihak dan tidak hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Syarat ini juga merupakan syarat subyektif yang dapat mengakibatkan suatu perjanjian dapat dimintakan untuk dibatalkan apabila syarat kedua ini tidak terpenuhi.

(2)

artinya apabila syarat ini tidak terpenuhi maka suatu perjanjian yang dibuat telah dinyatakan batal demi hukum.

4. Dan yang terakhir adalah suatu sebab yang tidak terlarang, artinya obyek dalam suatu perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak tersebut tidak boleh yang merupakan obyek yang terlarang menurut ketentuan perundang-undangan seperti obyek tersebut adalah barang yang didapat dari hasil pencurian, obyek perjanjian tersebut merupakan suatu hal yang haram seperti narkotika dan lain sebgainya, syarat ini juga merupakan syarat obyektif artinya apabila syarat ini tidak terpenuhi maka suatu perjanjian yang telah dinyatakan batal demi hukum.

Namun dalam perkembangannya masih banyak ditemukan permasalahan masyarakat dalam melakukan perjanjian, seperti perjanjian yang dilakukan secara secara online. Perjanjian online adalah kegiatan jual beli yang dilakukan melalui jaringan atau media elektronik yaitu internet.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.1

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua

(3)

karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.2

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.3

Dalam perjanjian secara online tersebut terdapat beberapa ketentuan dari syarat sahnya perjanjian menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang tidak terpenuhi yaitu kecakapan para pihak yang melakukan perjanjian tidak dapat diketahui karena para pihaknya tidak bertemu secara langsung tetapi hanya melalui media internet, kemudian objek dari perjanjian tersebut juga tidak dapat diketahui apakah objeknya merupakan suatu sebab yang tidak terlarang menurut ketentuan Perundang-undangan.4

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik,

(4)

pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.5

Jika terdapat ketidaksesuaian seperti diatas maka timbul suatu masalah, apakah perjanjian yang dilakukan secara online bisa dikatakan sebagai perjanjian yang sah menurut ketentuan dari pasal 1320 kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Berdasarkan alasan tersebut maka penulis ingin mengulas masalah di atas yang diberi judul “TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI ONLINE BERDASARKAN PRESPEKTIF SYARAT SAHNYA PERJANJIAN (Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata)”.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah perjanjian jual beli online sudah sesuai dengan syarat sahnya perjanjian berdasarkan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ?

C. TUJUAN

Untuk mengetahui kesesuaian antara perjanjian jual beli online dengan prespektif syarat sahnya perjanjian pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

D. MANFAAT

1. Teoritis

Secara teoritis penulisan ini bermanfaat untuk menyumbangkan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang hukum perdata

2. Aplikasi

Ditinjau dari aplikasinya penulisan ini bermanfaat bagi para pelaku usaha dan konsumen dalam melakukan perjanjian jual beli secara online.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

(5)

1. Perjanjian Pada umumnya

Menurut pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Menurut Sudikno Mertokusumo perjanjian adalah perbuatan hukum yang berisi dua yang didasarkan atas kata sepakat yang menimbulkan akibat hukum. 6

Menurut Lukman Santoso perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan hubungan hukum/perikatan dan bersifat konkret7

Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya perjanjian adalah suatu perbuatan antara sekurangnya dua orang (dapat lebih dari dua orang) dan perbuatan tersebut melahirkan perikatan diantara pihak-pihak yang berjanji tersebut.8

Berdasarkan pengertian perjanjian yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian adalah suatu kesepakatan antara kedua belah pihak atau lebih untuk melaksanakan suatu hal perbuatan yang telah disepakati bersama sehingga melahirkan suatu perikatan diantara para pihak yang bersifat konkret.

2. Pengertian Perjanjian Online

6 Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, halaman 110.

(6)

Menurut pasal 1 angka (2) undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan, dan/ atau media elektronik lainnya.

Secara umum e-commerce dapat didefinisikan kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumer), manufaktur (manufactures), servis dan pedagang perantara dengan menggunakan jaringan komputer yaitu internet.9

E-commerce adalah dimana dalam satu website menyediakan atau dapat melakukan

transaksi secara online atau juga bisa merupakan suatu cara berbelanja atau berdagang secara online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas internet dimana terdapat website yang dapat menyediakan layanan “get and deliver”.10

Berdasarkan pengertian perjanjian online yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian online adalah kegiatan jual beli yang dilakukan melalui jaringan atau media elektronik yaitu internet.

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut pasal 1320 kitab undang-undang hukum perdata supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu pokok persoalan tertentu;

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

BAB III

METODE PENELITIAN

9 Dr. Hj. Endang Purwaningsih, SH.M.Hum, 2009, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Jenggala Pustaka Utama, halaman 56

10 Iwan Gunawan, e-commerce,

(7)

1. Jenis Penelitian dan Pedekatan

Penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dalam mengkaji tulisannya karena permasalahannya terdapat pada munculnya ketidaksesuaian antara isu hukum dengan normanya. Pendekatan yang digunakan berupa pendekatan undang-undang, undang-undang yang digunakan yaitu kitab undang-undang hukum perdata.

2. Jenis Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini ada 3 macam, yaitu terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat seseorang taat pada hukum. Dalam penulisan ini penulis menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Dalam penulisan ini penulis menggunakan kamus besar bahasa indonesia.

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum adalah menjelaskan berbagai macam bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian baik yang sifatnya primer, sekunder dan tersier. Dalam penulisan ini penulis menggunakan sumber bahan hukum dari buku, laporan penelitian, undang-undang dan internet.

(8)

Dalam penulisan ini teknik memperoleh bahan hukum yang digunakan adalah teknik kepustakaan dengan memahami buku-buku yang terkait dengan penulisan ini. Dan apabila diperlukan maka dapat memperoleh bahan hukum dari internet.

5. Teknik Analisa

Bahan hukum yang digunakan penulis disusun secara sistematis dan dianalisis dengan menggunakan intepretasi gramatikal. Intepretasi gramatikal adalah penafsiran tata bahasa dalam arti perkataan menurut tata bahasa atau kebiasaan. Dalam penulisan ini teknik analisa lebih mengutamakan bahan hukum primer lalu kemudian baru menggunakan bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

6. Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah penarikan batasan yang menjelaskan suatu konsep secara singkat, jelas dan tegas. Agar pembaca tidak salah tafsir atau multi tafsir. Definisi konseptual tersebut yaitu :

a. Perjanjian adalah suatu kesepakatan antara kedua belah pihak atau lebih untuk melaksanakan suatu hal perbuatan yang telah disepakati bersama sehingga melahirkan suatu perikatan diantara para pihak yang bersifat konkret.

b. Perjanjian online adalah kegiatan jual beli yang dilakukan melalui jaringan atau media elektronik yaitu internet

c.

Jual beli adalah kegiatan tukar menukar uang dengan barang yang diinginkan sesuai dengan syarat tertentu.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

(9)

A. Analisa Tentang Perjanjian

Perjanjian adalah suatu peristiwa yang terjadi ketika para pihak saling berjanji untuk melaksanakan perbuatan tertentu. Menurut Subekti, perjanjian adalah peristiwa ketika seorang atau lebih berjanji melaksanakan perjanjian atau saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Istilah perjanjian sering juga diistilahkan dengan istilah kontrak. Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overreenkomst (dalam bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian. kontrak dengan perjanjian merupakan istilah yang sama karena intinya adalah adanya peristiwa para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan dan berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan. Dengan demikian, kontrak atau perjanjian dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut dan karena itulah kontrak yang dibuat dipandang sebagai sumber hukum yang formal.11

Dalam perjanjian terdapat dua hal pokok, yaitu: (1) bagian dari inti atau pokok perjanjian; (2) bagian yang bukan pokok. Bagian pokok disebut esensialia dan bagian yang tidak pokok dinamakan naturalia, serta aksidentalia.12

Esensialia merupakan bagian pokok dalam suatu perjanjian. oleh karena itu, harus mutlak adanya, sebab apabila perjanjian tidak memiliki bagian pokok, perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat. Misalnya, dalam perjanjian jual-beli, bagian pokoknya harus ada harga barang yang diperjual-belikan.13

Naturalia merupakan bagian yang oleh Undang-undang ditentukan sebagai peraturan yang bersifat mengatur. Misalnya, dalam jual-beli, unsur naturalianya terletak pada kewajiban penjual untuk menjamin adanya cacat tersembunyi.14

Aksidentalia merupakan bagian tambahan dalam perjanjian. tambahan tersebut dinyatakan atau ditetapkan sebagai peraturan yang mengikat para pihak atau sebagai Undang-undang yang harus dilaksanakan. Penambahan tersebut dilakukan karena tidak diatur dalam

11Wawan Muhwan Hariri, SH, 2011, Hukum Perikatan, CV. Pustaka Setia, Bandung, halaman 119

(10)

Undang-undang. Misalnya, perjanjian jual-beli mobil, bukan hanya ada mesin dan karoserinya, melainkan ditambahkan harus ada ac, tape dan variasinya.15

Terdapat tiga asas dalam perjanjian, yaitu: 1. Asas Konsensualisme (konsensus);

Asas ini yang menyatakan bahwa perjanjian dapat dikatakan selesai dengan adanya kata sepakat atau persesuaian kehendakdari para pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan demikian, harus ada persamaan pandangan dari para pihak untuk tercapainya tujuan dari perjanjian.

2. Asas kekuatan mengikat;

Asas ini menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berlakunya akan mengikat dan tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Artinya, perjanjian berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak. 3. Asas kebebasan berkontrak.

Menurut asas ini, para pihak bebas untuk mengadakan perjanjian yang dikehendakinya, tidak terikat pada bentuk tertentu. Akan tetapi, kebebasan tersebut ada pembatasannya, yaitu; (1) perjanjian yang dibuat meskipun bebas, tetapi dilarang undang; (2) tidak bertentangan dengan Undang-undang; (3) tidak bertentangan dengan ketertiban umum.16

B. Syarat Sahnya Perjanjian

Dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata terdapat empat syarat sahnya perjanjian, yaitu sebagai berikut :

1. Adanya Kesepakatan (Toesteming atau Izin) Kedua Belah Pihak;

Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lain. Pernyataanya adalah “kapan momentum terjadinya persesuaian pernyataan kehendak tersebut?” ada empat teori yang menjawab momentum terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu sebagai berikut:

a. Teori ucapan (uitingstheorie)

Menurut teori ucapan, kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran tersebut. Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru menjatuhkan ballpoint untuk

(11)

menyatakan menerima, kesepakatan sudah terjadi. Kelemahan teori ini adalah sangat teoretis karena mengganggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.

b. Teori pengiriman (verzendtheorie)

Menurut teori pengiriman, kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram. Kritik terhadap teori ini adalah bagaimana pengiriman itu dapat diketahui? Bisa saja, walaupun sudah dikirim, tidak diketahui oleh pihak yang menawarkan. Teori ini juga sangat teoretis, sebab mengganggap terjadinya kesepakatan secara otomatis. c. Teori pengetahuan (vernemingstheorie)

Teori pengetahuan berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang menwarkan mengetahui adanya acceptatie (penerimaan), tetapi penerimaan tersebut belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung). Kritik terhadap teori ini adalah bagaimana ia mengetahui isi penerimaan tersebut apabila ia belum menerimanya?

d. Teori penerimaan (ontvangstheorie)

Menurut teori penerimaan bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

2. Kecakapan Bertindak;

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang, yaitu orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun atau sudah menikah. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah:

a. Anak dibawah umur (minderjarigheid); b. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan. 3. Adanya Obyek Perjanjian;

(12)

dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan, dalam arti dapat ditentukan secara cukup.

4. Adanya Kausa yang Halal.

Dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tidak dijelaskan pengertian orzaak (kausa yang halal). Di dalam pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata hanya disebutkan kausa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.17

Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektifkarena menyangkut obyek perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi, perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan pada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya, tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan, perjanjian tersebut tetap dianggap sah. Adapun apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya, dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak ada.18

C. Analisa Tentang Jual-beli

Sedangkan Jual beli menurut B.W. adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.19

Perkataan jual-beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal-balik itu adalah sesuai dengan istilah Belanda “koop en verkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu “verkoopt” (menjual) sedang yang lainnya “koopt” (membeli). Dalam bahasa Inggris jual-beli deisebut dengan hanya “sale” saja yang berarti penjualan, begitu pula dalam dalam bahasa Perancis disebut hanya dengan

17 Ibid, halaman 126 18 Ibid, halaman 126

(13)

“vente” yang juga berarti penjualan. Sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya perkataan “kauf” yang berarti pembelian.20

Barang yang menjadi obyek perjanjian jual-beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli. Dengan demikian adalah sah menurut hukum.21

D. Analisa Tentang E-Commerce

Dalam perkembangan jaman yang semakin cepat ini suatu perjanjian juga mengalami perkembangan, salah satunya perjanjian tidak hanya dilakukan oleh para pihak yang secara langsung bertemu, tetapi juga dapat dilakukan melalui suatu media elektronik yaitu melalui internet atau yang disebut Electronic commerce, yang para pihaknya tidak harus bertemu secara langsung, bahkan tidak saling mengenal sebelumnya.

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.22

Electronic commerce transaction adalah transaksi dagang antara penjual dan pembeli untuk menyediakan barang, jasa, atau mengambil alih hak. Kontrak ini dilakukan dengan media elektronik (digital medium) tanpa dihadiri para pihak yang melakukan transaksi. Medium ini terdapat di dalam jaringan umum dengan sistem terbuka, yaitu internet atau world wide web. Transaksi ini terjadi terlepas dari batas wilayah dan syarat Nasional. E-Commerce merupakan metode untuk menjual produk secara on line melalui fasilitas internet yang merupakan bisnis paling efektif dewasa ini, tetapi para pihak harus benar-benar memahami dan ahli dalam menggunakan fasilitas internet.23

E-Commerce merupakan bidang multidispliner yang mencakup:

20 Ibid, halaman 2 21 Ibid, halaman 3

22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(14)

a. Bidang teknik, yaitu jaringan, telekomunikasi, pengamanan, penyimpanan dan pengambilan data dari multimedia;

b. Bidang bisnis, yaitu pemasaran (marketing), pembelian, dan penjualan, penagihan dan pembayaran, manajemen jaringan distribusi;

c. Aspek hukum information privacy, hak milik intelektual (property right).24

Ada enam komponen dalam electronic transaction (kontrak dagang elektronik), yaitu: a. Kontrak dagang;

b. Kontrak dilaksanakan dengan media elektronik; c. Tidak diperlukan kehadiran fisik dari para pihak; d. Kontrak terjadi dalam jaringan publik;

e. Sistem terbuka, yaitu dengan internet atau www; f. Kontrak terlepas dari batas yurisdiksi Nasional.25

Untuk itu Pemerintah juga telah membuat peraturan dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, Menurut pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik ini bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan dan/ atau media elektronik lainnya.

Kelebihan dan kekurangan kontrak dagang elektronik adalah sebagai berikut : A. Kelebihannya adalah :

1) Kontrak berjalan dengan cepat; 2) Tidak mengeluarkan biaya besar;

3) Keputusan kontrak dapat diterima langsung; 4) Format perjanjian sudah ada dan berbentuk tulisan;

5) Pembayaran dapat melalui rekening, SMS Bangking, dan ATM; 6) Barang atau hasil perjanjian lebih cepat diterima.

B. Kekurangannya adalah :

1) Tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum; 2) Lebih banyak kesempatan untuk terjadi penipuan; 3) Hasil kontrak tidak sesuai dengan yang diharapkan;

(15)

2) Cakap melakukan perbuatan hukum; 3) Adanya suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang halal.27

Kemudian saat terjadinya kesepakatan yaitu saat pernyataan dari pihak yang menawarkan (overte) dan yang menerima penawaran tersebut (acceptatie).28

E. Proses Pelaksanaan Jual-beli Melalui E-Commerce

Telah diketahui bahwa dalam dunia e-commerce dikenal dua pelaku, yaitu merchant yang melakukan penjualan dan buyer/customer yang berperan sebagai pembeli. Baik sebagai merchant maupun buyer, pengetahuan yang mendasar tentang cara belanja dan juga cara pembayaran akan mendukung pengambilan keputusan yang setepat-tepanya baik bagi merchant maupun buyer pada saat akan memenuhi aktivitas e-commerce.29

Pengambilan keputusan yang tepat tentang cara belanja dan cara pembayaran juga mendukung langkah hati-hati dari para pelaku e-commerce dalam rangka meminimalkan kemungkinan terjadinya kecurangan, sabotase, maupun penyadapan yang dilakukan oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab. Terdapat empat proses pelaksanaan jual beli melalui internet yaitu:

a) Penawaran

Penawaran dapat dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada ineternet. Penjual atau pelaku usaha menyebabkan storefront yang berisi catalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha tersebut dapat melihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan jual beli melalui toko online ini adalah bahwa pembeli dapat berbelanja kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Penawaran dalam sebuah website biasanya menampilkan barang-barang yang ditawarkan, harga, nilai, reting atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi barang termasuk menu produk lain yang berhubungan. Penawaran melalui internet terjadi apabila pihak lain yang menggunakan media internet memasuki situs milik penjual atau pelaku usaha yang melakukan penawaran, oleh karena itu apabila seseorang tidak menggunakan media internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkansebuah produk

27 Ibid, halaman 338 28 Ibid, halaman 338

(16)

usaha tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan demikian, penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.

Penawaran yang dilakukan oleh penjual harus nyata dan benar, baik berupa kondisi barang maupun harga barang, semuanya harus dituliskan secara lengkap yang benar-benar menggambarkan keadaan barang yang akan dijual. Hal ini sesuai dengan pasal 9 Undang-undang nomor 11 tahun 2008 yang menjelaskan bahwa “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang dilengkapi dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan”.

b) Penerimaan

Penerimaan dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawaran dilakukan melalui mail address, maka penerimaan dilakukan melalui e-mail, karena penawaran hanya ditujukan sebuah e-mail tersebut yang ditujukan untuk seluruh masyarakat yang membuka website yang berisikan penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual yang menawarkan barang tersebut.

Pada transaksi jual beli secara elektronik khususnya melalui website,biasanya calon pembeli akan memilih berang tertentu yang ditawarkan oleh penjual, dan jika calon pembeliitu tertarik membeli salah satu barang yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan terlebih dahulu sampai calon pembeli merasa yakin akan pilihannya. Selanjutnya pembeli akan memasuki pada tahap pebayaran.

c) Pembayaran

Klasifikasi pembayaran adalah sebagai berikut:

1. Transaksi model ATM, sebagai transaksi yang hanya melibatkan institusi financial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau deposit uangnya dari account masing-masing.

2. Pembayaran untuk jasa atau barang yang dilakukan dapat melalui Credit Card dan atau Electronic Cash.

3. COD ( Cash on Delivery )

(17)

Apabila kedudukan penjual dengan pembeli berbeda maka pembayaran dapat dilakukan melalui cas account to account atau pengalihan dari rekening penjual berdasarkan kemajuan teknologi, pembayaran dapat dilakukan melalui kartu kredit pada formulir yang disediakan oleh penjual dalam penawarannya. Pembayaran dalam transaksi jual beli secara elektronik ini sulit untuk dilakukan secara langsung, karena adanya perbedaan lokasi antar penjual dengan pembeli.

Setelah pembayaran penjual mewajibkan kepada pembeli untuk melakukan konfirmasi atas pembayaran tersebut, karena dengan konfirmasi tersebut, penjual dapt melakukan pengecekan. Jika pembeli tidak melakukan konfirmasi meskipun sudah membayar, maka penjual tidak akan mengrimkan barang yang sudah dibayar tersebut. Batas waktu konfirmasi pembayaran berbeda daru setiap penjual, biasanya 5 hari sampai 14 hari setelah terjadi kesepakatan.

d) Pengiriman

Pengiriman merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang yang telah ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang termaksud.

Barang yang dijadikan objek perjanjian antara penjual dan pembeli dengan biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli biasanya biaya pengiriman terpisah dari harga barang yang tercantum pada penawaran. Ongkos pengiriman biasanya tergantung pada lokasi pengiriman. Dalam mengirimkan barang ke pembeli, penjual bekerja sama dengan pengusaha jasa pengiriman barang seperti TIKI, JNE dan lain sebagainya.30

F. Terciptanya Suatu Perjanjian Dalam E-Commerce

Salah satu unsur terpenting bagi terciptanya suatu kontrak ialah adanya kesepakatan di antara para pihak yang mengadakan kontrak atau perjanjian. Menurut pengertian hukum perdata Indonesia, ada perbedaan pengertian yang sangat fundamental antara pengertian perjanjian di satu pihak dengan perikatan di lain pihak. Dengan perkataan perjanjian atau lebih lazim disebutkan juga kontrak, dimaksudkan ‘perwujudan’ dari kesepakatan antara para pihak yang membuat kontrak tersebut. Dengan demikian, suatu kontrak dapat berwujud tertulis maupun tidak tertuli. Adapun dengan istilah perikatan, dimaksudkan hak dan

(18)

kewajiban yang timbul bagi para pihak sebagai akibat pembuatan kontrak atau perjanjian itu tadi.31

Secara sederhana dapat dikatakan suatu kontrak mengacu pada faktanya, apakah itu tertulis ataukah tidak tertulis. Adapun suatu perikatan, yang pada hakikatnya merupakan akibat dari terciptanya suatu kontrak mengacu pada akibat suatu kontrak, pada hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pihak yang terikat dalam suatu kontrak, pada hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pihak yang terikat dalam suatu kontrak. Jika umpamanya antara A danB tercipta suatu kontrak jual beli suatu barang tertentu, maka sebagai akibatnya hukumnya, dibalik terciptanya kontrak itu, A sebagai penjual terikat untuk menyerahkan barang yang dijualnya, dan B terikat menurut hukum untuk membayar barang yang dibelinya (disamping tentunya B sebagai pembeli berhak menerima barang yang dibelinya). Jika salah satu pihak-pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka yang berhak atas pemenuhan kewajibannya itu berhak menuntut pelaksanaannya. Inilah sebenarnya perbedaan konsep antara kontrak di satu pihak dari perikatan di pihak lain.32

Dengan demikian, Salah satu unsur dari perikatan, sebagaimana ditentukan oleh pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ialah adanya kesepakatan. Jika kesepakatan itu diberikan secara tertulis, maka kita berhadapan dengan kontrak atau perjanjian yang tertulis pula. Sebaliknya, jika kesepakatan itu diberikan secara lisan, kita berhadapan dengan suatu kntrak lisan. Baik kontrak tertulis maupun kontrak lisan melahirkan suatu perikatan, dalam arti jika salah satu pihak tidak melaksanakannya, pihak yang lain dapat menuntut pemenuhannya.33

Ciri yang membedakan kontrak e-commerce dari kontrak-kontrak lain pada umumnya ialah bahwa kesepakatan tidak diberikan dalam bentuk tertulis maupun lisan, melainkan melalui komunikasi dengan media elektronik. Inilah sebenarnya pokok pangkal permasalahan e-commerce dari segi hukum.34

G. Kesesuaian Antara E-commerce Dengan Syarat sahnya Perjanjian Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Dari beberapa penjelasan di atas bahwa dalam perjanjian yang dilakukan dengan media elektronik atau perjanjian secara online meskipun memiliki persyaratan yang sama dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata tetapi kenyataannya ada beberapa

(19)

persyarat dari pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang tidak terpenuhi, yaitu syarat yang ke dua mengenai kecakapan para pihak dan syarat yang keempat mengenai suatu sebab yang tidak terlarang. Kecakapan para pihak merupakan syarat subyektif dalam ketentuan syarat sahnya perjanjian artinya apabila nantinya diketahui atau natinya para pihak suatu saat bertemu dan salah satu pihak dalam perjanjian ini ternyata belum dewasa atau belum cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum dalam hal ini suatu perjanjian maka pihak lain dalam perjanjian ini dapat meminta agar suatu perjanjian tersebut dibatalkan di pengadilan, tetapi apabila perjanjian tersebut tidak dimintakan untuk dibatalkan maka suatu perjanjian tersebut tetaplah sah karena perjanjian tersebut telah tercapai syarat yang pertama yaitu kesepakatan antara para pihak sudah terpenenuhi, karena perjanjian tersebut hanyalah mengikat para pihaknya saja.

Sedangkan syarat yang keempat tentang suatu sebab yang tidak terlarang juga tidak dapat diketahui oleh salah satu pihaknya, apabila nanti diketahui bahwa obyek dari suatu perjanjian tersebut merupakan sesuatu yang terlarang menurut ketentuan perundang-undangan maka suatu perjanjian yang telah dibuat sudah disepakati oleh para pihak dan meskipun para pihaknya sudah cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum, perjanjian tersebut akan batal demi hukum, artinya seolah-olah mereka tidak pernah melakukan suatu perjanjian atau seolah-olah perjanjian tersebut tidak pernah dibuat oleh para pihak tersebut.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.35

Pasal 39 ayat (1) Udang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan “gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Ayat (2) pasal tersebut menyatakan bahwa “selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.36

35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(20)

Dengan demikian, orang yang dirugikan akibat tindakan melawan hukum orang lain dapat mengajukan gugatannya secara perdata terhadap orang tersebut. Gugatan tersebut dapat diajukan secara perwakilan. Gugatan perdata yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase.

H. Perlindungan Konsumen Terhadap E-commerce Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Perlindungan Konsumen belum dapat melindungai konsumen dalam transaksi e- commerce karena ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen belum mengakomodir hak-hak konsumen dalam transaksi e-commerce. Hal tersebut dikarenakan ecommerce mempunyai karakteristik tersendiri dibandingan dengan transaksi konvensional. Karakteristik tersebut adalah : tidak bertemunya penjual dan pembeli, media yang digunakan adalah internet, transaksi dapat terjadi melintasi batas-batas yuridis suatu negara, barang yang diperjualbelikan dapat berupa barang/jasa atau produk digital seperti software. Dalam hukum positif Indonesia, hak-hak konsumen diakomodir dalam Pasal 4 UUPK, yaitu :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

(21)

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.37

Berdasarkan hasil penelitian, pada transaksi e-commerce hak-hak konsumen sangat riskan sekali untuk dilanggar, dalam hal ini konsumen tidak mendapatkan hak-haknya secara penuh dalam transaksi e-commerce. Hak-hak tersebut antara lain:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Hal ini dikarenakan para konsumen tidak langsung mengidentifikasi, melihat dan menyentuh barang yang akan dipesan lewat internet, sebagaimana yang biasa terjadi dalam transaksi tatap muka di pasar. Selain itu hak untuk mendapatkan keamanan dalam bertransaksi e-commrce sangatlah kurang, tidak ada jaminan keamanan data, nomor kartu kredit, password yang memadai yang diberikan oleh merchant yang berada di Indonesia, seperti teknik kriptograpy, SSL dan SET. Berbeda dengan mercahnt yang berada di luar negeri seperti Amazon.com yang menjamin kemanan konsumen dalam bertransaksi dengan metode SSL (Secure Socet Layer). Atau belum adanya lembaga penjamin (Certification Authority) untuk keabsahan suatu toko online, sehingga kenyamanan, keamanan konsumen dalam bertransaksi belum terjamin.

2. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi suatu barang. Hal ini dikarenakan pelaku usaha dan konsumen tidak bertemu secara langsung dan komunikasi terjadi jika konsumen tersebut aktif bertanya kepada pelaku usaha. Dalam hal ini informasi mengenai produk sangatlah kurang sekali karena dalam melakukan penawarannya merchant hanya menampilkan deskripsi produk dan gambar produk pada websitenya saja. Ada barang yang diperjual belikan di internet membutuhkan

37 Perlindungan Hukum Konsumen dalam Transaksi e-commerce, Bagus

Hanindyo Mantri, SH, http://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&ved=0CIgBEBYwCQ&url=http %3A%2F%2Fejournal.undip.ac.id%2Findex.php%2Flawreform%2Farticle%2Fdownload

(22)

lebih dari sekedar deskripsi produk, contohnya parfum yang harus dicoba terlebih dahulu sebelum membelinya.

3. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan. Karena penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung maka komunikasi terjadi melalui e-mail ataupu telephon dan atau toko online yang tidak mencantumkan alamat di dunia nyata dengan jelas sehingga sangat sulit konsumen dalam menyampaikan keluhan. Walaupun ada toko online yang menyediakan cara berkomunikasi dengannya untuk menanyakan hal-hal yang dianggap kurang jelas ataupun komplain terhadap produk yang dibelinya. Selain itu juga sangat sulit untuk menuntut pelaku usaha di dunia maya.

4. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Seperti yang terjadi pada responden yang tidak dikirim barang pesananya oleh merchant yang berada di luar negeri sangat sulit untuk menuntut merchant tersebut. Hal tersebut dikarenakan letaknya jauh di luar negeri dan tidak jelasnya mekanisme penyelesaian dalam transaksi ecommerce, karena transaksi ini melewati batas-batas suatu negara jadi untuk menentukan hukum mana yang dipilih tidak mudah. Menurut penulis, hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai identitas perusahaan milik pelaku usaha dalam transaksi sangat diperlukan, seperti alamat jelas di dunia nyata dan nama pemilik toko online. Hak tersebut kurang dapat direalisasikan dalam transaksi e-commerce, karena pada website pelaku usaha sering kali tidak dicantumkan alamat lengkap perusahaan di dunia nyata, biasanya yang ditampilkan pada website hanya nomor telephone dan alamt e-mail.38

Hal ini menurut penulis, sangat merugikan bagi konsumen jika dalam bertransaksi terjadi suatu permasalahan, seperti barang yang dikirim tidak sesuai dengan barang yang dipesan, barang yang dipesan belum sampai di tangan konsumen tepat pada waktunya. Sehingga konsumen akan kesulitan jika akan komplain pada pelaku usaha. Selain itu konsumen tidak mengetahui dengan jelas dengan siapa dia bertransaksi.39

Hak lain yang sangat penting tetapi kurang dapat direalisasikan dalam transaksi e-commerce adalah hak akan jaminan kerahasiaan data-data pribadi milik konsumen oleh pelaku usaha, hak tersebut belum terakomodir di dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Jaminan akan kerahasiaan data sangat penting untuk dijaga oleh pelaku usaha

(23)

demi keaman dan kenyamanan konsumen dalam bertransaksi, karena jika pelaku usaha tersebut bertindak curang, maka data pribadi tersebut dapat diperjual belikan kepada pihak lain untuk kepantingan promosi. Apabila diperhatikan, hak-hak konsumen yang secara normatif diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen terkesan hanya terbatas pada aktivitas perdagangan yang bersifatnya konvensional. Di samping itu perlindungan difokuskan hanya pada sisi konsumen serta sisi produk yang diperdagangkan sedangkan perlindungan dari sisi pelaku usaha seperti informasi tentang identitas perusahaan pelaku usaha serta jaminan kerahasiaan data-data milik konsumen belum diakomodir oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, padahal hak-hak tersebut sangat penting untuk diatur untuk keaman konsumen dalam bertransaksi.40

Keterbatasan Undang-Undang Perlindungan Konsumen untuk melindungi konsumen dalam bertransaksi ecommerce juga tampak pada terbatasnya ruang lingkup pengertian pelaku usaha. Pasal 1 ayat (3) undang-undang ini menyebutkan, yang dimaksud pelaku usaha adalah “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Sedangkan menurut penjelasan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang termasuk dalam pelaku usaha adalah “pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.41

Melihat pengertian di atas sangatlah sempit sekali ruang lingkup pengertian pelaku usaha yang diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dimana pelaku usaha yang diatur dalam undang-undang ini adalah pelaku usaha yang wilayah kerjanya di wilayah negara Republik Indonesia. Padahal jika kita lihat dari karakteristik dari ecommerce, salah satunya adalah perdagangan yang melintasi batas-batas negara maka pengertian pelaku usaha dalam UUPK ini tidak dapat menjangkau jika pelaku usaha tersebut tidak berada di wilayah negara Republik Indonesia. Akan tetapi Undang-Undang Perlindungan Konsumen tetap masih menjangkau pelaku usaha toko online yang melakukan usahanya di wilayah negara Republik Indonesia.42

(24)

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Perjanjian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh para pihak untuk saling berjanji dan mengikatkan diri dalam melakukan perbuatan tertentu atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak atau lebih yang saling berjanji melakukan konsensus, melakukan tindakan dengan tujuan tertentu atas obyek perjanjian yang merupakan harta benda. Perjanjian dianggap sah apabila adanya empat syarat, yaitu :

1. Kesepakatan yang mengikatkan diri diantara para pihak; 2. Cakap untuk membuat perikatan;

3. Obyek tertentu yang diperjanjikan; dan 4. Suatu sebab atau causa yang halal.

Syarat pertama dan syarat kedua termasuk syarat subyektif, yaitu kesepakatan dan kecakapan. Akibat hukum apabila syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah syarat obyektif yaitu suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Akibat hukum apabila syarat oyektif tidak terpenuhi maka mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum.

(25)

Interaksi dan perbuatan-perbuatan hukum yang terjadi melalui atau di dunia maya merupakan interaksi antara sesama manusia dari dunia nyata. Apabila terjadi pelanggaran hak atas perbuatan hukum melalui atau di dunia maya, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh manusia di dunia nyata dan hak yang dilanggar adalah hak manusia dunia nyata maka hukum yang berlaku dan harus diterapkan adalah hukum dari dunia nyata.43

B. SARAN

Dengan karya tulis ilmiah ini penulis berharap kepada Pemerintah agar membuat suatu peraturan yang memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam melakukan suatu perjanjian jual beli secara online. Karena dalam melakukan perjanjian jual beli secara online terdapat dua ketentuan dari sayarat sahnya perjanjian pasal 1320 kitab undang-undang hukum perdata yang tidak terpenuhi yaitu syarat yang kedua yaitu kecakapan para pihak yang menjadi syarat subyektif dan apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dan syarat yang keempat yaitu suatu sebab atau causa yang halal yang menjadi syarat obyektif, apabila syarat obyektif ini tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Selain itu masyarakat dalam melakukan perjanjian jual beli secara online harus menggunakan asas itikad baik.

Pemerintah seyogyanya memberikan pengawasan yang lebih ketat lagi bagi para pihak yang melakukan transaksi elektronik ini yaitu dengan jalan melakukan diadakannya suatu pendaftaran terhadap segala kegiatan yang menyangkut kepentingan umum didalam lalu lintas elektronik tersebut, termasuk pendaftaran atas usaha-usaha elektronik (e-business) yang berupa virtual shops ataupun virtual services lainnya dan kewajiban terdaftarnya seorang pembeli dalam sebuah perusahaan penyelenggaraan system pembayaran sehingga proses transaksinya dapat berjalan lancar dan tidak ada satu pihak punyang merasa dirugikan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari semua ordo dalam kelas Polypodiophyta, ordo Polypodiales mempunyai bentuk dan susunan sori yang sangat beragam seperti berbentuk garis pada tepi daun,

Hubungan kemampuan siswa mentransformasi cerita pendek ke dalam film berorientasi pendidikan karakter siswa pada kelas eksperimen, diperoleh koefisien korelasi

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: 1 Pelaksanaan Bimbingan belajar dilakukan setelah menghadapi UTS, pelaksnaanya di lakukan di luar jam pelajaran setelah pulang sekolah

Kata membiasakan memberi arti melakukan bersama-sama bukan hanya menyuruh. Seperti membiasakan ibadah shalat misalnya. Shalat adalah hubungan paling kuat antara hamba dengan

menekankan kepada praktik agar.. siswa lebih paham, 3) sering memberikan latihan kepada siswa untuk membaca memindai, dan 4) memberikan banyak contoh wacana

Ketentuan perundang-undangan Indonesia memiliki pengertian yang mendasar mengenai capital gains yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: (1) Rata-rata siswa Kelas VII SMP Negeri di Kabupaten Soppeng memiliki: persepsi siswa tentang peran guru dengan kategori tinggi; (2)

Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi