• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN MASALAH MASALAH UTAMA DALAM PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMAHAMAN MASALAH MASALAH UTAMA DALAM PE"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

i

Diterbitkan oleh:

PUSAT PELAYANAN PENERBITAN DAN INFORMASI (P3I)

UNIVERSITAS SAMAWA

(2)

ii

Diterbitkan oleh:

PUSAT PELAYANAN PENERBITAN DAN INFORMASI (P31)

UNIVERSITAS SAMAWA (UNSA)

Sumbawa Besar NTB

Alamat Redaksi:

Kampus Universitas Samawa

Jl. Raya Sering Unter Iwes

Sumbawa Besar NTB

Telp./Faks. (0371) 625848/ 07864427188

e-mail: progress_unsabaru@yahoo.com

Penanggung Jawab

Rektor Universitas Samawa

Pemimpin Umum

Dr. Lahmuddin Zuhri, S.H.,M.Hum.

Pemimpin Redaksi

Ilham Handika, M.Pd.

Dewan Redaksi

Endra Syaifuddin, S.H.,M.H.

Iwan Haryanto, S.H.,M.H.

Ade Sujastiawan, M.Si.

Tim Reviewer Ahli

Dr. Dahlil Marjom, M.Hum.

(Universitas Andalas Padang)

Dr. Gunawan

(Universitas Mataram)

Dr. Luh Putu Sudini, S.H.,M.Hum.

(Universitas Warmadewa Denpasar)

Dr. Ahmad Dakhoir, S.Hi

(STAIN Palangkaraya)

Dr. I Nyoman Sutama,M.M.

(Universitas Samawa)

(3)

iii

DAFTAR ISI

Studi Perkembangan Wilayah Kecamatan Unter Iwes Sebelum dan Setelah Pemekaran

Ade Sujastiawan

1-6

Analisis Faktor Struktural, Akselerator dan Trigger (SAT) Konflik 221 di Kabupaten Sumbawa

Amrullah & Sri Nurhidayati

7-16

Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing

Desi Maulidyawati

17-23

Pengaruh Segmentasi, Target Pasar, Penetapan Posisi Toko, dan Strategi Pemasaran Terhadap Minat Beli Konsumen, Guna Mendapatkan Keunggulan Bersaing Alfamart di Lombok Timur

Didin Hadi Saputra

24-28

Pemahaman Masalah-Masalah Utama dalam Pembelajaran Anak Usia Dini

IGA Widari

29-39

Analisis Daya Tarik Lokasi Model Gravitasi Kasus Kabupaten Sumbawa Barat

Indra Kusumawati & Sumarlin

40-49

A Framework For The Analysis of Second Language Learning In Classrooms

Iwan Jazadi

50-57

Pemetaan Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah di Daerah Terpencil

Jhon Kenedi & Fatmawati

58-65

Keefektifan Metode Peer Teaching Melalui Pendekatan Lesson Study Ditinjau dari Keterampilan Dasar Mengajar Mahasiswa

Muhammad Iksan

& Suharli

66-74

Pengaruh Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir(SPPKB) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu SMP Negeri 4 Sumbawa Tahun Pelajaran 2014/2015

Nining Andriani &

Mu’izzin

75-86

Tuturan Implikatur dalam Novel Saman (Sebuah Kajian Pragmatik)

Siti Hawa, Ana Merdekawati & Ade Asih Susiari Tantri

87-92

Analisa Efisiensi Kemampuan Pengurus Terhadap Pengelolaan Modal Kerja Pada KPRI Bhakti Husada Kabupaten Sumbawa

Sri Rahayu

93-100

Teks Pelajaran Siswa Sekolah Dasar (SD) Kelas IV Kurikulum 2013 Kajian Berdasarkan Linguistik Fungsional Sistemik

Sri Sugiarto

101-108

Teaching Reading Comprehension To Non-Native Learner Through Short Story

Suparman

109-113

Model Kebijakan Dalam Upaya Mengakomodir Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal

Syaifuddin Iskandar

& Ade Safitri

114-122

The Implementation Of Skimming-Scanning Technique In Teaching Reading

Umar

123-130

(4)

29

PEMAHAMAN MASALAH-MASALAH UTAMA DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI

IGA WIDARI1

1

Dosen STKIP Paracendekia NW Sumbawa

Abstract

Many organizers of early childhood education are faced with some problems about how they should educate their children. For this need, the writer has done two research projects (library and field research). There are six problems and the solutions offered from the library study, related

to child gro th a d de elop e t, childre ’s logical a d critical thi king, the teaching of reading,

writing and counting, the role of playing, giving limitations, and the issue of cheap education. Next, the writer discusses the issues in lights of the results of observation within the last five years in a kindergarten where the writer also serves as its voluntary principal.

Key words: Early child education, reading-writing-counting, critical thinking, play, limitation, cheap education

PENDAHULUAN

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. PAUD dapat berlangsung secara formal melalui Taman Kanak-Kanak (TK) untuk anak usia 4-6 tahun atau secara informal melalui PAUD (informal) atau kelompok bermain untuk anak usia 0-6 tahun.

Titik Berat PAUD adalah terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

PAUD memiliki beberapa tujuan. Tujuan utamanya adalah untuk membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa. Tujuan penyer-

taanya adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, beberapa pertanyaan yang masih menjadi fokus pembahasan para ahli dan praktisi PAUD, sebagaimana penulis amati di beberapa media massa dan referensi ilmiah, antara lain:

1. Bagaimana fase perkembangan anak usia dini dan dampak terhadap cara belajarnya?

2. Pantaskah anak usia dini diajar berpikir logis dan kritis?

3. Pantaskah anak usia dini belajar

calistung?

4. Apa keunggulan dari permainan (play)? 5. Apakah salah bila anak usia dini diberi

pembatasan-pembatasan?

6. Apakah penyelenggaraan PAUD mesti mahal?

Sederet pertanyaan ini menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini sesuai dengan hasil telaah dari beberapa referensi yang relevan dan studi lapangan khusus di Taman Kanak-Kanak Paracendekia NW Sumbawa.

KAJIAN PUSTAKA

Penulis melakukan studi pustaka melalui pencarian jejaring (online searching)

(5)

30 yang muncul meliputi artikel jurnal ilmiah,

artikel media massa, dan beberapa berita surat khabar. Sumber-sumber rujukan tersebut umumnya membahas pendidikan anak usia dini di Indonesia, dan beberapa lainnya merupakan referensi dari luar negeri. Dalam sumber pustaka tersebut mengemuka enam masalah dan pembahasan tentang pendidikan anak usia dini, yaitu berkaitan dengan proses tumbuh kembang anak, kepantasan anak berpikir logis dan kritis, kepantasan pengajaran calistung, peran bermain, dan pelaksanaan pendidikan murah, sebagaimana dibahas di bawah ini.

a. Fase Perkembangan Dan Cara Belajar

Ganesyawidya (2011), mengutip pendapat Pakar psikologi anak Seto Mulyadi, menyatakan bahwa usia balita merupakan masa penting bagi perkembangan potensi seseorang, termasuk rasa percaya dirinya. Sejalan dengan itu, Osborn (dalam Ganesyawidya, 2011) menyatakan bahwa perkembangan kecerdasan yang sangat pesat terjadi pada saat anak berusia nol sampai lima tahun. Hampir 50 persen potensi kecerdasan anak, menurut Osborne, sudah terbentuk pada usia empat tahun, kemudian mencapai 80 persen pada saat anak berusia delapan tahun. Kreativitas seseorang mulai meningkat pada usia tiga tahun dan mencapai puncaknya pada usia 4,5 tahun, dan akan segera menurun apabila tidak diupayakan agar kemampuan tersebut tetap terus berkembang.

Pada masa-masa penting pertumbuhan tersebut, selain pasokan makanan bergizi yang cukup, juga diperlukan kasih sayang dan perhatian orang tua serta dukungan keluarga pada sang anak, guna menunjang pertumbuhan otak dan cara berpikir anak tersebut. Kecerdasan anak tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus dirangsang. Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa pada seorang anak, misalnya, maka orang tua harus rajin menjalin kesempatan untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya dengan bebas, seperti rasa marah, sedih, takut dan kecewa, namun tetap dalam kondisi wajar, dan orangtua harus dapat berperan sebagai teman serta mendengarkannya, bukan justru semakin menyudutkan sang anak. Semakin dini pelatihan pengungkapan ekspresi emosi secara wajar diberikan kepada anak, maka anak akan semakin mudah mengendalikan, menguasai serta mengatur emosinya, sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang tenang dan mampu menguasai keadaan (Riendravi, 2013).

Montessori (dalam Rachmat, 2006) mengidentifikasi enam tahapan perkembangan sensifit pada anak usia 1,5 sampai enam tahun – sensitivitas terhadap aturan, bahasa, berjalan, aspek sosial kehidupan, benda-benda kecil dan belajar melalui melaui panca indra. Sensitivitas terhadap aturan terjadi ketika seorang anak mampu memanipulasi lingkungannya dengan memindahkan benda-benda dari satu tempat ke tempat lain. Sensitivitas bahasa terjadi ketika seorang anak secara tidak langsung memperoleh kosa kata dasar, pola kalimat dan aksen bahasa dengan mengamati gerakan bibir orang dewasa. Sensitivitas berjalan adalah saat ketika seorang anak sedang berusaha belajar berjalan. Sensitivitas terhadap aspek sosial terjadi ketika seorang anak mulai memikirkan lingkungan sekitarnya. Sensitivitas terhadap benda-benda kecil akan mendesak seorang anak untuk memperhatikan hal-hal rinci. Inilah saatnya anak itu membangun pemahaman tentang dunia. Setelah memiliki indra penglihatan dan pendengaran, seorang anak akan mengembangkan rasa sentuh diikuti oleh rasa selera. Inilah siklus dalam sensitivitas tentang belajar melalui indra.

(6)

31 memiliki kemandirian dan inisiatif serta

imajinasi positif dan mengembangkan potensi intelektualnya (Riendravi, 2013).

b. Kepantasan Belajar Calistung

Masalah selanjutnya yang masih menjadi bahan perdebatan di kalangan praktisi PAUD adalah tentang sejauh mana anak usia dini pantas belajar membaca, menulis dan berhitung (Istiyani, 2013). Salah satu kebijakan yang secara tegas melarang kegiatan calistung adalah Peraturan Bupati Purwakarta Provinsi Jawa Barat Nomor 107 Tahun 2014 tentang larangan membaca menulis berhitung pada pendidikan anak usia dini. Untuk memahami secara proporsional masalah ini, Adiningsih (2006) melakukan penelaahan terhadap otak anak usia dini, sebagai "pengolah" utama aktivitas beraksara. Sudahkah otak mereka siap untuk belajar beraksara, untuk belajar berbahasa, membaca dan menulis? Demikian paparannya.

Ketika baru lahir, berat otak bayi memang hanya 25 persen dari berat otak orang dewasa. Namun, tidak berarti kemampuannya jauh tertinggal dibandingkan dengan orang dewasa. Karena, hanya dalam jangka waktu dua bulan jumlah sel otak bayi sudah sama dengan jumlah sel otak orang dewasa, walaupun berat otaknya belum menyamai berat otak orang dewasa. Bagaimana bisa demikian? Sebelum dilahirkan, 250.000 sel otak tumbuh setiap menitnya melalui proses pembelahan sel (mitosis), sehingga ketika lahir, setidaknya di otak bayi telah ada 100 miliar sel otak. Padahal setiap sel otak mempunyai potensi menjadi "alat" pemroses informasi. Bisa dibayangkan bagaimana dahsyatnya potensi otak anak. Jumlah ini tidak lagi bertambah ketika bayi berusia dua bulan. Sel-sel otak tersebut semakin membesar, semakin "gemuk" dan mulai membagi diri berdasarkan fungsi dan posisinya.

Hasilnya pada usia 3-4 tahun berat otak anak telah mencapai 75 persen dari berat otak orang dewasa. Di tahun kelima, berat otak anak sudah mencapai 90 persen dari berat orang dewasa. Proses "penggemukan" ini terus berlangsung hingga

anak berumur 12 tahun. Pada usia itu, berat otak anak sudah sama dengan berat orang dewasa. Masalahnya adalah sel-sel otak itu tidak akan berarti apa-apa apabila serabut yang menghubungkan antar sel otak tidak terhubung dengan sel otak yang lain, apabila tidak diaktifkan. Dan inilah yang terjadi pada sel otak anak. Jumlah serabut sel otaknya belum sebanyak pada orang dewasa. Untuk memacu pertumbuhannya diperlukan stimulus yang berupa rangsangan melalui organ-organ sensorik, melalui pancaindera (Sujiono, 2009).

Menurut Eisenberg (dalam Adiningsih, 2006), otak seorang bayi dapat dianalogikan seperti sebuah komputer. Semakin banyak

input yang dimasukkan ke dalam otaknya, maka akan semakin banyak dan semakin baik output yang dihasilkan. Ini artinya, bila bayi diberi kesempatan yang banyak untuk "memprogram" otaknya yaitu dengan memberi masukan sensorik dan motorik maka kecerdasannya akan jauh berkembang. Dengan kata lain, dilihat dari kapasitas otaknya, anak sepantasnya dapat diajarkan membaca, menulis dan berhitung, tetapi tentu dengan cara-cara yang tidak sama dengan orang dewasa. Cara yang sederhana, anak usia dini dapat diperkenalkan pada kegiatan membaca dan menulis, misalnya dengan cara membuat tulisan nama benda pada karton dan menempelkan tulisan tersebut pada benda yang dimaksud. Ini dapat merangsang daya ingat anak terhadap benda tersebut sekaligus memperkenalkan anak akan bentuk huruf dan tulisan. Kemampuan dasar matematika anak dapat diperkenalkan pada konsep matematika secara sederhana, misalnya menghitung jumlah anak tangga, menghitung panjang meja dengan jengkal si anak, mengukur tinggi dan berat badannya sendiri. Singkatnya, pembelajaran calistung anak usia dini harus dipadukan dengan kebutuhan dan minat mereka dalam interaksi sehari-hari, yaitu sesuatu yang mereka sukai untuk melakukannya.

c. Kekuatan Bermain (Play)

(7)

32 bermain dan menggantikan dengan jam-jam

belajar. Bahkan anak-anak TK sekarang mulai mengikuti tes dan diberi tugas-tugas rumah. Kegiatan tutorial sekolah dan olahraga terorganisir memotong waktu-waktu untuk permainan yang sifatnya spontan dan atas inisiatif anak-anak sendiri. Komputer atau persiapan ujian begitu cepat menggantikan kegiatan-kegiatan yang biasanya diadakan seperti berenang, mendayung, mendaki, berkemah dan bercerita. Bersepeda diganti oleh permainan computer games, walaupun diklaim mengajarkan keterampilan komputer. Bahkan masa bayi pun kini tidak lagi identik dengan permainan karena bayi pun telah diarahkan untuk berinteraksi

de ga ai a pe didika se agai ariasi

program permainan komputer (Hadi, 2014; Limanto, 2008).

Dari semua paparan di atas, pesan yang dapat disimpulkan adalah bahwa permainan (play) adalah suatu yang mubazir dan hanya dilakukan oleh anak pemalas. Menurut Elkind (2006) dan Lillard (2013), persepsi tersebut merupakan suatu kesalahpahaman mendasar tentang peran permainan dalam kehidupan manusia, sebagaimana penjelasannya berikut ini.

Menurut Elkind (2006), di samping dua hal penting yang disebutkan Freud, yaitu

loving dan working, dari aspek apapun perlu ditambah dengan aktivitas ketiga, yaitu bermain (playing). Dengan bermain, seseorang menyesuaikan dunia pada dirinya dan menciptakan pengalaman belajar baru. Melalui cinta, seseorang mengekspresikan hasrat, perasaan dan emosi. Bekerja adalah keluaran yang diadaptasi seseorang untuk memenuhi dunia fisik dan sosialnya.

Walaupun bekerja dan bermain dianggap sebagai dua hal yang berlawanan, kenyataannya keduanya saling melengkapi. Sebuah usaha apapun akan sangat efektif ketiga kegiatan tersebut ikut terlibat. Di sekolah, ketika permainan dimasukkan dalam kurikulum, maka akan tercipta motivasi yang positif (love) dan proses pembelajaran yang lebih efektif dan bertahan lama (work). Hal yang sama terjadi di rumah dan di tempat kerja. Orang tua yang mendengar anaknya dan membolehkan

mereka untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan (play) akan merasa dihargai dan dekat (love) serta secara efektif menanamkan nilai-nilai tentang rumah tangga (work). Di tempat kerja, di mana masukan dari pegawai (play) disambut dan diberi ganjaran, mereka akan memiliki sikap yang positif terhadap pekerjaan dan pimpinannya (love) dan hasilnya adalah produk atau pelayanan yang lebih baik (work). Singkatnya, semua kegiatan kreatif, apakah dalam ilmu pengetahuan, seni atau kehidupan sehari-hari merupakan kombinasi dari permainan, cinta dan kerja.

Sejatinya, permainan atau play adalah

ja a a dari perta yaa agai a a

sesuatu ya g aru u ul ke per ukaa ?

Belajar memungkinkan seseorang untuk memperoleh apa yang telah diketahui, sementara permainan menyebabkan munculnya pengetahuan, keterampilan dan produk seni yang baru. Permainan sesungguhnya amat penting di dunia dewasa ini, terutama di sekolah, apalagi tingkat pendidikan anak usia dini. Play adalah medium yang memunculkan hal-hal baru ke permukaan bagi anak usia dini yang melihat segala sesuatu sebagai hal baru. Tanpa play, hilanglah dunia anak usia dini (Pito, 2012; Sujiono, 2009; Budiartati, 2007).

d. Memberi Pembatasan

Pertanyaan ketiga, yang sering dialami oleh orang tua sebagai sebuah dilema bagi anaknya yang masih usia dini, adalah tentang efektivitas pembatasan yang diberikan pada anaknya, yang sering dirasakan tidak bisa dihindari.

(8)

33 Oleh karena itu, Mengenalkan batasan

adalah teknik untuk bertahan hidup yang kelak dibutuhkan anak. Di sekolah, anak akan menemui aturan tertentu. Di tempat kerjanya, di tengah masyarakat di mana ia hidup pun dibatasi oleh berbagai ketentuan. Dengan belajar hidup dalam batasan-batasan sejak usia dini, anak usia usia dini yang penuh ingin tahu dan sulit dilarang belajar mengendalikan diri (Hadi, 2014).

e. Penyelenggaraan Pendidikan Murah

Pertanyaan terakhir, yang sifatnya praktis tetapi tetap penting, adalah apakah penyelenggaraan PAUD mesti mahal (Prasetyawati DH, Kristanto & Pusari, 2011). Bagi seorang pengusaha, penyelenggaraan pendidikan dapat menjadi usaha yang sangat menguntungkan, namun sangat mahal bagi banyak orang tua. Di sisi lain, di tangan seorang aktivis bisa jadi pendidikan anak usia prasekolah menjadi keprihatinan yang menggerakkan untuk mengambil langkah-langkah dinamis. Bagi mereka, pendidikan prasekolah bisa juga bagus walaupun tidak dijejali dengan alat-alat permainan plastik dari pabrik, bahasa asing, multimedia, dan berbagai hal yang serba global.

Sebagaimana dikemukakan dalam Kompas (12 Mei 2005), ciri khas dari PAUD yang murah adalah kesederhanaan, lokalitas, dan persahabatan dengan lingkungan. Sebagai contoh adalah PAUD yang dikelola oleh Sri Wahyaningsih dengan kelompok bermain Sanggar Anak Alam "Salam" di Kampung Nitiprayan di perbatasan Kabupaten Bantul dengan Kota Yogyakarta (contoh lain, baca Pangastuti, 2011). Kelompok bermain berbasis komunitas yang diselenggarakan di ruang tamu rumah keluarga ini membuktikan bahwa pendidikan yang baik tidak harus bergelimang fasilitas dan serba mahal.

Tidak ada yang berlebihan dalam kelompok PAUD tersebut. Jalan menuju ruang depan yang dipergunakan sebagai sekolah hanyalah jalan setapak dari bambu. Di depan sekolah terhampar sawah milik penduduk. Ruang depan itu berdinding bata dengan kerangka rumah tradisional Jawa. Sebagian besar kegiatan dilakukan di lantai.

Karpet digelar tiap kali kegiatan belajar akan dimulai. Meja kursi mini, sumbangan yang baru saja diterima hanya dipergunakan sebagai alat permainan kereta api atau untuk membuat panggung. Ada alat permainan edukatif sederhana, tetapi jumlahnya tidak banyak. Selebihnya adalah boneka-boneka dan mainan tua.

Adapun perpustakaan di ruang tamu yang sekaligus menjadi pendampingan belajar bagi anak-anak. Kelompok bermain merupakan gagasan yang muncul kemudian. Asumsi pengembangan adalah sebagai alternatif dibandingkan apabila anaka hanya bermain sendiri, sehingga dikumpulkanlah anak di rumah tersebut sehingga dapat bermain dengan lebih terarah.

Para orang tua merasakan manfaat mengikuti program karena anak-anak sudah bisa berkomunikasi dengan terarah, sekalipun baca dan tulis tidak diajarkan, karena anak-anak masih berumur 2-4 tahun. Dalam pertemuan selama dua jam anak-anak mendengarkan guru mendongeng dan membacakan buku cerita, menggambar, bermain, atau bernyanyi. Pada pertemuan ketiga, tiap Sabtu, kelas digabung dengan acara ke sawah dan berkebun. Inilah hari yang paling menyenangkan bagi anak, guru, maupun orangtua yang mendampingi anak-anaknya. Pemandangan yang mengesankan ketika anak-anak itu takjub saat mencabut tanaman kacang dan menemukan kacang tanah bergelantungan di bagian akar.

PEMBAHASAN

a. Studi Lapangan Di Sebuah Taman

Kanak-Kanak

(9)

34 orang tua mereka, kadang-kadang menjadi

guru pengganti ketika ada guru yang tidak hadir atau belum tiba di TK. Pengamatan dan keterlibatan terhadap keadaan pembelajaran dan penyelenggaraan menjadi bahan penulis untuk menyampaikan pembahasan di bawah ini.

b. Fase Perkembangan Dan Cara Belajar

Anak

Dalam perkembangannya ana-anak membutuhkan nutrisi yang cukup untuk bisa mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Di usia 0-6 tahun pertumbuhan anak-anak mengalami peningkatan yang sangat cepat secara fisik. Demikian pula dengan perkembangan emosionalnya (psikis). Seiring waktu kemampuan inteligensi juga mengikuti perubahan-perubahan itu. Saat awal masuk taman-taman kanak atau awal semester, kami melakukan pemeriksaan kesehatan, baik itu berat badan, tinggi badan maupun lingkar kepala. TK bekerja sama dengan Puskesmas terdekat untuk membantu memberikan pembinaan dan memberikan petunjuk bagaimana mengisi dan melaksanakan penimbangan dan mengukur lingkar kepala anak. Tentunya ini berpengaruh terhadap asupan gizi dan pengaruh lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut. Semakin baik gizinya, maka pertumbuhan dan perkembangannya akan berjalan seirama.

Asupan gizi yang cukup, akan membantu anak dalam belajar. Terkadang ada siswa yang rewel atau tidak mau ditinggal oleh orang tuanya. Ini disebabkan oleh banyak hal, termasuk karena takut atau cemas karena masih belum percaya dengan orang lain, karena kurang puas tidur, ada hal yang belum terpenuhi ataupun faktor lain. Sering anak-anak dibawa hadiri undangan sehingga pulang larut malam, kadang juga menonton televisi atau games, sehingga siswa tidak punya waktu yang cukup untuk istirahat. Semestinya anak-anak yang masih usia sekolah dan taman kanak-kanak dikontrol waktu untuk melakukan aktivitasnya.

Pada hakekatnya, anak usia dini berada pada masa keemasan di sepanjang rentang usia perkembangan manusia. Pada masa ini, anak mudah menerima stimulus dari lingkungannya. Kami mengemas pembelajaran di TK secermat mungkin. Capaian perkembangan siswa (secara motorik halus, kasar, kognitif, sosial emosional (SE), juga agama dan bahasa) semua disusun dalam rencana kegiatan harian agar pendidik mampu mengevaluasi perkembangan siswa. Dalam perjalanannya, semua siswa mengalamai tahap-tahap perkembangan yang heterogen. Pendidik diharapkan mampu melakukan evaluasi dan koreksi serta melakukan tindak lanjut atas hasil yang dicapai kemudian dikomunikasikan kepada siswa dan orang tua. Agar hasil yang dicapai bisa dikembangkan secara optimal untuk masa-masa yang akan datang.

Dalam tahap perkembangannya, anak-anak dapat belajar sebaik-baiknya jika kebutuhannya dipenuhi dan merasa nyaman dan aman secara psikologis. Selain itu, anak-anak sebagian besar belajar melalui lingkungannya yakni melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak. Rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi memotivasi anak untuk mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi.

c. Berpikir Logis dan Kritis pada Anak

(10)

35 dapat mengusulkan perbaikan. Dalam

kenyataan, sebagai pendidik, terkadang secara tidak sengaja juga membuat kesalahan, dengan modal keterampilan mengolah informasi yang telah kami ajarkan, selalu ada ada anak didik yang menyampaikan kritik dan memberikan jawaban yang benar. Cara yang lainnya, di usia TK, anak memiliki kegemaran untuk bertanya. Namun, untuk mengasah kemampuan mereka dalam mengola informasi, kami tidak langsung memberi jawaban secara final. Misalnya, ketika seorang anak menanyakan nama sesuatu yang telah dipelajarinya pada hari sebelumnya, kami tidak langsung memberinya nama tersebut, tetapi mengajak anak tersebut untuk mengingat-ingat tentang pelajaran tersebut pada hari sebelumnya, menginformasikan benda-benda selain yang ditanyakan, dan strategi lainnya. Pada akhirnya, siswa tersebut dapat memberikan jawaban yang ia tanyakan sendiri. Strategi ini, di samping strategi lain yang melekat pada materi pelajaran, kami rasakan sangat efektif mengasah kemampuan berpikir logis dan kritis anak-anak kami.

d. Aktivitas Membaca, Menulis, dan

Berhitung

Membaca maupun berhitung adalah dua hal yang diperkenalkan untuk pendidikan anak usia dini sebelum memasuki jenjang formal. Kegiatan ini didesain dalam pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan. Dalam hal ini, kami akan uraikan pengenalan ilmu membaca maupun berhitung untuk kelas nol besar (5-6 tahun). Dalam tahapan ini kemampuan anak sudah berkembang sangat baik, sehingga pembelajaran yang disajikan sudah mulai mengenalkan huruf dalam kalimat, penggalan kata-kata, dua suku kata, dan akhirnya membaca kalimat pendek sampai kalimat yang terdiri dari tiga suku kata. Tahapan-tahapan membaca juga dilakukan secara teratur dan disesuiakan dengan kemampuan anak tanpa harus memaksakan anak. Bisa diselingi dengan games atau variasi-variasi yang lain agar anak tidak

jenuh. Menghitung untuk kelas ini juga didesain sangat sederhana agar mudah di pahami, misalnya tebak angka dengan membuat pohon angka, mencocokkan angka dengan menarik garis sesuai dengan angkanya, menghitung menggunakan jari dan menggunakan barang-barang yang ada di sekitar kelas.

Lain halnya dengan kelas nol besar, kelas nol kecil (4-5 tahun) masih dalam tahap pengenalan huruf maupun angka, jadi pembelajaran utuk dua aktivitas inipun berbeda. Dari hal yang sifatnya sangat konkrit dulu. Dalam hal pengenalan huruf, pendidik menggunakan puzzle ataupun

plastisin untuk meniru huruf-huruf sebelum menulis di atas kertas, bisa juga mengenalkan huruf melalui gambar dan lagu-lagu yang dinyanyikan secara bersama-sama. Walaupun terkadang ada saja siswa yang kelihatan bosan dan malas untuk melakukan aktivitas, di sinilah peran guru untuk melakukan variasi dalam mengajar agar belajar tidak bosan. Membuat titik-titik, goresan-goresan, garis putus-putus, garis mendatar, lengkung, dan lain-lain. Dalam mengenalkan angka, penddik tidak memaksa siswa untuk langsung bisa menulis angka. Diadakan stimulus-stimulus juga dalam tahap-tahap awal, misalnya melalui teknik bercerita, menghitung kancing baju, menghitung jari kaki dan tangan, dan menghitung jendela yang ada di dalam kelas. Semua pembelajaran dikemas melalui tahapan-tahapan dan dua bahasa. Dengan penuh kesabaran siswa taman-taman kanak kami mampu mengikuti pembelajaran.

e. Peran Permainan

Bermain adalah bagian dari dunia anak-anak, karena melalui bermain mereka bisa berinteraksi dengan teman lain dan menemukan hal-hal baru. Bermain dijadikan sebagai variasi dari kegiatan-kegiatan yang membutuhkan konsentrasi. Sebagaimana di TK lain, di TK kami terdapat dua macam permainan, permainan indoor (dalam) dan

(11)

36 anak. Permainan outdoor di TK kami

termasuk jungkat-jungkit, perosotan, ayunan, dan papan titian. Semua permainan terkadang mengandung resiko sehingga dibututhkan pengawasan, apalagi siswa yang masih di TK A (4-5). Pernah ada yang bermain ayunan sangat kencang, dan ada seorang temannya yang melintas sehingga besi ayunan mengenai badannya hingga jatuh dan pelipis kepalanya berdarah. Pihak guru yang melihat langsung membawanya ke rumah sakit yang letaknya tidak jauh dari lokasi TK. Orang tua siswa segera datang setelah dihubungi. Ini adalah yang kedua kalinya terjadi di TK kami. Pihak guru selalu mengingatkan siswa untuk hati-hati dalam bermain. Itulah dunia anak-anak, ingin bebas dan tidak takut akan resiko yang mungkin saja terjadi.

Permainan outdoor juga kami dapatkan dalam kegiatan yang kami programkan sekali dalam satu semester. Misalnya karyawisata ke taman-taman kota atau ke pantai. Selain siswa orang tua juga kami libatkan dalam permainan. Banyak permainan yang dilakukakan, misalnya memasukkan paku dalam botol, sendok, kelereng, masukkan pasir dalam botol, dan kucing-kucingan. Ada suasana lain yang kami dapatkan ketika pembelajaran dilakukan di alam bebas, anak-anak lebih ceria dan inovatif dan kompak satu sama lain. Selain itu, terjalin hubungan yang sangat akrab antara orang tua dengan sisiwa, dan orang tua dengan pihak TK.

Permainan indoor (dalam ruangan) juga tidak kalah menariknya. Anak-anak juga bisa menikmatinya dan bahkan tidak mau berhenti, misalnya permainan puzzle huruf, angka, buah, huruf hijaiyah dan bongkar pasang, menyusun balok dan bermain pesan berantai. Semua permainan ini mengandung banyak hal positif. Hal positif tersebut antara lain mengenal angka, menggabungkan huruf menjadi kata, mengenal buah dan melatih ketelitian dan kecepatan berpikir melalui bongkar pasang dan mampu melatih kemampuan bahasa melalui permainan bercerita dan pesan berantai. Juga mengenal bentuk-bentuk geometri dengan melihat barang-barang di sekitarnya untuk dijadikan

contoh. Permainan balok dari sisa bangunan yang tidak terpakai untuk membuat rumah-rumahan ataupun bangunan bertingkat dan masih banyak lagi.

Tiap semester kami juga mengadakan lomba mewarnai juga menyanyi bebas. Semua siswa mendapat pujian dan hadiah. Pendekatan kepada orang tua siswa tetap dilakukan untuk perbaikan hasil di masa mendatang. Permainan indoor juga mengadung resiko, terkadang ada siswa yang tidak sabar dan melempar temannya, atau yang rewel dan merusak satu dari bagian puzzle dan ada saja kejadian yang tidak bisa kita prediksi akan terjadi. Intinya dalam permainan indoor maupun outdoor

harus terus dilakukan pengawasn dan pengarahan dari guru maupun orang tua siswa agar anak berhati-hati dan tidak melukai orang lain.

f. Pembatasan-Pembatasan pada Anak

(12)

37 kondisi yang muncul saat pembelajaran akan

dimulai. Hal ini adalah normal, karena di situlah peran guru maupun orang tua di rumah untuk memberikan pemahaman kepada siswa untuk bisa menghargai orang lain dan menghormati guru di sekolah dalam perannya sebagai pengganti orang tua jika sedang berada di sekolah.

Hal yang penting kami berikan pemahaman adalah bagaimana etika dalam berpendapat. Sejak dini aturan-aturan dalam bergaul, makan, berpakaian, beribadah kami sosialisasikan, baik di rumah maupun sekolah, agar anak mengerti mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan mampu membedakan yang benar dan salah. Oleh karena itu, kelak jika dia dewasa dan terjun di dunia kerja, dia mampu bekerja secara optimal dan memegang teguh nilai-nilai agama yang dianutnya. Menginformasikan hal-hal yang baik dan menjadi aturan kami sampaikan dengan baik, tidak dengan nada keras atau pukulan-pukulan. Anak kami ajak berbicara dengan tatap muka, duduk bersama untuk mendiskusikan hal-hal yang tidak pantas dilakukan.

g. Pendidikan Murah

Kami memberlakukan biaya pendidikan yang murah dan terjangkau mengingat lokasi sekolah di pinggir kota dengan penghasilan rendah dari orang tua siswa yang mayoritas petani dan tukang ojek. Kami bersama rekan-rekan guru dan orang tua bertekad untuk terus meningkatkan kemampuan siswa. Pembelajaran dikemas secara bilingual (2 bahasa) melalui bermain sambil belajar (play and learn). Anak-anak dengan mudah memahami pelajaran meski sambil mengunakan bahasa Inggris, di samping bahasa Indonesia. Mengenalkan ilmu penjumlahan dan pengurangan kami lakukan dengan sederhana. Contohnya, gambar setiap angka yang dibuat dari kardus bekas yang ditempel di atas kertas origami dengan warna yang berbeda kemudian dicetak di atas dan di bawahnya menggunakan dua bahasa. Dalam hal ini, beberapa hal atau konsep yang bisa dipelajari yaitu: siswa bisa mengenal banyak warna, siswa mengenal

angka dan huruf dalam dua bahasa dan masih banyak lagi. Ini berlangsung secara terus-menerus setiap harinya. Pengulangan secara terus-menerus ini membawa perubahan dan perkembangan pada anak. Dalam hal penjumlahan, guru juga berusaha merencanakan agar pembelajaran disesuikan dengan usia siswa sehingga dengan mudah dapat dipahami. Misalnya, angka dilengkapi dengan gambar (bisa benda-benda yang ada di sekitar siswa, misalnya bunga atau kupu-kupu atau pensil) atau menggunakan jari siswa sebagai media yang paling dekat dengan siswa. Pendidik yakin bahwa membuat siswa pintar atau cepat mamahami sesuatu tidak harus mengunakan media yang mahal. Kami memanfaatkan barang-barang di sekitar ataupun hasil daur ulang.

KESIMPULAN

Demikianlah, telah dibahas beberapa isu utama dalam penyelenggaraan PAUD di Indonesia dewasa ini dan secara khusus di TK Paracendekia NW Sumbawa. Secara umum, temuan pustaka dan hasil observasi penyelenggaraan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Paracendekia NW Sumbawa dalam menjawab enam masalah pendidikan anak usia dini memiliki kesamaan positif secara substansial.

Usia dini 0-6 tahun adalah masa kritis perkembangan dan pertumbuhan anak baik secara fisik maupun psikologis sehingga diperlukan penanganan yang optimal. Masa perkembangan dan pertumbuhan mem-pengaruhi dan menjadi landasan masa-masa selanjutnya. Sejak berumur dua bulan, seorang anak telah memiliki jumlah sel otak yang sama dengan orang dewasa tetapi dalam ukuran kecil, di mana perkembangan perlu mendapat rangsangan fisik atau psikologis dari luar. Di sinilah letak pentingnya PAUD. Namun, karena masih dalam tahap pertumbuhan, maka teknik PAUD harus membangkitkan syaraf anak, yaitu melalui kegiatan yang mereka sukai, minati dan mulai dari yang sederhana dan konkret.

(13)

38 menjadi penggerak bagi munculnya ide-ide

baru mereka. Mengingat kapasitas otak yang sudah canggih sejak usia dini, pengajaran calistung pada prinsipnya dimungkinkan, tetapi harus dikemas dalam bingkai permainan sehingga pengalaman yang mengesankan, walaupun tetap tidak boleh mendominasi kegiatan PAUD. Sebagai orang yang berinteraksi dengan dunia baru, melalui bermain anak mengembangkan kreativitas dan inisiatif yang sangat tinggi, tetapi sebagai bagian dari pendidikan, peran orang tua atau pendidik untuk mengatur batasan secara edukatif dan konsisten kepada anak merupakan sebuah kebutuhan. Terakhir, penyelenggaraan PAUD bermutu tidak harus identik dengan kemahalan, karena kreativitas masyarakat adalah kunci keberhasilan pendidikan anak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, N.A. (2006). Bolehkah anak usia dini belajar beraksara? http://www.suarapembaruan.com /News/2006/05/17/index.html, diakses 10 Januari 2010.

Budiartati, E. (2007). Pembelajaran melalui bermain berbasis kecerdasan jamak pada anak usia dini.

Lembaran Ilmu Pendidikan, 36(2), 96-103.

Elkind, D. (2006). The hidden power of play Spielen, lieben und arbeiten (play, love and work), The Boston Globe.

http://www.iht.com/articles/2006/ 10/09/opinion/edelkind.php, diakses 10 Oktober 2013.

Fakultas Psikologi UMS. (2005). Peran orang tua dalam membangkitkan potensi anak,

http://www.ums.ac.id/fakultas/psi kologi/modules.php?name=News& file=article&sid=43, diakses 11 Oktober 2014.

Ganesyawidya. (2011). Peran orang tua dalam membangkitkan potensi anak.

https://ganesyawidya.wordpress.c

om/2011/01/04/peran-orang-tua- dalam-membangkitkan-potensi-anak/, diakses 7 Februari 2016.

Hadi, N. F. (2014). Strategi pendidikan anak usia dini dalam keluarga. Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia, 01.Q04&irec=3, diakses 8 Januari 2010.

Istiyani, D. (2013). Model pembelajaran membaca, menulis menghitung pada anak usia dini di Kabupaten Pekalongan. Jurnal Penelitian, 10(1), 1-18.

Kompas, (1 Mei 2005). Ini boleh, itu tak boleh, nak.

Kompas. (12 Mei 2005). Pendidikan Prasekolah Tak Harus Serba Mahal. Lillard, A.S. (2013). Playful learning and

Montessori education. American Journal of Play, 5(2), 157-186. Limanto, S. (2008). Peningkatan minat dan

kemampuan anak usia pra sekolah untuk belajar membaca dan menulis permulaan menggunakan

computer aided learning. Gematika Jurnal Manajemen Informatika, 9(2), 113-119.

Pangastuti, R. (2011). Studi analisis implementasi full day di TPA Beringharjo Kota Yogyakarta, TPA Pelangi Indonesia, dan TPA Laboratorium PAUD UGM Kabupaten Sleman, dan TPA Jabal Rahmah Kabupaten Bantul. Tesis Magister tidak diterbitkan, Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Peraturan Bupati Purwakarta Provinsi Jawa Barat Nomor 107 Tahun 2014 tentang larangan membaca

(14)

39 Pito, A. (2012). Pengaruh metode permainan

edukatif dalam pembelajaran PAI terhadap kreativitas anak usia dini di PAUD Inklusi Ahsanu Amala Lempongsari Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. Skripsi tidak dipublikasikan, Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Prasetyawati D.H., Kristanto, M., & Pusari, R.W. (2011). Upaya identifikasi kreativitas kader-kader PAUD di Kecamatan Ungaran melalui alat permainan edukatif (APE). Jurnal Penelitian PAUDIA, 1(1), 59-74. Rachmat, A. (2006). Fostering creativity in

children,

http://www.thejakartapost.com/d etailsupplement.asp?fileid=200610 01.Q05&irec=4, diakses 10 Oktober 2014.

Riendravi, S. (2013). Perkembangan psikososial anak. Bagian/SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, http://download.portalgaruda.org/ article.php?article=82610&val=970 , diakses 20 November 2015. Sujiono, Y.N. (2009). Konsep dasar

pendidikan anak usia dini. Jakarta: PT Indeks.

Sunarto, H. & Hartono, B.A. (1995).

Referensi

Dokumen terkait

Director yang dipilih harus yang dianggap mampu menghidupkan ide cerita yang udah disetujui klien, yang secara style sesuai dengan tone and manner yang kita mau capai,

Kelompok Kerja (POKJA) VII pada Kantor Layanan Pengadaan Kabupaten Musi Banyuasin telah membuat Berita Acara Lelang Gagal untuk paket pekerjaan sebagai berikut

- Warna hijau keunguan - Tekstur agak halus - Pola tidak teratur - Biasanya terletak di.. daerah pantai dan muara

Bahwa Surat Bawaslu RI Nomor 0205/K.Bawaslu/PM.06.00/III/2017 tanggal 27 Maret 2017, hal ini merupakan suatu kekeliruan karena rekomendasi Panwas tersebut telah ditindaklanjuti

Harapannya dengan memiliki pengetahuan yang baik, maka responden lebih mengerti akan pentingnya pengertian dampak sering menonton televisi pada anak usia sekolah,

Kebijakan dividen adalah kebijakan yang rutin dilakukan, karena hal tersebut sudah rutin terjadi, hal ini tidak signifikan mempengaruhi harga saham. Kebanyakn informasi

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh proses dua siklus autoclaving-cooling terhadap kadar pati resisten tepung dan bihun beras yang

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan B2PTTG-LIPI Subang dan untuk analisa proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat,