• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19 Pid.Sus.K 2014 PT.MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengadaan Barang Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ( Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19 Pid.Sus.K 2014 PT.MDN)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak pidana korupsi telah dianggap sebagai suatu perkara “seriousness

crime”, kejahatan serius yang sangat mengganggu hak ekonomi dan hak sosial

masyarakat dan negara dalam skala yang besar, sehingga penanganannya harus

dilakukan dengan cara “extra ordinary treatment” serta pembuktiannya

membutuhkan langkah-langkah yang serius, professional dan independen.1

Korupsi dalam praktik pelaksanaannya sangat erat kaitannya dengan

keuangan negara. Keuangan negara dalam arti luas meliputi APBN, APBD,

keuangan negara pada Perjam, Perum, Perkebunan Nusantara, dan sebagainya.2

Korupsi adalah bagian dari aktivitas-aktivitas buruk yang menjauhkan negara ini

dari pemerintah yang bersih, jujur dan jauh dari rasa keadilan. Dengan kata lain,

korupsi telah menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara.

Korupsi juga selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan

dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat

dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya dapat menyentuh

berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini

dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan

pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai

demokratis dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah

1

Hernold Ferry Makawimbang, Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Suatu Pendekatan Hukum Progresif, Thafa Media, Yogyakarta, 2014, Halaman 1

2

(2)

budaya tersendiri. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju

masyarakat adil dan makmur.3

Tindak pidana korupsi yang terus merasuk kedalam sendi-sendi

kehidupan masyarakat ini juga mengakibatkan terjadinya kerugian keruangan

negara. Tentang permasalahan kewenangan perhitungan kerugian keuangan

negara dalam tindak pidana korupsi terjadi ketidakpastian hukum

(rechszekerheid), Junifer Girsang dalam bukunya “Abuse of Power”, menyatakan

terjadi ketidakpastian hukum dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi

akibat ketidakjelasnya definisi kerugian keuangan negara, ini berimplikasi pula

pada lembaga mana yang berhak dan berwenang menyatakan telah terjadi

kerugian keuangan negara.4

Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan

negara yang dibelanjakan melaluiproses pengadaan Barang Pemerintah,

diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta

prinsip persiangan/kompetisi yang sehat dalam proses pengadaan barang/Jasa

pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, sehingga diperoleh Barang/Jasa yang

terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi

fisik,keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan

pelayanan masyarakat.5

Ketentuan Pengadaan Barang Pemerintahan dalam Peraturan Presiden itu

diarahkan untuk meningkatkan ownership Pemerintah Daerah terhadap

3

Evi Hartini, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Halaman 1 4

Hernold Ferry Makawimbang, Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Suatu Pendekatan Hukum Progresif, Thafa Media, Yogyakarta, 2014, Halaman 3

5

(3)

proyek/kegiatan yang pelaksaaannya dilakukan melalui skema pembiayaan

bersama (co-financing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.6

Skripsi ini akan membahas dan menganalisa secara yuridis terkait dengan

pengadaan barang yang merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi

dengan studi kasus Putusan Pengadilan Tinggi Medan No: 19/Pid.Sus.K/2014/PT-

MDN dengan terdakwa mantan manager bidang produksi PT. PLN (Persero)

KITSBU yaitu Ir. Fahmi Rizal Lubis. Terdakwa divonis 9 Tahun penjara dan

pidana denda sebesar Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus rupiah), dengan ketentuan

jika denda tersebut tidak dibayar harus diganti dengan hukuman kurungan selama

6 (Enam) bulan oleh hakim Pengadilan Tinggi Medan dengan Putusan Nomor:

19/Pid.Sus.K/2014/PT-MDN, tanggal 7 Maret 2014. Kesemuanya akan

dirangkum dalam penulisan skripsi ini.

Kasus tindak pidana korupsi pada PT. PLN (Persero) KITSBU yang

didakwakan kepada terdakwa lahir sebagai konsekuensi atas tindakan terdakwa

yang dianggap telah mengakibatkan kerugian keuangan negara. Terdakwa sebagai

manager bidang produksi PT.PLN (persero) KITSBU yang didisposisikan oleh

General Manager Ir Albert Pangaribuan sesuai dengan tugas, fungsi dan

wewenangnya untuk membuat syarat teknis atas pengadaan Flame Tube PLTGU

DG 10530 yang semula merupakan usulan dari saksi Ir. Ermawan Arif Budiman

selaku kepala sektor Pembangkitan Belawan perihal pengadaan material

kebutuhan GT 12 umtuk LTE 12. Selanjutnya terdakwa langsung membuat syarat

teknis tersebut berdasarkan buku petunjuk yang dikeluarkan oleh PT Siemens

6

(4)

Indonesia tanpa melakukan survey terlebih dahulu ke PT Siemens Indonesia

mengenai apakah barang tersebut masih diproduksi oleh PT Siemens Indonesia.

Setelah syarat tersebut dibuat oleh terdakwa pada tanggal 11 Desember

2006 yang diteruskan kepada saksi Edward Silitonga sebagai Manager

Perencanaan untuk menganalisa dan mengevaluasi tentang syarat teknis yang

dibuat terdakwa tersebut, tanpa melakukan survey dan mengkaji lebih detail

usulan tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat sesuai dengan Rencana Kerja

Anggaran Perusahaan dan atas syarat teknis tersebut maka Edward Silitonga

membuat Rencana Anggaran Biaya dengan besaran Rp. 24.323.251.000 (dua

puluh empat miliyar tiga ratus dua puluh tiga juta dua ratus lima puluh satu ribu

rupiah) termasuk PPN 10% (sepuluh persen). Selanjutnya dibuat surat kuasa kerja

Nomor INV/07/BIKEU/PROD/PLTGU/001 tanggal 13 maret 2007 Pengadaan

Flame Tube PLTGU GT-12 dengan nilai Rp. 24.323.251.000 (dua puluh miliyar

tiga ratus dua puluh tiga juta dua ratus lima puluh satu ribu rupiah) tersebut

ditandatangani oleh masing-masing manager terkait yaitu terdakwa selaku

menager bidang produksi, manager bidang perencanaan Edward Silitonga, dan

diketahui oleh manager Bidang Keuangan Irwandi dan disetujui oleh Ir.Albert

Pangaribuan selaku General Manager.

Pada saat Flame Tube diterima di gudang PT.PLN (persero) KITSBU

sektor pembangkitan belawan ditemukan adanya perbedaan spesifikasi Flame

Tube yang disupply oleh yuni selaku direktur CV Sri Makmur yang merupakan

CV pemenang pelelangan Pengadaan Flame Tube tersebut yang diakibatkan oleh

(5)

menetapkan dan mengesahkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang disusun oleh

Panitia Pengadaan Barang dimana dalam membuat HPS tidak melakukan analisis

yang mendalam terhadap lingkup pengadaan barang dengan cara tidak melakukan

survey terlebih dahulu kepada pabrikan PT Siemens Indonesia bahwa Flame tube

tersebut tidak lagi diproduksi sejak 5 (lima) tahun yang lalu. Akibat perbuatan

para terdakwa tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp.

23.942.490.000,- ( dua puluh tiga miliyar sembilan ratus empat puluh dua juta

empat ratus sembilan puluh ribu rupiah).

Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya menuntut terdakwa Ir. Fahmi

Rizal Lubis berupa pidan penjara selama 9 (sembilan) tahun dikurangi selama

terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap

ditahan, dan ditambah dengan denda sebesar Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus juta

rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan.

Kasus-kasus yang seperti ini perlu untuk disoroti karena menyebabkan

keresahan dalam masyarakat dan merugikan keuangan negara. Korupsi membuat

negara tidak maksimal dalam menyediakan barang-barang publik untuk

kepentingan umum. Korupsi juga memperburuk citra pemerintah dimata

masyarakat karena ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan terhadap hukum.

Apabila tidak ada perubahan yang signifikan maka kondisi tersebut akan

membahayakan kehidupan bangsa.7

Melihat bahwa tindak pidana korupsi ini dilakukan oleh PT. PLN

(persero) KITSBU yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

7

(6)

dibidang pengadaan barang yang mengakibatkan kerugian negara dan berdampak

pada pereknomian nasional. Disamping itu juga menarik untuk ditelaah regulasi

peraturan mengenai pengadaan barang/jasa yang terkait dengan tindak pidana ini

ataupun yang berakitan dengan tindak pidan korupsi itu sendiri.

B. Perumusan Masalah

Perumusan yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah ketentuan pengaturan barang dan jasa menurut Peraturan

Presiden Nomor 70 tahun 2012 ?

2. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana korupsi menurut undang-undang

nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 ?

3. Bagaimanakah analisis yuridis hukum pidana terhadap pengadaan

barang/jasa yang merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi

dalam kasus dengan putusan Pengadilan Tinggi Medan dengan Register

Nomor : 19/Pid.Sus.K/PT.MDN ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan

sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisa dan mengkaji pengaturan-pengaturan mengenai pengadaan

barang/jasa menurut Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang

(7)

2. Menganalisa dan mengkaji pengaturan-pengaturan mengenai tindak pidana

korupsi terkait dengan Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

3. Menganalisa dan mengkaji penegakan hukum pidana dalam

mengaplikasikan peraturan peundang-undangan yang mengatur tentang

pengadaan barang yang menyebabkan kerugian keuangan negara dengan

melihat dan menganalisa pertimbangan-pertimbangan hakim dalam perkara

dengan Putusan Pengadilan Tinggi Medan dengan Register Nomor :

19/Pid.Sus.K/PT.MDN)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara

teoritis kepada disiplin ilmu hukum sehingga dapat berguna bagi pengembangan

ilmu hukum pidana di Indonesia khususnya terhadap pengaturan-pengaturan

tindak pidana korupsi di bidang perbankan sehingga kemungkinan terjadinya

kerancuan-kerancuan dan tumpang-tindih hukum dapat diminimalisasi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk kepentingan

penegakan hukum, sehingga dapat dijadikan masukan kepada aparatur pelaksana

penegakan hukum dalam rangka melaksanakan tugas-tugas mulianya

(8)

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi mengenai Tinjauan Yuridis Pengadaan Barang yang

Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara terkait dengan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan

Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN) berdasarkan

pemeriksaan arsip hasil-hasil penulisan skripsi di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara (USU) belum pernah dilakukan, sedangkan penulisan yang

berkaitan dengan tindak pidana korupsi ada ditemukan penulis tetapi hanya secara

khusus membahas masalah pengembalian kerugian keuangan negara akibat dari

tindak pidana korupsi yang terdakwanya meninggal dunia yang ditulis oleh

Saudari Br Barus. Penulisan tersebut mempunyai bahasan permasalahan yang

berbeda dengan penulisan skripsi yang dilakukan oleh penulis.

Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan pemikiran dan usaha

penulis sendiri tanpa ada penipuan, penjiplakan atau dengan cara lain yang dapat

merugikan pihak-pihak tertentu. Hasil dari upaya penulis dalam mencari

keterangan-keterangan baik berupa buku-buku maupun internet, peraturan

perundang-undangan dan pihak-pihak lain yang sangat erat kaitannya dengan

kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi. Dengan demikian

(9)

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam

hukum pidana Belanda yaitu “Strafbaar feit”. Para ahli hukum mengemukakan

istilah yang berbeda-beda dalam upayanya memberikan arti dari Strafbaar feit.

Tidak ditemukannya penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan Strafbaar feit

di dalam KUHP maupun di luar KUHP, oleh karena itu para ahli hukum berusaha

untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, yang sampai saat ini belum ada

keseragaman pendapat8.

R. tresna menyatakan walaupun sangat sulit merumuskan atau

memberikan definisi atas tindak pidana itu sendiri namun beliau dapat menarik

definisi yang menyatakan tindak pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian

perbuatan manusia yang bertentangan degan undang-undang atau

perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.9

Para ahli memiliki perbedaan pendapat mengenai tindak pidana. Terdapat

2 (dua) pandangan dari para ahli mengenai hal ini yaitu pandangan dualistis dan

pandangan monistis. Pandangan dualistis yaitu pandangan yang memisahkan

antara dilarangnya suatu erbuatan pidana (criminal act atau actus reus) dan dapat

dipertanggungjawabkan si pembuat (criminal responsibility atau mens rea ).

Pandangan dualistis ini memandang tindak pidana semata-mata pada

perbuatan dan akibat yang sifatnya dilarang. Jika perbuatan yang bersifat dilarang

8

C.S.T. Kansil, Engelien R. Palandeng, dan Altje Agustin Musa, Tindak Pidana Dalam Undang-undang Nasional, (Jakarta, Jala Permata Aksara. 2009) hal. 1

9

(10)

itu telah dilakukan maka barulah melihat pada orangnya jika ia memiliki

kemampuan untuk bertanggung jawab sehingga perbuatan tersebut dapat

dipersalahkan kepadanya dan dapat dijatuhi pidana.

Menurut Moeljatno yang merupakan salah satu ahli yang menganut

pandangan dualistis mengemukakan unsur-unsur tindak pidana yaitu perbuatan

(manusia), memenuhi rumusan dalam undang-undang (formil), bersifat melawan

hukum (syarat materiil).10

Simons yang merupakan salah satu ahli penganut pandangan monistis

merumuskan tindak pidana merupakan suatu tindakan melanggar hukum yang

dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas

tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum.ia juga mengemukakan

beberapa unsur-unsur dari tindak pidana tersebut yaituperbuatan manusia,

diancam dengan pidana, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, dan oleh

orang yang bertanggung jawab.11

Aliran monistis ini memandang bahwa unsur-unsur mengenai diri

orangnya tidak dapat dipisahkan dengan unsur mengenai perbuatan. Semua

menjadi satu unsur tindak pidana.

2. Tindak Pidana Korupsi

Defenisi korupsi menurut Hery Campbell Black (1991) adalah perbuatan

yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak

resmi dengan hal-hak dari pihak secara salah menggunakan jabatannya dan

10

Moeljatno, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawa ban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Yogyakarta, 1983, halaman 55

11

(11)

karekternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau

orang lain, berlawanan dengan kewajiban dan hak-hak dari pihak-pihak lain.12

Menurut Syamsul Anwar, definisi korupsi adalah penyalahgunaan dalam

kepentingan pribadi. Ia berpendapat bahwa masyarakat pada umumnya melihat

korupsi sebagai serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum

untuk mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain serta

penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.13

Korupsi merupakan penyimpangan atau perusakan intergritas dalam

pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa sesuai dengan

definisi korupsi yang termuat dalam kamus lengkap Oxford (The Oxford

Unabridged Dictionary). Serta penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan

pribadi (The abuse of public office for private gain) yang merupakan pengertian

ringkas korupsi dalam World Bank.14

Secara umum tindak pidana korupsi diatur dalam undang-undang No 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak

pidana korupsi (selanjutnya disebut UU PTPK). Selain itu, hukum acara dalam

menangani tindak pidana korupsi tunduk pada kitab Undang-Undang Hukum

acara pidana (KUHAP) dan penyimpangannya yang diatur secara khusus dalam

UU PTPK.15

12

Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, halaman 137 13

http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-model-bentuk-jenis-korupsi.html diakses 15 Desember 2014 pukul 15.59 Wib

14

Ibid, halaman 2 15

(12)

UU PTPK tidak memuat secara langsung pengertian mengenai tindak

pidana korupsi. Akan tetapi, dengan melihat kategori tindak pidana korupsi

sebagai delik formil, maka pasal 2 dan pasal 3 UU PTPK mengatur secara tegas

mengenai unsur-unsur pidana dari tindak pidana korupsi tersebut. Pasal 2 UU

PTPK, menyatakan sebagai berikut :

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...”

Selanjutnya dalam pasal 3 UU PTPK, menyatakan :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan

atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...”

Definisi yuridis yang termuat diatas merupakan batasan formal yang

ditetapkan oleh badan atau lembaga formal yang memiliki wewenang untuk itu

disuatu negara. Oleh karena itu, batas-batas tindak pidana korupsi sangat sulit

dirumuskan dan tergantung pada kebiasaan dan undang-undang domestik suatu

negara.16

3. Pengadaan Barang dan Jasa

Definisi mengenai pengadaan barang dan jasa sudah tercantum jelas pada

pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 yang merupakan perubahan atas

Peraturan Presiden Nomor 35 tahun 2011 yang juga merupakan perubahan atas

16

(13)

Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah,menyatakan sebagai berikut:17

”Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan

Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa

oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi

yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai

diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.”

Selain dari pada Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ada juga pengertian mengenai pengadaan

barang/jasa yang dijelaskan pada Pasal 1 angka 1 Keputusan Presiden Nomor 80

tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksnaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

menyatakan sebagai berikut:18

“Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan

barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang

dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa”

Pengadaan barang/jasa dilakukan oleh kelompok kerja ULP untuk

menyusun dan menetapkan metode pemilihan penyedia barang/jasa, pekerjaan

konstruksi/jasa lainnya. Pemilihan penyedia barang dilakukan dengan beberapa

cara yang diatur dalam Pasal 19 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 yang

17

Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

18

(14)

menyatakan dengan cara pelelangan umum, pelelangan terbatas, pelelangan

sederhana, penunjukkan langsung, pengadaan langsung, atau kontes.19

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian dalam penulisan skripsi ini diarahkan kepada penelitian hukum

normatif dengan pendekatan studi kasus. Kasus yang diteliti berkaitan dengan

pengadaan barang yang menyebabkan kerugian keuangan negara dengan

menelaah putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN

atas nama terpidana Manager bidang Produksi PT PLN (Persero) KITSBU.

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal.

Penelitian hukum jenis ini mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis

dalam peraturan perundang-undangan (la w in books) atau hukum dikonsepsikan

sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang

dianggap pantas.

Pendekatan kasus (case aproach) dalam penelitian normatif yang

bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaedah hukum yang

dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang telah

diputus sebagaimana yang dapat dilihat dari yurisprudensi terhadap perkara yang

menjadi fokus penelitian.

19

(15)

2. Sumber Data

Sumber data penilitian pada umumnya dibedakan antara data yang

diperoleh secara langsung dari masyarakat (data primer) dan dari bahan-bahan

pustaka (data sekunder). Metode penelitan hukum normatif hanya mengenal data

sekunder saja. Data sekunder tersebut terdiri dari bahan hukum primer; bahan

hukum sekunder; dan bahan hukum tersier.

a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari :

1. Norma kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia 1945;

2. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Juncto

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme;

5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang

Keuangan Negara;

6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang

Perbendaharaan Negara;

7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang

(16)

8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang

Badan Usaha Milik Negara;

9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian;

10.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana;

11.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

12.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 Tentang

Pedoman Barang / Jasa Pemerintah

13.Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 19/Pid.Sus.K/2014/PT.MDN

Tanggal 26 Mei 2014 dengan Terdakwa Ir. Fahmi Rizal Lubis

14.Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian

ini.

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, diantaranya;

1. Buku-buku yang terkait dengan hukum;

2. Artikel di jurnal hukum;

3. Skripsi, Tesis dan Disertasi Hukum;

4. Karya dari kalangan praktisi hukum ataupun akademisi yang ada

hubungannya dengan penelitian ini.

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau

(17)

1. Kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia;

2. Majalah-majalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini;

3. Surat kabar yang memuat tentang kasus-kasus tindak pidana korupsi

khususnya tentang pengadaan barang yang menyebabkan kerugian

keuangan negara.

3. Pengumpulan Data

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian

kepustakaan (library research) atau disebut dengan studi dokumen yang meliputi

bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Studi kepustakaan dalam skripsi

ini diterapkan dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis

bahan-bahan yang utamanya berkaitan dengan tindak pidana korupsi di bidang

pengadaan barang pada PT.PLN (persero) KITSBU yang merupakan Badan

Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk juga bahan-bahan lain yang berkaitan

dan dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Menurut Patton, analisis data didefinisikan sebagai suatu proses untuk

mengatur urutan data yang kemudian mengorganisasikannya ke dalam kategori,

pola maupun ke dalam susunan uraian dasar. Sedangkan, Taylor memberikan

pengertian terhadap analisa data sebagai proses yang melakukan perincian usaha

(18)

seperti apa yang telah disarankan serta sebagai bentuk usaha untuk memberikan

kontribusi dan tema pada hipotesis.20

Definisi-definisi diatas dapat disintetiskan bahwa analisis data

merupakan proses mengorganisasikan dan juga mengurutkan data ke dalam suatu

kategori, pola dan satuan uraian dasar sehingga bisa ditemukan tema serta

dirumuskan hipotesis kerjanya seperti yang telah didasarkan oleh data.

Adapun yang menjadi sumber utama dalam penulisan skripsi ini adalah

dari data sekunder. Analisis data dalam penelitian hukum menggunakan metode

pendekatan kualitatif, karena tanpa menggunakan rumusan statistik, sedangkan

penggunaan angka-anga hanya sebatas pada angka persentase sehingga diperoleh

gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai masalah yang diteliti.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini secara keseluruhan dibagi dalam 5

(Lima) bab dan terdiri atas beberapa sub bab yang menguraikan permasalahan dan

pembahasan secara tersendiri dalam konteks yang saling berkaitan satu sama lain.

Sistematika penulisan skripsi ini secara terperinci adalah sebagai berikut:

BAB I : Berisikan pendahuluan yang terdapat didalamnya paparan mengenai

latar belakang dari penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan

kepustakaan, yang mengemukakan berbagai definisi, rumusan dan

pengertian dari istilah yang terkait dengan judul untuk memberi

batasan dan pembahasan mengenai istilah-istilah tersebut sebagai

20

(19)

gambaran umum dari skripsi ini, metode penulisan dan terakhir dari

bab ini diuraikan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : Menguraikan tentang pengaturan mengenai barang/jasa yang terdapat

dalam Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 yang merupakan

perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010

tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Bab ini secara khusus

menjelaskan pengertian mengenai pengadaan barang/jasa. Bab ini juga

menjabarkan prinsip-prinsip dasar dan proses pengadaan barang/jasa.

BAB III : Menguraikan tentang peraturan tindak pidana korupsi di indonesia

dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 Jo undang-undang nomor

20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Bab ini

menjelaskan secara detail istilah tindak pidana korupsi dan sejarah

juga perkembangan pengaturannya di indonesia. Bab ini juga memuat

uraian mengenai pengertian dari kerugian keuangan negara,

unsur-unsur kerugian keuangan negara dan pengadaan barang yang

menyebabkan kerugian negara.

BAB IV : Merupakan pembahasan mengenai penegakkan hukum pidana

terhadap tindak pidana korupsi dalam hal pengadaan barang yang

termuat dalam kasus dengan putusan Pengadilan Tinggi Medan

No:19/Pid.Sus.K/2014/PT-MDN. Pada bab ini akan diuraikan

bagaimana posisi kasus dari perkara ini, dakwaan, tuntutan pidana,

(20)

dikaji secara mendalam terhadap putusan yang diberikan majelis

hakim terhadap terdakwa dalam perkara ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Undang-undang tersebut, pelaku tindak pidana korupsi yang dimaksud adalah setiap orang yang melakukan tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan atau

Berdasarkan analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 780/Pid/B/2010/PNTK Tentang Tindak Pidana Psikotropika maka dapat disimpulkan: (1) Pertanggungjawaban

“ Argumentasi Penuntut Umum Mengajukan Kasasi Terhadap Putusan Bebas Pengadilan Negeri Yogyakarta Dalam Tindak Pidana Perbuatan Merugikan Pemiutang (Studi Putusan

Dengan memilih lokasi penelitian diwilayah hukum Pengadilan Negeri Medan dengan menganalisis kasus yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Medan (STUDI PUTUSAN NO. 1902 /PID B/

g. Eksekusi putusan biaya perkara dilakukan dengan memberi Surat Tanda Terima Pembayaran biaya perkara. Hambatan dalam melaksanakan eksekusi putusan pengadilan tindak pidana

20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi. b) Putusan-putusan Pengadilan mengenai kasus tindak pidana korupsi. Bahan Hukum Sekunder. Pada penelitian ini,

Yuridis Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Merugikan Keuangan.. Negara (Putusan Mahkamah Agung

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa : pertama, putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor: 20 Pid/Sus-Anak/2015/Pn.Pdg setelah mendengarkan keterangan saksi dan tuntutan