BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
2.1.1 Pengertian Beton
Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Belanda yaitu beton dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia beton adalah campuran semen, kerikil, dan pasir yang diaduk dengan air untuk tiang rumah, pilar, dinding, dan sebagainya. Sedangkan dalam bahasa Inggris, beton dikenal dengan kata concrete sedangkan dalam bahasa Latin concretus yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa Jepang, beton disebut dengan kotau-zai, yang arti harafıahnya material-material seperti lulang; mungkin karena agregat mirip tulang-tulang hewan.
Beton didefinisikan sebagai campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk massa padat (SK SNI T-15-1991-03). Campuran tersebut akan mengeras seperti batuan dan pengerasan terjadi karena adanya peristiwa reaksi kimia antara semen dengan air.
Sistem kerja terbentuknya beton yaitu agregat-agregat kasar (batu pecah), dan diisi oleh batuan kecil (agregat halus atau pasir), dan pori-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan air (pasta semen). Pasta semen berfungsi untuk merekatkan atau mengikat agregat kasar dan halus dalam proses pengerasan, sehingga butiran — butiran agregat saling terekat dengan kuat.
penting dalam perencanaan beton, sehingga diperoleh kekuatan yang optimum. Selain itu, kemudahan pengerjaan (workabilitas) juga sangat dibutuhkan pada pembuatan beton. Apabila suatu struktur beton didesain supaya memiliki kuat tekan yang tinggi, namun jika desain tersebut tidak dapat diimplementasikan di lapangan karena sulit untuk dilakukan, maka rancangan tersebut menjadi sia-sia.
Dari pemakaiannya yang begitu luas dan kelebihannya, dapat disimpulkan bahwa struktur beton memiliki banyak keunggulan dibanding materi struktur yang lain. Adapun sifat-sifat beton, yaitu sebagai berikut:
a. Kuantitas (availability) material dasar.
1. Pada umunya, agregat dan air bisa didapat dari daerah sekitar tempat pembuatan. Semen pada umumnya juga dapat tersedia di daerah setempat, biasanya ada toko-toko penyedia semen. Oleh karena itu biaya pembuatan relatif lebih murah. Dari material-material yang dibutuhkan dalam pembuatan beton, material yang paling mahal adalah semen.
2. Jika dibandingkan dengan struktur baja yang harus diproduksi di pabrik atau jika diimpor, tentu biaya yang dibutuhkan lebih mahal dan selain itu pengangkutan menjadi masalah tersendiri jika proyek berada di tempat yang sulit untuk dijangkau, sementara beton akan lebih mudah karena masing-masing material bisa diangkut sendiri.
3. Bagaimana dengan struktur kayu jika dibandingkan dengan struktur beton, jika struktur kayu digunakan secara massal dapat menyebabkan dampak negatif pada lingkungan seperti banjir, erosi, perlambatan penyerapan unsur CO2 di alam, global warming, dan lain-lain.
b. Kemudahan untuk dipergunakan (versatilily).
2. Beton dapat digunakan pada berbagai struktur, seperti: bendungan, jembatan, fondasi, jalan, landasan bandar udara, insulator panas, perlindungan dan radiasi, pipa, dan lain-lain. Beton ringan bisa dipakai untuk blok dan panel dan beton arsitektural bisa dipergunakan pada kebutuhan dekoratif.
c. Kemampuan beradaptasi (adaptability).
l . Beton dapat dicetak dengan bentuk dan berbagai ukuran, misalnyapada struktur cangkang (Shell), silinder dan bentuk-bentuk khusus 3 dimensi lainnya.
2. Beton bersifat monolit oleh karena itu beton tidak memerlukan sambungan seperti baja.
3. Beton dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar dari cara yang sederhana (tidak memerlukan ahli khusus (kecuali beberapa pengawas yang sudah mempelajari teknologi beton), sampai dengan memakai alat modern di pabrik yang serba otomatis dan terkomputerisasi. Tetapi, metode produksi yang modern memungkinkan industri beton yang profesional dan terkualifikasi.
4. Konsumsi energi minim per kapasitas dan jauh lebih rendah dari baja. d. Kebutuhan pemeliharaan yang minimal
Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi yaitu lebih tahan karat, sehingga tidak perlu dicat seperti struktur baja, dan lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.
2.1.2 Kelemahan Beton dan Cara Mengatasinya
Di samping segala keunggulan di ataş, beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan.
a. Berat jenis beton sekitar 2400 kg/m3
d. Kualitasnya sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan.
e. Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daur-ulang biasanya sulit. Dalam hal ini struktur baja lebih unggul, misalnya tinggal melepas sambungannya saja.
Meskipun demikian beberapa kelemahan beton tersebut di atas dapat diatasi dengan berbagai cara, yaitu :
a. Memakai beton bertulang atau beton pratekan.
b. Untuk elemen struktural: Membuat beton pratekan, membuat beton mutu tinggi, sedangkan untuk elemen non-struktural dapat menggunakan jenis beton ringan. c. Melakukan perawatan (curing) yang baik untuk mencegah terjadinya retak.
d. Mempelajari teknologi beton dan melakukan pengawasan dan kontrol kualitas yang baik.
Dengan demikian, apakah beton merupakan material bangunan yang lebih sulit apabila dibandingkan dengan material bangunan yang lain? Jawabannya adalah ya dan tidak. Ya, jika melihat permasalahan di atas dan tidak, apabila sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk memproduksi beton yang berkualitas sesuai desain yang direncanakan, konsisten dan seragam, serta ekonomis.
2.1.3 Kemudahan Pengerjaan (Workability)
1. Takaran air yang dicampur
Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan ( namun takarannya tetap harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya segregasi)
2. Gradasi campuran pasir dan kerikil
Campuran pasir dan kerikil harus mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan agar adukan beton mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.
3. Kandungan semen
Dimasukkannya semen ke dalam campuran juga mempermudah pengadukan betonnya, karena akan diikuti dengan penambahan air ke dalam campuran beton untuk memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.
4. Bentuk butiran agregat kasar
Agregat yang berbentuk bulat-bulat akan lebih mudah untuk dikerjakan. 5. Cara pemadatan dan alat pemadat
Pemadatan dapat dilakukan dengan bantuan alat getar (vibrator) atau tangan, sehingga menimbulkan tingkat kelecakan yang saling berbeda, oleh karena itu dibutuhkan takaran air yang lebih sedikit apabila pemadatan dilakukan dengan tangan.
2.2 Beton Pervious
Pervious concrete disebut juga dengan No fines concrete atau beton non pasir
pervious menghasilkan beton yang berpori sehingga beratnya berkurang (Ir. Kardiyono Tjokrodimulyo, 2009).
Pervious concrete adalah beton yang dibentuk dari campuran semen, agregat kasar, air
dengan bahan tambah atau admixture. Pervious concrete atau beton pervious dapat dibuat dengan menggunakan sedikit agregat halus atau bahkan menghilangkan penggunaan agregat (Van Midde & Son Concrete, 2009). Teknologi ini menghasilkan suatu beton yang dapat mengalirkan air yang ada pada permukaannya langsung ke tanah, karena pada strukturnya terdapat pori–pori diantara ikatan agregat-agregatnya.
2.2.1Manfaat dari Beton Pervious
Penggunaan dari beton pervious berfungsi sebagai material paving jika dibandingkan dengan beton konvensional jika diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yakni:
a. Keamanan
b. Manfaat terhadap lingkungan
c. Ekonomis
a. Keamanan
Adanya pori-pori diantara ikatan agregat-agregatnya, pada beton ini mempunyai tingkat permeable (daya serap) yang tinggi, mengakibatkan air pada permukaan beton mengalir dengan cepat menembus beton pervious menuju lapisan di bawahnya.
b. Manfaat Terhadap Lingkungan
mengurangi nilai koefisien run off jika dibandingkan dengan beton konvensional. Koefisien run off didefinisikan sebagai nilai laju puncak aliran permukaan terhadap
intensitas hujan. Koefisien run off merupakan indikator persentase kecepatan aliran air yang langsung pergi ke laut. Tentu dengan teknologi yang diterapkan pada beton ini, mampu memperhambar peningkatan atau mampu menurukan nilai laju kecepatan aliran air menuju ke laut.
Selain itu, beton pervious berdampak positif terhadap lingkungan yaitu dapat mengurangi efek panas perkotaan karena mempunyai karakteristik yang permeable, dan mengurangi irigasi air di daerah yang menerapkan teknologi ini, karena air akan diserap oleh tanah dasarnya. Sehingga memeberi pasokan air yang cukup di dalam tanah untuk penduduk daerah yang menerapkan teknologi beton ini.
c. Ekonomis
Penggunaan beton lolos air mampu mengurangi limpasan, seperti kolam retensi dan kebutuhan sistem drainase. Tentu jika kontruksi perkerasan jalan dibuat tanpa diikuti pembangunan drainase, maka mampu memangkas penggunaan biaya dari pemerintah ataupun pihak owner sehingga menghasilkan biaya yang lebih ekonomis.
2.2.2 Proporsi Campuran
diinginkan dalam produksi proporsi akhir dari campuran sehingga dapat dilaksanakannya penelitian.
2.2.3 Sifat Beton Pervious (Porous Concrete)
a. Kekuatan Tekan
Pada umumnya, kuat tekan beton pervious pada umur 28 hari berkisar dari 3,5 MPa – 28 MPa (5000 – 4000 psi) dengan 17 MPa sebagai nilai khusus. Karena tidak ada standar untuk pabrikasi yang berkembang lagi, melalui metode core dianggap mampu diandalkan untuk mengukur kekuatan beton pervious.
b. Laju Infiltrasi
Nilai laju infiltrasi berbanding lurus dengan jumlah rongga antara ikatan-ikatan agregat pada beton lolos air. Semakin banyak jumlah rongga maka semakin besar pula nilai laju infiltrasinya, sebaliknya semakin sedikit jumlah rongganya maka semakin kecil pula nilai laju infiltrasinya. Nilai laju infiltrasi dalam satuan inchi/jam dilakukan dengan menggunanakan infiltration ring yang berdiameter 12 inchi dan metode pengujiannya berdasarkan acuan pada
ASTM C 1701/ ASTM C 1701M-09.
2.2.4 Klasifikasi Beton Pervious
Pengklasifikasian beton pervious didasarkan secara fungsional dan pada penelitian ini digolongkan pengelompokkannya berdasarkan mutu paving block yaitu menurut SNI 03-0691-1996.
1. Mutu Concrete Block Tipe A : digunakan untuk jalan
2. Mutu Concrete Block Tipe B : digunakan untuk parkiran 3. Mutu Concrete Block Tipe C : digunakan untuk pejalan kaki
Adapun pengklasifikasian paving block berdasarkan mutu-mutunya yang mengacu pada SNI 03-0691-1996 yaitu dimuat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Mutu Paving Block
2.3 Bahan-bahan Penyusun Beton Pervious
2.3.1 Semen
Semen merupakan bahan yang bersifat adhesive dan kohesif, yaitu sebagai bahan pengikat. Semen berfungsi untuk mengikat butir-butir agregat sehingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.
a. Kehalusan Butir
Kehalusan semen berpengaruh terhadap waktu pengerasan semen. Pada umumnya, semen yang berbutir halus dapat meningkatkan kohesi pada beton segar dan juga mampu mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar).
b. Waktu ikatan
Yang dimaksud dengan waktu ikatan ialah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tahap dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan dan terhitung sejak air tercampur dengan semen. Adapun waktu ikat awal yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya. Sedangkan waktu ikat akhir adalah pada saat sampai pastanya menjadi massa yang keras.
c. Perubahan Volume
Perubahan kimia pasta semen yang telah mengeras merupakan nilai ukur yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan sifat untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi.
d. Kemulusan
e. Kepadatan (Density)
Berdasarkan dari ASTM, berat jenis semen yang disyaratkan adalah 3,15. Berat jenis semen yang diproduksi yang berkisar antara variasi ini akan berpengaruh pada proporsi semen dalam campuran.
f. Panas Hidrasi
Panas hidrasi merupakan panas yang terjadi ketika semen bereaksi dcngan air. Jumlah panas yang dikeluarkan terutama bergantung pada susunan kimia, kehalusan butiran semen, serta suhu pada waktu dilaksanakan perawatan. Adapun masalah dalam pelaksanaannya, panas ini dapat mengakibatkan timbulnya retakan pada saat pendinginan. Untuk mencegah ini, maka perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing).
2.3.2 Semen Portland
Semen portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang pada umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat. Pada umumnya, semen portland memiliki batasan waktu ikatan semen yakni sebagai berikut:
Waktu ikat awal > 60 menit
Waktu ikat akhir > 480 menit
Waktu ikatan awal yang cukup awal dibutuhkan pada pengerjaan beton, yaitu waktu transportasi, penuangan, pemadatan, dan hingga perataan permukaan.
1. Semen Portland Tipe I
Semen portland tipe I digunakan untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memakai persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal. Semen ini dipakai pada tanah dan air yang mengandung sulfat 0,0% – 0,10%, bangunan rumah, perkerasan jalan, gedung-gedung bertingkat, dan lain-lain.
2. Semen PortLand tipe II
Semen portland tipe II digunakan pada konstruksi bangunan dari beton massa yang memerlukan ketahanan sulfat (mengandung sulfat antara 0,10–0,20%) dan panas hidrasi sedang seperti bangunan di daerah bekas tanah rawa, bangunan dipinggir laut, beton massa untuk dam-dam, saluran irigasi, dan landasan jembatan.
3. Semen Portland type III
Semen portland tipe III digunakan pada konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi seperti pada pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan tingkat tinggi, bangunan-bangunan yang tidak memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat.
4. Semen Portland tipe IV
5. Semen Portland tipe V
Semen portland tipe V dipakai pada konstruksi bangunan-bangunan pada tanah atau air yang mengandung sulfat melebihi 0,20% dan untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, jembatan, konstruksi dalam air, terowongan, pembangkit tenaga nuklir , dan pelabuhan.
6. Super Masonry Cement
Semen ini dapat digunakan pada konstruksi jalan, perumahan gedung, dan irigasi dengan mutu beton maksimal K-225 dan juga sebagai bahan pokok pembuatan genteng beton, paving block, dan bahan bangunan lainnya.
7. Oil Well Cement, Class G-HSR (High Sulfate Resistance)
Oil Well Cement merupakan semen khusus yang dipakai untuk pembuatan sumur minyak
bumi dan gas alam .
8. Portland Composite Cement (PCC)
Semen memenuhi persyratan mutu portland Composite Cement SNI 15-7064-2004 dapat dipergunakan secara luas untuk konstruksi umum pada semua beton. Struktur bangunan bertingkat, struktur jalan beton, beton pra tekan dan pra cetak, struktur jembatan, pasangan bata, bahan bangunan, plesteran dan acian, panel beton, paving block, batako, genteng, dan lain-lain.
9. Super Portland Pozzolan Cement (PPC)
Semen yang memenuhi persyaratan mutu semen Portland Pozzoland SNI 15-0302-2004 dan ASTM C 595 M-05 s dapat dipakai secara luas, contohnya :
- Konstruksi beton massa (irigasi, bendungan, dan dam)
- Pekerjaan pasangan dan plesteran.
Bahan pokok pembentuk semen portland adalah silica (SiO3), alumina (Al2O3), magnesia (MgO), kapur (CaO), dan alkali. Terkadang, oksida besi ditambahkan untuk mengontrol kompisisinya dan gipsum (CaSO4.2H2O) digunakan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri Mulyono, 2004). Komposisi senyawa utama dan senyawa pembentuk dalam semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3 berikut ini.
Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Utama Semen Portland (Tri Mulyono, 2003)
Nama Kimia Rumus Kimia Notasi Persen Berat Dikalsium Silikat
2.3.3 Agregat
Dalam pembuatan beton, penggunaan agregat dibutuhkan, karena agregat merupakan bahan yang saling diikat oleh perekat semen dalam campuran beton (CUR 2, 1993). Kandungan agregat dalam campuran beton pada umumnya berkisaran 60%-70% dari volume beton. Teknologi bahan beton mengatur sebuah sistem bahwa agregat harus bergradasi tepat untuk menghasilkan fungsi dari massa beton sebagai benda yang rapat, kokoh, dan homogen. Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu agregat alam dan buatan (pecahan). Keduanya dibedakan berdasarkan asal, berat, diameter, dan tekstur permukaannya.
2.3.4 Agregat Kasar Hasil Daur Ulang
Agregat kasar adalah berupa kerikil hasil desintergrasi alami dari batuan-batuan atau
berupa batu pecah yang diperoleh dari kegiatan pemecahan batu dengan besar butir lebih dari
4,75 mm. Dalam penggunaannya, kerikil harus memenuhi syarat-syarat berikut, yaitu :
1. Kandungan lumpur tidak lebih dari 1%, jika melebihi dari ketentuan maka diharuskan
melakukan pencucian.
2. Tidak mengandung zat-zat yang dapat merusak batuan seperti zat-zat yang aktif
terhadap alkali.
3. Adapun aggregat yang berbentuk pipih dapat dipergunakan dalam pembuatan beton
dengan syarat tidak lebih dari 20%.
4. Butir-butir keras dan tidak berpori serta bersifat kekal karena pengaruh cuaca dan
Adapun batasan gradasi agregat kasar berdasarkan SNI-03-2834-2000, yaitu sebagai
berikut :
Tabel 2.3 Gradasi Agregat Kasar (Split)
Ukuran Saringan %Lolos Saringan/Ayakan
Dalam penelitian ini, agregat kasar yang digunakan adalah hasil dari penghancuran
beton-beton hasil pengujian dengan gradasi sesuai SNI-03-2834-2000. Agregat kasar daur
ulang memiliki permukaan yang masih tertutupi oleh mortar yang sudah membeku, sehingga
pembersihannya tidak direndam dengan menggunakan dengan aquades atau air, agar tidak
melekangkan mortar dari agregat kasarnya, tetapi pembersihan dilakukan dengan
membersihkan kotoran-kotoran yang tercampur dengan kumpulan agregat kasar daur ulang
saat pemecahan beton-beton sisa hasil pengujian yang telah dibuang dan menyiramnya
dengan air sedikit untuk membersihkan kotoran-kotoran yang telah melekat di permukaan
a. b.
Gambar 2.1 Pecahan Limbah Beton (a. Pecahan limbah beton yang dihancurkan; b.
Pecahan limbah beton yang akan diayak)
2.3.5 Air
Dalam pembuatan beton, air berfungsi sebagai bahan pencampur antara semen dengan
agregat. Air yang dipergunakan tidak boleh mengandung bahan yang bersifat alkali, asam,
dan minyak. Begitu juga air yang mengandung tumbuh-tumbuhan busuk harus dihindari
karena dapat mengganggu pengikatan semen. Pada umunya, air yang baik dalam pembuatan
beton adalah air minum dan tidak mengandung sulfat (Oglesby, 1996).
Air yang mengandung kotoran dengan kapasitas cukup banyak akan mengganggu proses
pengerasan dan mengurangi kekuatan beton. Berikut akibat dari kotoran yang terkandung di
dalam air, yaitu sebagai berikut :
1. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton
2. Bercak-bercak pada permukaan beton
3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan
4. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan
5. Gangguan terhadap kekuatan dan ketahanan beton
Menurut PBI 1971, air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan memiliki
1. Air yang digunakan untuk pembuatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam
alkali, bahan-bahan organik, garam-garam, dan bahan-bahan lain yang dapat merusak
beton.
2. Jumlah air yang dipakai pada adukan betondapat ditentukan dengan ukuran berat dan
harus dilakukan dengan tepat.
3. Jika dilihat perlu untuk dibawa ke Laboratorium Penyelidikan Bahan untuk
mendapatkan pengujian sesuai yang dipersyaratkan.
Dalam pembuatan beton, jika air yang digunakan berlebihan maka dapat menyebabkan
banyaknya gelembung-gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan jika air yang
digunakan terlalu sedikit dapat menyebabkan proses hidrasi tidak seluruhnya selesai. Hukum
perbandingan air semen dari Abrams adalah ― Pada bahan-bahan beton dan keadaan
pengujian tertentu, jumlah air campuran yang dipakai menentukan kekuatan beton, selama
campuran cukup plastis dan dapat dikerjakan‖ (Murdock,L.J.1991). Hukum ini menyebutkan
bahwa beton yang dipadatkan sempurna dengan agregat yang baik dengan kadar semen
tertentu, kekuatannya tergantung pada perbandingan air semen.
2.3.6 Retarder
Retarder adalah zat kima yang digunakan dalam pembuatan beton untuk memperlambat
proses ikatan campuran beton. Pada umumnya diperlukan untuk beton yang tidak dibuat
dilokasi penuangan beton. Proses pengikatan campuran beton membutuhkan waktu sekitar 1
jam, sehingga apabila sejak beton dicampur hingga penuangan membutuhkan waktu lebih
dari 1 jam, maka perlu ditambahkan retarder. Retarder bisa berupa gula, sucrose, sodium
gluconate, glucose, citric acid, dan tartaric acid.
Retarder merupakan bahan kimia untuk memperlambat waktu pengikatan (setting time)
lama sehingga dapat menghindari dampak penurunan pada saat pengecoran dilaksanakan.
Mekanisme cara kerja retarder yaitu membungkus butir semen dengan OH- sehingga
memperlambat reaksi awal dari hidrasinya dan terbentuknya garam (Ca) dalam air akan
mengurangi konsentrasi ion Ca sehingga memperlambat kristalisasi selama fase hidrasi.
Gambar 2.2Retarder
Temperatur setinggi 300C-320C atau lebih sering menyebabkan makin cepatnya hardening, yang menyebabkan sukarnya penuangan dan penyelesaian. Salah satu cara untuk mengatasinya yaitu dengan menurunkan temperatur dengan mendinginkan air atau agregat atau keduanya. Adapun fungsi dari retarder lebih spesifik yaitu sebagai berikut:
Mencegah terjadinya sambungan dingin (cold joints) pada saat pengecoran beton masif dimana pengecoran lapisan demi lapisan membutuhkan waktu yang cukup lama atau pengecoran yang terganggu.
Mengurangi kecepatan evolusi panas (untuk pengecoran yang luas pada cuaca panas).
Memperhambat waktu pengikatan (setting time) dan pengerasan (hardening).
Untuk transportasi yang lama, misalnya pada pembuatan beton jadi (ready mix), dapat menunda waktu pengikatan awal (initial set) dengan tetap menjaga sifat kemudahan saat dikerjakannya.
2.4 Pengujian Benda Uji
Pengujian benda uji yang dilakukan pada beton pervious yaitu pengujian kuat tekan
menurut SNI 03-6805-2002 dan kecepatan infiltrasi menurut ASTM C 170.
2.4.1 Pengujian Keausan
Agregat kasar sebagai bahan campuran beton haruslah memiliki ketahanan terhadap
pengausan sehingga menunjukkan kemampuan agregat kasar dalam menahan pengrusakan
struktur akibat adanya bantingan, tekanan, pengikisan yang terjadi saat diangkat, dan saat
melaksanakan pekerjaan lapangan lainnya.
Pengujan keausan adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui persentase
keausan agregat kasar daur ulang dengan menggunakan mesin los angeles dan peluru
pengaus atau bola baja sebagai nilai bantu untuk menghancurkan agregat. Jika hasil
persentase keausan agregat kasar lebih besar dari 40%, maka agregat tidak baik sebagai
bahan perkerasan, sebaliknya jika persentase keausan agregat lebih kecil dari 40%, maka
agregat kasar tersebut baik sebagai bahan perkerasan. Adapun tabel jenis kelas kerikil untuk
percobaan los angeles dan jumlah peluru berdasarkan kelas kerikil yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.4 Gradasi dan Berat Benda Uji
Ukuran Saringan Berat dan Gradasi Benda Uji ( Gram )
Lewat (mm) Tertahan (mm) A B C D E F G
76,2 63,5 2500
63,5 50,8 2500
50,8 38,10 5000 5000
38,10 25,40 1250 5000 5000
25,40 19,05 1250 5000
19,05 12,70 1250 2500 5000
9,50 6,35 2500
6,35 4,75 2500
4,75 2,36 5000
Jumlah Bola 12 11 8 6 12 12 12
Berat Bola (gram) 5000 4584 3330 2500 5000 5000 5000
(Sumber : SK SNI 2417–1991)
Pengujian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan bahan dan peralatan dalam pengujian keausan agregat dengan mesin los
angeles.
2. Timbang agregat kasar daur ulang sesuai ketentuan SK SNI 2417–1991.
3. Persiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam pengujian keausan
agregat dengan mesin los angeles seperti peluru pengaus dan agregat kasar daur ulang.
4. Ambil agregat kasar dan jumlah peluru pengaus berdasarkan kelas gradasinnya lalu
masukkan ke dalam mesin los angeles.
5. Aktifkan mesin dengan kecepatan putaran 30–33 rpm yaitu sekitar 500 putaran selama
15 menit.
6. Setelah 15 menit, keluarkan agregat kasar dari mesin los angeles dan saring dengan
memakai ayakan 1,68 mm.
7. Timbanglah berat agregat kasar yang lolos dan tertahan saringan 1,68 mm tersebut.
8. Selanjutnya yaitu dilakukan pengolahan data dengan rumus sebagai berikut:
Keausan = A – B x 100%
A
Keterangan : A : Berat awal benda uji (gram)
B : Berat akhir benda uji yang lolos saringan 1,68 mm (gram). 2.4.1 Pengujian Kuat Tekan
Pada pengujian ini, silinder beton harus memiliki permukaan yang rata, rusuknya tidak
mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan. Semua itu dilakukan dengan cara meratakan
permukaan silinder saat sebelum 1 jam dari penuangan beton ke cetakan silinder dengan alat
mata sendok semen. Adapun langkah-langkah pelaksanaan pengujian kuat tekan yaitu
sebagai berikut :
1. Ambil 15 buah sampel uji lalu letakkan ke dalam mesin penekan.
2. Sampel uji yang telah siap, ditekan hingga hancur dengan mesin penekan yang dapat
diatur kecepatannya dari awal penekanan sebuah benda uji hingga hancur selama 1-2
menit.
3. Kuat tekan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
kuat tekan =
Keterangan : P = beban tekan (N)
L = luas bidang tekan (mm2)
Kuat tekan rata-rata dihitung dari jumlah kuat tekan seluruh sampel uji dibagi dengan
banyak sampel uji.
2.4.2 Pengujian Kecepatan Infiltrasi
Pengujian kecepatan infiltrasi dilakukan dengan menuangkan air ke ring yang telah
disiapkan dengan ukuran diameter 30 cm dan ketinggian lebih dari 15 mm dan diletakkan di
atas beton pervious berbentuk plat. Adapun rumus kecepatan infiltrasi sesuai ASTM C 170,
I =
Keterangan :
I = Kecepatan Infiltrasi (Inc/Hr)
M = Massa air (lb)
T = Lama infiltrasi (sec)
K = Constant (126,87)
D = Diameter ring (inc)
Kecepatan infiltrasi rata dari benda uji dihitung dari jumlah kecepatan infiltrasi