• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan dan Motivasi dengan Pencegahan Hipertensi Pada Usia 25-45 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengetahuan dan Motivasi dengan Pencegahan Hipertensi Pada Usia 25-45 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi

2.1.1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan

(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Penulisan tekanan darah didasarkan

pada dua fase setiap denyut jantung. Nilai yang lebih tinggi (sistolik) menunjukkan

fase darah sedang dipompa oleh jantung sedangkan nilai yang lebih rendah (diastolik)

menunjukkan fase darah kembli kedalam jantung (Dalimarta, 2008).

Sedangkan menurut Gunawan (2001) hipertensi didefinisikan sebagai

peningkatan tekanan darah yang tingginya tergantung umur individu yang terkena.

Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu tergantung posisi tubuh, umur

dan tingkat stres yang dialami.

Secara umum hipertensi adalah tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi

140/90 mmHg. Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah

kedalam pembuluh nadi (saat jantung mengerut). Diastolik adalah tekanan darah pada

saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (Sutanto, 2010).

(2)

2.1.2. Klasifikasi Tekanan Darah

Menurut WHO didalam Guidelines (1999), batas tekanan darah yang masih

dianggap normal adalah 140/90 mmHg. Tekanan darah sama atau lebih dari 160/95

mmHg dinyatakan sebagai hipertensi (Lili Marliani dan Tantan S, 2007).

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut National Institute of Health (Lembaga Kesehatan Nasional di Amerika)

Kategori Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal < 130 < 85

Perbatasan 130-139 85-89

Hipertensi stadium 1 (ringan) 140-159 90-99 Hipertensi stadium 2 (sedang) 160-179 100-109

Hipertensi stadium 3 (berat) ≥ 180 ≥110

Sumber: Dalimartha, 2008

2.1.3. Faktor Risiko

Faktor risiko hipertensi adalah faktor-faktor yang bila semakin banyak

menyertai penderita dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Faktor ini ada yang

dapat dihindarkan atau diubah ada yang tidak dapat diubah (Budisetio, 2001).

Hipertensi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: Ras, usia, riwayat

keluarga, jenis kelamin, faktor resiko ini tidak dapat diubah, dan yang dapat diubah

seperti obesitas, merokok, alkohol, sress, faktor resiko tersebut dapat dilihat

(3)

1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

Penduduk Amerika Serikat yang berumur 18 tahun keatas menderita

hipertensi 34 % pada pria dan 31 % pada wanita yang berkulit hitam, sedangkan

wanita berkulit putih 25% , pria 24% yang mengidap hipertensi, sedangkan pada

orang hispanik terdapat 23% pria dan 22% wanita, pada keturunan Asia dan

suku-suku di kepulauan Pasifik diketemukan hanya 10% pria dan 8 % wanita sedangkan

diantara orang Indian Amerika kira-kira 27% pria dan wanitanya menderita hipertensi

(Sheps, 2005).

Di Indonesia pria di daerah perkotaan lebih banyak mengalami kemungkinan

menderita hipertensi dibanding wanita. Secara umum wanita lebih banyak menderita

hipertensi dibanding pria. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat dipengaruhi oleh

faktor psikologis. Wanita sering mengadopsi perilaku tidak sehat seperti merokok dan

pola makan yang tidak seimbang sehingga kelebihan berat badan; depresi; dan

rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pria hipertensi lebih berkaitan dengan

pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran

(Sutanto, 2010).

b. Rasa atau Suku Bangsa

Di Amerika Serikat, kaum Negro Kota mempunyai prevalensi dua kali lebih

tinggi dari pada kelompok kulit putih dan lebih dari empat kali lipat morbidity rate

(4)

c. Genetik atau Riwayat keluarga

Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar

45 orang akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang

menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya. Faktor

keturunan memiliki peran yang besar terhadap munculnya hipertensi. Hal tersebut

terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada

kembar monozigot (berasal dari satu sel telur) dibanding heterozigot (berasal dari sel

telur yang berbeda) (Sutanto, 2010).

Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika seorang dari orang

tua kita menderita hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%

kemungkinan mendapatkannya, jika orang tua kita menderita hipertensi maka

kemungkinan kita mendapatkan hipetensi 60%, penelitian terhadap penderita

hipertensi dikalangan orang kembar dan anggota keluarga yang sama, menunjukan

pada kasus-kasus tertentu ada komponen keturunan yang berperan (Sheps, 2005).

2. Faktor resiko yang dapat diubah.

a. Obesitas

Obesitas adalah massa tubuh meningkat yang disebabkan oleh jaringan lemak

yang jumlahnya berlebihan. Pada orang- orang kegemukan sering terdapat hipertensi,

walau sebabnya belum jelas. Oleh sebab itu orang yang terlampau gemuk sebaiknya

berusaha untuk menurunkan berat badan (Sheps, 2005).

Berdasarkan penelitian, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi

(5)

erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari. Bahwa daya pompa jantung dan

sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih lanjut dibandingkan

dengan penderita hipertensi dengan berat badan normal. Pada orang yang menderita

obesitas, organ-organ tubuh dipaksa harus bekerja lebih berat, karena harus

membawa kelebihan berat badan yang tidak memberikan manfaat langsung. Karena

itu mereka merasa lebih cepat gerah (merasa panas) dan lebih cepat berkeringat untuk

menghilangkan kelebihan panas tersebut (Dalimartha, 2008).

WHO pada tahun 2002 telah merekomendasikan bahwa obesitas dapat diukur

dengan Body Mass Indeks (BMI) sebagai indikator kekurangan berat badan,

kelebihan berat badan atau obesitas BMI menggambarkan obesitas menyeluruh atan

general obesity yang paling akurat dapat dihitung dengan mudah: BMI = BB

(Kg)/TB2(m) (Depkes, RI, 2004).

Tabel 2.2. Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh Kategori

< 17, 00 Kurus Sekali

17,0 – 18,4 Kurus

18,5 – 25,0 Normal

25,0 – 27,0 Gemuk

> 27,0 Gemuk Sekali

Sumber Depkes RI, 2004

b. Stres atau Ketegangan Jiwa

Stres bersifat fisik maupun mental menyebabkan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari, mengakibatkan jantung berdenyut lebih kuat dan cepat sehingga terjadi

(6)

adrenalin meningkat sehingga otak memerlukan darah lebih banyak (Budisetio,

2001).

Hormon epinefrin (adrenalin) atau kortisol yang dilepas saat stres akan

menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan menyempitkan pembuluh darah dan

meningkatkan tekanan jantung. Besarnya peningkatan tekanan darah tergantung pada

beratnya stres dan sejauh mana kita dapat mengatasinya. Pengaruh stres yang akut

biasanya hanya sementara namun jika secara teratur menderita stres maka kenaikan

tekanan darah dalam jangka lama akan mengalami kerusakan jantung, arteri, otak,

ginjal, dan mata (Sheps, 2005).

c. Merokok

Rokok adalah salah satu kebiasaan yang identik dengan kebanyakan penyakit

tidak menular, termasuk terbukti hadir sebagai resiko pada penelitian di

negara-negara kawasan Sub Sahara Afrika (Belue dkk, 2009).

Menurut WHO (2002), individu yang terus merokok cenderung meningkatkan

hipertensi, hal ini disebabkan adanya konsumsi kumulatif dari pengguna tembakau.

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah, meskipun pada beberapa penelitian

didapatkan kelompok perokok dengan tekanan darah lebih rendah dibandingkan

dengan kelompok yang tidak merokok (Susalit, dkk, 2001).

Nikotin dalam tembakau penyebab meningkatnya tekanan darah segera

setelah isapan pertama, seperti zat-zat kimia yang terdapat dalam asap rokok, nikotin

diserap dalam pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan kealiran

(7)

terhadap nikotin dengan member sinyal pada adrenal untuk melepas epineprin.

Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung

untuk bekerja lebih berat karena tekanan-tekanan yang lebih tinggi (Sheps, 2005).

d. Asupan garam

Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya

hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi adalah melalui peningkatan

volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh

peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada kondisi

keadaan sistem hemodinamik yang normal (Sutanto, 2010).

Natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Natrium

dan klorida adalah ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi natrium yang berlebihan

menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk

menormalkannya kembali, cairan intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume

cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut

menyebabkan meningkatya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya

hipertensi (Sutanto, 2010).

e. Konsumsi Alkohol

Alkohol dalam darah merangsang pelepasan epinefrin (adrenalin) atau

hormon-hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyembabkan

penumpukan lebih banyak natrium dan air (Sheps, 2005).

Menurut Hendra Budiman, dari FK UNIKA Atmajaya, pada penelitian

(8)

bila intake alkohol diatas 3 gelas perhari. Pada penderita hipertensi yang konsumsi

alkoholnya tinggi, tekanan darah akan menurun dengan menurunnya konsumsi

alkohol. Puddey, salah satu pusat penelitian kesehatan di Australia, menemukan

penurunan tekanan darah yang bermakna pada peminum alkohol jenis standard beer

(5% alkohol) dan menggantikannya dengan swan spensial light (0,9 alkohol).

2.1.4. Etiologi

Berdasarkan etiologi ada dua penyebab hipertensi yaitu:

a. Hipertensi Primer (esensial)

Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak atau belum

diketahui penyebabnya (terdapat kurang lebih 90% dari seluruh hipertensi).

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan

pada jantung dan pembuluh darah (Sutanto, 2010).

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan sebagai akibat dari

adanya penyakit lain. Sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah

penyakit ginjal. Sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau

pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (Sutanto, 2010).

2.1.5. Gejala Hipertensi

Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala, dimana

tekanan darah yang tinggi didalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap

penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler seperti stroke, gagal

(9)

memiliki gejala awal, sebenarnya ada beberapa gejala yang tidak terlalu tampak

sehingga sering tidak dihiraukan oleh penderita. Gejala-gejala tersebut mulai

dirasakan oleh para penderita hipertensi dengan tekanan darah lebih besar dari 140/90

mmHg. Gejala-gejala yang dirasakan penderita hipertensi antara lain sebagai berikut:

a. Pusing

b. Mudah marah

c. Telinga berdengung

d. Sukar tidur

e. Sesak nafas

f. Rasa berat di tengkuk

g. Mudah lelah

h. Mata berkunang-kunang

i. Muka pucat

j. Suhu tubuh rendah

k. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran

2.1.6. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras

saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui sistem

(10)

asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion kepembuluh darah,

dimana dengan dilepasnya norepenefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi

sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bisa terjadi (Suddarth & Brunner, 2002).

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi

epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Konteks adrenal mensekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah keginjal. menyebabkan

pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor yang kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh kortek adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.

Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Suddarth &

Brunner, 2002).

2.1.7. Komplikasi

Muttaqin A (2009) menyebutkan bahwa komplikasi hipertensi berkaitan

(11)

perubahan dalam pembuluh darah dan jantung maupun dengan aterosklerosis yang

menyertai hipertensi dan dipercepat oleh hipertensi yang sudah lama diderita.

a. Penyakit Jantung

Darah tinggi dapat menimbulkan penyakit jantung karena jantung harus

memompa darah lebih kuat untuk mengatasi tekanan yang harus dihadap pada

pemompaan jantung. Ada dua kelainan yang dapat terjadi pada jantung yaitu:

1) kelainan pembuluh darah jantung, yaitu timbulnya penyempitan pembuluh darah

jantung yang disebut dengan penyakit jantung koroner, 2) payah jantung, yaitu

penyakit jantung yang diakibatkan karena beban yang terlalu berat suatu waktu akan

mengalami kepayahan sehingga darah harus dipompakan oleh jantung terkumpul di

paru-paru dan menimbulkan sesak nafas yang hebat. Penyakit ini disebut dengan

kelemahan jantung sisi kiri.

b. Pecahnya Pembuluh Darah di Otak (Stroke)

Tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak dapat

menyebabkan terjadinya setengah lumpuh

c. Gagal Ginjal

Kegagalan yang ditimbulkan terhadap ginjal adalah tergangguanya pekerjaan

pembuluh darah yang terdiri dari berjuta-juta pembuluh darah halus. Bila terjadi

kegagalan ginjal tidak dapat mengeluarkan zat-zat yang harus dikeluarkan oleh tubuh

(12)

d. Kelaianan Mata

Darah tinggi juga dapat menimbulkan kelainan pada mata berupa

penyempitan pembuluh darah mata atau berkumpulnya cairan di sekitar saraf mata.

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan

e. Diabetes Militus

Diabetes melitus atau yang sering dikenal dengan penyakit kencing manis

merupakan gangguan pengolahan gula (glukosa) oleh tubuh karena kekurangan

insulin.

2.1.8. Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah

terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan

tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh

derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan

dengan terapi (Suddarth & Brunner, 2002).

Menurut Sutanto (2010) penatalaksaan hipertensi secara garis besar dibagi

menjadi dua jenis penatalaksanaan yaitu:

a. Penatalaksaan Non farmakologis atau perubahan gaya hidup

Penatalaksanaan non-farmakologis berupa perubahan gaya hidup yang

menghindari faktor resiko terhadap timbulnya suatu penyakit seperti merokok,

minum alkohol, konsumsi garam berlebihan, hiperlipidema, obesitas, olahraga yang

(13)

b. Penatalaksanaan farmakologis atau obat-obatan.

Pada sebagian besar pasien pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat

antihipertensi kemudian jika tidak ada kemajuan secara perlahan dosisnya dinaikkan

namun disesuaikan juga dengan umur, kebutuhan dan hasil pengobatan. Obat

antihipertensi yang dipilih harus mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24

jam dengan dosis sekali sehari.

2.2. Perilaku

2.2.1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skinner (1938)

seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus (rangsangan dri luar) (Notoatmodjo, 2007).

2.2.2. Bentuk Perilaku

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan

menjadi dua:

a. Perilaku Tertutup

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima

(14)

b. Perilaku Terbuka

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.

2.2.3. Perilaku Kesehatan

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007) batasan perilaku kesehatan adalah

suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta

lingkungan.

Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu;

a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health maintenance)

Menurut Notoadmodjo (2007) perilaku pemeliharaan kesehatan adalah

perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar

tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan

terdiri dari tiga aspek yaitu:

1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat,

bahwa kesehatan sangat dinamis dan relatif.

3. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat

(15)

makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan

seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau

pencarian pengobatan (Health seeking behavior). Perilaku pencarian dan penggunaan

sistem atau fasilitas kesehatan adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang

pada saat menderita penyakit atau perilaku ini di mulai dari mengobati sendiri

(Self/treatment) sampai pencarian pengobatan keluar negeri.

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun

sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi

kesehatannya

2.2.4. Aspek Perilaku Sehat

Menurut Notoatmojo (2005) juga menyebutkan beberapa aspek dari perilaku

sehat (healthy behavior) antara lain:

a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet), mencakup pola makan

sehari-hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi kebutuhan tubuh

baik menurut jumlahnya (kuantitas) maupun jenisnya (kualitas).

b. Olahraga teratur, mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti

frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olah raga. Kedua aspek ini

tergantung dari usia dan status kesehatan yang bersangkutan

c. Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol serta tidak menggunakan

(16)

d. Istirahat yang cukup, berguna untuk menjaga kesehatan fisik dan mental.

Istirahat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan

kesehatannya.

e. Pengendalian atau manajemen stres, stres tidak dapat dihindari oleh siapapun

namun hanya dapat dilakukan adalah mengatasi, mengendalikan atau mengelola

stres tersebut agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan baik kesehatan

fisik maupun kesehatan mental (rohani).

f. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif untuk kesehatan, mencakup

keseluruhan tindakan atau perilaku seseorang agar dapat terhindar dari berbagai

macam penyakit dan masalah kesehatan termasuk perilaku untuk meningkatkan

kesehatan misalnya tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks serta

penyesuaian diri dengan lingkungan yang baik.

2.3. Pencegahan

2.3.1. Tingkat Pencegahan

Dalam kesehatan masyarakat ada 5 (lima) tingkat pencegahan penyakit

1. Peningkatan Kesehatan (health promotion) menurut Leavell and Clark yaitu;

Peningkatan kesehatan adalah aktivitas yang, dengan menekankan aspek positif,

membantu individu untuk untuk mengembangkan sumber-sumber yang akan

mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan dan memperbaiki kualitas

(17)

Tujuan peningkatan kesehatan adalah untuk berfokus pada potensi individu

terhadap kesejahteraan dan untuk mendorong sehingga mengubah kebiasaan

pribadi, gaya hidup, dan lingkungan dengan cara yang akan mengurangi resiko dan

meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan (Suddarth & Brunner, 2002).

Peningkatan kesehatan meliputi; a) Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas

maupun kuantitas), b) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya

penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah, c)

Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misal untuk kalangan menengah ke atas

di negara berkembang terhadap resiko hipertensi, d) Olahraga secara teratur sesuai

kemampuan individu, e) Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan

mental dan sosial, dan f) Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang

bertanggung jawab.

2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general and

specific protection) meliputi: a) Memberikan immunisasi pada golongan yang

rentan untuk mencegah penyakit, b) Isolasi terhadap penderita penyakit menular,

misal yang terkena flu burung, c) Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di

tempat umum maupun tempat kerja, d) Perlindungan terhadap bahan-bahan yang

bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi. e) Pengendalian

sumber-sumber pencemaran.

3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early

diagnosis and prompt treatment) meliputi: a) Mencari kasus sedini mungkin,

(18)

pemeriksaan darah, rontgent paru, c) Mencari semua orang yang telah

berhubungan dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi

agar bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan, d) Meningkatkan

keteraturan pengobatan terhadap penderita, e) Pemberian pengobatan yang tepat

pada setiap permulaan kasus.

4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation) meliputi: a) Pengobatan dan

perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi komplikasi,

b) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan, c) Perbaikan fasilitas kesehatan

sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih

intensif.

5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation) meliputi: a) Mengembangkan

lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat, b) Menyadarkan

masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan dukungan moral

setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan, c) Mengusahakan

perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat

mampu mempertahankan diri, d) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang

harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit (Entjang,

2000).

Sedangkan menurut WHO (1993) dalam Bustan (1997) upaya pencegahan

menjadi 3 bagian : primordial prevention (pencegahan awal) yaitu pada pre patogenesis, primary prevention (pencegahan pertama) yaitu health promotion dan

(19)

yaitu early diagnosis and prompt treatment dan tertiary prevention (pencegahan

tingkat ketiga) yaitu dissability limitation

2.3.2. Pencegahan Hipertensi

.

a. Pencehahan Primer

Yang dimaksud dengan pencegahan primer hipertensi adalah pencegahan

yang dilakukan terhadap seseorang/masyarakat sebelum terkena hipertensi. Sasaran

pencegahan primer hipertensi adalah orang yang masih sehat agar tujuan

seseorang/masyarakat tersebut dapat terhindar dari hiperensi.

Pencegahan primer hipertensi adalah sebagai berikut :

1. Mengurangi atau menghindari setiap perilaku yang memperbesar faktor resiko,

yaitu:

a. Menurunkan berat badan sampai ketingkat paling ideal bagi yang kelebihan

berat badan dan kegemukan

b. Menghindari minuman yang mengadung alkohol

c. Mengurangi/ membatasi asupan natrium/ garam

d. Menghindari rokok

e. Menguragi/menghindari makanan yang mengandung lemak-lemak dan

kolesterol yang tinggi.

2. Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi, yaitu:

Melakukan olah raga secara teratur dan terkontrol seperti senam erobik, jalan

(20)

pada tahun 2004) menyatakan bahwa hubungan olah raga dengan hipertensi, antara

lain sebagai berikut:

a. Individu yang kurang aktif olahraga mempunyai resiko menderita hipertensi

30-50% lebih besar daripada individu yang aktif bergerak

b. Sesi olahraga rata-rata menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg. Pengaruh

penurunan tekanan darah ini dapat berlangsung sampai 22 jam setelah

berolahraga

c. Pengaruh olahraga jangka panjang (4-6 bulan) menurun tekanan darah 7,4/5,8

mmHg tanpa obat hipertensi

d. Penurunan tekanan darah sebanyak 2 mmHg, baik sistolik maupun diastolik

mengurangi resiko terhadap stroke sampai 14-17% dan resiko terhadap

penyakit kardiovaskuler sampai 9%

e. Individu dengan kelebihan berat badan sangat dianjurkan untuk menurunkan

berat badannya dengan olahraga. Penurunan berat badan 4,5 kg dapat

menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

b. Pencehahan Sekunder

Yang dimaksud dengan pencegahan sekunder hipertensi adalah pencegahan

yang dilakukan terhadap seseorang/ masyarakat yang memiliki faktor resiko terkena

hipertensi. sasaran pencegahan primer hipertensi adalah orang yang baru terkena

penyakit hipertensi melalui diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan

menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. pencegahan

(21)

1. Pemerikasaan berkala

a. Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah secara berkala merupakan cara

untuk mengetahui apakah kita menderita hipertensi atau tidak.

b. Mengontrol tekanan darah secara teratur sehingga tekanan darah dapat stabil

dan senormal mungkin dengan atau tanpa obat-obatan.

2. Pengobatan/perawatan

Penderita hipertensi yang tidak dirawat atau dapat membawa dampak parah

karenanya, pengobatan yang tepat waktu sangat penting dilakukan sehingga penyakit

hipertensi dapat segera dikendalikan

c. Pencegahan Tertier

Yang dimaksud dengan pencegahan tersier hipertensi adalah pencegahan yang

dilakukan terhadap seseorang/masyarakat yang telah terkena hipertensi. Sasaran

pencegahan tersier hipertensi adalah penderita hipertensi dengan tujuan mencegah

proses penyakit lebih lanjut yang mengarah pada kecacatan/kelumpuhan bahkan

kematian. Pencegahan tersier penyakit hipertensi adalah sebagai berikut.

1. Menurunkan tekanan darah ketingakat yang wajar sehingga kualitas hidup

penderita dapat dipertahankan

2. Mencegah komplikasi dari tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan

kerusakan pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke (kelumpuhan

organ badan) atau organ lain.

(22)

4. Mengobati penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, hipertiroid, kolesterol

tinggi, kelainan pada ginjal, penyakit jantung koroner dan sebagainya.

Dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta

perubahan-perubahan yang terjadi di setiap masa/fase, dapat diupayakan pencegahan apa yang

sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit dapat dihambat perkembangan penyakit

sehingga penyakit dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak terjadi lebih

berat, bahkan dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan

sesuai dengan perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga

upaya pencegahan dibagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit.

Usaha pencegahan penyakit mendapat tempat yang utama, karena dengan usaha

pencegahan akan diperoleh hasil yang lebih baik, serta memerlukan biaya yang lebih

murah dibandingkan dengan usaha pengobatan dan rehabilitasi (Entjang, 2000).

2.3.3. Strategi Pencegahan

Pencegahan penyakit hipertensi dikembangkan melalui upaya-upaya yang

mendorong memfasilitasi diterbitkannya kebijakan yang mendukung upaya

pencegahan dan penanggulangan penyakit hipertensi.

Pencegahan penyakit hipertensi dilakukan melalui pengembangan kemitraan

antara pemerintah. masyarakat. organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi

(23)

2.4. Pengetahuan

2.4.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,

2005).

Menurut Benyamin Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005),

pengetahuan tercakup dalam domain atau ranah kognitif yang terdiri dari 6 tingkatan,

yakni:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini termasuk mengingat kembali atau recall sesuatu

yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek

yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan materi yang telah

(24)

diartikan penggunnaan rumus, hukum, metode, prinsip kedalam konteks atau situasi

yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, seperti dapat menggambarkan,

membedakan, memisahkan, dan mengelompokan.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain sintesis ini merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formula-formula yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan kepada suatu

Kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.4.2. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan

Menurut Nasution (1999), faktor-faktor yang memegaruhi pengetahuan dalam

(25)

a. Sosial Ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan sosial. Bila

ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka pengetahuan akan tinggi juga.

b. Kultur (Budaya dan Agama).

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena

informasi yang baru akan sering sesuai atau tidak dengan budaya yang ada atau

agama yang dianut.

c. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal yang baru dan

akan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut.

d. Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu.

Pendidikan yang tinggi maka pengalaman lebih luas. Sedangkan semakin tua umur

seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.

2.4.3. Indikator Tingkat Pengetahuan terhadap Kesehatan

Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi: penyebab penyakit,

gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan, atau kemana

mencari pengobatan, bagaimana penularannya dan bagaimana cara

(26)

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat,

meliputi: jenis-jenis makanan yang bergizi, manfaat makan yang bergizi bagi

kesehatannya, pentingnya olahraga bagi kesehatan, penyakit-penyakit atau

bahaya merokok, pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi dan sebagainya

bagi kesehatan.

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi; manfaat air bersih,

cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat

dan sampah, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat akibat

polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

2.5. Motivasi

2.5.1. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move, secara umum

mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku

tertentu. Oleh karena itu motivasi berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan

dan tujuan (Notoatmodjo, 2007).

Motivasi adalah tingkah laku yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Motivasi

ini menjadi proses yang dapat menjelaskan mengenai tingkah laku seseorang dalam

melaksanakan tugas tertentu (Hidayat, 2009).

Sedangkan menurut Terry G, 1986 (dalam Notoatmodjo, 2007) motivasi

adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya

(27)

Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan atau keinginan yang harus

dipenuhi. Keinginan itu akan mendorong individu untuk melakukan suatu tidakan,

agar tujuan tercapai, misalnya rasa haus mendorong/memotivasi individu mencari

minuman, dengan tujuan agar rasa haus itu hilang. Tetapi setelah salah tujuan

tercapai, maka biasanya timbul keinginan/ kebutuhan lain, yang menimbulkan

motivasi baru, sehingga proses ini membentuk suatu lingkaran motivasi (Sarwono,

2007).

Dengan motivasi dapat membuat seseorang melakukan kegiatan secara aktif

dan penuh konsentrasi. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak

menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkan, baik dalam konteks belajar,

bekerja maupun dalam kehidupannya.

2.5.2. Pendekatan Motivasi

Menurut Feldman (2003), pendekatan kognitif ini menjelaskan, bahwa

motivasi adalah merupakan produk dan pikiran, harapan dan tujuan seseorang. Dalam

pendekatan ini dibedakan antara motif intrinsik atau motif yang berasal dari dalam

diri, dengan motif ekstriksik atau motif yang dari luar diri (Notoatmodjo, 2005).

Motif intrinsik akan mendorong kita untuk melakukan sesuatu aktivitas guna

memenuhi kesenangan kita dan bukan karena ingin mendapatkan pujian, misalnya

seorang bidan di desa yang dengan rela hati membantu masyarakat setempat

walaupun desa tempat tinggalnya adalah desa yang terpencil dan miskin.

(28)

karena ia memang senang menolong masyarakat di desa terpencil. Motif yang dari

luar diri, karena ia ingin memperoleh penghargaan sebagai bidan teladan.

Aliran internal ini menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang aktif

dalam menentukan dirinya, sehingga apa yang dilakukan lebih banyak berasal dari

dirinya. Sedangkan aliran teori sosial kognitif menggunakan istilah self regulation,

sebagai hal internal yang mengatur diri kita (Notoatmodjo, 2005).

2.5.3. Teori Motivasi

Istilah motivasi untuk menunjukan suatu pengertian melibatkan tiga

komponen yaitu:

a. Pemberian daya pada tingkah laku manusia (energizing)

b. Pemberi arah tingkah laku (directing)

c. Bagaimana tingkah laku dipertahankan (sustaining)

Daya dan kekuatan yang ada dalam diri manusia yang mendorong atau

menggerakan seseorang untuk bertingkah laku tertentu yang diarahkan pada suatu

tujuan. Daya tersebut memiliki intensitas tertentu yang sesuai dengan yang ingin

dicapai. Apabila sudah terarah pada tujuan, maka tingkah laku tersebut dapat

dipertahankan secara gigih agar tujuan tercapai (Hidayat, 2009).

2.5.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi

Agar dapat mengubah perilaku perlu memahami faktor yang berpengaruh

(29)

1. Pembelajaran

Proses belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam

tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, ketrampilan dan nilai-nilai) dengan aktifitas

kejiwaan sendiri. Hal ini dapat diartikan bahwa seseorang dapat dikatakan belajar

apabila di dalam dirinya terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang

tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Dalam proses

belajar itu sendiri tidak lepas dari latihan atau sama halnya dengan pembiasaan yang

merupakan penyempurnaan potensi tenaga-tenaga yang ada dengan mengulang-ulang

aktifitas tertentu. Baik latihan maupun pembiasaan terutama terjadi dalam taraf

biologis tetapi apabila selanjutnya berkembang dalam taraf psikis maka kedua gejala

itu akan menjadi proses kesadaran sebagai proses ketidaksadaran yang bersifat

biologis yang disebut proses otomatisme sehingga proses tersebut menghasilkan

tindakan yang tanpa disadari, cepat dan tepat.

2. Sosial/emosional

Menurut Taylor (1995) perilaku sehat sangat efektif bila didukung oleh situasi

sosial yang baik. Keluarga, teman dekat, teman kerja dan lingkungan sekitar

merupakan komponen penting dari terbentuknya kebiasaan sehat. Bila lingkungan

mendukung kebiasaan sehat dan mengerti tentang hakekat kesehatan maka tidak sulit

bagi penderita sakit untuk melakukan terapi kesehatan. Begitu pula sebaliknya

perilaku sehat sulit terwujud ketika lingkungan tidak mendukung, sehingga dapat

diketahui bahwa faktor sosial dapat berfungsi sebagai terbentuknya perilaku sehat dan

(30)

perilaku sehat. Ketika seseorang mengalami tekanan jiwa atau permasalahan yang

rumit ada diantara mereka yang melampiaskan dengan kegiatan positif namun bahkan

ada pula yang melakukan kegiatan yang dapat menambah buruk keadaan.

3. Dorongan

Dorongan adalah suatu keadaan yang timbul sebagai hasil dari beberapa

kebutuhan biologis , seperti kebutuhan akan makanan, air, sek atau menghindari sakit.

Dasar dari konsep dorongan adalah homeostatis, yaitu kecenderungan untuk

mempertahankan /memelihara lingkungan internal yang konstan.

2.6. Landasan Teori

Faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan preventif menurut Antonovsky,

A dan Kats 1970 (dalam Muzaham, 1995) terdiri dari 3 variabel yaitu motivasi

predisposisi, variabel kendala, dan variabel kondisi. Motivasi predisposisi merupakan

inti, dengan anggapan bahwa setiap perilaku ada motivasi, yakni untuk mencapai

suatu tujuan. Ada tiga tipe tujuan yang mendorong orang melakukan perilaku

pencegahan penyakit yaitu: 1) untuk meningkatkan derajat kesehatan atau

menghindari kemungkinan sakit; 2) untuk mendapatkan pesetujuan dari orang-orang

terdekat; dan 3) untuk memperoleh pengertian agar perilaku tertentu disetujui atau

diakui sendiri kemanfaatannya. Motivasi adalah untuk memperoleh pihak

orang-orang terdekat dan untuk memperoleh pengakuan sendiri tentang kemanfaatan suatu

perilaku, maka tindakan harus disesuaikan dengan keinginan kelompok atau

(31)

Variabel kendala ialah variabel yang merintangi orang yang telah termotivasi

untuk melakukan suatu perilaku kesehatan. Kendala bisa terjadi secara internal seperti

kekurangan pengetahuan tentang perilaku sehat, atau ketakutan untuk melakukan

tindakan tertentu; atau secara ekternal karena kekurangan sumber daya.

Variabel kondisi dapat memodifikasi variabel motivasi dan variabel kendala.

Variabel kondisi termasuk pengalaman kesehatan sebelumnya dan status sosial

ekonomi. Variabel prediktor yakni variabel motivasi yang efektif serta variabel

kedala saling berinteraksi, keduanya juga saling berinteraksi dengan variabel kondisi.

Menurut Gunawan (2001) hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan darah yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. Pendekatan

tentang timbulnya penyakit digambarkan dengan menggunakan model jaring-jaring

sebab akibat (Multiple causation of disease atau web of causation) dikemukan oleh

Macmahon dan Pugh (1970) yang menjelaskan bahwa terjadinya penyakit peranan

faktor-faktor dalam menimbulkan suatu penyakit tidak pernah tergantung pada

sebuah faktor penyebab saja tetapi tergantung kepada sejumlah faktor dalam

rangkaian kausalitas sebelumnya. Dengan demikian terjadinya penyakit dapat dicegah

atau dihentikan dengan cara memotong mata rantai pada berbagai titik faktor-faktor

yang memudahkan terjadinya efek/ penyakit disebut promotor dan yang menghambat

terjadinya efek/penyakit disebut inhibitor.

Pencegahan terhadap hipertensi dikatagorikan 4 tingkatan yaitu;

1. Pencegahan primodial yaitu usaha pencegahan predisposisi terhadap hipertensi,

(32)

peraturan pemeritah membuat peringatan pada rokok, dengan melakukan senam

kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi (Bustam, 1997).

2. Pencegahan primer adalah upaya pencegahan sebelum seorang penderita

terserang hipertensi, dilakukan pencegahan hipertensi melalui pendekatan,

seperti penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko hipertensi serta kiat agar

terhindar dari hipertensi dengan menghindari merokok, konsumsi alkohol,

obesitas, stress (Bustam, 1997).

3. Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan hipertensi ditujukan kepada

penderita hipertensi yang sudah terserang agar tidak menjadi lebih berat.

Tujuan pencegahan sekunder ini ditekankan kepada pengobatan penderita

hipertensi mencegah penyakit hipertensi kronis (Bustam, 1997).

4. Pencegahan tersier yaitu pencegahan terjadinya komplikasi yang berat dan

menimbulkan kematian, contoh melakukan rehabilitasi. Pencegahan tersier ini

tidak ada hanya mengobati juga mencakup upaya timbulnya komplikasi

kardiovaskuler seperti infark jantung, stroke dan lain-lain, terapi diupayakan

dalam merestorasi jaringan yang sudah mengalami kelainan atau sel yang sudah

rusak akibat hipertensi, agar penderita kembali hidup dengan kualitas normal

(33)

Dari uraian diatas maka dapat digambarkan kerangka teori:

Gambar. 2.1 Diagram skema Variabel yang memengaruhi perilaku kesehatan preventif menurut Antonovsky, A dan Kats 1970

(34)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan

kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Pencegahan Hipertensi pada pria usia 25 – 45 tahun

1. Dilakukan 2. Tidak dilakukan Pengetahuan

Gambar

Tabel 2.1.  Klasifikasi Hipertensi menurut National Institute of Health (Lembaga Kesehatan Nasional di Amerika)
Tabel 2.2.  Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
Gambar. 2.1 Diagram skema Variabel yang memengaruhi perilaku kesehatan preventif menurut Antonovsky, A dan Kats 1970
Gambar 2.2.  Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari beberapa definisi tersebut adalah bahwa kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang

Florindo Makmur yaitu ketidakmampuan perusahaan mendistribusikan permintaan produk kepada konsumen tepat waktu, dan tepat jumlah dikarenakan adanya selisih pada jumlah persediaan

Hasil dari penelitian ini yaitu berupa aplikasi sistem pakar pembagian waris menggunakan Visual Basic 6.0 yang dapat digunakan oleh masyarakat umum untuk

Untuk itulah orang tua dengan pola asuh demokratis lebih dapat memberikan hak dan kesempatan pada anak untuk memilih karir yang diinginkan sehingga pada akhirnya siswa dapat

Produk yang dihasilkan dari penelitian pengembangan ini adalah Perangkat Bahan Ajar Matematika berbasis Karakter di kelas 4 yang berada pada kategori Baik dan

Pengajuan penyelesaian sengketa pada mediasi perbankan dilakukan secara tertulis dalam format tertentu dalam menyertakan berbagai dokumen pendukung yang diperlukan. 39 Dalam

Dari hasil penelitian, seluruh responden memiliki umur lebih dari 50 tahun dimana Diabetes Melitus tipe 2 sering menyerang orang yang berumur &gt;40 tahun, sebagian besar memiliki

Cara kerjanya kalau yang satu bekerjanya sebagai batang tarik, maka yang lainnya tidak menahan apa-apa.Sebaliknya kalau arah anginya berubah, maka