• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis terhadap Potensi Masalah dalam Pengelolaan Dana Desa T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis terhadap Potensi Masalah dalam Pengelolaan Dana Desa T1 BAB I"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Seiring dengan era reformasi yang memberi tempat lebih jelas dan kuat kepada kedaulatan rakyat, maka salah satu wilayah pembangunan dan tata pemerintahan yang paling mendapatkan perhatian ialah wilayah dan pemerintahan desa.1 Salah satu bentuk perhatian tersebut ialah adanya dana desa, bahkan telah juga diterbitkan pengakuannya dan ditegaskan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa.2

Dalam bagian Penjelasan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa antara lain dijelaskan bahwa:

Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa

“Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di

Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.3

1 Pernyataan ini sesungguhnya menegaskan hubungan erat antara 3 (tiga) syarat pendirian Negara sebagaimana telah ada dalam Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Negara, yaitu adanya rakyat, wilayah dan pemerrintah. Tentu yang dimaksudkan dalam hubungan dengan proposal skripsi ini ialah pemerintahan rakyat sebagai hakekat dari demokrasi dan bahwa dana desa bersifat strategis terutama mengingat sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di wilayah pedesaan dengan tingkat kesejahteraan masih rendah.

2 Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa ini diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2014 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2014.

(2)

2

Uraian di atas memperlihatakan bahwa secara alamiah manusia telah mengatur kehidupan bersama sebagai makhluk sosial, bahkan sebelum umat manusia kemudian mengenal pengelompokan diri secara bersama-sama dalam suatu ikatan formal yang disebut sebagai negara.

Selanjutnya juga dijelaskan bahwa:

Keberagaman karakteristik dan jenis Desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak menjadi penghalang bagi para pendiri bangsa (founding fathers) ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun disadari bahwa dalam suatu negara kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.4

Penjelasan di atas menunjukkan keyakinan politik para pendiri negara – bangsa Indonesia, tentang pentingnya penataan desa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.5

Terkait dengan uraian di atas, pada bagian Menimbang Huruf b dari UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

4 Ibid.

(3)

3

Sedangkan pada Pasal 1 Angka 1 dari UU No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 1 Angka 8 dari UU tersebut menentukan bahwa Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Sedangkan tentang Keuangan Desa, disebutkan dalam Pasal 1 Angka 10 bahwa Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

(4)

4

masih rendah, kegiatan produksi desa kurang berkembang, kesempatan kerja rendah, dan pendapatan masyarakat yang rendah.6

Untuk mengantisipasi dan mengatasi berbagai persoalan kehidupan di pedesaan termasuk kemiskinan, maka hal ini sangat tergantung juga pada sumber daya manusia. Misalnya, para bupati dan wali kota diharapkan mempercepat pencairan dana desa setelah penerbitan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, serta Menteri Keuangan. Kepala daerah diimbau tidak mempersulit administrasi pencairan dana.

SKB itu berisi perintah untuk mencairkan dana desa. Tidak ada alasan lagi bagi bupati dan wali kota untuk tidak mencairkan dana desa," ujar Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Achmad Erani Yustika kepada Kompas.com, Rabu (16/9/2015).7

Menurut Achmad, SKB tersebut memuat penyederhanaan prosedur administrasi pencairan dari kabupaten/kota ke desa-desa. Misalnya, kabupaten/kota tidak perlu lagi menggunakan dokumen desa. Pencairan dapat dilakukan setelah anggaran pendapatan dan belanja desa selesai dibuat. (Baca Tiga Menteri Teken SKB Penyaluran Dana Desa) Selain itu, pencairan tidak perlu menunggu desa membuat rencana pembangunan jangka

6Kompas – Senin, 28 September 2015; Josephus Primus (Editor); Mendes Marwan: Perlu Kebijakan Tepat Kelola Transisi Perdesaan;Lihat uraian lengkapnya dalam:

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/28/182143126/Mendes.Marwan.Perlu.Kebijakan.Tepat. Kelola.Transisi.Perdesaan?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp

Dikunjungi pada Senin 28 September 2015, pukul 19.00 WIB. 7

Kompas – Rabu, 16 September 2015; Abba Gabrillin (Penulis) & Laksono Hari Wiwoho; SKB Tiga Menteri Rampung, Kepala Desa Diminta Tak Persulit Pencairan Dana Desa; Lihat uraian lengkapnya dalam:

http://nasional.kompas.com/read/2015/09/16/11455651/SKB.Tiga.Menteri.Rampung.Kepala.Daerah.Dim inta.Tak.Persulit.Pencairan.Dana.Desa?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&

(5)

5

menengah desa (RPJMDes). Menurut Achmad, per 11 September 2015, sebanyak 44.000 desa telah menerima pencairan dana tersebut. Adapun dari 433 kabupaten/kota yang dipantau langsung oleh perwakilan Kemendes, baru 403 yang melaporkan kesiapan pencairan. "Tetapi, saya optimistis, sampai akhir September, pencairan dapat dilakukan di 54.000 desa," kata Achmad.

Untuk tahun 2015 misalnya, pemerintah akan melakukan pencairan dana desa sebesar Rp 20,7 triliun. Setiap desa dianggarkan menerima dana desa sebesar Rp 1,4 miliar. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa pemerintah menargetkan penyaluran dana desa mencapai 80 persen pada pertengahan September ini. Untuk itu, perlu langkah percepatan penyaluran, seperti memangkas birokrasi yang berbelit. Baik Kemendagri, Kemendes, maupun Kemenkeu telah menyederhanakan prosedur pemberian dana ke desa-desa.8

Sehubungan dengan urusan sumber daya manusia, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) mengharapkan Pendamping Lokal Desa (PLD) bisa menemukan solusi untuk penyerapan Dana Desa (DD). Harapan itu mengemuka saat Kementerian Desa meluncurkan program PLD dengan mengundang para pelaku kebijakan dari tujuh kabupaten yakni Bekasi, Bogor, Karawang, Purwakarta, Tangerang, dan Serang. Acara yang dihadiri oleh 280 kepala desa, 35 Ketua Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD), 4 Aparat Pemberdayaan Masyarakt (PMD) Provinsi, 14 Aparat PMD Kabupaten, dan 14 Tenaga Ahli Pendamping Desa dari sejumlah kabupaten tersebut juga membahas mengenai bebagai permasalahan mengenai pendamping desa. Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pembangunan dan

(6)

6

Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD), Kementerian Desa Achmad Erani Yustika, berharap beberapa permasalahan yang terkait dengan penyaluran DD dan Alokasi Dana Desa (ADD) dapat segera ditemukan solusinya dan proses pembangunan di desa bisa segera terlaksana dalam siswa waktu tiga bulan kedepan. “Sebagaimana diketahui, sebanyak Rp 16.5 triliun dana desa (setara 80 persen dari total DD Rp 20,766 triliun) untuk tahun 2015 telah disalurkan dari pusat ke rekening kas umum daerah Kabupaten/Kota. Namun demikian, sampai Oktober ini baru sekitar Rp 7,091 triliun yang telah dicairkan ke rekening kas desa atau setara 45 persen dari DD yang telah ditransfer ke daerah dan setara

34 persen dari total DD,” ujar Erani, dalam sambutannya, pada acara bertema ‘Bekerja

untuk Desa Membangun Indonesia’ di Kalibata, Jakarta, Jumat (2/10/2015).9

Untuk mengawal penyerapan dana desa, Menurut Erani, posisi pendamping desa dirasa penting mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran dan kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa (dari

APBD), semapai dengan akhir 2015. “Oleh karena itu, pada bulan Oktober ini dilakukan

peluncuran Pendamping Lokal Desa (PLD) yang diawali dari Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Selanjutnya akan diikuti 31 provinsi lain di Indonesia sehingga total 21.000 PLD dapat dimobilisasikan dan kekurangan 5000 Pendamping Desa dapat diisi,” ujarnya. Erani menambahkan pelaksanaan pendampingan masyarakat desa dilakukan oleh 21.000 orang Pendamping Lokal Desa (PLD). Diharapkan, para PLD telah terseleksi dan

bisa ditugaskan pada Oktober ini. “Sebagian sudah bisa dimobilisasikan ke desa-desa

9 Kompas – Sabtu, 03 Oktober 2015; Josephus Primus (Editor); Kementerian Desa Harapkan Pendamping Lokal Desa Bisa Temukan Solusi Penyerapan Dana Desa; Kompas – Sabtu, 03 Oktober 2015; Lihat uraian lengkapnya dalam:

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/03/140607026/Kementerian.Desa.Harapkan.Pendampin g.Lokal.Desa.Bisa.Temukan.Solusi.Penyerapan.Dana.Desa.

(7)

7

dengan konfigurasi 1 orang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang Pendamping Desa (PD) di Kecamatan. Diharapakan, di bulan Oktober ini seluruh desa di

tanah air telah didampingi oleh Pendamping Lokal Desa (PLD),” imbuhnya. Kementerian

Desa menurut Erani akan memberikan pelatihan kepada pendamping desa yang telah dimobilisasikan tersebut. Pelatihan terrsebut, diarahkan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan. Sehingga, para pendamping tersebut mampu memfasilitasi regulasi UU

Desa ke dalam implementasi atau praktik berdesa. “Pengembangan skema pendampingan

yang memberdayakan masyarakat desa diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi

masyarakat, sebagai roh gerakan pembangunan desa yang berkelanjutan,” tuturnya.

Fasilitasi penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa, menurut Erani perlu terus digiatkan untuk mendorong prioritas penggunaan DD. Selain itu, visi desa membangun perlu terus digiatkan. Erani lebih lanjut mengharapkan semoga dengan workshop dan dialog para pelaku desa membangun, pelaku kerja sama antar desa, pelaku pendampingan desa, aparat kabupaten-kecamatan, dapat berjabat erat, bahu-membahu bekerja untuk membangun Indonesia.10

Persoalan kemiskinan di perdesaan, menjadi penyebab utama perpindahan penduduk dari desa ke kota. Solusinya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi meluncurkan tiga program untuk meminimalisir angka

urbanisasi yang diperkirakan naik kisaran 65 persen pada tahun 2015. “Program unggulan

akan selalu dijadikan acuan utama dalam merumuskan kegiatan-kegiatan prioritas setiap tahun. Program unggulan itulah yang akan menghasilkan dampak terukur bagi peningkatan

(8)

8

kemajuan dan kesejahteraan, dan kemandirian masyarakat desa” ujar Menteri Desa, PDT,

dan Transmigrasi, Marwan Jafar usai meluncurkan Indeks Desa Membangun (IDM) pertengahan Oktober. Bersamaan dengan peluncuran IDM, Kementrian Desa juga menggencarkan program yang dijadikan andalan atasi kemiskinan, yaitu Jaring Komunitas Wiradesa (JKWD), Lumbung Ekonomi Desa (LED), dan Lingkar Budaya Desa (LBD).

“Urbanisasi harus ditekan angkanya, agar desa bisa berkembang dan berdaya saing secara

ekonomi” ujar Marwan.11

Program Jaring Komunitas Wiradesa, seperti dipaparkan oleh Menteri kelahiran Pati, Jawa Tengah ini, akan diarahkan untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa. Sehingga mereka menjadi subyek-berdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Sedangkan Program Lumbung Ekonomi Desa didesain untuk mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. “Lingkar Budaya Desa sebagai program yang bertujuan untuk mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain” lanjut Marwan Jafar. Program Unggulan tersebut, menurut Marwan, dikembangkan dengan kerangka kerja yang didasarkan pada penegasan atas lokus pencapaian sasaran pembangunan Desa.

“Penegasan lokus dimaksudkan adalah pada 15.000 Desa yang ditetapkan berdasar Indeks

Desa Membangun. Di dalam lokus 15.000 Desa itu terdapat 1.138 Desa perbatasan, dan kesemuanya ditujukan mencapai target sesuai sasaran dalam RPJMN 2015-2019”

11 Kompas – Sabtu 24 Oktober 2015; Tiga Program Menteri Marwan Atasi Kemiskinan Desa; Lihat uraian lengkapnya dalam:

http://biz.kompas.com/read/2015/10/24/080128728/Tiga.Program.Menteri.Marwan.Atasi.Kemiskinan.De sa?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp

(9)

9

paparnya. Penerapan Indeks Desa Membangun (IDM) yang diluncurkan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, untuk memberikan perspektif yang komprehensif dalam mengatasi persoalan yang muncul di pedesaan. Sehingga dapat dijadikan rujukan dalam menjalankan program pembangunan nasional yang dimulai dari desa. “IDM ini bertujuan memperkuat pencapaian kinerja pemerintah, utamanya terkait pembangunan desa dan kawasan perdesaan sebagaimana yang tertuang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dengan merujuk IDM, upaya mengentaskan desa

tertinggal dan meningkatkan jumlah desa mandiri semakin terarah dan terencana” kata

Marwan Jafar.12

Dikemukakan Menteri Desa, IDM meletakkan prakarsa dan penguatan kapasitas masyarakat sebagai basis utama dalam proses kemajuan dan pemberdayaan desa. Indeks desa tersebut, mengedepankan pendekatan yang bertumpu kepada kekuatan sosial, ekonomi, dan ekologi, tanpa melupakan kekuatan politik, budaya, sejarah, dan kearifan lokal. IDM merupakan komposit dari ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi. Tiga dimensi ini dikembangkan lebih lanjut ke dalam 22 variabel dan 52 indikator. Hasil penghitungan IDM kemudian diklasifikasi ke dalam lima kategori desa, yakni desa sangat tertinggal dengan rentang nilai kurang dari atau sama dengan 0,491. Kemudian, desa tertinggal dengan rentang nilai lebih dari 0,491 hingga 0,599; Desa Berkembang dengan rentang nilai lebih dari 0,599 hingga 0,707; Desa Maju dengan rentang nilai lebih dari 0,707 hingga 0,815; dan Desa Mandiri dengan rentang nilai lebih dari 0,815. IDM akan melakukan afirmasi, integrasi, dan sinergi pembangunan, agar kondisi masyarakat desa yang sejahtera, adil, dan mandiri yang dicita-citakan akan dapat diwujudkan. “Dengan IDM ini,

(10)

10

masyarakat seharusnya ditempatkan sebagai subjek pembangunan. Bukan lagi sebagai

obyek pembangunan yang bersipat top down” ujar Marwan Jafar. “Desa akan menjadi

entitas yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam membangun kesejahteraan, kemakmuran dan kedaulatan bangsa baik di mata warga negaranya sendiri maupun di mata

internasional” tutup Marwan.13

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendesa PDTT) Marwan Jafar berkomitmen akan serius memperhatikan perbatasan menjadi kawasan baru yang tertata dan menjadikannya sebagai sebagai beranda bangsa Indonesia. Bahkan, kawasan itu akan disulap menjadi wilayah yang punya daya saing ekonomi masyarakat desa setempat dengan negara tetangga. “Sejak awal saya selalu tegaskan bahwa daerah-daerah perbatasan adalah beranda depan negara, dan bukannya daerah belakang. Saya akan semakin memprioritaskan pembangunan perbatasan di seluruh Indonesia. Desa perbatasan jangan kalah dengan negara tetangga,” ujar Marwan Jafar di Jakarta, Senin (21/9/2015).14

Agar rencana pembangunan kawasan perbatasan negara terlaksana, Menteri Marwan mengatakan, sudah menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan gubernur dan bupati di wilayah perbatasan Kalimantan, sebagai titik awal dari langkah nyata. Isi MoU itu adalah pembangunan, pengembangan masyarakat, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diselaraskan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan nota kesepahaman

13 Ibid.

14 Kompas – Senin, 21 September 2015; Josephus Primus (Editor); Kawasan Perbatasan Harus Menjadi Beranda Bangsa Indonesia; Lihat uraian lengkapnya dalam:

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/21/204021426/Kawasan.Perbatasan.Harus.Menjadi.Bera nda.Bangsa.Indonesia

(11)

11

itu, pemerintah pusat dan daerah akan bersinergi untuk menjadikan perbatasan sebagai

bagian pertumbuhan ekonomi daerah dan juga perekonomian nasional. “Tak hanya itu,

pemerintah akan mendorong kawasan daerah perbatasan negara memanfaatkan peluang

kerja sama pembangunan regional,” ujar Menteri Marwan. “Pusat dan daerah perlu saling

membantu dan mendorong pengembangan kawasan transmigrasi perbatasan. Setiap provinsi, kabupaten atau kota, adalah pusat pertumbuhan ekonomi yang harus

memanfaatkan potensinya,” ujar Menteri Marwan. Pembangunan kawasan perbatasan

darat di empat provinsi daerah perbatasan yaitu Provinsi Kalimantan Barat dengan Serawak-Malaysia, Provinsi Kalimantan Timur dengan Sabah-Malaysia, Provinsi Papua dengan Papua Niugini (PNG), dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste. Dalam kebijakan mengelola wilayah perbatasan, Mendesa Marwan mengatakan, pembangunan yang semula cenderung berorientasi inward looking, diubah menjadi outward looking. Paradigma outward looking akan diarahkan pada pengembangan wilayah perbatasan sebagai beranda depan negara yang berfungsi sebagai pintu gerbang semua

aktivitas, khususnya ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. “Saya akan

mendorong daerah mengembangkan keunggulan wilayahnya, karena perlu keseimbangan antarwilayah. Jangan sampai terjadi ketimpangan antar wilayah dan tak boleh ada satu

daerah pun yang tertinggal terlalu jauh dari negara tetangga,” ujar Menteri Marwan. Dalam

penanganan kawasan perbatasan, Menteri Marwan mengatakan, perlu didukung komitmen politik yang kuat dari semua pihak di berbagai tingkatan pemerintahan dan pada para

pemangku kepentingan, juga perencanaan yang komprehensif. “Alokasi pembiayaan yang

(12)

12

hidup yang tidak kalah dengan negara tetangga. Harus lebih maju, karena di situlah beranda

Negara Indonesia,” demikian Menteri Marwan.15

Sehubungan dengan adanya kebijakan publik tentang Dana Desa ini, Indonesia Corruption Watch menilai proses penyaluran dana desa dari kabupaten ke desa-desa patut diwaspadai. Patut diwaspadai adanya permintaan uang dari kabupaten kepada desa-desa sebagai syarat pencairan dana desa. "Nah sebenarnya titik rawannya bukan cuma di desa, tetapi juga di kabupaten. Desa kan harus memberikan pertanggungjawaban dan bukan pengajuan ke kabupaten. Pengalaman kami memantau proses dana seperti ini, biasanya akan ada permintaan-permintaan uang, sogokan, kalau dalam bahasa korupsi intensive corruption. Jadi desa harus kirim uang dulu kalau uangnya dicairkan, modal-modal seperti itu harus diwaspadai," tutur Koordinator ICW Ade Irawan di Jakarta, Selasa (29/9/2015). Atas dasar itu, menurut dia, pemerintah pusat perlu mendorong adanya keterbukaan informasi terkait proses pencairan dana desa dari kas kabupaten. Pemerintah juga diminta melakukan sosialisasi kepada warga agar bisa mengawasi perangkat desa dalam mengelola dana desa yang diberikan. "Paksa desa untuk terbuka. Jadi hal-hal tersebut menjadi prasyarat dasar," sambung Ade.16

Di samping itu, ia menilai perlunya pengubahan sistem penyaluran dana desa. Menurut Ade, penyaluran dana desa sedianya didasarkan pada kebutuhan masing-masing desa. Dengan demikian, alokasi dana desa untuk satu desa dengan desa lainnya bisa saja

15 Ibid.

16 Kompas – Selasa 29 September 2015; Icha Rastika (Penulis) & Fidel Ali (Editor); ICW: Titik Rwan Penyalahgunaan Dana Desa Juga Ada di Kabupaten; Kompas – Selasa 29 September 2015; lihat uraian lengkapnya dalam:

http://nasional.kompas.com/read/2015/09/29/22191881/ICW.Titik.Rawan.Penyalahgunaan.Dana.Desa.Ju ga.Ada.di.Kabupaten

(13)

13

berbeda. "Bukan diblok dalam artian ya setiap desa diberi alokasi yang sama, mestinya enggak. Tetapi desa dipaksa untuk penganggaran bareng dengan warga, berapa uang yang dibutuhka n, itu yang diajukan, itu yang didistribusikan," papar dia. Mengenai kemampuan perangkat desa yang belum sepenuhnya mampu mengelola dana desa dengan baik, Ade menilai perlunya diberikan panduan kepada perangkat desa. Selain kepada perangkat desa, pengarahan perlu disampaikan kepada warga agar bisa turut mengawasi proses pengelolaan dana desa. Ade juga menduga pencairan dana desa bakal menimbulkan banyak masalah pada awal-awal program ini diberlakukan. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari penilaian Ade tersebut. Pertama, belum adanya tradisi demokrasi di tingkat desa. Kedua, kemampuan teknis perangkat desa maupun warga desa dalam mengelola anggaran yang belum mumpuni. Ketiga, masih adanya dominasi perangkat desa yang akan bertambah kuat jika tanpa dilakukan pengawasan masyarakat. "Sehingga dia dengan mudah bisa menyelewengkan uang desa untuk kepentingan pribadi," kata Ade. Pemerintah pusat mengalokasikan Rp 20,7 triliun dana desa untuk 74.093 desa pada 2015. Penggunaan dana desa telah diatur dalam Permendesa Nomor 5/2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015. Di antaranya adalah untuk diprioritaskan membangun atau memperbaiki infrastruktur desa yang sifatnya vital dan mendesak seperti perbaikan jalan, sarana irigasi tersier, dan infrastruktur lain yang dapat meningkatkan produktivitas desa.17

Keuangan Desa dikelola berdasarkan praktik-praktik pemerintahan yang baik. Asas-asas Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor

(14)

14

113 Tahun 2014 yaitu transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran, dengan uraian sebagai berikut:18

1. Transparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan desa. Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

3. Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa;

4. Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya.

Sedangkan beberapa disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan Keuangan Desa yaitu:19

18 BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan); “Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa”, h. 35; Lihat uraiannya dalam:

http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sakd/files/Juklakbimkonkeudesa.pdf

(15)

15

1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;

2. Pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APB Desa/Perubahan APB Desa; 3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan

harus dimasukan dalam APB Desa dan dilakukan melalui Rekening Kas Desa.

Selanjutnya dan lebih khusus lagi dalam Pasal 72 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014, tentang sumber pendapatan desa, ditegaskan khususnya dalam Huruf d, tentang “alokasi

dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota”.

Dalam kaitan dengan hal tersebut, maka salah satu pokok bahasan yang paling penting dalam konteks studi Hukum dan Kebijakan Publik ialah isu hukum tentang Dana Desa. Isu hukum tentang Dana Desa ini, menurut penulis, penting untuk diangkat dan dikaji secara keilmuan, setidaknya melakukan penelitian identifikasi dan inventarisasi hukum atas berbagai potensi atau fakta pelanggaran hukum yang terjadi, di bawah topik penulisan:

“Tinjauan Yuridis Terhadap Potensi Masalah Dalam Pengelolaan Dana Desa”.

Topik ini menarik karena belum banyak penelitian tentang hal ini pada aras atau tingkat skripsi, dan penting adanya untuk mengingatkan dan menegaskan urusan ini dalam hubungan dengan konsepsi yang ideal dan seharusnya dilakukan, khususnya dalam rangka optimalisasi dana desa, seperti::

(16)

16 3. Anti Korupsi.

Oleh penulis, hal ini dipandang penting karena tidak ada kebijakan publik yang otomatis berjalan dengan baik dan benar secara hukum. Dalam kaitan dengan penelitian ini, kebijakan publik dalam artian adanya program pemerintah dan ketentuan hukum untuk mendayagunakan dana desa secara tepat sasaran dan bermanfaat, masih harus terus diupayakan secara semakin serius. Terkait hal ini, salah satu masalah besar ialah potensi tentang adanya korupsi atas dana desa. Dalam hal ini menjadi penting untuk mendalami kemungkinan korupsi, serta bagaimana hal itu cermati dan dianalisa melalui Kebijakan Publik, dan Good Governance.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah diterjemahkan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara sebagai petunjuk pelaksanaannya telah menjadi payung hukum buat perangkat desa dalam melakukan pengelolaan dana desa. Untuk pengelolaan dana desa bukanlah hal yang mudah, namun memerlukan sistem yang juga harus dibuat secara profesional. Mulai dari segi perencanaan, desa harus membentuk musyawarah desa untuk menentukan belanja bagi dana desa pada periode ke depan. Penatausahaannya pun harus menggunakan sistem yang telah memanfaatkan teknologi informasi. BPKP telah mengembangkan aplikasi SIMDA DESA dalam membantu perangkat desa melakukan penatausahaan keuangan desa yang tidak hanya bersumber dari APBN (dana desa), tetapi juga yang berasal dari APBD prov/kab/kota.20

20 BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan); “Kawal Keuangan Desa”; Warta Pengawasan, vol. xxII/Edisi HUT ke - 70 RI 2015, h. 3, Lihat uraiannya dalam:

(17)

17

Tidak hanya sistem, Sumber Daya Manusia atau perangkat penyelenggara desa pun harus memiliki kapabilitas dalam mengelola dana tersebut. Bukan pekerjaan yang mudah dan cepat, mempersiapkan SDM desa agar kapabel dan profesional. Hal itu memerlukan waktu, dana, tenaga, dan komitmen semua pihak terkait. BPKP sebagai Auditor Presiden, siap membantu meningkatkan kapabilitas Aparat Pengawasan Instansi Pemerintah (APIP) dalam mengawal keuangan desa. APIP menjadi sangat berperan penting untuk memberikan asurrance dan konsultansi bagi akuntabilitas dan pengelolaan keuangan desa. APIP harus dapat melihat dimana titik kritis yang mungkin timbul dalam pengelolaan dana desa. Dengan adanya dana desa yang tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu, serta dikelola dengan efisien, efektif, dan ekonomis, diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat dengan cepat terutama bagi masyarakat desa dalam peningkatan kesejahteraannya.21

Pengelolaan keuangan desa, pada dasarnya dilaksanakan untuk mewujudkan desa sebagai suatu pemerintahan terdepan dan terdekat dengan rakyat, yang kuat, maju, mandiri, dan demokratis, hingga mampu melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Sebuah tujuan yang mulia, semulia peran APIP untuk menjaganya agar pengelolaan keuangan desa hingga dapat mewujudkan cita-cita tersebut. Salah satu pendekatan pengawasan yang dapat dilakukan oleh APIP adalah dengan melihat risiko-risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan pengelolaan dana tersebut. APIP harus memperhatikan seberapa tinggi tingkat risiko itu, setelah itu mengaitkan dengan pengendalian intern yang ada untuk mengantisipasinya. Semakin tinggi tingkat risikonya, maka langkah kerja pengawasan oleh APIP akan semakin

(18)

18

rinci dan banyak. Jika kita cermati proses bisnis pengelolaan keuangan desa dan pengalaman beberapa tahun ini, kita dapat identifikasikan beberapa risiko, baik risiko tingkat entitas pemerintah desa, maupun risiko tingkat aktivitasnya. Risiko-risiko itu dapat dikategorikan sebagai risiko bisnis dan risiko kecurangan (fraud).22

Dalam kaitan dengan urgensi Dana Desa dan harapan akan ketercapaian tujuannya, maka diperlukan pengenalan terhadap aspke-aspek positif dan kemungkinan hal-hal negatif yang ada dan bermunculan dalam kebijakan publik yang bernama alokasi Dana Desa.

B.

Pembatasan Masalah

Penelitian ini akan dilakukan secara normatif dan menyinggung beberapa contoh kasus untuk memperlihatkan pentingnya perhatian dan kesadaran hukum terhadap pengadaan, pengaturan dan penggunaan atas Dana Desa, terutama supaya tidak dikorupsi. Karena itu fokus dalam penelitian dan penulisan skripsi ini dibatasi pada pencermatan dan analisa terhadap potensi-potensi masalah dalam pengelolaan Dana Desa.

C.

Rumusan Masalah

(19)

19

Masalah-masalah hukum apa saja yang berpotensi muncul dalam pengelolaan dana desa?

D.

Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui, menganalisis dan menjelaskan masalah-masalah hukum yang berpotensi muncul dalam pengelolaan dana desa.

E.

Manfaat Penulisan

1. Secara teoritik untuk menambah ilmu pengetahuan tentang dana desa secara umum, dan secara khusus tentang pengenalan atas potensi-potensi masalah pengelolaan dana desa;

2. Secara praktis untuk menyumbangkan gagasan penanganan atas potensi-potensi masalah hukum, yang mungkin dapat dipakai oleh pengambil kebijakan publik dan penegak hukum.

F.

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum. Menurut Soerjono Soekanto,

“Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,

(20)

20

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam

gejala yang bersangkutan.”23

Sedangkan menurut Soetandyo Wignyosoebroto, “Penelitian hukum adalah seluruh

upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer) dan/atau jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan. Untuk menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil penelitian yang cermat, berkerterandalan, dan sahih untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan

yang ada.”24

2. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, risalah, dan putusan hakim. Dalam hal ini, yang berkaitan dengan dana desa, terutama Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik..

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Pubkikasi tersebut terdiri atas:

1). Buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum,

2). Kamus-kamus hukum,

23 Soerjono Soekanto (1981), Pengantar Penelitian Hukum, Dalam: H. Zainudin Ali, “Metode Penelitian Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 18.

(21)

21 3). Jurnal-jurnal hukum,

4). Komentar-komentar atau putusan hakim

Publikasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal, surat kabar, dan sebagainya . Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa bahan hukum sekunder juga termausk data yang diperoleh lewat online. c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari bahasan non hukum, misalnya saja buku yang membahas di luar prespektif hukum. Kadang dalam sebuah penelitian ditemukan dalam fakta di luar hukum, dan memerlukan bahan diluar non hukum untuk menyelesaikannya. Dalam penelitian ini, misalnya dari perspektif hukum dan kebijakan atau pelayanan publik.

Dari pemaparan tentang bahan hukum tersebut, maka dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan adalah ketiga-tiganya.

3. Jenis Pendekatan

Penelitian dan danulisan proposal yang kelak menjadi skripsi ini menggunakan pendekatan hukum normatif.

4. Teknik Pengumpulan Data

(22)

22 5. Teknik Analisa Data

Menggunakan metode kualitatif, yaitu mengenal pokok persoalan hukumnya dan membahas pemecahannya dengan menggunakan teori hukum dan kebijakan publik yang terkait dan peraturan perundang-undangan.

G.

Sistematika Penelitian dan Penulisan

Bab I PENDAHULUAN

Terbagi dalam beberapa bagian, yaitu: 1. Latar Belakang Penelitian

Berisi tentang latar belakang yang menyangkut potensi-potensi masalah dalam pengelolaan dana desa..

2. Rumusan Masalah

Berisi tentang masalah-masalah hukum yang hendak diteliti dalam penelitian ini, berbentuk pertanyaan penelitian.

3. Manfaat Penelitian

Menjelaskan manfaat teoritis dan manfaat praktis dari penelitian yang dilakukan 4. Tujuan Penelitian

Menjelaskan tujuan atau hasil akhir yang hendak dicapai dalam penelitian ini, untuk menjawab rumusan masalah.

5. Metodologi Penelitian

(23)

23 6. Sistematika Penulisan

Uraian tentang roadmap dari penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

Tinjauan Pustaka berisi teori-teori, pendapat ahli hukum, kumpulan jurnal, hasil penelitan dan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan terkait, yang menjadi dasar penelitian tentang potensi masalah dana desa dan dapat menjadi landasan untuk memperkuat argumen peneliti. Hasil Penelitian berisi gambaran umum tentang dana desa dan potensi masalahnya. Analisa berisikan hubungan antara Tinjauan Pustaka yaitu aspek teori dan peraturan perundang-undangan dengan Hasil Penelitian. Praktisnya mencermati aspek teoritik dan ketentuan peraturan perundang-undangan, seeperti dalam Undang- Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan berbagai ketentuan hukum terkait tata pemerintahan. Fokusnya pada menganalisis potensi masalah dalam pengelolaan dana desa.

BAB III PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Sistem PRS 1000 dengan DLVBD, baterai BTS dapat membantu baterai radio saat pelepasan energi setiap 1 A saat beban BTS bernilai 0 A dan tegangan baterai BTS lebih besar dari

Bagaimana proses pembelajaran matematika dengan menggunakan Interactive Handout berbasis CTL yang dapat meningkatkan hasil belajar pada materi persegi dan

Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pelatihan dan quality assurance baik secara parsial maupun simultan terhadap

Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Tetas Secara rinci daya tetas telur itik dengan fumigasi asap cair tempurung kelapa tertinggi 66,67 persen dihasilkan dari telur

Kesimpulan merupakan rangkuman hasil penelitian yang diperoleh melalui interpretasi data, sehingga dapat diperoleh kesimpulan mengenai ada atau tidaknya

Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang-Undang

Oleh sebab itu berdasarkan pemaparan Faisal 13 bahwa Rupbasan tidak bertanggung jawab terhadap barang bukti sitaan di luar Rupbasan kecuali, kalau Rupbasan sendiri

diterima yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan pendekatan berbasis otak (brain based learning) terhadap hasil belajar matematika pokok bahasan