• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan Indonesia-Turki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan Indonesia-Turki"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN

INDONESIA-TURKI

FAUZIYAH ADZIMATINUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan Indonesia-Turki adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Fauziyah Adzimatinur

(4)

RINGKASAN

FAUZIYAH ADZIMATINUR. Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan Indonesia-Turki. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan LUKYTAWATI ANGGRAENI.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daya saing komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Turki, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dan impor komoditi unggulan antara Indonesia dengan Turki, dan menganalisis kesesuaian struktur ekspor dan impor antara Indonesia dengan Turki.

Studi menggunakan data time series pada tahun 1996-2014. Metode analisis adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT), Trade Complementarity Index (TCI), dan Ordinary Least Square (OLS). Hasil RCA menunjukkan komoditas ekspor utama Indonesia ke Turki adalah kain tenun dari serat stapel buatan, asam stearat, palm oil dan karet alam. Indeks IIT menunjukkan bahwa perdagangan hanya terjadi satu arah dari Indonesia.

Komoditas impor dari Turki adalah karpet, boraks, tepung gandum, dan tembakau. TCI menunjukkan rendahnya kesesuaian antara ekspor Indonesia dan impor Turki. GDP per capita Turki memiliki pengaruh positif terhadap ekspor dan

GDP per capita Turki memberikan pengaruh positif terhadap impor. Nilai tukar memiliki pengaruh positif pada ekspor dan negatif pada impor. Harga dan tingkat tarif memiliki dampak negatif pada ekspor dan impor. Variabel Dummy Non-tariff

memiliki pengaruh negatif pada ekspor kain tenun dari serat stapel. Sementara di sisi impor, berpengaruh negatif terhadap tepung gandum.

Pemerintah Indonesia harus mengejar strategi dalam kerjasama perdagangan sebagai upaya untuk mengurangi hambatan perdagangan terutama tarif yang dikenakan pada kain tenun dari serat stapel buatan, asam stearat, palm oil, dan karet alam. Pengurangan tarif terutama bagi kain dari serat stapel yang terkena tarif 8%, asam stearat 5.1%, dan palm oil sebesar 24.9% yang meningkat dari tahun ke tahun yang pada awalnya hanya terkena tarif sebesar 8%. Sementara pada hambatan non-tarif, Pemerintah mengadakan sosialisasi kepada eksportir mengenai standar yang harus dipenuhi berkenaan dengan hambatan QR prohibition berupa pelarangan label ilegal yang dikenakan pada kain hasil tenunan serat stapel buatan. Indonesia banyak mengekspor komoditi Palm Oil dan Karet Alam. Perlunya pengembangan produk-produk primary goods untuk terus meningkatkan daya saing serta memproduksi komoditi-komoditi olahannya. Sehingga diharapkan Indonesia tidak hanya dibutuhkan sebagai negara sumber bahan utama dalam proses produksi, namun berkembang menjadi pemasok komoditi olahan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi bagi Indonesia.

(5)

SUMMARY

FAUZIYAH ADZIMATINUR. Competitiveness Analysis and Factors Affecting Trade of Main Commodities between Indonesia and Turkey. Supervised by SRI HARTOYO and LUKYTAWATI ANGGRAENI.

This study aims to analyze the competitiveness, trade integration, trade complementarity, and factors affecting the export and import of main commodities between Indonesia and Turkey. Data used in this study is time series data in 1996-2014 and the methods used are Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT), Trade Complementarity Index (TCI), and Ordinary Least Square (OLS).

Results of RCA showed Indonesia's main export commodities to Turkey are woven fabrics, stearic acid, palm oil and natural rubber. While IIT showed that there is only one way trade from Indonesia.

Import commodities from Turkey are carpets, borax, wheat flour, and tobacco. TCI showed low complementarity between Indonesia’s export and Turkey’s import. GDP per capita of Indonesia has positive impact on exports and GDP per capita of Turkey has positive impact on imports. The exchange rate has positive impact on exports and negative on imports. Export price has negative impact on exports, while import price has negative impact on imports.Tariff rate has negative impact on both exports and imports. Dummy Non-tariff barrier has negative impact on export of woven fabrics, while in import side, it only affects the wheat flour negatively.

The Government should pursue a strategy in trade cooperation as efforts to reduce trade barriers such as tariffs and non-tariffs for some commodities that have competitiveness in the Turkish market. Reduction of tariffs especially for woven fabrics with 8% of tariff rate, stearic acid with 5.1%, and palm oil with 24.9% of tariff rate which is increased from 8%. As for non-tariff barriers, the government conducts a dissemination for the exporters on the standard to be met regarding to the Turkey's trade barriers, such as QR prohibitions related to illegal brand prohibition which is applied to woven fabrics.

Indonesia is one of main exporters of palm oil and natural rubber. There is a need for the development of products for the primary goods to continue increasing the competitiveness and produce derivative commodities. So hopefully, Indonesia is not only needed as a main source of material in the production process, but also develop into a supplier of processed commodities that will be much more profitable for Indonesia.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN

INDONESIA-TURKI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan Indonesia-Turki”. Proposal tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orang tua dan keluarga penulis, yaitu Ayah Didi Rohyadi Hadiyat dan Ibu Engkom Komara serta adik dari penulis, Muhamad Faza Fauzan atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Sri Hartoyo dan Dr. Lukytawati Anggraeni, SP M.Si selaku dosen pembimbing tesis yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu, dan motivasi dengan sabar sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.

2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim M.A.Ec selaku dosen penguji utama dan Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan atas bimbingan, saran, dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis.

4. Sahabat-sahabat tercinta, Adik Putri Sarah, Aldesta NPT, Febrina M, Zikra D, Mufida Amalia, Andi Dwi M, Ryzaldi Anhar, Rifal Laksmana, Willy Setya P, Melinda W. G, Fauziah N. A.

5. Keluarga S2 Ilmu Ekonomi reguler angkatan 8 dan fast track angkatan 2; Bramastyo A.W, Ilhamdi, Fatimah Zachra F, M. Fazri, Mujiburahman, Silvia Sari, Stannia C.S., Tri Arifin D, Zikra.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Kerangka Teori 7

Tinjauan Empiris 13

Kerangka Pemikiran 17

3 METODE 19

Jenis dan Sumber Data 19

Analisis Kesesuaian Struktur Ekspor dan Impor 19 Analisis Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Turki 19

Analisis Derajat Integrasi 20

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Indonesia

dan Turki 21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Perdagangan Indonesia dengan Turki 23

Kesesuaian Struktur Ekspor Indonesia dengan Impor Turki 25 Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Pasar Turki 25

Komoditi Impor Indonesia dari Turki 35

Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Indonesia ke Turki 40 Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Indonesia dari Turki 43

5 SIMPULAN DAN SARAN 47

Simpulan 47

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 52

(14)

DAFTAR TABEL

1. Perbandingan indikator makroekonomi Indonesia dengan Turki 2 2. Neraca perdagangan Indonesia dan Turki (Nilai: Ribu US$) 2

3. Komoditi perdagangan Indonesia dengan Turki 4

4. Jenis non-tariff measures 11

5. Tinjauan empiris 15

6. Jenis dan sumber data 19

7. Klasifikasi nilai IIT 20

8. Komoditi ekspor manufaktur dengan keunggulan komparatif 26 9. Komoditi ekspor pertanian dengan keunggulan komparatif 27 10. Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Turki 27 11. Komoditi impor dari Turki (sektor manufaktur) 35 12. Komoditi impor dari Turki (sektor pertanian) 36

13. Komoditi impor Indonesia dari Turki 36

14. Hasil regresi komoditi unggulan ekspor Indonesia 41 15. Hasil regresi komoditi unggulan impor Indonesia 43

DAFTAR GAMBAR

1. Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan 7 2. Hubungan nilai tukar dengan permintaan ekspor 9

3. Dampak pengenaan tarif kasus negara besar 10

4. Pengaruh pengenaan tarif terhadap permintaan kasus negara kecil 10

5. Kerangka pemikiran 17

6. Neraca perdagangan Indonesia dengan Turki 24

7. Trade complementarity index 25

8. Perkembangan ekspor produk tekstil dari Indonesia ke Turki 28

9. Perkembangan nilai RCA produk tekstil 29

10. Perkembangan ekspor asam stearat dari Indonesia ke Turki 30

11. Perkembangan nilai RCA asam stearat 31

12. Perkembangan ekspor karet alam dari Indonesia ke Turki 32

13. Perkembangan nilai RCA karet alam 32

14. Perkembangan ekspor palm oil dari Indonesia ke Turki 34

15. Perkembangan nilai RCA palm oil 34

16. Perkembangan impor karpet dari Turki ke Indonesia 37 17. Perkembangan impor boraks dari Turki ke Indonesia 38 18. Perkembangan impor tepung gandum dari Turki ke Indonesia 39 19. Perkembangan impor tembakau dari Turki ke Indonesia 40

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil regresi kain tenun dari serat stapel buatan (HS 551611) 52

2. Hasil regresi asam stearat (HS 382311) 53

3. Hasil regresi palm oil (HS 151190) 54

(15)

5. Hasil regresi karpet (HS 570242) 56

6. Hasil regresi boraks (HS 284019) 57

7. Hasil regresi tepung gandum (HS 110100) 58

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap negara tidak selamanya memiliki sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Ada kalanya suatu negara memiliki sumber daya yang berlimpah untuk suatu produk, tetapi tidak untuk produk lainnya. Suatu negara akan memilih untuk mengimpor produk dari negara lain ketika biaya imbangan untuk memproduksi produk tersebut di negaranya lebih besar daripada biaya imbangan untuk mengimpor produk tersebut dari negara lain.

Perdagangan bebas memungkinkan setiap negara untuk melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditas yang dapat diproduksinya secara lebih efisien. Selanjutnya, melalui pertukaran tersebut negara akan memperoleh keuntungan yaitu dapat mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa yang mungkin tidak akan diperoleh jika tidak melakukan perdagangan bebas.

Banyak bermunculan organisasi-organisasi internasional yang bergerak di bidang perdagangan internasional. Setiap negara di dunia pada era globalisasi saat ini telah terbiasa melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain. Hubungan perdagangan tersebut dapat berupa hubungan bilateral, multilateral, ataupun regional. Bahkan, setiap negara cenderung melakukan pengembangan pasar pada negara-negara lain di dunia.

Indonesia saat ini dalam proses melakukan hubungan kerjasama perdagangan dengan Turki. Tahapan kerjasama saat ini berada pada tahap Joint Study Group (JSG). Tahap JSG ini mengkaji potensi perdagangan kedua negara JSG yang dilakukan telah menginjak pertemuan ketiga yaitu di Ankara, Turki pada 24-26 Februari 2011.

Indonesia dan Turki tergabung dalam anggota G-20 dimana sebagai forum ekonomi, G-20 banyak membahas kerjasama yang berkaitan dengan sistem moneter internasional. Terdapat pertemuan yang teratur untuk mengkaji, meninjau, dan mendorong diskusi di antara negara industri maju dan sedang berkembang terkemuka mengenai kebijakan-kebijakan yang mengarah pada stabilitas keuangan internasional. Indonesia dan Turki pun banyak melakukan kerjasama perdagangan. Menurut Kementerian Perdagangan, Indonesia dapat memanfaatkan Turki untuk dapat memberikan capacity building dan technical assistance antara lain dalam bidang konstruksi, turisme, pendidikan dan penyamakan kulit.

Mengingat hubungan intensif antara Indonesia dan Turki dengan Uni Eropa, pada pertemuan JSG yang ketiga direkomendasikan untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan hubungan mereka dengan Uni Eropa. Selain itu, negara-negara di wilayah Asia Timur merupakan mitra dagang utama Indonesia, oleh karena itu Turki dan Indonesia dapat saling memanfaatkan posisi masing-masing negara untuk memperoleh keuntungan dalam hal kerjasama ekonomi.

(18)

Tabel 1 Perbandingan indikator makroekonomi Indonesia dengan Turki (2014)

Indikator Satuan Indonesia Turki

GDP per kapita US$ 3 475.3 10 971.7

Populasi Jiwa 249 865 631 74 932 641

GDP US$ 868 345 652 475 822 135 183 160

Pertumbuhan GDP tahunan, % 5.8 4.1

Inflasi % 6.4 7.5

Sumber: World Development Indicators (2015)

Berdasarkan data dari kementerian perdagangan, total perdagangan kedua negara selama lima tahun terakhir (2010 - 2014) meningkat sebesar 16.56%, dengan trend pertumbuhan ekspor sebesar 6.87% dan trend pertumbuhan impor sebesar 39.09%. Sementara total nilai perdagangan pada tahun 2014 adalah sebesar US$ 2.48 miliar, dengan ekspor Indonesia senilai US $ 1.45 miliar dan impor senilai US$ 1.03 miliar. Neraca perdagangan antara Indonesia dan Turki mengalami surplus pada tahun 2014 yaitu senilai US$ 415 juta. Surplus perdagangan ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 221 juta. Neraca perdagangan antara Indonesia dan Turki dapat dilihat di Tabel 2. Tabel 2 Neraca perdagangan Indonesia dan Turki tahun 2010-2014 (Nilai: Ribu

US$)

Sumber: BPS diolah Kementerian Perdagangan (2015)

(19)

Perumusan Masalah

Kerjasama perdagangan antara Indonesia dan Turki baru mencapai tahap JSG (Joint Study Group), belum ditentukan apakah nantinya bentuk kerjasama tersebut akan berupa Free Trade Agreement (FTA) atau Preferential Trade Agreement (PTA). Menurut Krugman dan Obstfeld (2004) terdapat keuntungan bagi negara-negara yang melakukan perdagangan internasional, diantaranya adalah perdagangan menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang kepada setiap negara untuk melakukan ekspor berbagai macam barang yang produksinya menggunakan sebagian besar sumber daya yang melimpah di negara yang bersangkutan serta mengimpor berbagai macam barang yang produksinya menggunakan sumber daya yang tergolong cukup langka di negara tersebut.

Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap negara untuk melakukan spesialisasi produksi pada barang-barang yang bisa dibuatnya secara efisien, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan skala produksinya. Suatu negara perlu membuat strategi perdagangan berkaitan dengan komoditi unggulan yang memiliki daya saing di dalam perdagangan internasional.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (2014), kelompok hasil industri yang menjadi unggulan ekspor dari Indonesia ke Turki diantaranya adalah tekstil, pengolahan kelapa/kelapa sawit, pengolahan karet, kimia dasar, serta pulp dan kertas. Sedangkan kelompok hasil industri yang diimpor dari Turki diantaranya adalah tekstil; kelompok besi baja, mesin, dan otomotif; kimia dasar; makanan dan minuman; serta rokok.

Oktaviani, et al. (2009) meneliti mengenai integrasi perdagangan dan dinamika ekspor dari Indonesia ke Turki. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat integrasi perdagangan yang kuat antara Indonesia dengan Turki. Produk-produk unggulan ekspor tersebut adalah CPO, karet alam, serat tekstil alam dan sintesis, kelapa, katun, dan polimer vinil klorida. Produk tersebut dapat dikelompokkan ke dalam HS 2 digit untuk mempermudah gambaran berdasarkan data yang diperoleh, diantaranya adalah minyak dari lemak hewani dan nabati (HS 15), karet dan barang dari karet (HS 40), serta kayu dan barang dari kayu (HS 44).

Perdagangan antara Indonesia dengan Turki telah berlangsung kurang lebih 26 tahun (COMTRADE, 2014). Perlu diketahui apakah terdapat kesesuaian struktur ekspor Indonesia dengan struktur impor Turki yang mendukung kerjasama perdagangan. Kesesuaian struktur ekspor dan impor ini menunjukkan apakah Turki dan Indonesia merupakan negara yang saling melengkapi atau merupakan kompetitor. Selain itu, perlu diketahui komoditi unggulan ekspor dan impor antara Indonesia dengan Turki pada tingkat HS 6 digit sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih spesifik tentang komoditi unggulan yang diperdagangkan.

Praktek perdagangan internasional tidak sepenuhnya dijalankan sesuai teori dimana semua negara melakukan perdagangan secara bebas. Kenyataannya, setiap negara akan menerapkan perlindungan tertentu berupa hambatan perdagangan yang dimaksudkan untuk melindungi produsen dalam negeri dari persaingan global. Hambatan perdagangan dapat berupa hambatan tarif dan non-tarif.

Indonesia dan Turki memberlakukan hambatan tarif maupun non-tarif terhadap produk impor. Berdasarkan data dari World Trade Integrated Solution

(20)

Turki sendiri memberlakukan tarif MFN bagi barang impor. Tarif MFN paling tinggi diberlakukan pada produk hewan, yaitu sebesar 35% pada tahun 2013.

Tabel 3 menunjukkan beberapa produk yang diperdagangkan antara Indonesia dan Turki. Tabel 3 menunjukkan komoditi dengan HS 15 memiliki nilai ekspor sebesar 230175 USD dengan pertumbuhan sebesar 31% dari tahun 2010-2014. Tarif ad valorem yang dikenakan pada HS 15 ini sebesar 22%. Karet dan barang dari karet (HS 40) memiliki nilai ekspor sebesar 152941 USD dengan pertumbuhan sebesar -10% dari tahun 2010-2014 dan tarif ad valorem yang dikenakan adalah 0.1%. Kayu dan barang dari kayu (HS 44) memiliki nilai ekspor sebesar 11538 USD dengan pertumbuhan sebesar 6% dan tarif ad valorem yang dikenakan adalah 4.4%. Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al. (2009) tersebut menunjukkan bahwa pada periode penelitian kayu dan barang dari kayu (HS 44) mengalami penurunan ekspor terbesar yaitu sebesar US $18.4 milyar.

Tabel 3 Komoditi perdagangan Indonesia dengan Turki (2014)

Product

HS 15 Animal,vegetable fats and oils,

cleavage products, etc 230 175 31 1.1 22

HS 40 Rubber and articles thereof 152 941

-10 2.2 0.1

HS 39 Plastics and articles thereof 37 468 16 1.4 1.3

HS 64 Footwear, gaiters and the like,

parts thereof 31 392 17 0.8 6.3 HS 85 Electrical, electronic equipment 29 228 13 0.3 0.4 HS 76 Aluminium and articles thereof 27 595 83 4.2 1.5

HS 52 Cotton 25 160 0 2.8 3.6

HS 29 Organic chemicals 25 066 7 0.8 0.9

HS 32 Tanning, dyeing extracts,

tannins, derivs,pigments etc 18 183 19 5 0.7

HS 84 Machinery, nuclear reactors,

boilers, etc 17 477 21 0.3 0 HS 23 Residues, wastes of food

(21)

minyak dari lemak nabati dan hewani sebesar 22% dengan pertumbuhan sebesar 31%, serta kayu dan barang dari kayu dengan tarif 1.2%.

Tren pertumbuhan nilai ekspor pada komoditi karet dan barang dari karet cenderung mengalami penurunan, yaitu sebesar 10% setiap tahunnya. Salah satu penyebabnya adalah diterapkannya hambatan non-tarif yang diterapkan oleh Turki terhadap komoditi karet dan barang dari karet tersebut. Hambatan non-tarif tersebut diantaranya berupa kebijakan antidumping, Technical Barriers to Trade, Import Licensing, dan Quantitative Restrictions.

Trade remedy (Antidumping, subsidy, dan safeguard), Import Licensing, dan Quantitative Restrictions merupakan bagian dari non technical measures. Trade remedy termasuk ke dalam contingent trade-protective measures. Trade remedy (Antidumping, subsidy, dan safeguard) merupakan instrumen kebijakan pengamanan perdagangan yang diakui oleh negara-negara anggota WTO dan mereka diperkenankan untuk menggunakan instrumen tersebut untuk melindungi industri dalam negerinya dari persaingan curang yang dapat menghancurkan dan merusak tatanan sistem perdagangan yang adil.

Tindakan antidumping diberlakukan terhadap tindakan menjual suatu barang di pasar luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga di pasar domestik, dimana selanjutnya pemerintah negara pengimpor dapat mengenakan bea masuk antidumping untuk menutupi kerugian sebagai dampak dari dumping tersebut.

Import Licensing (perizinan impor) dapat didefinisikan sebagai prosedur administrasi yang membutuhkan pengajuan aplikasi atau dokumentasi lainnya (selain yang diperlukan untuk keperluan pabean) ke badan administratif yang relevan sebagai syarat sebelum mengimpor barang.

Beberapa lisensi yang dikeluarkan secara otomatis jika kondisi tertentu terpenuhi. Perjanjian tersebut menetapkan kriteria untuk lisensi otomatis sehingga prosedur yang digunakan tidak membatasi perdagangan. Lisensi lainnya tidak dikeluarkan secara otomatis. Di sini, perjanjian mencoba untuk meminimalkan beban importir dalam menerapkan lisensi, sehingga pekerjaan administratif tidak membatasi atau mendistorsi impor. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa lembaga penanganan perizinan tidak boleh mengambil lebih dari 30 hari dalam menangani aplikasi - 60 hari ketika semua aplikasi dipertimbangkan pada waktu yang sama. Sedangkan Quantitative Restrictions atau pembatasan kuantitatif yang dilakukan oleh Turki berupa larangan untuk mengimpor produk memanfaatkan ilegal merek dagang atau larangan untuk mengimpor label dan produk palsu untuk kemasan.

(22)

Penelitian ini bermaksud mengembangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Oktaviani, et al. (2009) dengan meneliti kesesuaian struktur ekspor dan impor antara Indonesia dengan Turki dan mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor dan impor antara Indonesia dan Turki pada tingkat HS 6 digit, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan bilateral antara Indonesia dan Turki, dalam hal ini ekspor dan impor. Faktor-faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah GDP per capita, nilai tukar riil, harga, hambatan tarif dan hambatan non-tarif.

Berdasarkan hal tersebut, beberapa perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apakah terdapat kesesuaian struktur impor dan ekspor yang mendukung kerjasama perdagangan?

2. Komoditi mana yang menjadi unggulan ekspor dan impor antara Indonesia dengan Turki?

3. Apakah terdapat hubungan antara GDP per capita, nilai tukar riil, harga, hambatan tarif dan hambatan non-tarif dengan ekspor dan impor Indonesia-Turki?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menganalisis kesesuaian struktur impor dan ekspor yang mendukung

kerjasama perdagangan

2. Mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Turki serta daya saing dan derajat integrasinya

3. Mengidentifikasi hubungan antara GDP per capita, nilai tukar riil, harga, hambatan tarif dan hambatan non-tarif dengan ekspor dan impor Indonesia-Turki

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai struktur perdagangan Indonesia dengan Turki mencakup kesesuaian struktur ekspor dan impor, komoditas unggulan, derajat integrasi, serta faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan Indonesia dengan Turki. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan para pemangku kebijakan dalam rangka memaksimalkan potensi perdagangan antara Indonesia dengan Turki. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kerangka Teori

Hubungan GDP dengan Permintaan Ekspor dan Impor

Penelitian yang dilakukan oleh Haider, et al. (2011) dan Murad (2012) menunjukkan adanya hubungan positif antara pendapatan/GDP dengan ekspor dan impor. Hal ini disebabkan GDP menunjukkan ukuran pangsa pasar. GDP akan berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan dalam hal ini ekspor dan impor karena GDP ini mengukur besarnya permintaan. GDP yang tinggi menunjukkan besarnya pasar atau permintaan yang tinggi, sehingga akan meningkatkan ekspor. Sama halnya dengan impor, GDP negara pengimpor yang tinggi menunjukkan permintaan yang tinggi pula, sehingga akan meningkatkan impor.

Hukum permintaan menyatakan bahwa peningkatan pendapatan, ceteris paribus, akan menyebabkan meningkatnya kuantitas suatu barang yang diminta. Peningkatan pendapatan ini ditandai dengan bergesernya kurva permintaan ke kanan. Hal ini menunjukkan bagaimana rumah tangga di suatu negara menyesuaikan permintaannya setelah pendapatannya meningkat. GDP per capita

menunjukkan tingkat daya beli atau tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dalam suatu negara. Pengaruh peningkatan pendapatan terhadap permintaan ditunjukkan oleh Gambar 1.

Pada Gambar 1, sumbu y adalah harga (P) dan sumbu x adalah kuantitas (Q). Ketika GDP per capita yang menunjukkan tingkat daya beli meningkat, permintaan akan suatu komoditi pada tingkat domestik akan meningkat. Sebelum terjadi peningkatan pendapatan, permintaan ditunjukkan oleh kurva D dan jumlah impor yang diminta sebesar Q2-Q1. Namun, setelah terjadi peningkatan daya beli, ceteris

Q3

P

Q 0

P1

P2

P3

A D

S

Q1 Q2

D’

(24)

paribus, masyarakat cenderung meminta lebih banyak sehingga kurva permintaan bergeser ke kanan yaitu pada D’. Oleh karena itu, permintaan impor pun meningkat menjadi sebesar Q3-Q1. Bagi negara pengekspor, ini menandakan meningkatnya permintaan untuk ekspor ke negara pengimpor tersebut.

Hubungan antara Nilai Tukar dengan Permintaan Ekspor dan Impor

Nilai tukar mengalami apresiasi adalah ketika setiap unit mata uang domestik dapat membeli lebih banyak mata uang asing daripada sebelumnya, artinya harga mata uang asing menurun. Mata uang domestik yang dapat membeli lebih banyak mata uang asing pada suatu periode yang berkelanjutan dikenal dengan mata uang yang kuat. Sedangkan nilai tukar mengalami depresiasi adalah ketika setiap unit mata uang domestik dapat membeli lebih sedikit mata uang asing daripada sebelumnya, artinya harga mata uang asing meningkat. Mata uang domestik yang dapat membeli lebih sedikit mata uang asing daripada sebelumnya pada suatu periode yang berkelanjutan dikenal dengan mata uang yang lemah. Konsekuensinya, ketika salah satu mata uang mengalami apresiasi, mata uang lainnya mengalami depresiasi.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa kuat-lemahnya mata uang dikaitkan dengan kuat atau lemahnya perekonomian. Bagaimanapun, pendapat ini tidak terbukti benar karena mata uang yang kuat membuat barang-barang impor lebih murah dibandingkan barang domestik dan barang ekspor menjadi lebih mahal dibandingkan barang domestik. Oleh karena itu, mata uang yang kuat hanya memberi keuntungan pada pembeli domestik dan penjual asing, serta memberikan kerugian pada penjual domestik dan pembeli asing. Saat mata uang menguat ini, impor akan meningkat dan menurunkan ekspor. Sebaliknya, mata uang yang lemah memberikan keuntungan pada penjual domestik dan pembeli asing karena membuat barang domestik lebih murah bagi pembeli asing.

Gambar 2 menunjukkan pengaruh nilai tukar terhadap permintaan ekspor dan impor. DM menunjukkan permintaan impor dan SM menunjukkan supply impor dari negara lain. Ketika terjadi depresiasi, SM bergeser ke S’M yang menunjukkan supply impor menurun dikarenakan harga impor menjadi lebih mahal. Di sisi lain, pada pasar ekspor, depresiasi mata uang menyebabkan kurva DX bergeser ke D’X dikarenakan depresiasi rupiah menyebabkan harga menjadi lebih murah di mata asing.

(25)

Sumber: Salvatore (2014)

Hubungan Harga Ekspor dan Harga Impor dengan Permintaan Ekspor dan Impor

Hukum permintaan dan penawaran menyatakan bahwa peningkatan harga akan meningkatkan penawaran namun menurunkan permintaan. Hal ini pun berlaku pada ekspor dan impor antarnegara. Tingginya harga ekspor mengakibatkan permintaan ekspor suatu negara akan menurun. Suatu negara cenderung melakukan perdagangan dengan negara yang memiliki harga ekspor bisa lebih rendah sehingga dapat meningkatkan permintaan ekspor suatu negara. Sama halya dengan impor, harga impor yang semakin tinggi dapat mengurangi permintaan impor, sehingga volume. Bagi negara pengekspor, berkurangnya permintaan impor dari domestik berarti berkurangnya permintaan untuk ekspor ke negara pengimpor tersebut.

Hubungan Tarif dengan Permintaan Ekspor dan Impor

Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber pemerintahan sejak lama. Tarif menimbulkan dampak berupa kenaikan harga atau biaya pengiriman barang ke suatu negara. Namun, maksud utama pengenaan tarif biasanya tidak semata-mata sebagai sumber pendapatan pemerintah, melainkan sebagai alat untuk melindungi sektor-sektor tertentu dari tekanan persaingan produk impor.

Guillotreau dan Peridy (2000) meneliti tentang pengaruh hambatan tarif dan non-tarif terhadap impor. Hambatan tersebut efektif menyebabkan menurunnya impor yang dilakukan suatu negara. Namun, penelitian tersebut menyebutkan bahwa dalam beberapa kasus diberlakukannya hambatan tarif dan non tarif tidak banyak berpengaruh terhadap kuantitas impor.

Gambar 3 menunjukkan dampak pengenaan tarif pada kasus negara besar. Indonesia diasumsikan menjadi negara besar misalnya pada komoditi unggulan ekspor seperti CPO dan karet. Tarif persis sama dengan biaya pengangkutan dari sisi pengirim barang. Sebelum dikenakan tarif, tingkat harga di kedua negara sama yaitu pada PW. Jika domestik menetapkan tarif tertentu untuk setiap barang yang diimpornya, maka pengirim tidak akan bersedia mengangkut atau mengirim barangnya kecuali jika selisih harga di kedua pasar jumlahnya paling sedikit sama dengan tarif yang ditentukan tersebut. Harga barang domestik akan naik, sedangkan harga barang di asing segera turun, sampai perbedaan harga sebesar t.

Gambar 2 Hubungan nilai tukar dengan permintaan ekspor Q2

(26)

Tarif mengakibatkan peningkatan harga di domestik menjadi PT dan menurunkan harga di asing ke PT*. Harga yang lebih tinggi tersebut mengakibatkan produsen domestik segera meningkatkan penawarannya, sedangkan konsumen menurunkan permintaannya, sehingga permintaan untuk impor menjadi berkurang. Harga yang lebih rendah pada pihak asing menyebabkan penawaran turun dan permintaan meningkat, karena itu penawaran untuk ekspor menjadi naik. Dengan demikian, perdagangan barang merosot dari QW ke QT. Pada volume perdagangan QT, permintaan untuk impor domestik sama dengan penawaran untuk ekspor asing jika PT – PT* = t.

Sumber: Krugman dan Obstfeld (2004)

Gambar 4 menunjukkan pengaruh diberlakukannya tarif terhadap permintaan impor pada kasus negara kecil. Krugman dan Obstfeld (2004) menggambar dampak pengenaan tarif bagi kasus “negara kecil” dimana negara tersebut sama sekali tidak mampu mengandalikan harga ekspor sedunia. Tarif meningkatkan harga barang sebesar tarif yakni dari P1 ke P2. P2 merupakan harga yang sudah ditambah dengan tingkat tarif. Produksi akan meningkat dari Q1 ke Q2, sedangkan konsumsi menurun dari Q4 ke Q3. Oleh karena itu, pengenaan tarif dapat menurunkan impor negara tersebut. Besarnya impor menurun yang awalnya sebesar Q4-Q1 menjadi Q3-Q2.

Gambar 3 Dampak pengenaan tarif kasus negara besar

Gambar 4 Pengaruh pengenaan tarif terhadap permintaan kasus negara kecil

P P P

Q Q

Q

Pasar Domestik Pasar Dunia Pasar Asing

(27)

Hubungan Non-Tariff Measure dengan Permintaan Ekspor dan Impor

Penelitian yang dilakukan oleh Guillotreau dan Peridy (2000) tentang pengaruh hambatan tarif dan non-tarif terhadap impor. Hambatan tersebut efektif menyebabkan menurunnya impor yang dilakukan suatu negara. Namun, penelitian tersebut menyebutkan bahwa dalam beberapa kasus diberlakukannya hambatan tarif dan non tarif tidak banyak berpengaruh terhadap kuantitas impor.

Krugman dan Obstfeld (2004) menyatakan bahwa praktek pembatasan impor selalu meningkatkan harga barang yang diimpor di pasar dalam negeri. Jika impor dibatasi, akibat langsungnya adalah bahwa pada tingkat harga semula (sebelum pembatasan) permintaan untuk barang yang bersangkutan lebih besar daripada penawaran domestik ditambah impor. Keadaaan ini menyebabkan harga lebih tinggi sampai terciptanya keseimbangan baru. Langkah pembatasan impor juga akan meningkatkan harga di dalam negeri yang besarnya sama dengan tarif yang akan menurunkan impor ke tingkatan yang sama. Perbedaan dampak yang ditimbulkan oleh kuota dari yang ditimbulkan tarif adalah bahwa dengan menerapkan kuota pemerintah tidak memperoleh pendapatan secara langsung.

Pengekangan ekspor secara “sukarela” atau Voluntary Restraint Agreement

(VER) merupakan suatu bentuk pembatasan tingkat intensitas hubungan perdagangan internasional yang dikenakan oleh pihak pengekspor. VER selalu lebih mahal bagi negara pengimpor apabila dibandingkan dengan instrumen tarif yang mampu membatasi impor dengan jumlah yang sama. Apa yang menjadi pendapatan pemerintah dalam tarif menjadi keuntungan sepihak yang diperoleh unsur asing dalam kerangka VER, sehingga VER jelas mengakibatkan kerugian bagi pemerintah negara yang menjalankannya. Selain itu, terdapat beberapa hambatan perdagangan non-tarif lainnya seperti remedy, SPS, dan TBT, dan lain-lain. Jenis-jenis non-tariff measures seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis non-tariff measures

Im

port

s

Technical Measures A.Sanitary and Phytosanitary Measures B.Technical Barriers to Trade

C.Pre-Shipment Inspection and Other Formalities Non Technical Measures D.Contingent Trade-Protective Measures

E.Non-Automatic Licensing, Quotas, Prohibitions and Quantity-Control Measures Other Than for Sps or Tbt Reasons

F.Price-Control Measures, Including Additional Taxes and Charges

G.Finance Measures

H.Measures Affecting Competition I. Trade-Related Investment Measures J. Distribution Restrictions

K.Restrictions On Post-Sales Services

L. Subsidies (Excluding Export Subsidies Under P7)

M.Government Procurement Restrictions N.Intellectual Property

O.Rules Of Origin

Exports P. Export-Related Measures

(28)

Remedy

Trade remedy adalah alat kebijakan perdagangan yang memungkinkan pemerintah untuk mengambil tindakan perbaikan terhadap impor yang menyebabkan kerugian pada industri dalam negeri. Umumnya, trade remedy dibagi menjadi:

a. anti-dumping action;

b. countervailing duty measures; c. safeguard action.

Berdasarkan pasal VI GATT 1994, sebuah negara diperbolehkan untuk mengambil tindakan terhadap impor dari negara-negara yang diduga mengekspor dengan harga dumping. Aksi Anti-dumping dilakukan dalam menanggapi sebuah tindakan yang dilakukan oleh industri berkaitan dengan import dumping yang merugikan.

Sebuah perusahaan ekspor dikatakan "dumping" ketika mengekspor produknya dengan harga yang lebih rendah dari nilai normal (yaitu, harga di mana produk dijual di pasar domestik di negara pengekspor). Ketika dumping mengancam industri dalam negeri, tindakan perbaikan (remedy) dapat diambil.

The WTO Subsidies and Countervailing Measures Agreement menetapkan penggunaan subsidi, yang umumnya diperbolehkan dalam GATT 1994 dan Perjanjian WTO. Perjanjian subsidi juga mengatur tindakan yang dapat dilakukan oleh negara untuk melawan efek perdagangan subsidi. Suatu negara dapat memperbaiki efek perdagangan subsidi multilateral melalui prosedur penyelesaian perselisihan dan dengan demikian, dapat dilakukan penarikan subsidi atau penghapusan efek yang merugikan. Selain itu, sebuah negara bisa secara sepihak memulai penyelidikan sendiri (dikenal sebagai tugas penyelidikan countervailing) dimana bea tambahan ("countervailing duty") dapat dikenakan pada impor bersubsidi untuk mengimbangi kerugian produsen dalam negeri. Ketika industri menghadapi kerugian dari impor bersubsidi, industri dapat mengajukan permohonan untuk inisiasi penyelidikan countervailing.

Tindakan Safeguard adalah "tindakan darurat". Tindakan "perlindungan" darurat dapat diambil di mana lonjakan impor menyebabkan kerugian serius pada industri dalam negeri. Hal ini memungkinkan suatu negara untuk merespon peningkatan impor yang tak terduga dan menyebabkan kerugian serius. Alasan kerugian tidak hanya terbatas pada meningkatnya impor, faktor-faktor lainnya harus dibedakan. Artinya, dampak dari faktor lain tidak dapat dikaitkan dengan dampak dari peningkatan impor.

Tindakan pengamanan dapat dilakukan dengan pembatasan sementara pada produk impor untuk membantu penyesuaian pada industri dalam negeri. Langkah-langkah pengamanan diterapkan pada basis global dan dapat berupa tarif, kuota tingkat tarif, atau pembatasan kuantitatif (kuota impor). Langkah-langkah ini harus bersifat sementara, diterapkan pada produk tertentu, dan harus diterapkan untuk semua impor terlepas dari sumber impor tersebut.

Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS)

(29)

melindungi kehidupan manusia dari penyakit yang dibawa oleh hewan atau tanaman; untuk melindungi hewan atau tumbuhan dari hama, penyakit, atau organisme penyebab penyakit; untuk mencegah atau membatasi kerusakan lainnya ke sebuah negara dari negara lain, penyebaran hama; dan untuk melindungi keanekaragaman hayati. Ini termasuk langkah-langkah yang diambil untuk melindungi kesehatan ikan dan fauna liar, serta hutan dan flora liar. Perlu diingat bahwa kebijakan untuk perlindungan lingkungan (selain yang disebutkan di atas), seperti kebijakan untuk melindungi kepentingan konsumen, atau untuk kesejahteraan hewan tidak tercakup oleh SPS.

Technical Barriers to Trade (TBT)

Technical Barriers to Trade merupakan tindakan mengacu pada regulasi teknis dan prosedur penilaian kesesuaian dengan standar dan peraturan teknis, termasuk langkah-langkah yang dicakup dalam Persetujuan SPS. Sebuah regulasi teknis adalah dokumen yang menetapkan karakteristik produk atau proses terkait dan metode produksi, termasuk ketentuan administrasi yang berlaku, yang mana kepatuhannya bersifat wajib. Hal ini juga dapat mencakup terminologi, simbol, kemasan, persyaratan pelabelan yang berlaku untuk produk, proses atau metode produksi. Prosedur penilaian kesesuaian merupakan prosedur apapun yang digunakan, secara langsung atau tidak langsung, untuk menentukan bahwa persyaratan yang relevan dalam peraturan teknis atau standar telah terpenuhi. Hal ini dapat mencakup, antara lain, prosedur untuk pengambilan sampel, pengujian dan inspeksi; evaluasi, verifikasi dan jaminan kesesuaian; registrasi, akreditasi dan persetujuan serta kombinasi dari semuanya.

Tinjauan Empiris

(30)

Arora (2015) melakukan penelitian terhadap daya saing komoditi ekspor tekstil India dengan negara tujuan ekspornya. Data mencakup 15 produk tekstil selama 12 tahun ke 7 negara tujuan ekspor India. Metode yang digunakan adalah panel data dinamis, model diestimasi berdasarkan masing-masing negara. Namun, untuk melihat perkembangan masing-masing komoditi, penelitian ini juga melakukan analisis berdasarkan masing-masing komoditi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square. Hasil menunjukkan elastisitas harga bertanda negatif bagi semua negara partner dagang India yang diteliti, kecuali untuk negara Cina. Elastisitas pendapatan bertanda positif sesuai dengan hipotesis bagi seluruh negara yang diteliti. Elastisitas harga untuk semua negara bernilai kurang dari tak hingga yang menunjukkan ekspor kompetitif terhadap harga. Elastisitas pendapatan bernilai kurang dari satu kecuali untuk Italia yang berarti ekspor ke Italia kurang kompetitif terhadap pendapatan.

Haider, et al. (2011) meneliti fungsi permintaan impor dan ekspor Pakistan menggunakan data perdagangan bilateral. Data yang digunakan merupakan data time series dari tahun 1973-2008 dan diestimasi dengan metode Ordinary Least Square dan Cointegration Test. Hasil menunjukkan Income (pendapatan) merupakan penentu penting dari ekspor dan impor. Ekspor Pakistan memiliki hubungan jangka panjang dengan Jepang dan Amerika. Impor Pakistan memiliki hubungan jangka panjang dengan UEA dan Amerika. Impor dan ekspor memiliki hubungan jangka panjang dengan Sri Lanka dan Bangladesh. Nilai tukar riil memiliki pengaruh negatif terhadap impor Pakistan dengan negara mitranya kecuali dengan Bangladesh, Sri Lanka, dan UEA. Income (pendapatan) memberikan pengaruh positif terhadap impor Pakistan dengan negara mitranya, kecuali Sri Lanka. Nilai tukar riil dan income Cina, Jerman dan UEA tidak memiliki hubungan Granger-causality dengan ekspor Pakistan. Nilai tukar riil dan income Pakistan memiliki hubungan Granger causality dengan impor dari Jerman, India, dan UK.

Murad (2012) meneliti fungsi permintaan ekspor dan impor bilateral Banglades. Data yang digunakan adalah data time series tahun 1973-2009. Hasil menunjukkan elastisitas Income (pendapatan) yang diwakili GDP memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor, sedangkan pada impor elastisitas pendapatan memberikan pengaruh positif dan signifikan hanya untuk Jerman dan Hong Kong. Real exchange rate pada ekspor memiliki hubungan yang signifikan dan sesuai teori, yaitu ketika terjadi real depreciation pada mata uang Bangladesh (Taka) akan menyebabkan peningkatan pada ekspor. Sebaliknya pada sisi impor, depresiasi yang terjadi pada Taka akan menyebabkan harga impor menjadi lebih mahal sehingga konsumen akan lebih memilih untuk mengkonsumsi produk dalam negeri.

(31)

seperti susu, madu, dan telur. Produk unggulan ekspor Cina merupakan produk dari industri padat karya. Cina dan kelima negara CEE memiliki komplementaritas tinggi dimana negara CEE lebih bergantung kepada Cina. Perdagangan produk pertanian antara Cina dan kelima negara CEE menunjukkan karakter inter-industry trade dan intra-industry trade dimana intra-industry trade lebih dominan.

Shuai dan Wang (2011) meneliti tentang daya saing dan komplementaritas perdagangan produk pertanian antara Cina dengan Amerika. Data yang digunakan merupakan data time series dari tahun 1997 sampai 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah RCA, CMS, TCD, SI, dan TCI. Hasil menunjukkan bahwa Cina dan Amerika mengekspor produk pertanian yang berbeda yang menggambarkan karakter daya saing dan sumber daya yang dimiliki masing-masing negara. Tingkat daya saing produk pertanian Cina mengalami penurunan, sementara struktur ekspornya mengalami peningkatan sejak Cina bergabung dengan WTO. Index TCD menunjukkan ketergantungan dalam perdagangan antara Cina dan Amerika. Produk pertanian Amerika lebih bergantung pada pasar Cina daripada produk pertanian Cina pada pasar Amerika.

Tabel 5 Tinjauan empiris

Elastisitas harga bertanda negatif bagi semua negara partner, kecuali untuk negara Cina. Elastisitas pendapatan bertanda positif. Elastisitas harga bernilai kurang dari tak hingga. Elastisitas pendapatan bernilai kurang dari satu kecuali untuk Italia.

Produk unggulan ekspor Indonesia ke Turki adalah CPO, karet alam, serat tekstil dan sintesis, kelapa, katun, dan polimer vinil klorida. Terdapat fenomena yang konvergen bagi dinamika ekspor Indonesia, dimana minyak yang berasal dari tumbuhan dan hewan, kayu dan produk kayu, serta karet dan produk karet menjadi produk yang potensial dengan efek dekomposisi yang bervariasi pada setiap mitra dagang.

(32)

Tabel 5 Tinjauan empiris (lanjutan) dengan Sri Lanka dan Bangladesh. Nilai tukar riil memiliki pengaruh negatif terhadap impor Pakistan.

Income (pendapatan) memberikan pengaruh positif terhadap impor Pakistan. Nilai tukar riil dan income

Pakistan memiliki hubungan

Granger causality. memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor, sedangkan pada impor elastisitas pendapatan memberikan pengaruh positif dan signifikan. Real

exchange rate pada ekspor

memiliki hubungan yang signifikan dan sesuai teori, yaitu ketika terjadi

real depreciation pada mata uang Bangladesh (Taka) akan menyebabkan peningkatan pada ekspor. Sebaliknya pada sisi impor, depresiasi yang terjadi pada Taka buah-buahan, produk sayuran, dan sutra. Terdapat index komplementaritas yang tinggi antara Cina dan negara CEE yang

Daya saing produk pertanian Cina ke Amerika berkurang setelah

akses Cina ke WTO.

Ketergantungan Cina dan Amerika

meningkat. Tingkat

(33)

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menganalisis kinerja perdagangan Indonesia dengan Turki melalui tingkat daya saing, derajat integrasi perdagangan komoditi-komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Turki, serta kesesuaian struktur ekspor dan impor Indonesia dengan Turki. Selanjutnya, penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia ke Turki. Sehingga pada akhirnya diharapkan dapat menjadikan suatu referensi bagi pemerintah dalam mengembangkan kebijakan ekspor komoditi-komoditi unggulan Indonesia khususnya ke pasar Turki seperti terlihat pada Gambar 5.

Hubungan Perdagangan Indonesia-Turki

Daya saing dan integrasi komoditi unggulan ekspor Indonesia-Turki Kesesuaian struktur

impor dan ekspor Indonesia-Turki

Faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan Indonesia-Turki

Metode: 1. RCA 2. IIT Metode: TCI (Trade

Complementarity Index)

Variabel: 1. GDP riil 2. Nilai tukar riil 3. Harga ekspor /impor

komoditi unggulan 4. Tarif

5. Dummy Non-Tariff Measure

Rekomendasi kebijakan untuk negosiasi perdagangan antara Indonesia-Turki

Komoditi unggulan ekspor dan impor

(34)
(35)

3

METODE

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series tahun 1996-2014 yang diperoleh dari World Development Indicators (WDI), World Trade Organization (WTO), Trademap, Badan Pusat Statistik, dan Kementerian Perdagangan. Data perdagangan yang digunakan adalah data HS enam digit untuk memudahkan perincian jenis komoditi yang akan diteliti.

Tabel 6 Jenis dan sumber data

No Data Satuan Sumber

1 Data ekspor dan impor US$ ITC

2 Gross Domestic Product US$ WDI

3 Nilai tukar Rp/$ WDI

4 Tarif % WTO

5 Non-Tariff Measure WTO

Analisis Kesesuaian Struktur Ekspor dan Impor

Kesesuaian struktur ekspor dan impor kedua negara diukur berdasarkan

Trade Complementarity Index (TCI)

� = [ − ∑ | � − ��|

� ] … … … .

Sumber: Guide to Trade Data Analysis, World Bank

Keterangan:

� = pangsa produk q dalam impor Turki dari dunia

�� = pangsa produk q dalam ekspor Indonesia ke dunia

Semakin tinggi indeks menunjukkan semakin tinggi tingkat efisiensi perdagangan antara Indonesia dengan Turki.

Analisis Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Turki

Analisis mengenai keunggulan komparatif (Revealed Comparative Advantage) dikemukakan pertama kali oleh Balassa (1965). Analisis mengenai komoditas unggulan dihitung dengan rumus berikut:

�� = � / �� / � … … … …

Keterangan:

Xik = nilai ekspor komoditas k dari negara i Xi = nilai ekspor total dari negara i

(36)

Rumus tersebut digunakan untuk menganalisis komoditas unggulan ekspor Indonesia ke Turki, sehingga menjadi

�� = // … … … …

Keterangan:

Xpq = nilai ekspor komoditas q dari Indonesia ke Turki Xp = nilai ekspor total dari Indonesia ke Turki

Wpq = nilai ekspor komoditas q dunia ke Turki Wp = nilai ekspor total dunia ke Turki

Nilai RCA kurang dari satu menunjukkan komoditas tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif. Sebaliknya nilai RCA lebih dari satu menunjukkan komoditas tersebut memiliki keunggulan komparatif.

Analisis Derajat Integrasi

Derajat integrasi Indonesia dengan Turki diukur berdasarkan rumus IIT (Intra-Industry Trade) sebagai berikut

=Σ � + � − Σ| � − �|Σ � + � × … … … …

Keterangan:

Xi = total ekspor dari produk atau industri i Mi = total impor dari produk atau induetri i

Bilateral intra-industry trade:

=(Σ � + Σ �) − |Σ �+ Σ �|

Σ � + Σ � × … … … …

Keterangan:

= perdagangan intra-industry produk q antara Indonesia (i) dan Turki (j)

= ekspor produk q dari Indonesia ke Turki = impor produk q oleh Indonesia dari Turki

Tabel 7 Klasifikasi nilai IIT

Value of IIT Index Classification

0.00 No integration; one-way trade

0.00 > 24.99 Weak integration

25.00-49.99 Mild integration

50.00-74.99 Moderately strong integration

75.00-99.99 Strong integration

(37)

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Indonesia dan Turki

Analisis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi ekspor Indonesia ke Turki dilakukan dengan menganalisis data time series yang mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Haidar et al. (2011) dengan beberapa tambahan variabel terutama tarif dan non-tarif. Spesifikasi model untuk analisis ini adalah:

Fungsi Ekspor

Ln Xt = 0 + 1 ln (RGDPCTt + 2 ln (REXRt + 3 ln (EXPRICEt + 4 TarifTURt

+ 5 DNTMTURt +

ε

t...(6) Berdasarkan persamaan tersebut, maka hubungan bagi setiap variabel adalah , , >0; , , < .

Keterangan

Xt : Nilai ekspor komoditi unggulan dari Indonesia ke Turki (US$) RGDPCTt : GDP per capita riil Turki (US$)

REXRt : Nilai tukar riil Indonesia tahun t (Rp/US$)

EXPRICEt : Export Weighted Price komoditi unggulan dari Indonesia ke Turki (US$/unit)

TarifTURt : MFN Applied Tariff Turki pada tahun t

DNTMTURt : Dummy Non Tariff Measure Turki, bernilai 1 jika komoditi tersebut dikenakan kebijakan NTM dan 0 jika komoditi tersebut tidak dikenakan kebijakan NTM.

Fungsi Impor

Ln Mt = 0 + 1 ln (RGDPCIt) + 2 ln (REXRt) + 3 ln (IMPRICEt) + 4 TarifINDt + 5 DNTMINDt + ωt...(7) Berdasarkan persamaan tersebut, maka hubungan bagi setiap variabel adalah > ; , , , < .

Keterangan

Mt : Nilai impor komoditi unggulan dari Turki ke Indonesia (US$) RGDPCIt : GDP per capita riil Indonesia (US$)

REXRt : Nilai tukar riil Indonesia tahun t (Rp/US$)

IMPRICEt : Import Weighted Price komoditi impor dari Turki ke Indonesia (US$/unit)

TarifINDt : MFN Applied Tariff Indonesia pada tahun t

DNTMINDt : Dummy Non Tariff Measure Indonesia, bernilai 1 jika komoditi tersebut dikenakan kebijakan NTM dan 0 jika komoditi tersebut tidak dikenakan kebijakan NTM.

Definisi Operasional

(38)

2. Impor (Mt) merupakan nilai impor suatu komoditi perdagangan suatu negara dari negara mitra dagangnya

3. GDP per capita riil suatu negara (RGDPC) diukur dari nilai GDP per capita

atas dasar harga konstan

4. Real Exchange Rate (REXRt) merupakan nilai tukar riil negara pengekspor dan negara pengimpor yang diperoleh dari:

� = ( � ��� � � ��

� ��� � � �� ) × (

� � � � ��� � � ��

� � � � ��� � � �� )

5. Export Weighted Price (EXPRICE) adalah harga ekspor komoditi unggulan yang diperoleh dari:

� � �� = � �� �� � $

6. Import Weighted Price (IMPRICE) adalah harga impor komoditi unggulan yang diperoleh dari:

� �� = � �� �� � $

7. Tarif (Tariff) merupakan pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang diperdagangkan lintas batas territorial

(39)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perdagangan Indonesia dengan Turki

Nilai ekspor Indonesia pada tahun 2014 adalah 176 miliar dolar, sedangkan nilai impornya 178 miliar dolar. Komoditi unggulan ekspor Indonesia diantaranya adalah minyak kelapa sawit, karet, kopi, tekstil dan produk tekstil, serta hasil hutan berupa kayu. Sedangkan komoditi unggulan impor Indonesia diantaranya adalah minyak bumi, mesin, peralatan elektronik, besi dan baja, serta plastik. Negara tujuan utama ekspor (importir) Indonesia adalah Jepang, Cina, Amerika, Singapore, dan India. Sedangkan negara eksportir utama adalah Cina, Singapore, Jepang, Korea, dan Malaysia.

Nilai ekspor Turki pada tahun 2014 adalah 157 miliar dolar, sedangkan nilai impornya 242 miliar dolar. Komoditi unggulan ekspor Turki diantaranya adalah kendaraan, mesin, pakaian rajut, peralatan elektronik, dan besi serta baja. Sedangkan komoditi unggulan impor adalah minyak bumi, mesin, peralatan elektronik, besi dan baja, serta kendaraan. Negara tujuan ekspor utama Turki adalah Jerman, Irak, Inggris, Italia, dan Perancis. Negara pengekspor utama adalah Rusia, Cina, Jerman, dan Amerika.

Turki merupakan salah satu dari 30 negara tujuan ekspor Indonesia terbesar (Kementrian Perindustrian, 2014). Kelompok hasil industri yang menjadi unggulan ekspor dari Indonesia ke Turki diantaranya adalah tekstil, pengolahan kelapa/kelapa sawit, pengolahan karet, kimia dasar, serta pulp dan kertas. Sedangkan kelompok hasil industri yang menjadi unggulan impor dari Turki diantaranya adalah tekstil; kelompok besi baja, mesin, dan otomotif; kimia dasar; makanan dan minuman; serta rokok.

(40)

Sumber: ITC Trademap (2015)

Ekspor Indonesia ke Turki bergerak antara US$ 1 miliar hingga US$ 1.5 miliar selama periode 2010-2014. Ekspor ini mengalami angka yang paling tinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar US$ 1.5 miliar. Meskipun ekspor pada tahun 2013 paling tinggi, namun impor pun mengalami peningkatan yang sangat tajam dan merupakan tingkat impor paling tinggi selama periode 2010-2014. Oleh karena itu, pada tahun 2013 ini neraca perdagangan mengalami penurunan yang sangat tajam karena peningkatan impor yang sangat tajam menjadi US$ 1.3 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$ 300 juta. Peningkatan impor yang tajam pada tahun 2013 ini salah satunya dipicu oleh impor migas. Impor migas pada tahun 2012 hanya sebesar US$ 4.4 ribu menjadi US$ 1.05 miliar. Di sisi lain, Indonesia tidak mengekspor migas ke Turki pada tahun 2013, berbeda dari tahun sebelumnya Indonesia mengekspor migas ke Turki sebesar US$ 6 juta.

Peningkatan impor yang tajam pada tahun 2013 ini disebabkan oleh keadaan perekonomian Indonesia yang mengalami defisit neraca perdagangan. Defisit neraca perdagangan ini terutama dipengaruhi oleh sektor migas. Laporan Perekonomian Indonesia (2013) mencatat defisit neraca perdagangan migas pada tahun 2013 sebesar 9.7 miliar dolar AS, lebih besar dibandingkan dengan defisit pada 2011 sebesar 0.7 miliar dolar AS dan 5.2 miliar dolar AS pada 2012. Defisit neraca perdagangan sektor migas ini dipengaruhi oleh impor migas yang tinggi. Impor minyak mencapai 40.4 miliar dolar AS pada tahun 2013, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 38.3 miliar dolar AS. Peningkatan impor minyak tersebut dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi bahan bakar minyak di dalam negeri, khususnya sektor transportasi. Peningkatan impor juga dipengaruhi oleh produksi minyak yang menurun yaitu dari 862 ribu barel/hari pada 2012 menjadi 827 ribu barel/hari pada 2013.

Defisit neraca perdagangan migas juga dipengaruhi oleh penurunan ekspor gas. Ekspor gas pada tahun 2013 tercatat 15.7 miliar dolar AS, turun 11.2% dibandingkan tahun 2012. Penurunan ekspor gas tersebut antara lain dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah melakukan konversi energi dari bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas melalui pemanfaatan produksi gas di dalam negeri.

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Nilai

non migas migas dan non migas

(41)

Meskipun menyebabkan ekspor gas turun cukup dalam, kebijakan tersebut di sisi lain mampu mencegah peningkatan impor minyak yang lebih tinggi.

Kesesuaian Struktur Ekspor Indonesia dengan Impor Turki

Nilai TCI berkisar antara 0-100. Nilai 0 menunjukkan tidak adanya komplementaritas artinya negara-negara tersebut merupakan kompetitor dalam perdagangan, sedangkan 100 menunjukkan bahwa perdagangan negara-negara tersebut saling melengkapi.

Gambar 7 menunjukkan nilai TCI Indonesia dengan Turki dari tahun 2001 hingga 2014. Hasil menunjukkan nilai TCI berkisar antara 20-30. Nilai TCI tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 29.6094 kemudian pada tahun berikutnya terjadi penurunan. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan hingga mencapai nilai 27.9091. Kemudian nilai yang paling rendah terjadi pada tahun 2012 yaitu 19.9410 dan mengalami sedikit peningkatan pada tahun berikutnya hingga 2014. Nilai TCI yang rendah ini menunjukkan rendahnya kesesuaian dari struktur ekspor Indonesia dengan impor Turki.

Turki bukan merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Dilihat dari ekspor Indonesia ke dunia, pangsa ekspor Indonesia ke Turki hanya sebesar 0.8%. Negara tujuan ekspor utama Indonesia diantaranya adalah Jepang, Cina, Amerika, Singapore, dan India. Sama halnya dengan Turki, Indonesia bukan merupakan negara pengimpor terbesar bagi Turki. Negara-negara pengimpor terbesar Turki adalah Rusia, Cina, Jerman, dan Italia. Turki banyak mengimpor komoditi seperti minyak bumi, mesin, peralatan elektronik, besi dan baja, serta kendaraan. Sedangkan Indonesia merupakan pengekspor komoditi seperti minyak kelapa sawit, karet, kopi, tekstil dan produk tekstil, serta hasil hutan berupa kayu. Hal ini menunjukkan mengapa kesesuaian struktur ekspor Indonesia dan impor Turki rendah. Meskipun bukan negara tujuan ekspor utama, Turki dapat menjadi gerbang bagi Indonesia untuk melakukan perdagangan dengan Uni Eropa.

Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Pasar Turki

Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Turki dipilih berdasarkan pangsa yang tinggi pada impor Turki dan memiliki nilai RCA lebih dari 1 yang

2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016

N

(42)

menunjukkan adanya keunggulan komparatif. Tabel 8 menunjukkan komoditi ekspor manufaktur yang memiliki keunggulan komparatif dan pangsa pada impor Turki yang tinggi.

Tabel 8 Komoditi ekspor manufaktur dengan keunggulan komparatif Kode

Produk Label Produk RCA

Pangsa pada Impor Turki (%)

551611 Woven fabrics,containg>/=85% of

artificial staple fibres,unbleached/bl 51.916307 85.5 540774 Woven fabrics,>/=85% of synthetic

filaments, printed, nes 1007.6463 75.2

382311 Stearic acid 102.32701 72.2

551311 Plain weave polyest stapl fib

fab,<=170g/m2,unbl/bl 79.292314 70.8

540772 Woven fabrics,>/=85% of synthetic

filaments, dyed, nes 676.12242 65.8

521011 Plain weave cotton fab, 135.38991 59.4

550921 Yarn,>/=85% of polyester staple fibres,

single, not put up 105.36672 59.2

551012 Yarn,>/=85% of artificial staple fibres,

multiple, not put up, nes 85.294152 57.8

540751 Woven fabrics,>/=85% of textured

polyester filaments, unbl or bl, nes 35.717561 56.2 551011 Yarn,>/=85% of artificial staple fibres,

single, not put up 75.688641 50.6

480990 Paper,copying/transfer,rolls of a wdth

>36cm,sheets one side >36cm,nes 361.65947 50.5

Komoditi ekspor manufaktur yang ditunjukkan Tabel 8 telah memenuhi kriteria untuk diteliti dari segi nilai RCA dan presentase pangsa pasar. Namun, komoditi yang dipilih harus memiliki kekonsistenan data dari 1996-2014. Komoditi yang memiliki kekonsistenan data sehingga layak untuk diteliti adalah komoditi dengan kode HS 551611 (Kain yang ditenun dari serat stapel buatan) dan HS 382311 (Asam Stearat).

Sama halnya dengan komoditi ekspor manufaktur, pemilihan untuk komoditi ekspor pertanian didasarkan pada nilai RCA, pangsa pasar, dan kekonsistenan data yang tersedia. Tabel 9 menunjukkan komoditi ekspor dari sektor pertanian yang memiliki keunggulan komparatif, yaitu dengan nilai RCA yang tinggi dan pangsa pada impor Turki yang tinggi. Setelah dilihat dari kekonsistenan data, maka dipilih komoditi dengan kode HS 400122 (Karet Alam) dan HS 151190 (Palm Oil).

(43)

Tabel 9 Komoditi ekspor pertanian dengan keunggulan komparatif Kode

Produk Label Produk RCA

Pangsa pada Impor Turki

(%) 090619 Cinnamon and cinnamon-tree flowers (excl.

cinnamon Cinnamomum eylanicu 312.3026 92.6

030759 Octopus, frozen, dried, salted or in brine 170.1822 69.7 400122 Technically specified natural rubber (TSNR) 93.38458 66.2 230660 Palm nut/kernel oil-cake&oth solid

residues,whether/not ground/pellet 92.643516 65.6 151190 Palm oil and its fractions refined but not

chemically modified 52.068616 64.7

151620 Veg fats &oils&fractions

hydrogenatd,inter/re-esterifid,etc,ref'd/not 15.663732 64.2 151329 Palm kernel/babassu oil their fract,refind but

not chemically modifid 56.957446 62.8

090611 Cinnamon Cinnamomum eylanicum Blume

(excl. crushed and ground) 73.621468 55.5

Berdasarkan kriteria dalam pemilihan komoditi yang dapat diteliti seperti yang telah disebutkan sebelumnya, maka terdapat empat komoditi ekspor yang diteliti dalam penelitian ini. Keempat komoditi ekspor baik dari sektor manufaktur maupun pertanian ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Turki

Ekspor Manufaktur

HS Komoditi Pangsa RCA IIT

551611 Woven fabrics,containg>/=85% of artificial staple

fibres,unbleached/bl 85.5 67.4328 0

382311 Stearic acid 72.2 74.9525 0

Ekspor Pertanian

HS Komoditi Pangsa RCA IIT

400122 Technically specified natural

rubber (TSNR) 66.2 77.4394 0

151190 Palm oil and its fractions refined

but not chemically modified 64.7 69.6719 0

Tekstil (Woven fabrics,containg>/=85% of artificial staple fibres,unbleached/bl)

(44)

ekspor kelompok hasil industri tekstil dari Indonesia ke Turki sebesar 564 juta dolar pada tahun 2012 dan 650 juta dolar pada tahun 2014 dengan tren pertumbuhan sebesar 7.33%.

Nilai ekspor tekstil berupa kain yang ditenun dari serat stapel buatan (HS 551611) dari Indonesia ke dunia pada tahun 2014 adalah 50.5 juta dolar dengan tren pertumbuhan 9% dan pangsa pada ekspor dunia adalah 13.7%. Ekspor kain dari serat stapel (HS 551611) dari Indonesia ke Turki senilai 26 juta dolar. Perkembangan nilai ekspor produk tekstil tersebut dari Indonesia ke Turki pada tahun 2001-2014 ditunjukkan pada Gambar 8. Produk ini memiliki pangsa pasar 85.5% pada impor Turki, artinya sebagian besar impor produk tersebut berasal dari Indonesia. Negara lainnya yang menjadi pengekspor produk tersebut ke Turki adalah Cina, Malaysia, Korea dan Thailand. Selain itu, Indonesia pun mengekspor komoditi tersebut ke negara lainnya seperti Jepang, Thailand, Uni Emirat Arab, Spanyol, Jerman.

Sumber: ITC Trademap (2015)

Nilai RCA bilateral rata-rata dari tahun 2001-2014 menunjukkan angka 67.4328 yang berarti komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan nilai RCA dari tahun 2001-2014 ditunjukkan oleh Gambar 9. Pada tahun 2001 nilai RCA bilateral mencapai 85.1905 kemudian turun hingga mencapai 40.3754 pada tahun berikutnya, hal ini disebabkan adanya peningkatan ekspor produk tekstil tersebut ke Turki dari negara lain seperti Malaysia, Thailand, Inggris. Nilai RCA yang berfluktuasi dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan nilai ekspor negara-negara yang turut mengekspor produk yang sama ke Turki. Angka tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 104.2042. Pada tahun 2008, pangsa impor produk tekstil tersebut (HS 551611) dari Indonesia mencapai 93% dari jumlah yang diimpor Turki dari dunia. Nilai RCA pada tahun berikutnya, yaitu 2009-2014 berkisar antara 51-62. Hal ini disebabkan meningkatnya ekspor dari negara lain ke Turki terutama dari Malaysia dan Cina.

Produk tekstil dengan HS 551611 ini juga memiliki keunggulan komparatif pada ekspor dunia. Negara yang juga mengekspor produk tekstil dengan kode HS 551611 tersebut antara lain Cina, Spanyol, Perancis dan Jerman. Perkembangan nilai RCA pada produk tekstil ekspor dari Indonesia ke dunia menunjukkan rata-rata 15.45033. Perkembangan nilai RCA pada produk tekstil dari Indonesia ke

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Tahun

Gambar

Tabel 1 Perbandingan indikator makroekonomi Indonesia dengan Turki (2014)
Tabel 3 Komoditi perdagangan Indonesia dengan Turki (2014)
Gambar 1 Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan
Gambar 2 Hubungan nilai tukar dengan permintaan ekspor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya pengalaman kerja yang sudah dijalani dan pendidikan terakhir yang ditempuh oleh auditor, merupakan bagian dari

Di dalam buku itu saya melihat foto seorang penari Janger yg menurut saya mirip sekali wajahnya dengan penari Janger yg menjadi obyek di dalam lukisan yg saya peroleh.. Yaitu penari

Menurut Sembiring (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan

Laporan Tugas Akhir ini membahas tentang proses siswa kelas X Imersi SMA Negeri 4 Surakarta menulis huruf China ( Hanzi ), yang meliputi tingkat

Dukuh, Serangan, Denpasar Perorangan Mikro 25.000.000.. 90 IUMK/247/Densel/2015 I Wayan Kayun Sedana Putra Dagang Makanan Kayun

[r]

Daftar Checklist SOP ADMEN Daftar Checklist SOP

Kemudahan Mendapat Nilai 10 10 Berdasarkan NKT terbesar pada tiap atribut hasil analisis konjoin yang disajikan pada Tabel 5, dapat ditarik kesimpulan bahwa kombinasi taraf