BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karsinoma Endometrium 2.1.1 Definisi
Karsinoma endometrium adalah tumor ganas epitel primer di endometrium, umumnya dengan diferensiasi glandular dan berpotensi mengenai miometrium dan menyebar jauh. Karsinoma endometrium endometrioid merupakan jenis yang paling banyak dijumpai, mencapai lebih dari 75-90% dari seluruh kasus karsinoma endometrium.1
2.1.2. Klasifikasi
Secara klinis, histologi dan biologi, karsinoma endometrium terbagi menjadi dua kategori, yaitu tipe I dan tipe II.Tipe I karsinoma endometrium merupakan karsinoma yang terkait dengan paparan estrogen secara terus menerus (unopposed estrogen), low grade (well hingga moderately differentiated), berasal dari hiperplasia endometrial atipikal dengan jenis histologi umumnya endometrioid dan reseptor hormon positif. Tipe I dikaitkan dengan temuan gejala-gejala klinis seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes. Sedangkan pada tipe II tidak dikaitkan dengan stimulasi estrogen tetapi dengan atrofi dimana tipe II merupakan tumor diferensiasi buruk, dan mempunyai klinis yang lebih agresif.5,6
Tabel 2.1. Karsinoma Endometrium Tipe I dan II: Perbedaan Gambaran5,12
Gambaran Tipe I Tipe II
Paparan estrogen Ya Tidak
Dikaitkan dengan obesitas, hyperlipidemia, dan diabetes mellitus
Ya Tidak
Status menopause Pre- dan perimenopause Postmenopause
Hiperplasia Ya Tidak
Ras Putih Hitam
Derajat tumor Rendah (grade 1-2) Tinggi (grade 3)
Invasi miometrial Minimal Dalam
Potensi untuk metastasis ke
limfogen Rendah Tinggi
Subtipe spesifik Endometrioid Serous, clear
cell
Sifat Stabil Agresif
Sensitifitas terhadap
progestagen Tinggi Rendah
Outcome (5-year survival) 86% 59%
2.1.3. Epidemiologi
Berdasarkan data
International Federation of Gynaecology and
Obstetrics
(FIGO) pada tahun 2012, karsinoma endometrium merupakan
keganasan yang sering dijumpai dengan 290.000 kasus baru setiap
tahunnya. Insidensinya lebih tinggi pada negara dengan penghasilan
tinggi (5,5%) dibandingkan dengan negara dengan penghasilan rendah
(4,2%).
15endometrium di Amerika Serikat adalah 25,4 per 100.000 wanita per tahun dengan angka kematian sebesar 4,5 per 100.000 wanita per tahun dan diestimasi terdapat 60.050 kasus baru dengan 10.470 kematian pada tahun 2016.3,4
Sebagian besar karsinoma endometrium didiagnosa pada stadium
awal (75%) dengan angka ketahanan hidup mencapai 75%. Menurut
penelitian Holman et al, insidensi terbanyak terdapat pada kelompok usia
55 – 64 tahun yaitu 31,8%.
16Peningkatan insidensi yang signifikan terjadi
antara tahun 1960 dan 1975 di Amerika bagian Utara yang diduga
disebabkan karena meningkatnya penggunaan estrogen eksogen dalam
terapi sulih hormon pada wanita postmenopause.
17Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tulumang et al di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 2013 – 2015 didapatkan 36
kasus karsinoma endometrium. Kasus terbanyak dijumpai pada kelompok
usia
≥ 51 tahun yaitu sebesar 66,7% sedangkan kasus paling sedikit pada
kelompok usia 41 – 45 tahun sebesar 5,55%.
1Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup dan obesitas, insidensi karsinoma endometrium juga mengalami peningkatan. Hal ini juga berhubungan dengan meningkatnya status kesehatan. Usia harapan hidup kaum wanita yang semakin tinggi mengakibatkan jumlah wanita berusia lanjut semakin banyak yang diiringi dengan penggunaan terapi hormon pengganti untuk mengatasi gejala-gejala menopausenya.8
2.1.4. Faktor risiko
1. Premenopause
a. Terpapar estrogen endogen
-
Siklus anovulatoar
-
Sindroma ovarium polikistik
-
Obesitas
-
Tumor yang mensekresikan estrogen
b. Sindroma herediter
-
Karsinoma kolorektal nonpoliposis herediter
-
Mutasi BRCA1
2. Post menopause
a. Terpapar estrogen endogen
-
Obesitas morbid
-
Tumor yang mensekresikan estrogen
-
Sirosis hepatis
b. Terpapar estrogen eksogen
-
Penggunaan estrogen eksogen tanpa progestin
-
Penggunaan tamoksifen
c. Sindroma herediter
-
Karsinoma kolorektal nonpoliposis herediter
-
Mutasi BRCA1
18endometrium sebanyak 2-20 kali, dimana peningkatan resiko berhubungan dengan durasi penggunaan. Paparan estrogen endogen secara terus menerus terjadi pada anovulasi kronis (sindroma ovarium polikistik), tumor yang mensekresikan estrogen (tumor sel granulosa), dan terjadinya konversi perifer androgen menjadi estron di jaringan adiposa yang berlebihan juga meningkatkan resiko hiperplasia dan karsinoma endometrium. Penyebab lain terjadinya anovulasi adalah nuliparitas, infertilitas, penyakit tiroid, hiperprolaktinemia, dan obat-obatan seperti antipsikotik.17,18
Karsinoma endometrium lebih sering terjadi pada wanita dengan nuliparitas, dimana resikonya meningkat 2-3 kali. Hal ini dikaitkan dengan terjadinya anovulasi kronis yang menyebabkan kondisi unopposed estrogen. Penelitian yang dilakukan oleh Metcalf et al mendapatkan bahwa nuliparitas dikaitkan dengan karsinoma endometrium. Sedangkan pada penelitian Wang et al tidak didapatkan hubungan antara nuliparitas dan patologi endometrium.19
Obesitas merupakan faktor resiko yang telah banyak diketahui dalam menyebabkan multipel tipe kanker, kematian yang disebabkan kanker, dan penyebab kematian lainnya. Diantara semuanya, peningkatan indeks massa tubuh (IMT) dan obesitas dikaitkan dengan tingginya insidensi dan kematian oleh karsinoma endometrium.20Epidemik obesitas morbid di AS memiliki efek yang besar dalam peningkatan karsinoma endometrium yang faktor resiko bagi semua usia. Hal ini berhubungan dengan produksi estrogen endogen yang berlebihan karena aromatisasi androgen menjadi estradiol dan konversi androstenedion menjadi estron pada jaringan adipose perifer. Selain itu, wanita premenopause yang gemuk lebih mungkin untuk mengalami anovulasi kronis.17,18,21
peptida seperti insulin, Insulin-like Growth Factor-I (IGF-I), Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) dan hormon steroid (seperti estrogen, progesteron, androgen). Obesitas pada menopause menyebabkan kelebihan produksi estrogen karena androgen yang diproduksi oleh kelenjar adrenal dan ovarium dikonversi menjadi estron oleh enzim aromatase di kelenjar adiposa. Wanita karsinoma endometrium dengan obesitas memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan wanita dengan berat badan normal.2
Obesitas juga mempengaruhi kualitas hidup pasien karsinoma endometrium yang telah menjalani pengobatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fader et al pasien-pasien karsinoma endometrium yang termasuk obesitas yang telah menjalani terapi komplit, memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dibandingkan pasien yang tidak obesitas. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa selain diferensiasi sel dan stadium, status obesitas juga menjadi faktor prognosis pada karsinoma endometrium.22
Tamoksifen, suatu modulator reseptor estrogen selektif, yang bekerja sebagai antagonis estrogen di jaringan payudara dan sebagai agonis estrogen di tulang dan jaringan endometrium. Penggunaan tamoksifen meningkatkan 6-8 kali resiko karsinoma endometrium.Tamoksifen meningkatkan resiko terjadinya karsinoma endometrium dengan aktivitas agonisnya terhadap reseptor estrogen pada endometrium (pro-estrogenik).18,21
2.1.5. Patogenesis
Karsinoma endometrium merupakan suatu keganasan yang dipengaruhi ketidakseimbangan hormonal (sekitar 80%) yaitu kelebihan estrogen atau kurangnya progesteron. Pada kondisi fisiologis, efek proliferasi dari estrogen di endometrium dilawan oleh progesteron, tetapi ketiadaan progesteron memungkinkan estrogen untuk merangsang onkogenesis melalui regulasi tranksripsi secara langsung dan tidak langsung.23
Setiap subtipe karsinoma endometrium menunjukkan perubahan genetik yang spesifik, dimana karsinoma tipe I dikaitkan dengan instabilitas dan mutasi mikrosatelit pada onkogen K2RAS (Kirsten Rat Sarcoma 2 Viral Oncogene Homolog), Tumour Suppressor Gene PTEN (Phosphatase and Tensin Homolog), PIK3CA (Phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate 3-kinase catalyticsubunit alpha), CTNNB1 ((Catenin (Cadherin-Associated Protein) Beta 1)), MLH1 (Human MutL Homolog 1), defek pada perbaikan mismatch DNA, dan kariotipe near-diploid.9,24,25
Tumour suppressor gene PTEN, suatu regulator negatif dari jalur PI3K/AKT/mTOR, mengalami mutasi dan hilang pada 80% kasus tumor endometrioid. Mutasi PIK3CA, yang mengkode regulasi subunit dari PI3K, p85α,
mengalami mutasi sebesar 43% pada karsinoma endometrium.12
Fosfatase lipid dari PTEN akan menyebabkan penghentian siklus sel pada G2/S checkpoint. PTEN juga memediasi up-regulasi mekanisme proapoptosis oleh AKT-dependent. PTEN memiliki efek yang berlawanan dengan PI3KCA (regulator negatif) untuk mengontrol kadar AKT terfosforilasi. Mutasi PTEN akan menyebabkan peningkatan aktivitas PI3KCA. Aktivitas fosfatase protein akan menyebabkan inhibisi pembentukan adhesi fokal, penyebaran sel, migrasi, dan inhibisi growth factor melalui sinyal MAPK (Mitogen-activated protein kinase). Hilangnya atau perubahan fungsi PTEN akan menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan hilangnya apoptosis.27,28,29
K-ras (onkogen) berperan dalam regulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel melalui sinyal transduksi dari reseptor transmembran yang teraktivasi. KRAS mengalami mutasi pada 43% kasus karsinoma endometrium. β-catenin merupakan komponen unit protein dari E-cadherin yang penting dalam diferensiasi sel, menjaga keseimbangan arsitektur jaringan normal serta memiliki peranan penting dalam transduksi sinyal.12,27,28,29
Hasil yang sama juga didapatkan dari penelitian oleh Kim et al juga menunjukkan adanya penurunan ekspresi PTEN, ER dan PR pada mayoritas pasien karsinoma endometrium. Pada penelitian ini dilakukan pemberian derivat progesteron. Pemberian progesteron mempengaruhi penurunan proses karsinogenesis melalui sinyal PTEN/PI3K/Akt.32
Sebaliknya karsinoma endometrium tipe II (serous dan clear cell carcinoma) tidak terkait dengan faktor resiko estrogenik atau peningkatan kadar hormon dan karsinoma endometrium tipe ini diduga berkembang dari karsinoma endometrium intraepitelial yang merupakan transformasi lesi malignan dari permukaan epitel endometrium. Serous carcinoma dan karsinoma endometrium intraepitelial berhubungan dengan mutasi p53 dan akumulasi protein p53 yang abnormal.Setelah terjadi kerusakan DNA, nuclear p53 berakumulasi dan menyebabkan penghentian siklus sel dengan menghambat fosforilasi cyclin-D1 sehingga tidak terjadi apoptosis. Perubahan molekuler lain pada karsinoma endometrium tipe II dapat dilihat pada Gambar 2.1.28
Menurut Sherman, terdapat ada dua jenis karsinogenesis endometrium yaitu jalur klasik yang terkait dengan hormon (estrogen dan progesteron) dan jalur alternatif yang tidak terkait dengan perubahan hormon. Jalur klasik diajukan sebagai mekanisme dimana tumor berkembang dari prekursor hiperplastik dalam suatu lingkungan yang kaya estrogen dengan jenis histologi endometrioid (yang utama). Sedangkan pada jalur alternatif, jalur yang terjadi diduga disebabkan perkembangan tumor agresif, tidak dikaitkan dengan hiperplasia maupun estrogen yang berlebihan dengan jenis histologi serous atau clear cell.26
berkorelasi dengan prognosis (stadium, diferensiasi sel, dan angka ketahanan hidup pasien).33
Gambar 2.1. Perubahan Molekuler Pada Karsinoma Endometrium Tipe I dan II.26
Penelitian baru-baru ini menyebutkan bahwa komponen microenvironment tumor merupakan faktor penting untuk perkembangan sel tumor.Tumor-associated macrophages (TAMs) merupakan komponen inflamasi utama di stroma.Penelitian yang dilakukan oleh Jiang et al menyimpulkan bahwa adanya hubungan antara TAM dengan penurunan ekspresi progesteron. TAM akan mensekresikan faktor inflamasi dan faktor regulator matriks ekstraseluler, menghambat reaksi antitumor-imun, meningkatkan proses angiogenesis, dan merusak barrier dari membran basal lokal.34
sehingga menghambat apoptosis, memblok penghentian sel, dan terjadi pembentukan sitkoin proinflamasi lebih lanjut.34
2.1.6. Patologi Karsinoma Endometrium
Setiap subtipe karsinoma endometrium memiliki perbedaan jenis
histologinya. Tipe I karsinoma endometrium memiliki jenis histologi
endometrioid (80%) yaitu adenokarsinoma, adenoacanthoma
(adenokarsinoma dengan metaplasia skuamous), adenoskuamous
(campuran adenokarsinoma dengan skuamous) dan skuamous. Tipe II
sebagian besar terdiri dari jenis
clear cell atau serous
.
35,36,37Perbedaan
klinikopatologi dan karakteristik molekuler dari karsinoma endometrium
epitelia terdapat pada gambar 2.2
12Gambar 2.2. Klinikopatologi dan karakteristik molekuler dari karsinoma
endometrium epitelia.(A) FIGO grade 1 karsinoma endometrioid terdiri dari kelenjar
berbentuk rapi. (B) FIGO grade 3 karsinoma endometrioid dengan pola pertumbuhan
solid. (C) Karsinoma serous terdiri dari sel atipikal dengan nuklei pleomorfik. (D)
Karsinoma clear-cell terdiri dari sel kuboidal dengan sitoplasma jernih. ER = reseptor
estrogen. PR = reseptor progesteron. MMR = mismatch repair; + = dijumpai/tinggi. - =
Federation of Gynaecology and Obstetrics. * Sering didiagnosa pada stadium lanjut. †
Ketika didiagnosa pada stadium awal, prognosis lebih bagus dibandingkan dengan
karsinoma serous pada stadium yang sama.12
2.1.7. Stadium dan Derajat Karsinoma endometrium
Klasifikasi stadium dari karsinoma endometrium menurut FIGO dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2.Klasifikasi Stadium Karsinoma endometrium berdasarkan FIGO 2012.15,38
Stadium Keterangan
I Tumor terbatas pada korpus uteri
IA Tidak atau kurang dari setengah invasi miometrium
IB Invasi mencapai sama atau lebih dari setengah miometrium
II Tumor menginvasi stroma serviks, tetapi tidak meluas ke luar uterus
III Tumor menyebar secara lokal dan/atau regional
IIIA Tumor menginvasi serosa korpus uteri dan/atau adneksa IIIB Keterlibatan vagina dan/atau parametrium
IIIC Metastasis ke pelvis dan/atau kelenjar getah bening para aorta
IIIC1 Kelenjar getah bening pelvis positif
IIIC2 Kelenjar getah bening para aorta positif dengan/tanpa kelenjar getah bening pelvis positif
IV Tumor menginvasi mukosa buli dan/atau usus, dan/atau metastasis jauh
IVA Tumor menginvasi mukosa buli dan/atau usus
IVB Metastasis jauh, termasuk metastasis intra abdomen dan/atau kelenjar getah bening inguinal
G1 : derajat diferensiasi adenokarsinoma baik dengan ≤5% nonskuamosa atau pola pertumbuhan nonmorular padat
G2 : derajat diferensiasi adenokarsinoma dengan 6% sampai 50% non skuamosa atau pola pertumbuhan nonmorular padat
G3 : lebih dari 50% nonskuamosa atau pola pertumbuhan nonmorular padat (undiferensiasi)17
2.2.
Estrogen
Estrogen sebagai
sex steroid
utama pada wanita mempunyai fungsi
penting dalam regulasi proses seluler seperti pertumbuhan dan
diferensiasi ovarium dan endometrium manusia.
39Pada wanita
pramenopause, estrogen dihasilkan di ovarium dan jaringan perifer.
Setelah menopause, ketika ovarium berhenti bekerja, estogen hanya
dihasilkan di daerah perifer, terutama jaringan adiposa, tulang, endotelium
vaskular, sel otot halus aorta, dan otak, demikian juga sel endometrium
yang ganas. Pada daerah perifer, estradiol (E2) dibentuk dari adrenal
dehydroepiandrosterone sulfate
(DHEAS), dan androstenedione adrenal
atau ovarium. Pada wanita pascamenopause, konsentrasi plasma
DHEAS, DHEA, dan androstenedione relatif tinggi.
40Estradiol yang
adekuat dibutuhkan endometrium untuk pertumbuhan endometrium, dan
diikuti stimulasi progesteron menginduksi penerimaan endometrium yang
baik.
41Efek estrogen dimediasi melalui dua reseptor estrogen, ER-
α dan
oleh gen yang berbeda, ESR1 dan ESR2, mengikat elemen respon
estrogen yang sama (EREs) dan meregulasi kelompok gen yang mirip.
Namun, ER-
α dan ER
-
β mempunyai pola ekspresi yang berbeda pada
jaringan, yang bervariasi selama proliferasi dan diferensiasi selular. ER-
α
dibutuhkan untuk perkembangan dasar jaringan yang sensitif terhadap
estrogen dan ER-
β dibutuhkan untuk organisasi dan perlekatan sel epitel
sehingga berperan dalam diferensiasi morfologi jaringan dan fungsi
maturasinya.
39,42,43Kedua ER diekspresikan pada endometrium normal,
tetapi kadar ER-
β lebih rendah dibandingkan dengan ER
-
α
. ER-
α diduga
berfungsi utama dalam memediasi efek proliferasi estrogen di siklus
endometrium maupun pathogenesis penyakit proliferatif endometrium.
43Estrogen bekerja di endometrium dengan mengikat ER sehingga
menginduksi proliferasi mukosa selama fase proliferasi dan sintesis
reseptor progesteron mempersiapkan endometrium memasuki fase
sekresi. Sebagai faktor transkripsi, reseptor ini ditemukan di nukleus
kelenjar dan sel stroma endometrium selama fase proliferasi.
44Data menunjukkan estrogen bekerja sebagai inisiator tumor dan
promotor tumor. Pada jaringan karsinoma endometrium, peningkatan
kadar estrogen aktif disebabkan oleh sirkulasi dari E1-Sulfate, yang
berasal dari jaringan adiposa. Awalnya E1-Sulfate ditransport dan
ditranslokasi ke sel endometrium, dan kemudian diubah menjadi E2 oleh
aksi HSD17B1. Pada endometrium prakanker, estrogen terbentuk tetapi
dimetabolisme lebih lanjut, sebagai akibat peningkatan kadar CYP1B1
Estrogen bekerja sebagai inisiator karena estrogen dapat menginduksi
mutasi DNA secara langsung pada
tumor suppressor
dan onkogen.
40ERα
dan
ERβ
dikode oleh gen ESR1 dan ESR2 sebagai faktor
transkripsi. Pada stadium awal karsinoma endometrium, kadar ekspresi
ERα lebih tinggi dari ERβ, sehingga ERα diaktifkan dengan pengikatan
E2. Hal ini menstimulasi ekspresi gen target estrogen sehingga
meningkatkan proliferasi dari sel yang telah bertransformasi, yang
menyebabkan peningkatan replikasi yang salah dan berpotensi
menyebabkan mutasi DNA lebih jauh. Ketika tumor berkembang, ekspresi
ESR1 dan ERS2 menurun, dan kerja klasik estrogen dapat digantikan
oleh kerja non-klasik estrogen. Hal ini menyebabkan stimulasi jalur
pensinyalan intraseluler dan menstimulasi sel kanker lebih lanjut.
40Epitelium glandular karsinoma endometrium yang responsif
terhadap hormon mengekspresi PR dan ER. Pada stadium awal,
karsinoma endometrium yang
well differentiated
umumnya
mempertahankan ekspresi kedua reseptor, sedangkan pada stadium
lanjut, tumor yang
poor differentiated
sering kehilangan satu atau kedua
reseptor tersebut. Estrogen dan progesteron memberikan pengaruhnya
melalui reseptor intra- dan ekstra-nuklear.
39Klasifikasi tumor molekuler, yang meliputi ekspresi PR dan ER,
merupakan bagian integral karakteristik penyakit. Keberadaan reseptor
steroid ER-
α, PRA, dan PRB telah dikaitkan dengan perbedaan histologi
secara kuantitatif, respon terhadap terapi, dan potensi metastasis.
lebih lanjut didapatkan pada derajat karsinoma endometrium yang lebih
lanjut. Demikian halnya pada ekspresi dari satu atau kedua PR didapatkan
menurun atau tidak ada pada karsinoma endometrium, terutama rendah
untuk derajat histologi yang tinggi.
39Segala faktor yang menyebabkan paparan estrogen terus menerus
(contohnya terapi pengganti estrogen, obesitas, siklus anovulatoar, tumor
yang menghasilkan estrogen) meningkatkan resiko terjadinya tumor,
sedangkan faktor yang menurunkan paparan estrogen atau meningkatkan
kadar progesteron (contohnya kontrasepsi oral kombinasi) cenderung
bersifat protektif.
452.3.
Progesteron
Karsinogenesis endometrium dikaitkan dengan paparan estrogen
tanpa modulasi dari progesteron.Peran progesteron dalam endometrium
terutama untuk menginduksi diferensiasi sel dan mengantagonis
proliferasi sel yang dimediasi oleh estrogen. Progesteron dan bentuk
sintetiknya (medroxyprogesteron acetate atau MPA) telah digunakan
sebagai terapi karsinoma endometrium pada stadium lanjut atau kasus
berulang, dan pada pasien yang ingin mempertahankan fertilitasnya.
46Progesteron mengikat reseptornya dan mengaktifkan transkripsi
dari beberapa gen dimana melibatkan
cross-talk
dengan jalur signal yang
PRB), yang termasuk dalam hormon steroid
superfamily
dari reseptor
nuklear.
462.3.1 Reseptor Progesteron
Reseptor progesteron merupakan anggota dari superfamily dari reseptor nuclear. Reseptor ini diaktivasi oleh hormon progesteron sebagai ligand fisiologisnya yang memiliki beberapa efek seperti diferensiasi endometrium, penghentian siklus sel, apoptosis, menurunkan inflamasi, mengatur proses implantasi, maturasi epitel kelenjar mammae dan modulasi pulsatil Gonadotropin-releasing hormone (GnRH). Pada manusia, PR dikode oleh gen PGR yang berada pada kromosom 11q22 dan reseptor ini memiliki dua isoform utama yaitu A dan B yang berbeda berat molekulnya dimana PRA tidak memiliki 164 asam amino pada N-terminus(Gambar 2.3).47,48
Gambar 2.3.Struktur Reseptor Progesteron dan Protein Domain dari PRA, PRB, dan PRC.50
berinteraksi dengan kaskade MAPK. Neuropeptide, nukleotida, GnRH, dan PGE2 akan bertindak melalui nuklear PR atau faktor transkripsi lainnya. Interaksi antara jalur sinyal transduksi akan menyebabkan mekanisme amplifikasi yang menuju faktor transkripsi nuclear dan/atau koaktivator untuk meregulasi transkripsi gen dan translasi dalam menjalankan fungsi organ reproduksi wanita (Gambar 2.4.).51
Gambar 2.4. Mekanisme Aksi Reseptor Progesteron.32
2.3.2. Reseptor Progesteron pada Endometrium Normal
Endometrium manusia adalah suatu jaringan dinamis yang mengalami suatu siklus yang melibatkan proliferasi, diferensiasi, degenerasi, dan perbaikan sebagai respon perubahan konsentrasi hormon steroid. Endometrium terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan basal yang akan beregenerasi setelah proses menstruasi, dan lapisan fungsional. Setiap lapisan ini memiliki dua komponen utama yaitu epitel, sebagai elemen kelenjar atau epitel superfisial, dan komponen mesenkim dari stroma.52,53,54
perkembangan stroma dari sel pra-desidua. Proliferasi sel kemudian diinhibisi oleh progesteron selama fase post-ovulasi (luteal) dimana konsentrasinya cenderung tinggi pada fase sekresi awal.52,53,55,56
Efek estrogen dan progesteron dimediasi oleh reseptornya yaitu ER dan PR yang berperan pada sel epitel dan stroma endometrium. Pada endometrium normal, ekspresi PR diinduksi selama fase proliferasi (fase dimana peran estrogen lebih dominan). Selama fase sekresi, ketika konsentrasi progesteron maksimal, terjadi aktivasi PR yang menyebabkan penurunan proliferasi epitel endometrium dan akan berdiferensiasi menjadi fenotip sekresi.Pada fase mid- sampai akhir sekresi terjadi penurunan ekspresi PR dimana tampak jelas pada sel kelenjar dan sedikit pada stroma. Perubahan ini berhubungan dengan efek estrogen dan progesteron pada ekspresi PR, dengan konsentrasi estrogen yang tinggi pada fase proliferasi merangsang sintesis PR dan down-regulasi ekspresi reseptor estrogen pascaovulasi.52,53,55,56
(Gambar 2.5). Umumnya estradiol meng-up-regulasi ekspresi ER dan PR sedangkan progesteron men-down-regulasi ekspresi kedua reseptor. Ekspresi reseptor hormon pada karsinoma endometrium bervariasi sekitar 32-77% untuk ER dan 54-72% untuk PR.7,57,58
Gambar 2.5.Fase Peningkatan dan Penurunan Ekspresi ERα dan PR.(A) Ekspresi ERα yang meningkat pada fase proliferasi, dan (B) menurun pada
fase sekresi. (C) Ekspresi PR menurun di antara fase proliferasi dan (D) fase sekresi.7,57
Kurangnya aktivitas progesteron menyebabkan tidak terkontrolnya proliferasi dari sel endometrium sebagai akibat dari tidak terkontrolnya efek proliferasi estradiol.Normalnya progesteron akan membatasi pertumbuhan dan proliferasi dari karsinoma endometrium. Ikatan progesteron dengan PRA dan PRB, kemudian memindahkannya dari sitosol menuju ke nukleus, menghasilkan cross-talk dengan jalur sinyal growth factor dan sitokin. Setelah memasuki nukleus, PR memediasi transkripsi gen seperti cyclin-dependent kinase inhibitors p21 dan p27, sehingga secara signifikan menurunkan proliferasi sel.46,50
A B
Pada beberapa tahun terakhir, ekspresi isoform PRA dan PRB pada adenokarsinoma endometrium sudah diteliti lebih lanjut. Reseptor progesteron terdapat pada sel stroma dan miometrium. PRA terdapat pada nukleus dan PRB lebih dominan di sitoplasma. PRA dan PRB berfungsi sebagai ligand yang teraktivasi oleh faktor transkripsi. PRA dapat bertindak sebagai repressor dominan dalam aktivasi PRB dan menghambat aktivitas transkripsi reseptor androgen, glukokortikoid, dan mineralokortikoid. Selain itu, PRA berperan dalam inhibisi aktivitas ER; ko-transfeksi PRA.50,52
PRA dan PRB memiliki dua faktor transkripsi yang berbeda dalam memediasi respon gen dan efek fisiologis. Penelitian yang dilakukan oleh Kreizman-Shefer et al menyimpulkan bahwa ekspresi PRA menunjukkan pola yang sama dengan ER-α pada sel kelenjar dan stroma. Transkripsi gen diinduksi oleh estrogen dan diinhibisi oleh progesteron sehingga ekspresi ER dan PR saling berhubungan. Pada penelitian ini juga dijumpai adanya hubungan antara ekspresi PR, ekspresi E-cadherin dan invasi miometrium.14
2.3.3. Reseptor Progesteron Pada Adenokarsinoma Endometrium
progesteron juga meningkatkan apoptosis pada sel glandular melalui penurunan ekspresi gen antiapoptosis Bcl2 (B-cell lymphoma 2
)
dan Bax(bcl-associated x protein).Dalam hal ini progesteron disebut sebagai inhibitor natural pada karsinogenesis endometrium dan ekspresi ER dan PR saling berkaitan.13,58,59,60Ekspresi PR menurun selama perjalanan karsinoma endometrium, yang menyebabkan hilangnya inhibisi pertumbuhan yang diregulasi oleh progesteron. Hilangnya ekspresi PR dapat disebabkan oleh dua hal yaitu tidak adanya PR atau terjadinya down-regulasi PR.Down-regulasi dari reseptor progesteron sering menyebabkan karsinogenesis dan kegagalan terapi, yang ditunjukkan dari laju respon rata-rata dari tumor yang PR melimpah dan yang PR yang kurang (72% dengan 12%). Selain itu, terapi progesteron juga menyebabkan deplesi dari PR dalam jaringan target.46
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yang et al ada empat mekanisme yang menyebabkan terjadinya down-regulasi PR, yaitu:
-
Regulasi dari stabilitas protein dengan mengaktivasi
ligand-dependent
dan degradasi proteasomal.
-
Represi
miRNA-mediated post-transcriptional
.
-
Represi
complex-mediated transcriptional
yang disebabkan oleh
inhibisi
histone deacetylase
.
Gambar 2.6. Mekanisme Down-regulasi PR.59
2.4. Peran Reseptor Progesteron Terhadap Diferensiasi Sel, Stadium, dan Prognosis Karsinoma Endometrium
Telah diketahui bahwa responsivitas progesteron dalam endometrium dimediasi oleh kerja terstruktur dari isoform PRA dan PRB. Kedua PRA dan PRB ditranskripsikan dari dua promotor yang berbeda dalam satu gen tunggal, dan PRA berbeda dari PRB dari ketiadaan 164 asam amino pada terminus protein amino.61 Walaupun PRA dan PRB dapat mengaktifkan transkripsi dari gen target sebagai respon terhadap progesteron, PRA dan PRB mempunyai aktivitas transkripsi yang berbeda. Telah didokumentasikan bahwa PRB merupakan aktivator transkripsi yang lebih kuat dibandingkan dengan PRA dan PRA diduga repressor kuat untuk PRB.58
Regulasi dari ekspresi PR melibatkan beberapa proses yang berbeda termasuk transkripsi, translasi, dan modifkasi post-translasi.61
Beberapa penelitian membuktikan bahwa ekspresi PR maupun ER memberikan angka ketahanan hidup yang lebih baiksedangkan hilangnya PR dikaitkan dengan resistensi progestin dan meningkatkan progresifitas karsinoma endometrium. Namun pada penelitian lain pendapat tersebut ditolak berdasarkan hasil penelitian mereka yang menunjukkan tidak ada pengaruh antara disease-free dan angka ketahanan hidup dengan ekspresi reseptor progesteron maupun estrogen.62,63
Ada beberapa pendapat mengenai status PR pada karsinoma endometrium, dimana ada penelitian yang menunjukkan bahwa PRB dominan pada karsinoma endometrium pada stadium yang lebih lanjut, namun ada juga penelitian yang menunjukkan PRA yang lebih dominan.13,57
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ai et al, disebutkan bahwa ekspresi PR dikaitkan dengan prognosis yang lebih baik pada pasien karsinoma endometrium yang diterapi dengan progestin.Ekspresi PR, terutama PRB, mempunyai peranan penting dalam kerja progestin, karena efek inhibisi dari progestin dalam pertumbuhan sel dan kemampuannya menginvasi terjadi terutama melalui aktivitas PRB. Penurunan ekspresi PRB dilaporkan mempunyai prognosa yang lebih jelek pada pasien dengan karsinoma endometrium yang mengalami resistensi MPA dalam pengobatan karsinoma endometrium. Resistensi ini juga dihubungkan dengan ekspresi yang berlebihan dari faktor pertumbuhan seperti Epidermal Growth Factor (EGF).63
lebih pendek. Dengan kata lain, rasio PRA/PRB dapat digunakan sebagai faktor prognosis dan menentukan respon terhadap terapi progesteron.13,57
Hilangnya ekspresi PR dikaitkan dengan penyakit stadium akhir dimana tumor tidak lagi memberikan respon terhadap terapi progesteron. Dalam penelitian Hanekamp et al yang mengaitkan regulasi in vitro progesteron dari beberapa gen yang diseleksi, yang memiliki potensi untuk terlibat dalam invasi dan metastasis, dengan perubahan in vivo pada ekspresi protein yang terkait selama progresi karsinoma endometrium.48
Kobel et al melakukan penelitian untuk menilai hubungan ekspresi reseptor progesteron dengan angka ketahanan hidup. Dari penelitian ini didapatkan bahwa pasien dengan karsinoma endometrium resiko tinggi memiliki status PR negatif. Angka ketahanan hidup lebih tinggi pada pasien dengan status PR positif dengan LVSI negatif. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa status PR dapat digunakan sebagai faktor resiko untuk menilai apakah pasien perlu dilakukan terapi adjuvan.64
endometrium, terjadi peningkatan ekspresi MMP yang merupakan salah satu prognostik buruk pada karsinoma endometrium.65
Penelitian oleh Horst et al menyimpulkan bahwa hilangnya ekspresi PR berkorelasi dengan peningkatan derajat histologi dan stadium pada karsinoma endometrium. Dengan adanya sel kanker akan menyebabkan infiltrasi limfosit T ke daerah lesi sebagai antikanker. Proses EMT diaktivasi oleh sinyal Wnt/β -catenin dan Transforming Growth Factor-β(TGF-β). Aktivasi jalur ini akan menyebabkan perangsangan transkripsi Snail1/2 yang akan menyebabkan degradasi membran basal melalui perangsangan MMP (Matrix Metalloproteinase), sehingga terjadinya kehilangan penanda epitel seperti E-cadherin dan meningkatnya penanda mesenkim seperti vimentin.59
Hal ini juga sesuai dengan penelitian oleh Kreizman-Shefer et al yang menyatakan bahwa PR pada sel karsinoma endometrium berkorelasi dengan diferensiasi sel, histologi, penyebaran ke adneksa, dan rekurensi. Ekspresi PR menurun hingga negatif pada karsinoma endometrium. Ekspresi PR semakin menurun dengan meningkatnya derajat histologi sel dan berkorelasi terbalik dengan invasi miometrium. Hal ini disebabkan karena penurunan ekspresi E-chaderin dan peningkatan EMT. Adanya ERα, ERβ, PRA dan PRB juga berhubungan dengan respon terapi.14Ehrilch et al melaporkan adanya respon klinis terhadap pemberian progesteron pada 175 pasien yang menunjukkan PR-positif dan 12% PR-negatif dengan peningkatan angka ketahanan hidup pada pasien dengan PR-positif dibandingkan dengan PR-negatif. Rekurensi juga lebih banyak terjadi pada pasien dengan PR-negatif.13
positif pada karsinoma endometrium adalah sebesar 73.7% dan 68.4%. Hilangnya ekspresi ER berkorelasi dengan ukuran tumor, diferensiasi sel yang buruk, LVSI positif, dan stadium lanjut. Hilangnya ekspresi PR juga berkorelasi dengan diferensiasi sel yang buruk, LVSI positif, dan stadium lanjut (III dan IV). Dalam hal ini, ekspresi PR merupakan marker yang lebih baik dalam menilai agresifitas karsinoma.66,67
Penelitian oleh Huvila et al yang menilai ekspresi PR pada pasien-pasien karsinoma endometrium yang mengalami kekambuhan. Pada penelitian ini didapati bahwa hilangnya ekspresi PR berhubungan dengan terjadinya kekambuhan pada pasien karsinoma endometrium stadium I dan II. Pada penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa status PR merupakan prediktor yang lebih signifikan bila dibandingkan dengan LVSI atau ukuran tumor sehingga pasien karsinoma endometrium stadium awal dengan PR negatif sangat dianjurkan untuk diberikan terapi adjuvan yaitu radiasi.68
2.5. Pemeriksaan Imunohistokimia Reseptor Progesteron
Beberapa metode penilaian IHC tersebut adalah dengan menggunakan sistem skoringsebagai berikut:
1) Intensity Score dan Proportion Score, merupakan sistem skoring dengan menilai intensitas sel yang terwarnai secara keseluruhan (intensity score/IS) dan persentase sel tumor yang terwarnai (proportion score/PS). Pada intensity score ada empat poin yaitu, 0= tidak terwarnai, 1= terwarnai lemah, 2=terwarnai sedang, 3= terwarnai kuat. Penilaian pada proportion score adalah = tidak terwarnai, 1= terwarnai <1%, 2=1-10%, 3=11-33%, 4=34-66%, 5= 67-100%.70,71
Tabel 2.3 Sistem Intensity Score dan Proportion Score.71
Skor untuk proporsi sel yang terwarnai
Skor untuk intensitas pewarnaan
0: Tidak ada nukleus yang terwarnai
0 : Tidak terwarnai
1 : <1% nukleus yang terwarnai 1 : Intensitas pewarnaan lemah
2 : 1-10% nukleus yang terwarnai 2 : Intensitas pewarnaan sedang
3 : 11-33% nukleus yang terwarnai 3 : Intensitas pewarnaan kuat
4 : 34-66% nukleus yang terwarnai
5 : > 66% nukleus yang terwarnai
Gambar 2.7.Kalkulasi Perhitungan AllredScore.71
Warna hijau menunjukkan sel yang tidak terwarnai, dimana warna abu, abu-abu tua dan hitam menunjukkan sel yang terwarnai dengan intensitas yang
berbeda
Tabel 2.4. Allred Score.71 Persentase dari nukleus
sel yang positif (PS)
Intensitas nukleus
yang terwarnai (IS) Skor 0 : Tidak ada nukleus 1 : <1% nukleus yangpositif 1 : Reaksi pewarnaan
lemah
2 : 1-10% nukleus yang positif
2 : Reaksi pewarnaan sedang
3 : 11-33% nukleus yang positif
3 : Reaksi pewarnaan kuat
4 : 34-66% nukleus yang positif
3) Immunoreactive Score (IRS score), merupakan perkalian dari Intensity Score (IS) dan Proportion Score (PS).71
Tabel 2.5. “Remmele Score” (IRS, Immunoreactive score berdasarkan Remmele dan Stegner).72
Persentase nukleus
Gambar 2.8.Imunohistokimia Reseptor Estrogen dan Progesteron Pada Karsinoma Endometrium. Positif pada pewarnaan reseptor progesteron
2.7 Kerangka Konsep
DI FEREN SI ASI SEL EK SPRESI
RESEPT OR
ST ADI U M K ARSI N OM A