OLEH
ADINDA KHARISMA RAMADHAN H14070098
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Adinda Kharisma Ramadhan. Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di Beberapa Negara Importir Utama dan Dunia (Dibimbing oleh Muhammad Firdaus)
Perikanan dan kelautan merupakan salah satu core competence Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.504 pulau (Depdagri, 2006) yang menyebar dari sabang sampai merauke dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (World Resource Institute, 1997) dan luas lautan 5,8 juta km2. Penelitian ini menganalisis daya saing beberapa produk perikanan Indonesia di beberapa negara importir utama dan dunia. Produk perikanan yang dipilih adalah ikan hias, tuna sirip kuning segar, tuna sirip kuning beku, lobster beku, lobster segar, udang beku, udang segar, kepiting beku, kepiting segar dan siput. Negara importir utama yang dipilih adalah Australia, Cina, Hongkong, Jepang, Malaysia, Belanda, Singapura, Taiwan, Inggris dan Amerika Serikat. Analisis daya saing diawali dengan melihat perkembangan nilai ekspor dan mengidentifikasi strategi pesaing utama dalam bidang perikanan, dilanjutkan dengan mengestimasi keunggulan komparatif menggunakan metode Revealed Comparative Advantages (RCA) dan mengestimasi posisi daya saing menggunakan metode Export Product Dynamics (EPD) pada setiap produk ke setiap negara importir utama dan dunia tahun 2001, 2005 dan 2009.
Dari sepuluh negara importir utama, ada tujuh negara yaitu Cina, Jepang, Malaysia, Singapura, Taiwan, Inggris dan Amerika Serikat serta pasar dunia dimana sebagian besar produk perikanan Indonesia memiliki nilai ekspor yang berfluktuatif dari tahun 2001, 2005 dan 2009. Dua negara yaitu Australia dan Belanda mengalami peningkatan, sedangkan Hongkong mengalami penurunan. Rata-rata nilai ekspor tertinggi selama tahun 2001, 2005 dan 2009 pada sebagian besar negara importir terdapat pada produk udang beku, kecuali Malaysia pada produk kepiting segar. Negara pesaing utama Indonesia berbeda-beda pada setiap produk dan di setiap negara importir, tetapi secara keseluruhan pesaing utama tersebut adalah negara Filipina, Thailand, Kanada, Amerika Serikat dan Vietnam.
Adinda Kharisma Ramadhan. Indonesia’s Fishery Products Competitiveness in Several Principal Importer Countries and Worldwide. (Guided by Muhammad Firdaus)
Fisheries and maritime affairs is one of the core competence in Indonesia as the world's largest archipelagic country consists of 17.504 islands (Ministry of Home Affairs, 2006) that are spread from Sabang to Merauke with total length of coastline reached 95.181 km (World Resource Institute, 1997) and the vast sea of 5,8 million km2. This study analyzes the competitiveness of some Indonesian fishery products in several major importing countries and the world. Fishery products selected were the ornamental fish, fresh yellowfin tunas, frozen yellowfin tunas, frozen lobster, not frozen lobster, frozen shrimp, not frozen shrimp, frozen crabs, not frozen crabs and snails. The main importers of the selected countries are Australia, China, Hongkong, Japan, Malaysia, Netherlands, Singapore, Taiwan, England and the United States. The analysis begins by looking at the competitiveness of export value growth and identify the strategies of major competitors in the field of fisheries, followed by estimating the comparative advantage of using the method ofRevealed Comparative Advantages (RCA) and estimate the competitive position using the Export Product Dynamics(EPD) on every product to every main importer country and the world in 2001, 2005 and 2009.
From the ten major importing countries, there are seven countries namely China, Japan, Malaysia, Singapore, Taiwan, Britain and the United States and the world market where the majority of Indonesian fishery products to have the value of exports fluctuated from 2001, 2005 and 2009. Two countries, namely Australia and Netherlands have increased, while Hong Kong has decreased. On average the highest export value during 2001, 2005 and 2009 in most countries are importers of frozen shrimp products, except for Malaysia in not frozen crabs products. Indonesia's major competitor countries vary on each product and in each the importers country, but overall, the main competitor are the Philippines, Thailand, Canada, United States and Vietnam.
who has good prospects in the future is the United States and fishery products in all major importing countries and the world is not frozen crabs.
Nama Mahasiswa : Adinda Kharisma Ramadhan
NRP : H14070098
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
M. Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP.19641022 198903 1 003
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat pada Tanggal 18 Mei 1989 dengan nama lengkap Adinda Kharisma Ramadhan. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Tatang Satya Yudha dan Endang Sri Wahyuni. Pada usia empat tahun penulis dan keluarga pindah ke kota Jakarta Timur dan disanalah penulis memulai jenjang pendidikannya. Pada tahun 1995 penulis memulai jenjang pendidikan formalnya di Sekolah Dasar Negeri 03 Pondok Kelapa, Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001. Setelah itu melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 252 Jakarta Timur pada tahun yang sama. Setelah menyelesaikan pendidikannya di tingkat menengah, penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan atas di SLTA Negeri 91 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas rahmat dan hidayah-NYA maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah“Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di Beberapa Negara Importir Utama dan Dunia”. Produk perikanan sebagai bahan pangan bergizi tinggi serta bermanfaat juga sebagai bahan non pangan atau hiasan. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan dua pertiga luas wilayahnya adalah lautan tetapi belum dapat memanfaatkan secara maksimal dan berkontribusi besar dalam perdagangan perikanan dunia. Maka dari itulah, penulis merasa penting untuk mengetahui bagaimana daya saing produk hasil perikanan Indonesia di pasar internasional khususnya di negara importir utama dengan melihat keunggulan komparatif dan kompetitifnya.
Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, tetapi tetap membutuhkan bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Dengan kerendahan hati dan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibunda Endang Sri Wahyuni, Ayahanda Tatang Satya Yudha, kakak Raka Gilang Persada serta adik-adik penulis Deandra Betari Salwa dan Callista Dewi Persada atas segala doa, semangat serta dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis.
2. Muhammad Firdaus, Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi atas segala perhatian, kebaikan meluangkan waktu, bantuan, motivasi dan bimbingannya selama ini kepada penulis.
4. Staff Departemen Ilmu Ekonomi serta para dosen, atas bantuan teknis dalam memperlancar proses kelulusan penulis.
5. Teman satu bimbingan (Noby, Michele, Rena) dan Kakak Muti serta teman-teman IE 44 dan IE 45 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaan dan bantuan dalam proses pembuatan skripsi ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan serta keterbaasan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang semata-mata bertujuan untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ekonomi Indonesia serta dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Bogor, Juli 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iii
DAFTAR TABEL ...v
DAFTAR GAMBAR...xi
DAFTAR LAMPIRAN ...xiv
I. PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Perumusan Masalah...5
1.3 Tujuan Penelitian...9
1.4 Manfaat Penelitian...10
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...12
2.1 Definisi dan Klasifikasi Perikanan ...12
2.2 Produk Ekspor Perikanan Indonesia ...12
2.3 Perdagangan Internasional ...13
2.3.1 Teori Perdagangan Internasional...14
2.3.2 Teori Ekspor...18
2.3.3 Konsep Dayasaing...20
2.4 World Trade Organizationdan Perikanan ...21
2.5 Penelitian Terdahulu ...23
2.5.1 Penelitian Mengenai Kinerja Ekspor atau Dayasaing ...23
2.5.2 Penelitian Mengenai Komoditi Perikanan ...24
2.6 Kerangka Pemikiran...25
III. METODE PENELITIAN ...28
3.1 Jenis dan Sumber Data ...28
3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data...28
3.2.1 Revealed Comparative Advantages(RCA)...28
IV. GAMBARAN UMUM...34
4.1 Perikanan Dunia ...34
4.2 Perikanan Indonesia ...35
4.2.1 Volume Produksi dan Pelabuhan Ekspor Perikanan Indonesia ...38
4.3 Perkembangan Total Ekspor Indonesia di Dunia ...48
4.4 Perkembangan Volume Ekspor Perikanan Indonesia di Beberapa Negara Importir Utama dan Dunia...51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...61
5.1 Perkembangan Nilai Ekspor Produk Perikanan Indonesia di Beberapa Negara Importir Utama dan Pasar Dunia ...61
5.2 Strategi Perikanan Negara Pesaing Utama Indonesia di Beberapa Negara Importir Utama dan Dunia...101
5.3 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantages (RCA), Export Product Dynamic (EPD) serta Analisis Persilangan Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Beberapa Negara Importir Utama dan Pasar Dunia ...106
5.4 Identifikasi Akhir Hasil Pembahasan ...209
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...219
6.1 Kesimpulan...219
6.2 Saran...220
DAFTAR PUSTAKA ...222
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Potensi Lahan Budidaya dan Tingkat Pemanfaatan di Indonesia (Ha) .... 2
2. Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Berlaku Sektor Pertanian 2001-2009 (1000 US $) ... 3
3. Negara Importir Perikanan Dengan Nilai Ekspor Terbesar di Dunia... 5
4. Negara Importir Utama Perikanan asal Indonesia ... 7
5. Pangsa Ekspor Beberapa Komoditas Perikanan Indonesia di Dunia... 8
6. Kode dan Deskripsi Komoditi Perikanan ... 11
7. Matriks Posisi Daya Saing Dalam Metode EPD ... 31
8. Negara Produsen Perikanan Tangkap Terbesar di Dunia (ton) ... 34
9. Negara Produsen Perikanan Budidaya Terbesar di Dunia (ton) ... 35
10. Jumlah Rumah Tangga Perikanan Budidaya (buah) ... 37
11. Jumlah Kapal Penangkap Ikan (unit)... 37
12. Pelabuhan Ekspor Ikan Hias Terbesar di Indonesia ... 39
13. Pelabuhan Ekspor Tuna Sirip Kuning Segar Terbesar di Indonesia... 41
14. Pelabuhan Ekspor Tuna Sirip Kuning Beku Terbesar di Indonesia ... 41
15. Pelabuhan Ekspor Lobster Beku Terbesar di Indonesia ... 42
16. Pelabuhan Ekspor Lobster Segar Terbesar di Indonesia ... 43
17. Pelabuhan Ekspor Udang Beku Terbesar di Indonesia... 44
18. Pelabuhan Ekspor Udang Segar Terbesar di Indonesia... 45
19. Pelabuhan Ekspor Kepiting Beku Terbesar di Indonesia ... 46
20. Pelabuhan Ekspor Kepiting Segar Terbesar di Indonesia... 47
21. Pelabuhan Ekspor Siput Terbesar di Indonesia ... 48
22. Negara Pesaing Utama Ekspor Perikanan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia... 102
23. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Australia ... 107
24. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 108
26. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke
Australia... 110
27. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Australia .... 110
28. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Australia.... 111
29. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Australia... 112
30. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 113
31. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Australia .. 114
32. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Australia... 114
33. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 115
34. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Cina ... 116
35. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Cina... 117
36. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Cina ... 118
37. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Cina... 119
38. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Cina ... 120
39. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Cina... 120
40. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Cina ... 121
41. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Cina ... 122
42. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Cina... 122
43. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Cina... 123
44. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Cina... 124
45. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Hongkong ... 125
46. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Hongkong ... 126
47. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Hongkong... 127
48. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Hongkong ... 127
49. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Hongkong .. 128
50. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Hongkong ... 129
51. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Hongkong.... 130
53. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke
Hongkong ... 131
54. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Hongkong ... 132
55. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Hongkong ... 133
56. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Jepang... 135
57. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 136
58. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 136
59. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 137
60. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Jepang... 138
61. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 139
62. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 140
63. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Jepang... 140
64. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 141
65. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 142
66. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 143
67. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Malaysia ... 144
68. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 145
69. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Malaysia... 146
70. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Malaysia... 147
71. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Malaysia .... 148
72. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Malaysia.... 148
73. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Malaysia... 149
74. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 150
75. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Malaysia .. 151
76. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Malaysia... 152
77. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 153
78. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Belanda... 154
80. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing
ke Belanda ... 156
81. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 156
82. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Belanda... 157
83. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 158
84. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 159
85. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Belanda... 159
86. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Belanda .... 160
87. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 161
88. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 162
89. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Singapura... 163
90. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Singapura... 164
91. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 165
92. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 166
93. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Singapura... 167
94. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Singapura .. 167
95. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Singapura .... 168
96. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Singapura.... 169
97. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 170
98. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 170
99. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Singapura... 171
100. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Taiwan... 172
101. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Taiwan ... 174
102. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Taiwan... 174
103. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Taiwan ... 175
104. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Taiwan... 176
106. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Taiwan ... 177
107. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Taiwan... 178
108. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Taiwan ... 179
109. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Taiwan .... 180
110. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Taiwan ... 181
111. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Inggris ... 182
112. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Inggris... 183
113. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 184
114. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 184
115. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Inggris... 185
116. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Inggris... 186
117. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 186
118. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 187
119. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Inggris... 188
120. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 188
121. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Inggris... 189
122. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Amerika Serikat... 190
123. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 192
124. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 192
125. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 193
126. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 194
127. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 195
128. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 195
129. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 196
131. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Amerika
Serikat ... 198
132. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat... 198
133. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Dunia ... 200
134. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 201
135. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia... 202
136. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia... 203
137. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 204
138. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 204
139. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia... 205
140. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 206
141. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 207
142. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia... 207
143. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 208
144. Rata-rata Nilai RCA Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke Bererapa Negara Importir Utama dan Dunia... 210
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Persentase Negara Eksportir dengan Nilai Ekspor Komoditas
Perikanan Terbesar 2009 ...4
2. Model Heckscher-Ohlin...17
3. Kerangka Pemikiran Operasional ...27
4. Kekuatan Bisnis dan Daya Tarik Pasar dalam Metode EPD ...32
5. Volume Produksi Perikanan Indonesia ...36
6. Perkembangan Produksi Tuna Sirip Kuning Indonesia...40
7. Perkembangan Produksi Lobster Indonesia...42
8. Perkembangan Produksi Udang Indonesia ...44
9. Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia...46
10. Perkembangan Produksi Siput Indonesia ...47
11. Perkembangan Nilai Total Ekspor Indonesia ...49
12. Perkembangan Nilai Ekspor Perikanan Indonesia...50
13. Perkembangan Volume Ekspor Ikan Hias ...52
14. Perkembangan Volume Ekspor Tuna Sirip Kuning Segar ...53
15. Perkembangan Volume Ekspor Tuna Sirip Kuning Beku ...54
16. Perkembangan Volume Ekspor Lobster Beku...54
17. Perkembangan Volume Ekspor Lobster Segar ...55
18. Perkembangan Volume Ekspor Udang Beku ...56
19. Perkembangan Volume Ekspor Udang Segar...57
20. Perkembangan Volume Ekspor Kepiting Beku ...58
21. Perkembangan Volume Ekspor Kepiting Segar ...59
22. Perkembangan Volume Ekspor Siput...59
23. Neraca Perdagangan Perikanan Australia...62
24. Perkembangan Nilai Ekpor Perikanan Indonesia ke Australia...63
25. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke Australia...64
27. Perkembangan Nilai Ekpor Perikanan Indonesia ke Cina...67 28. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke
Cina...68 29. Neraca Perdagangan Perikanan Hongkong ...69 30. Perkembangan Nilai Ekpor Perikanan Indonesia ke Hongkong...70 31. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke
Hongkong ...71 32. Neraca Perdagangan Perikanan Jepang ...73 33. Perkembangan Nilai Ekpor Perikanan Indonesia ke Jepang ...74 34. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke
Jepang ...75 35. Neraca Perdagangan Perikanan Malaysia...76 36. Perkembangan Nilai Ekpor Perikanan Indonesia ke Malaysia...77 37. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke
Malaysia...78 38. Neraca Perdagangan Perikanan Belanda ...79 39. Perkembangan Nilai Ekpor Perikanan Indonesia ke Belanda ...80 40. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke
Belanda ...82 41. Neraca Perdagangan Perikanan Singapura ...83 42. Perkembangan Nilai Ekpor Perikanan Indonesia ke Singapura ...84 43. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke
Singapura ...85 44. Neraca Perdagangan Perikanan Taiwan ...87 45. Perkembangan Nilai Ekpor Perikanan Indonesia ke Taiwan ...88 46. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke
Taiwan ...89 47. Neraca Perdagangan Perikanan Inggris ...91 48. Perkembangan Nilai Ekpor Perikanan Indonesia ke Inggris ...92 49. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke
Inggris ...93 50. Neraca Perdagangan Perikanan Amerika Serikat ...95 51. Perkembangan Nilai Ekpor Perikanan Indonesia ke Amerika Serikat ...96 52. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke
53. Perkembangan Nilai Impor Perikanan Dunia ...99 54. Perbandingan Nilai Ekspor Perikanan Indonesia dan Dunia ...99 55. Perkembangan Nilai Ekpor Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke
Dunia...100 56. Rasio Ekspor-Impor Perikanan Negara Importir Utama tahun 2009 ...209 57. Diagram Negara Importir sebagai Pasar Ekspor Utama Perikanan
Indonesia...216 58. Diagram Produk Perikanan di Pasar Ekspor Utama Perikanan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1.1 Latar Belakang
Perikanan dan kelautan merupakan salah satu core competence Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.504 pulau (Depdagri, 2006) yang menyebar dari sabang sampai merauke dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (World Resource Institute, 1997) dan luas lautan 5,8 juta km2 atau sekitar dua pertiga dari total luas wilayah Indonesia1. Keadaan ini mendukung Indonesia untuk memiliki potensi kekayaan dan keanekaragaman laut terbesar di dunia. Berbagai jenis kekayaan laut seperti minyak, gas, mineral dan energi laut non konvensional bahkan harta karun dapat digali dari laut Indonesia, selain itu yang tidak kalah pentingnya yaitu kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut berupa sumber daya perikanan yang sampai saat ini belum tergali secara maksimal.
Selain potensi perikanan laut, Indonesia juga kaya akan potensi perikanan darat. Sumber daya perikanan laut maupun darat seperti udang, lobster, ikan tuna, ikan tongkol, kepiting, cumi-cumi, siput serta sumber daya perikanan laut dan darat lainnya merupakan bahan makanan bergizi tinggi karena mengandung mineral dan vitamin yang baik untuk kesehatan. Selain itu Indonesia juga dikenal memiliki sumber daya ikan non konsumsi seperti ikan hias dalam jumlah yang melimpah. Sumber daya perikanan laut maupun darat tersebut dapat menjadi salah satu kekuatan ekonomi tinggi dari sektor pertanian di Indonesia karena Indonesia memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan pangan perikanan di dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu peluang Indonesia sangat besar untuk menjadi produsen dan eksportir produk perikanan terbesar di dunia.
Dari Tabel 1 yang disajikan terlihat bahwa pemanfaatan lahan budidaya perikanan dan kelautan di Indonesia masih sangat jauh dari potensi yang sebenarnya, salah satunya potensi budidaya laut yang mencapai 8.363.501 Ha baru terealisasi seluas 91.005 Ha pada tahun 2007. Hal ini tentunya menjadi peluang Indonesia untuk meningkatkan produksi komoditi perikanan budidaya
1
terutama budidaya laut kedepannya. Budidaya tambak, kolam, dan perairan umum terbesar dibudidayakan di Propinsi Jawa Barat yaitu seluas 53.637 Ha, 28.176 Ha dan 879 Ha. Sedangkan budidaya sawah terbesar berada di Propinsi Jawa Timur seluas 33.543 Ha dan budidaya laut sebagai budidaya yang memiliki potensi terbesar dari budidaya perikanan terdapat di propinsi Sulawesi Barat dengan luas mencapai 60.110 Ha (KKP, 2007).
Tabel 1. Potensi Lahan Budidaya dan Tingkat Pemanfaatan di Indonesia tahun 2009 (Ha)
Jenis Budidaya Potensi Pemanfaatan Peluang
Pengembangan
Tambak 1.224.076 613.175 610.901
Kolam 514.100 241.891 299.209
Perairan Umum 139.336 943 138.393
Sawah 1.538.379 127.944 1.410.435
Laut 8.363.501 87.465 8.276.036
Sumber : KKP, 2009
Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa volume produksi perikanan Indonesia mencapai 9.816.534 ton pada tahun 2009 yang terdiri dari 5.107.971 ton perikanan tangkap dan 4.708.563 ton perikanan budidaya. Sebagian produksi perikanan nasional tersebut masih didominasi oleh usaha perikanan tangkap khususnya di laut dimana kontribusinya mencapai 50 persen, tetapi produksi perikanan budidaya selama kurun waktu 2005 hingga 2009 mengalami kenaikan rata-rata 21,93 persen yang melebihi kenaikan rata-rata perikanan tangkap yang hanya 10,02 persen (KKP, 2009). Besarnya volume produksi perikanan Indonesia menjadi salah satu daya tarik negara-negara importir produk perikanan dunia seperti Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara Uni Eropa seperti Belanda, Inggris dan Perancis.
tanaman bahan makanan dan jauh mengungguli subsektor tanaman perkebunan, peternakan dan kehutanan. Dari tabel juga terlihat selama kurun waktu tahun 2001 hingga 2009, subsektor perikanan merupakan subsektor pertanian yang memiliki persentase kenaikan rata-rata tertinggi bila dibandingkan dengan subsektor lain.
Tabel 2. Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Berlaku Sektor Pertanian 2001-2009
Tahun
Sektor Usaha dalam Sektor Pertanian (Milyar Rupiah)
Jumlah Tanaman
Bahan Makanan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
2001 137.752 36.759 34.285 17.215 36.938 263.877
2002 153.666 43.956 41.329 18.876 41.050 298.877
2003 157.649 46.754 37.354 18.415 45.612 305.784
2004 165.548 49.631 40.635 20.290 53.011 329.125
2005 181.332 56.434 44.203 25.562 59.639 367.169
2006 214.346 63.401 51.075 30.066 74.335 433.223
2007 265.091 81.664 61.325 36.154 97.687 541.922
2008* 348.795 105.969 82.676 40.375 137.250 715.065 2009* 418.964 112.522 104.040 44.952 177.774 858.252 Kenaikan
Rata-rata (%) 15 15,4 15,6 13 22,1 18,9
Kererangan : *) angka ramalan Sumber : BPS
Komoditi perikanan Indonesia yang diproduksi sebagian besar merupakan komoditi ekspor sehingga seharusnya dengan besarnya potensi dan pertumbuhan volume produksi sepuluh tahun terakhir ini dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Keunggulan komparatif ini sangat diperlukan agar Indonesia memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) bila didayagunakan melalui pembangunan ekonomi. Dengan begitu perekonomian yang dikembangkan di Indonesia memiliki landasan yang kokoh karena berpijak pada sumberdaya domestik, memiliki kemampuan bersaing dan berdaya guna bagi seluruh rakyat Indonesia (Aji, 2006).
mengekspor produk pe tahun 2009 negara internasional yaitu se 2001 memiliki nilai pada peringkat sepuluh tahun 2009 dengan Comtrade, 2011).
Dari sisi impor 2005 dan 2009 pada T sebagai negara impor
perikanan adalah Cina dan Thailand sedangk merika Serikat dan Canada (Gambar 1).
de, 2011
sentase Negara Eksportir Komoditi Perik
rafis negara-negara pesaing tersebut memiliki cil bila dibandingkan dengan kawasan laut I gara-negara tersebut berkontribusi + 30% pad
tahun 2001 dan 2005 Norwegia menjadi n dengan nilai $US 3.111.740.101 dan $US 4.683 a Cina yang menjadi negara eksportir ter u senilai $US 6.813.577.517. Sedangkan Indone
ai ekspor perikanan sebesar $US 1.431.083.834 puluh di dunia dan menurun menjadi peringkat
n nilai ekspor perikanan sebesar $US 1.709
por, negara dengan nilai impor terbesar sela da Tabel 3 didominasi oleh negara Jepang dan A
portir utama di dunia. Nilai impor perikanan duni katan dari tahun 2001 hingga 2009, hal nderungan bahwa peluang pasar dunia semakin
. Nilai ekspor perikanan Indonesia yang ja Norway
impornya menunjukkan bahwa Indonesia memiliki surplus dalam neraca perdagangan perikanan.
Tabel 3. Negara Importir Perikanan dengan Nilai Ekspor Terbesar di Dunia tahun 2001, 2005, 2009 (1000 US $)
Peringkat Negara 2001 Negara 2005 Negara 2009
1 Japan 11.133.695 Japan 11.537.940 United
States 10.639.903
2 United
States 8.329.576
United
States 9.929.227 Japan 10.524.335 3 Spain 3.666.366 Spain 5.242.575 Spain 5.175.851 4 France 2.390.929 France 3.580.593 France 4.238.050 5 Italy 2.224.915 Italy 3.395.262 Italy 3.790.573
.... Indonesia 103.616 Indonesia 127.256 Indonesia 300.261
Dunia 47.074.646 62.789.375 73.524.857
Sumber : UN Comtrade, 2011
Berbagai fenomena yang terjadi terkait permasalahan perdagangan internasional Indonesia dibidang perikanan seperti potensi lahan perikanan Indonesia, pasar ekspor-impor perikanan dunia, adanya kemungkinan peningkatan volume dan nilai produksi serta ekspor komoditi perikanan Indonesia di pasar dunia menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam pembangunan Indonesia jangka panjang. Berbagai cara harus ditempuh untuk meningkatkan pendapatan disektor perikanan terutama dalam perdagangan internasional yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya rumah tangga nelayan dan pembudidaya perikanan nasional.
1.2 Perumusan Masalah
Indonesia mempunyai daya saing yang baik, maka liberalisasi perdagangan dunia membuka peluang yang besar bagi ekspor Indonesia, yang berarti ekspor meningkat dan selanjutnya mendorong pertumbuhan dan memperluas diversifikasi produksi di dalam negeri (Zaim, 2010).
Daya saing suatu komoditi dalam suatu negara tercermin dalam volume produksi serta nilai dan volume ekspor komoditi tersebut. Berbagai kebijakan perdagangan komoditi perikanan Indonesia di pasar dunia dan beberapa negara importir utama seperti Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara Uni Eropa sangat berpengaruh terhadap daya saing perikanan Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Salah satu hambatan yang masih sangat kental terasa beberapa tahun ini adalah kebijakan systemic border control yang ditetapkan oleh Uni Eropa sejak tahun 2006. Melalui peraturan tersebut, seluruh produk perikanan impor asal dunia termasuk Indonesia dilakukan sampling dan analisis logam berat dan juga analisis histamin khususnya untuk spesies-spesies Scombridae, Clupidae, Engraulidea, danCroyphaenidae.
Produk-produk hasil perikanan dari jenis Scombridae (tuna, tongkol, cakalang) asal Indonesia diduga mengandung kadar histamin dan logam berat yang terlalu tinggi. Kasus lainnya adalah terdapat residu obat-obatan dan antibiotik pada produk-produk ikan dan udang hasil budidaya Indonesia. Di sisi lain, permintaan tuna dan hasil perikanan lainnya mengalami peningkatan yang pesat di pasar Uni Eropa, dan hal ini berkontribusi positif terhadap nilai ekspor nasional, tetapi adanya berbagai kasus histamin dan logam berat serta residu antibiotik pada hasil perikanan Indonesia di pasar Uni Eropa telah menurunkan citra hasil perikanan Indonesia di pasar global2. Pada tahun 2001 dan 2005 negara importir utama komoditi perikanan asal Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat dan Singapura. Sedikit perubahan terjadi pada tahun 2009, dimana Amerika Serikat, Jepang dan Hongkong yang menjadi negara importir utama perikanan asal Indonesia (Tabel 4). Terlihat jelas bahwa negara importir utama komoditi perikanan asal Indonesia tidak didominasi oleh negara negara Uni Eropa, hanya ada dua negara Uni Eropa yaitu Inggris dan Belanda dan yang lainnya didominasi oleh negara-negara kawasan Asia dan Amerika.
2
Tabel 4. Negara Importir Utama Perikanan Indonesia tahun 2001, 2005, 2009 (1000 US $)
No. Negara
Importir 2001
Negara
Importir 2005
Negara
Importir 2009
1 Japan 728.898 Japan 532.575 United States 534.454 2 United States 270.052 United States 440.852 Japan 518.874 3 Singapore 86.647 Singapore 74.676 Hong Kong 76.514 4 Hong Kong 54.089 Hong Kong 58.992 Singapore 72.677 5 United
Kingdom 45.138 China 55.872 China 54.389
6 Netherlands 38.650 United
Kingdom 50.139 Malaysia 49.023
7 Malaysia 31.727 Taiwan 32.788 United
Kingdom 38.975
8 Taiwan 20.259 Malaysia 32.205 Taiwan 37.969
9 China 16.702 Netherlands 20.441 Netherlands 18.228 10 Australia 11.496 Australia 13.743 Australia 14.568 Sumber : UN Comtrade, 2011
Indonesia sampai saat ini belum dapat menguasai pangsa ekspor komoditi perikanan dunia terutama di beberapa negara importir utama. Berbagai kerjasama internasional di bidang perikanan saat ini sudah banyak dilakukan Indonesia. Liberalisasi perdagangan yang semakin bebas akan mengancam industri perikanan dalam negeri di pasar dunia bila Indonesia tidak meningkatkan kualitas dan kuantitas produk perikanan, lambat laun Indonesia akan kehilangan keunggulan komparatifnya di pasar internasional. Keunggulan komparatif yang dicirikan dengan besarnya daya saing suatu komoditi yang dimiliki oleh Indonesia dalam sektor perikanan di dunia dan beberapa negara importir utama memang belum diketahui secara jelas.
volume produksi dari tahun 2001 hingga 2009. Volume produksi udang tahun 2005 sebesar 498.961 ton meningkat dari tahun 2001 yang sebesar 424.323 ton dan meningkat kembali pada tahun 2009 menjadi 585.404 ton. Peningkatan volume produksi tersebut ternyata tidak diiringi dengan peningkatan peringkat pada pangsa ekspornya, untuk udang beku terlihat dalam Tabel 5 semakin menurun dari tahun 2001, 2005 hingga 2009. Sementara udang segar menurun pada tahun 2005 tetapi meningkat kembali pada tahun 2009.
Tabel 5. Pangsa Ekspor Beberapa Produk Perikanan Indonesia di Dunia
Komoditi Pangsa Ekspor (%) Peringkat
2001 2005 2009 2001 2005 2009
Ikan Hias 5,90 12,35 2,64 5 4 6
Tuna Bersirip Kuning Segar 41,37 22,34 24,07 1 1 1
Tuna Bersirip Kuning Beku 1,89 0,74 2,71 11 12 10
Lobster Beku 3,13 0,27 0,90 8 22 11
Lobster Segar 6,45 2,36 2,19 3 4 6
Udang Beku 9,08 7,86 7,21 3 4 5
Udang Segar 5,37 2,16 6,50 7 8 5
Kepiting Beku 1,81 1,74 2,39 9 8 5
Kepiting Segar 11,60 15,57 12,08 2 2 2
Siput 14,00 9,27 9,54 2 3 2
Sumber : UN Comtrade, 2011
Siput memiliki volume produksi sebesar 2.200 ton pada tahun 2001 menurun 1.027 ton pada tahun 2005 dan tahun 2009 meningkat menjadi 1.172 ton. Volume produksi ini sesuai dengan fluktuasi peringkat pangsa ekspornya dimana menurun menjadi peringkat tiga pada tahun 2005 tetapi kembali menjadi peringkat dua pada tahun 2009. Produk lobster di Indonesia memiliki pertumbuhan volume produksi yang juga berfluktuatif yaitu meningkat pada tahun 2005 dan menurun pada tahun 2009 dengan volume produksi sebesar 4.490 ton tahun 2001, 6.709 ton tahun 2005 dan 6.242 ton tahun 2009. Peringkat pangsa ekspor produk lobster beku Indonesia di pasar dunia pun berfluktuasi dan cenderung rendah, sedangkan produk lobster segar menempati peringkat yang semakin menurun selama tahun 2001, 2005 hingga 2009.
Untuk dapat menentukan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan pangsa ekspor perikanan Indonesia di pasar dunia dan beberapa negara importir utama, maka perlu dilakukan pengkajian daya saing beberapa produk perikanan khususnya jenis ikan, moluska dan krustasea tersebut. Diketahuinya tingkat daya saing serta posisi daya saing akan dapat membantu dalam perumusan kebijakan dalam bidang perikanan dan kelautan secara luas. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tingkat dan posisi daya saing produk perikanan Indonesia di beberapa negara importir utama dan dunia.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan perkembangan nilai ekspor perikanan Indonesia dan strategi negara pesaing utama di negara importir utama dan dunia dalam sektor perikanan.
1.4 Manfaat Penelitian
Uraian latar belakang, perumusan masalah serta tujuan penelitian yang telah disampaikan sebelumnya merupakan suatu usaha agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat sebagai rujukan dalam penelitian-penelitian yang lebih mendalam mengenai ekspor komoditas perikanan Indonesia dimasa yang akan datang serta dapat membantu merumuskan kebijakan yang sesuai untuk meningkatkan daya saing perikanan Indonesia di pasar dunia khususnya di negara importir utama.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya menganalisis daya saing produk perikanan (ikan, moluska, krustasea) Indonesia di sepuluh negara importir utama dan pasar internasional sebagai pasar ekspor utama. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan beberapa strategi beberapa negara pesaing utama dalam bidang perikanan. Adapun sepuluh produk perikanan (ikan, moluska, krustasea) Indonesia yang akan dikaji yaitu ikan hias, ikan tuna sirip kuning segar dan beku, udang besar/lobster beku dan segar, udang kecil/biasa beku dan seg, kepiting beku dan segar serta siput. Produk yang akan dikaji diambil berdasarkan standar Harmonized System (HS) 1996 yaitu HS 1996 dua digit 03 yang berisi ikan, moluska dan krustasea dan Kode HS 6 digit masing-masing komoditi/produk. Rincian komoditi yang dianalisis disajikan dalam Tabel 6.
krustasea) Indonesia utama seperti yang telah dijelaskan dalam perumusan masalah (Tabel 4) serta berdasarkan pada pasar ekspor utama masing-masing komoditi. Tetapi hal tersebut tidak menjamin dari sepuluh komoditi/produk perikanan yang dianalisis, Indonesia kontinyu memiliki nilai ekspor ke sepuluh negara importir tertentu pada tahun tertentu pula.
Tabel 6. Kode dan Deskripsi Komoditi Perikanan Kode HS
1996 Deskripsi Komoditi
0 Makanan dan hewan hidup
03 Ikan, moluska, krustasea dan hewan air tak bertulang belakang lainnya 0301 Ikan hidup
030110 Ikan Hias
0302 Ikan, segar atau dingin, tidak termasuk potongan ikan
030232 Tuna Sirip Kuning Segar
0303 Ikan, beku, tidak termasuk potongan ikan
030342 Tuna Sirip Kuning Beku
0306 Krustasea
030612 Lobster Beku
030613 Udang Kecil atau Biasa Beku
030614 Kepiting Beku
030622 Lobster Tak Beku (Segar)
030623 Udang Kecil atau Biasa Tak Beku (Segar)
030624 Kepiting Tak Beku (Segar)
0307 Moluska
030760 Siput
Sumber : UN Comtrade, 2011
2.1 Definisi dan Klasifikasi Perikanan
Perikanan merupakan kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Perikanan juga didefinisikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Seperti halnya perikanan dunia, di Indonesia usaha perikanan juga dibedakan menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Penangkapan ikan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau membiakkan ikan dan memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. Klasifikasi perikanan tangkap dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap di laut dan perikanan tangkap di perairan umum. Sedangkan perikanan budidaya dibedakan menjadi enam jenis yaitu budidaya laut, budidaya tambak, budidaya kolam, budidaya karamba, budidaya jaring apung dan budidaya sawah (KKP, 2009).
2.2 Produk Ekspor Perikanan Indonesia
Komoditas perikanan Indonesia diolah menjadi produk perikanan (produk akhir) yang dapat dikelompokan menurut proses penanganan dan atau pengolahan sebagai berikut1:
1. Produk hidup
2. Produk segar (fresh product) melalui proses pengesan/pendinginan
3. Produk beku (frozen product) baik mentah (raw) atau masak (cooked) melalui proses pembekuan
1
4. Produk kaleng (canned product) melalui proses pemanasan dengan suhu tinggi (sterilisasi) dan pasteurisasi
5. Prosuk kering (dried product) melalui proses pengeringan alami atau mekanis
6. Produk asin kering (dried salted product) melalui proses penggaraman dan pengeringan alami atau mekanis
7. Produk asap (smoked product) melalui proses pengasapan
8. Produk fermentasi (fermented product) melalui proses fermentasi
9. Produk masak (cooked product) melalui proses pemasakan atau pengukusan
10. Surimibased productmelalui proses leaching atau pengepresan (minced)
2.3 Perdagangan Internasional
Menurut Lindert dan Kindleberger (1995) perdagangan internasional dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing, dimana penawaran merupakan bentuk dari kemungkinan produksi dan permintaan merupakan bentuk dari selera serta pendapatan konsumen. Permintaan dan penawaran akan secara bersama-sama menentukan kuantitas barang yang dibeli dan dijual serta harga relatifnya. Permintaan dan penawaran akan berinteraksi secara simultan baik di pasar internasional maupun di pasar dalam negeri. Ada dua hal penting terjadinya perdagangan internasional yaitu terdapatnya perbedaan-perbedaan dalam biaya komparatif dan informasi tentang selera atau kebutuhan konsumen serta pendapatn konsumen. Perbedaan dalam biaya komparatif menyebabkan terjadinya spesialisasi yang terjadi karena keadaan alamiah yaitu ketersediaan bahan alamiah yang berbeda-beda di berbagai negara. Sementara, informasi akan selera dan kebutuhan konsumen berkaitan dengan tingkat kemajuan daya pikir manusia. Kendala selera dan pendapatn ini akan menentukan bagaimana kuantitas barang yang diminta akan bereaksi terhadap perubahan harga.
from trade) bagi mereka. Pertama, bangsa-bangsa berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. Bangsa-bangsa, sebagaimana individu-individu, dapat memperoleh keuntungan dari perbedaan-perbedaan mereka melalui suatu pengaturan di mana setiap pihak melakukan sesuatu dengan relatif lebih baik. Kedua, negara-negara berdagang satu sama lain dengan tujuan mencapai skala ekonomis (economies of scale) dalam produksi.
Landasan fundamental terselenggaranya perdagangan internasional adalah bahwa setiap negara memiliki persediaan sumber daya, pilihan-pilihan dan teknologi, skala ekonomi, institusi-institusi sosial dan ekonomi, serta kapasitas pertumbuhan dan pembangunan yang sangat berbeda satu sama lain. Secara umum, negara berkembang lebih bergantung pada perdagangan daripada negara maju, negara-negara yang berukuran relatif besar memiliki tingkat ketergantungan terhadap perdagangan yang lebih kecil dibandingkan negara-negara yang relatif kecil, selain itu negara berkembang cenderung menyumbangkan bagian yang lebih besar dari outputnya untuk ekspor dibandingkan negara-negara maju, apa pun ukurannya (Todaro dan Smith, 2006).
2.3.1 Teori Perdagangan Internasional
melakukan perdagangan dan pola perdagangan yang terjadi, keuntungan atau mafaat dari perdagangan serta optimalisasi sumbedaya melalui perdagangan.
Teori Merkantilisme berkembang dengan pesat pada abad ke 16 sampai ke 18 di Eropa Barat. Ide pokok yang mendasari teori ini adalah suatu negara/Raja akan makmur dan kuat bila ekspor lebih besar daripada impor (X-M) dan surplus yang diperolah dari selisih (X-M) atau ekspor neto yang positif tersebut diselesaikan dengan pemasukan logam mulia (LM), terutama emas dan perak dari luar negeri. Kelemahan dari teori ini adalah LM yang digunakan sebagai alat pembayaran akan menyebabkan banyaknya jumlah uang beredar sehingga akan terjadi inflasi dan harga barang impor menjadi rendah, akhirnya LM berkurang (Oktaviani dan Novianti, 2009).
Menurut Adam Smith dalam Salvatore (1997) perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut. Jika sebuah negara lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien dibandingkan (memiliki kerugian absolut) terhadap negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut.
Pada tahun 1817, David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan absolute dengan teori keunggulan komparatif melalui buku yang berjudul “
Principles of Political Economy and Taxation”. Buku tersebut berisi penjelasan
Heckscher dan Ohlin melakukan perbaikan terhadap hukum keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo. Ohlin (1933, hal 92) dalam Lindert dan Kindleberger (1995) memperkirakan bahwa kunci biaya komparatif terletak pada proporsi penggunaan faktor produksi. Komoditi-komoditi yang dalam produksinya memerlukan faktor produksi (yang melimpah) dan faktor produksi (yang langka) diekspor untuk ditukar dengan barang-barang yang membutuhkan faktor produksi dalam proporsi yang sebaliknya. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang melimpah diekspor dan faktor yang langka diimpor. Secara garis besar teori Hecksher-Ohlin merupakan teori kemelimpahan faktor produksi dan intensitas penggunaan faktor. Teori ini diekspresikan ke dalam dua teorema yang saling berhubungan, yaitu teorema Heckscher-Ohlin serta teorema penyamaan harga faktor. Menurut teorema penyamaan harga faktor produksi atau teorema Heckscher-Ohlin-Samuelson, perdagangan internasional cenderung menyamakan harga-harga baik itu secara relatif maupun secara absolut dari berbagai faktor produksi yang homogen atau sejenis diantara negara-negara yang terlibat dalam hubungan dagang.
Oktaviani dan Novianti (2009) memaparkan bahwa ada sebelas asumsi pokok dalam teori Heckscher-Ohlin yaitu sebagai berikut :
1. Di dunia hanya terdapat dua negara (Negara 1 dan Negara 2), dua komoditi (X dan Y) dan dua faktor produksi (tenaga kerja dan modal). 2. Kedua negara memiliki dan menggunakkan metode atau tingkat teknologi
produksi yang sama.
3. Komoditi X secara umum bersifat padat karya (labour intensive) sedangkan komoditi Y padat modal (capital intensive). Hal ini berlaku untk kedua negara.
4. Kedua komoditi sama-sama diproduksikan berdasarkan skala hasil yang konstan (constant scale of returns), yang sama-sama terjadi di kedua negara.
5. Spesialisasi produksi yang berlangsung di kedua negara sama-sama tidak lengkap atau tidak menyeluruh.
7. Terdapat kompetisi sempurna dalam pasar produk (tempat perdagangan kedua komoditi) dan juga dalam pasar faktor (tempat pertemuan kekuatan permintaan dan penawaran faktor produksi). Harga semata-mata terbentuk oleh kekuatan pasar.
8. Terdapat mobilitas faktor yang sempurna dalam masing-masing negara, namun tidak ada mobilitas faktor antarnegara/internasional.
9. Tidak ada biaya-biaya transportasi, tarif, atau berbagai bentuk hambatan yang dapat mengurangi kebebasan arus perdagangan barang di kedua negara.
10. Semua sumber daya produktif atau faktor produksi yang ada di masing-masing negara dapat dikerahkan secara penuh dalam kegiatan-kegiatan produksi.
11. Perdagangan internasional yang terjadi di antara negara 1 dan negara 2 sepenuhnya seimbang (jumlah ekspor dan impor dari kedua negara sama).
Gambar 2. Model Heckscher-Ohlin Sumber : Oktaviani dan Novianti (2009)
negara 2 di titik A’. Titik-titik itu melambangkan harga relatif komoditi dalam kondisi ekuilibrium, yakni PAbagi negara 1 dan PA’ untuk negara 2 (panel sebelah
kiri). Karena PAlebih kecil daridai PA’, maka simpulkan bahwa negara 1 memiliki
keunggulan komparatif pada komoditi X dan negara 2 dalam komoditi Y. Setelah perdagangan berlangsung (panel sebelah kanan) negara 1 akan berproduksi di titik B, dan menukarkan sejumlah X untuk mendapatkan Y sehingga mencapai tingkat konsumsi di titik E (segitiga perdagangan BCE). Negara 2 akan berproduksi di titik B’ dan menukarkan sejumlah Y untuk mendapatkan X dan mencapai tingkat konsumsi di E’ (berhimpitan dengan titik E). Kedua negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan karena dapat meningkatkan konsumsinya pada kurva indifferen II yang lebih tinggi dari kurva indifferen sebelumnya (Oktaviani dan Novianti, 2009).
Dalam Halwani (2002) juga dikatakan bahwa model teori H-O menganalisis perdagangan antar dua negara, dimana setiap negara memiliki karakteristik tersendiri. Asumsi ini berarti bahwa dua negara hanya berbeda dalam dua hal yaitu dalam hal ukuran dan dalam hal rasio K/L (kapital/tenaga kerja). Pembuktian teori H-O dimulai dengan catatan bahwa selera dan harga pasar ditujukan untuk pasar bebas dan pola konsumsi dari kedua negara harus sama. Andaikata kedua negara tersebut memproduksi dengan rasio yang sama dengan yang mereka konsumsi, termasuk dengan yang tidak diperdagangkan (tidak diekspor). Hal ini berarti rasio K/L untuk produksi X dari negara 2 harus lebih besar daripada rasio negara 1. Dengan kata lain apabila rasio produksinya sama, maka produksi padat modal akan lebih besar pada sektor industri bagi negara yang melimpah modal.
2.3.2 Teori Ekspor
pula diartikan sebagai total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara yang diperdagangkan ke negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dapat dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang tersebut secara efisien (Lipsey, 1995). Pertumbuhan ekspor suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Adanya daya saing dengan negara-negara lain di dunia. Oleh karena itu suatu negara hendaknya melakukan spesialisasi sehingga negara tersebut dapat mengekspor komoditi yang telah diproduksi untuk dipertukarkan dengan apa yang dihasilkan oleh negara lain dengan biaya yang lebih rendah dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekspor negara tersebut.
2. Adanya penetapan harga pasar dalam negeri dan harga pasar internasional. Jika harga pasar internasional lebih tinggi dari harga pasar domestik, maka produsen akan lebih memilih untuk memasarkan komoditi hasil produksinya ke pasar internasional sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut.
3. Adanya permintaan dari luar negeri. Semakin tinggi permintaan dari luar negeri terhadap komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara, maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekspor di negara tersebut.
4. Nilai tukar mata uang. Apabila negara mengalami depresiasi nilai tukar, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. Hal itu terjadi karena depresiasi nilai tukar menyebabkan harga-harga komoditas domestik terlihat lebih murah di mata internasional sehingga permintaan luar negeri untuk komoditas tersebut akan meningkat.
Koordinasi tersebut harus dapat dilakukan secara tepat waktu, efektif dan efisien sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekspor merupakan kegiatan suatu tim nasional yang menjadi tugas kolektif bukan tugas individual seorang eksportir. Departemen Perdagangan (2006) memberikan gambaran prosedur ekspor secara umum dan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Sedangkan prosedur ekspor hasil perikanan perlu membedakan persyaratan ekspor dalam dua bentuk yaitu pertama, produk ekspor perikanan sebagai komoditi perikanan yang tunduk terhadap persyaratan administrasi perdagangan internasional dan kedua, produk ekspor perikanan sebagai komoditi perikanan yang memiliki persyaratan khusus terkait pemenuhan aturan teknis sebagai produk dengan tujuan untuk dikonsumsi manusia. Aspek persyaratan khusus digunakan untuk menerapkan Code of Conduct Responsible Fisheries. Alur prosedur ekspor hasil perikanan digambarkan dalam Lampiran 2.
2.3.3 Konsep Daya Saing
Menurut Michael E. Porter (1990), daya saing diidentikkan dengan produktivitas dimana tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan. Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (total faktor produktivitas). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, tapi asumsi tujuh tidak dapat berlaku dan seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif.
2.4 World Trade Organization (WTO) dan Perikanan
Arus globalisasi telah memasuki seluruh ranah kehidupan manusia terutama perdagangan yang memiliki tuntutan untuk membebaskan akses pasar ke berbagai negara dan telah menjadi suara dominan. Berawal pada tahun 1947 ketika disepakati General Agreement on Tariff and Trade (GATT) oleh beberapa negara ternyata menjadi titik awal berkembangnya globalisasi perdagangan. Kesepakatan ini dibentuk untuk mendorong kerjasama internasional melalui ekonomi dunia yang semakin luas dan terbuka. Pada masa itu, disepakati peraturan perdagangan serta penetapan tarif yang rendah untuk negara-negara anggota.
Pada perkembangannya, permasalahan perdagangan tidak hanya menyangkut penurunan tarif. Muncul berbagai hambatan seperti voluntary export restraint, anti-dumping, countervailing duties dan berbagai permasalahn lainnya yang menyebabkan perdagangan multilateral tidak berjalan dengan efektif. Melalui berbagai forum negosiasi, akhirnya pada putaran negosiasi Uruguay yang panjang dari September 1896 hingga April 1994, dibentuklah WTO pada tahun 1995 sebagai lembaga formal yang memiliki legalitas untuk mengatur perdagangan global. Tujuan dibentuknya WTO adalah untuk mengatur sistem perdagangan global untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dunia. Salah satu kewenangan WTO adalah mengatur hambatan perdagangan berupa tarif dan non tarif. Selain itu, WTO berperan untuk memfasilitasi forum-forum negosiasi, yakni negara-negara anggota dapat menyuarakan aspirasi dan kepentingannya melalui Konferensi Tingkat Menteri (KTM). KTM merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi yang diadakan sedikitnya sekali dalam dua tahun.
mencakup bidang pertanian, inspeksi perkapalan, pengaturan anti dumping, tekstil dan produk tekstil. (2) Perjanjian Umum Perdagangan Jasa-jasa (General Agreement on Trade in Services / GATS). (3) Hak atas Kekayaan Intelektual yang terkait dengan perdagangan (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights/ TRIPS)
Sektor perikanan sendiri dibahas pada dua komite yang berbeda yakni (1) Perundingan NAMA (Non Agricultural Market Access) dimana perikanan digolongkan sebagai produk non pertanian sama halnya dengan kehutanan, elektronika, perhiasan, alas sepatu dan produk industri manufaktur lainnya. (2) Negotiating Groups on Rules yang khusus membahas pengaturan subsidi perikanan sebagai bagian dari Agreement on Subsidy and Countervailing Measures (ASCM). Hambatan tarif dan non tarif serta subsidi jelas akan memberikan implikasi langsung terhadap keberlanjutan perikanan itu sendiri2.
Seperti dikatakan Fauzi (2004) dalam Satria, et al (2009), kondisi sumberdaya perikanan di dunia saat ini telah melewati tingkat keberlanjutan yang ditandai dengan penurunan stok ikan-ikan komersial karena kelebihan tangkap. FAO memperkirakan bahwa 47 persen sumberdaya ikan di dunia sudah mengalami fully exploited, 19 persen dinyatakn over exploited dan 9 persen diantaranya sudahdepleted(terkuras).
Beberapa aspek penting menyangkut globalisasi perdagangan perikanan adalah hambatan tarif dan non tarif, subsidi perikanan, serta ecolabelling. Hambatan tarif dan non tarif terkait secara langsung dengan akses pasar suatu negara ke negara lain. Hambatan tarif digunakan untuk mengurangi rent seeking antar importir karena sinyal secara jelas melalui penetapan tarif yang seragam sehingga mampu mengeliminasi kemungkinan penetapan harga secara monopoli dalam pasar domestik. Sementara hambatan non tarif biasanya antara lain dalam bentuk kuota impor umumnya digunakan oleh negara-negara yang memiliki permasalahanbalance of payments untuk meningkatkan tabungan dari pertukaran luar negeri. Kebijakan ini memiliki dasar pertimbangan bahwa jika izin impor (import licinse) diberikan secara langsung kepada pengguna dari barang modal
2
yang diimpor, maka ia tidak akan menciptakan distorsi harga pada produser ini (Saudoulet & Janvry, 1995).
Aturan tentang subsidi telah disepakati dalam Agreement on Subsidy and Countervailing Measures (ASCM) oleh negara-negara yang tergabung dalam WTO yang masih terus dibahas, dan nantinya akan disahkan untuk melengkapi teks legal dari ASCM. Adanya subsidi dinilai akan mendorong kegiatan eksploitasi sumberdaya perikanan sehingga penegakan aturan akan semakin sulit dijalankan. Selain itu, pengaturan di bidang perikanan sangatlah sulit, karena perairan yang sangat luas, serta begitu banyak pengguna (user) yang terlibat dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan. Itulah sebabnya, permasalahan subsidi perikanan melewati pembahasan yang sangat panjang di forum WTO, dan belum mencapai kesepakatan hingga saat ini (Satria, et al, 2009).
2.5 Penelitian Terdahulu
2.5.1 Penelitian Mengenai Daya Saing
Penelitian mengenai daya saing telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun mancanegara. Salah satunya yang dilakukan Siregar (2010) dalam analisis daya saing buah-buahan tropis Indonesia di pasar dunia dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), serta Constant Market Share (CMS). Hasil estimasi dalam penelitian tersebut adalah niali RCA yang kurang dari satu, kecuali jambu biji, mangga dan manggis pada tahun 2001-2008 sehingga dapat disimpulkan bahwa buah-buahan tropis Indonesia memiliki posisi daya saing yang lebih rendah dibandingkan negara-negara pesaing utamanya. Hasil estimasi EPD juga hampir sama, performa ekspor buah-buahan tropis Indonesia pada umumnya tidak terlalu baik. Hasil estimasi CMS yang didapat menunjukan bahwa kebanyakan pertumbuhan ekspor buah-buahan tropis Indonesia tidak disebabkan oleh kemampuan daya saing melainkan disebabkan oleh penyerapan pasar yang berkembang pesat (efek pertumbuhan impor)
Revealed Comparative Advantage Assessment. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini selama periode 1993-2003, kenaikan keunggulan komparatif Hawaii terjadi pada enam produk, termasuk kopi (RCA 6,01), tanaman berbunga pot dan daun (RCA 5,79), pisang (RCA 1,99), anthuriums (RCA 0,80), potong anggrek (RCA 0,48 ), dan alpukat (RCA 0,06). Lima produk lainnya memiliki nilai RCA yang menurun selama periode yang sama, termasuk gula mentah (RCA -4,74), nanas (RCA -4,74), pepaya (RCA -3,83), gula sirup (RCA -1,6), dan kacang macadamia (RCA -0,21).
Selanjutnya, penelitian mengenai kinerja ekspor juga dilakukan oleh Tatarer (2004) dalam tesisnya yang berjudulThe Export Performance Of Turkish Manufacturing Industries With Respect To Selected Countries. Penelitian ini menggunakkan tiga alat analisis yaitu pertama Constant Market Share (CMS) digunakan untuk menjelaskan penyebab perubahan pangsa pasar ekspor Turki dari satu periode sebelumnya. Kedua Revealed Comparative Advantage (RCA) dihitung untuk menentukan sektor-sektor di mana Turki memiliki keunggulan komparatif. Dan yang ketiga, Grubel-Lloyd Index digunakan untuk menentukan tingkat perdagangan intraindustri.
2.5.2 Penelitian Mengenai Produk Perikanan
Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Cahya (2010) mengenai daya saing ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini menggunakan Herfindahl Index (HI), Concertation Ratio (CR), Revealed Comparative Advantage (RCA), Teori Berlian Porter, dan Analisis SWOT. Hasil yang didapat adalah ikan tuna olahan Indonesia memiliki indeks RCA berfluktuasi antara 0,85-1,10 sehingga ikan tuna Indonesia dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif. Hasil analisis kompetitif ikan tuna Indonesia melalui Teori Berlian Porter menunjukkan bahwa ikan tuna Indonesia belum memiliki keunggulan kompetitif. Keadaan sumberdaya faktor (alam, manusia, iptek, modal, dan infrastrukutur) masih mengalami banyak masalah, kondisi permintaan di dalam dan luar negeri cukup baik, keberadaan industri terkait dan pendukung belum cukup baik untuk menunjang keadaan ikan tuna nasional.
2.6 Kerangka Pemikiran
Sebagai negara dengan potensi perikanan yang besar baik perikanan laut maupun perikanan budidaya, Indonesia seharusnya dapat menjadi produsen dan eksportir utama produk perikanan di dunia khususnya kelompok ikan, krustasea dan moluska. Sampai tahun 2008, produksi perikanan Indonesia berada pada posisi ke tiga untuk perikanan tangkap dan ke empat untuk perikanan budidaya. Tetapi akhir-akhir ini, banyak isu berkembang dalam ekspor perikanan dunia, WTO telah mencatat berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh negara-negara produsen seperti kegiatan over fishing yang dapat mengganggu ekosistem laut dunia, peraturan IUU, hambatan perdagangan (tarif, non tarif dan subsidi). Selain terbentur oleh berbagai peraturan yang sampai saat ini masih harus dipenuhi oleh setiap anggota WTO, ekspor perikanan Indonesia juga terbentur oleh berbagai penolakan produk ekspor perikanan Indonesia di beberapa negara importir utama seperti Jepang dan negara-negara Uni Eropa yang menganggap produk perikanan Indonesia mengandung banyak zat berbahaya seperti logam berat, bakteri dan histamin. Hingga Juli 2010, Indonesia menghadapi enam kasus penolakan ekspor perikanan ke Uni Eropa. Dengan penolakan itu, Indonesia menempati urutan ke-12 dari deretan negara-negara yang ekspor ikannya ditolak di Uni Eropa3.
3
Dengan berbagai permasalahan yang terjadi akhir-akhir ini menyangkut ekspor perikanan Indonesia tentunya dapat mempengaruhi daya saing produk dan pasar ekspor utama perikanan Indonesia. Oleh karena itu, menjadi penting untuk meneliti dan menganalis daya saing produk perikanan Indonesia di beberapa negara importir utama dan dunia khususnya pada beberapa produk yang dianggap potensial pada periode tahun 2001, 2005 dan 2009.
Penelitian ini menggambarkan perkembangan nilai ekspor dan strategi beberapa negara pesaing utama dalam bidang perikanan serta menganalisis posisi daya saing beberapa produk perikanan Indonesia di sepuluh negara importir utama. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui daya saing dalam segi keunggulan dan kerugian komparatif adalah dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Sedangkan metode Export Product Dynamics (EPD) digunakan untuk mengetahui performa ekspor dengan melihat tingkat dinamika dari posisi daya saing perikanan Indonesia di pasar tertentu.
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Indonesia sebagai produsen
perikanan terbesar ke-3 pada perikanan tangkap dan ke-4 pada perikanan budidaya pada
tahun 2008
Potensi perairan Indonesia yang memberikan indikasi
peningkatan produksi perikanan di tahun
mendatang
Indonesia berpotensi menjadi negara eksportir perikanan
terbesar di dunia
Berbagai permasalahan dalam ekspor perikanan dunia diikuti dengan arus globalisasi serta hambatan perdagangan dapat mempengaruhi daya saing produk
perikanan Indonesia di negara importir utama dan dunia satu periode terakhir
Bagaimana daya saing produk dan pasar ekspor utama perikanan Indonesia tahun 2001, 2005 dan 2009
Revealed Comparative Advantage(RCA)
mengestimasi keunggulan dan kerugian
komparatif produk perikanan Indonesia di
negara importir utama dan dunia
Export Product Dynamic(EPD) mengetahui posisi daya saing produk perikanan Indonesia
berdasarkan dinamika performa
ekspor
Implikasi Kebijakan dan Saran Penelitian Perkembangan nilai
ekspor perikanan Indonesia di negara
importir utama dan dunia serta strategi beberapa pesaing utama dalam bidang