• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hirarki Obyek Wisata Untuk Peningkatan Pelayanan Kepariwisataan Di Kota Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Hirarki Obyek Wisata Untuk Peningkatan Pelayanan Kepariwisataan Di Kota Banda Aceh"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.5. Definisi Pariwisata Secara Umum

Banyak definisi pariwisata yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya sebagai berikut:

a. Menurut McIntosh dan Gupta (1980:8), pariwisata didefinisikan sebagai gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah, serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini serta para pengunjung lainnya.

b. Menurut Hunzieker dan Kraf (1942), pariwisata adalah keseluruhan fenomena dan hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya, dengan maksud bukan untuk menetap di tempat yang disinggahinya dan tidak berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan upah. Perjalanan yang dilakukan biasanya didorong oleh rasa ingin tahu untuk keperluan yang bersifat rekreatif dan edukatif. (dalam Kohdyat, 1996:2)

c. Menurut Wahab (1996), pariwisata merupakan suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang di dalam negara itu dan daerah lain (daerah tertentu) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya di tempat ia memperoleh pekerjaan tetap (Andy Aryawan, 2002:10). d. Menurut Ismayanti, A.Par.M.Sc. (2010), pariwisata adalah kegiatan dinamis yang

melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai bidang usaha.

Dari beberapa pengertian pariwisata di atas terdapat satu kesamaan dalam pengertian tentang pariwisata yaitu bahwa kegiatan ini merupakan fenomena yang ditimbulkan oleh salah satu bentuk kegiatan manusia yaitu kegiatan perjalanan/travelling. Berdasarkan beberapa

(2)

pengertian tersebut diatas, kegiatan manusia yang dilakukan dalam rangka rekreasi atau untuk mencari menikmati suasana yang berbeda membutuhkan suatu obyek atau tempat untuk singgah. Pemandangan alam, dalam hal ini adalah pemandangan alam natural ataupun buatan berperan sebagai suatu obyek atau atraksi untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam melakukan kegiatan wisata. Segala hal yang berhubungan dengan kegiatan wisata dengan obyek pemandangan alam berupa taman rekreasi, perairan dan selanjutnya dapat disebut sebagai pariwisata bahari dan cagar alam.

Definisi luas tentang pariwisata yaitu perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain yang bersifat sementara dan dilakukan oleh perorangan maupun kelompok sebagai usaha untuk mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dan dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu (Kodhyat dalam Spillane, dalam Dalimunthe, 2007 :11).

Menurut Wahab dalam Dalimunthe 2007 : 11 berpendapat bahwa dari definisi yang dikemukakan para pakar tersebut dapat diambil unsur-unsur dari pariwisata adalah :

a. Adanya kegiatan mengunjungi suatu tempat b. Bersifat sementara

c. Ada sesuatu yang ingin dilihat atau dinikmati d. Dilakukan perseorangan atau sekelompok orang e. Mencari kesenangan/kebahagiaan

f. Adanya fasilitas ditempat wisata

(3)

didukung dengan adanya kegiatan rekreasi dan atraksi wisata bahari dan wisata cagar alam seperti berenang, tracking dan olahraga air.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas pada dasarnya pariwisata timbul sebagai akibat dari aktivitas manusia yang berkaitan dengan kebutuhan manusia yaitu perjalanan. Perjalanan yang dilakukan adalah bersifat sementara waktu, tidak untuk melakukan pekerjaan tetap dan tidak dalam usaha untuk mencari upah/nafkah.

1.6. Bentuk-bentuk Pariwisata

Menurut Muljadi (2009:133) dalam kepariwisataan dan perjalanan pariwisata memiliki beberapa bentuk. Bentuk-bentuk pariwisata dapat dibagi sebagai berikut :

a. Menurut jumlah orang yang bepergian

1) Pariwisata individu/perorangan (individual tourism), yaitu bila seseorang atau sekelompok orang dalam mengadakan perjalanan wisatanya melakukan sendiri dan memilih daerah tujuan wisata beserta programnya serta pelaksanaannya dilakukan sendiri.

2) Pariwisata kolektif (collective tourism), yaitu suatu usaha perjalanan wisata yang menjual paketnya kepada siapa saja yang berminat, dengan keharusan membayar sejumlah uang yang telah ditentukannya.

b. Menurut sifatnya

1) Pariwisata aktif (active tourism), adalah pariwisata yang mendatangkan wisatawan asing dengan membawa devisa ke suatu negara.

2) Pariwisata pasif (passive tourism), adalah penduduk suatu negara yang pergi keluar negeri dan membawa uang ke luar negeri untuk dibelanjakan di negara lain.

(4)

1) Pariwisata rekreasi (recreational tourism), adalah bentuk pariwisata untuk beristirahat guna memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohani dan menghilangkan kelelahan.

2) Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism) adalah bentuk pariwisata yang dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, untuk mencari udara segar, untuk memenuhi kehendak ingin tahunya, untuk menikmati hiburan, dan lain-lain.

3) Pariwisata budaya (cultural tourism), adalah bentuk pariwisata yang ditandai dengan rangkaian motivasi seperti keinginan untuk belajar adat istiadat dan cara hidup rakyat negara lain, studi-studi/riset pada pertemuan-pertemuan, mengunjungi tempat-tempat peninggalan kuno/bersejarah, dan lain-lain

4) Pariwisata olah raga (sport tourism)

5) Pariwisata untuk urusan usaha (business tourism), adalah bentuk pariwisata yang dilakukan oleh kaum pengusaha atau industrialis, tetapi dalam perjalanannya hanya untuk melihat eksibisi atau pameran dan sering mengambil dan memanfaatkan waktu untuk menikmati atraksi di negara yang di kunjungi.

6) Pariwisata untuk tujuan konvensi (convention tourism) adalah bentuk pariwisata yang dilakukan orang-orang yang akan menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah seprofesi dan politik.

d. Menurut Letak Geografis 1) Pariwisata lokal 2) Pariwisata regional 3) Pariwisata nasional

(5)

e. Menurut Waktu Berkunjung f. Menurut Obyeknya

g. Menurut Alat Angkutan h. Menurut Umur

i. Menurut Jenis Kelamin

1.7. Perencanaan Pariwisata

Menurut Mill dan Morrison (1985:48) dalam Agnes (2010:36), sedikitnya terdapat lima alasan utama bagi dilakukannya perencanaan pariwisata, yaitu:

a. Mengidentifikasikan alternatif pendekatan untuk: pemasaran, pengembangan, organisasi industri, kepedulian wisata, layanan dan aktivitas pendukung.

b. Menyesuaikan pada hal-hal yang tidak dapat diperkirakan seperti kondisi perekonomian umum, situasi permintaan dan penyediaan energi.

c. Mempertahankan keunikan: sumber daya alam, budaya lokal, arsitektur lokal, monument sejarah dan landmarks, events dan aktivitas lokal, taman-taman dan kawasan olahraga di luar, dan lain-lainnya di daerah tujuan wisata.

(6)

Menurut Yoeti dalam Rahman 2010:9, keberhasilan pengembangan pariwisata ditentukan oleh 3 (tiga) faktor sebagai berikut :

a. Tersedianya obyek dan daya tarik wisata

b. Adanya fasilitas accessibility yaitu sarana dan prasarana, sehingga memungkinkan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau kawasan wisata.

c. Terjadinya fasilitas amenities yaitu sasaran kepariwisataan yang dapat memberikan kenyamanan kepada masyarakat.

Baik pemerintah maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan dan para pelaku (stakeholders) perlu memahami alasan-alasan tersebut dalam rangka pengembangan pariwisata secara keseluruhan, khususnya pariwisata bahari dan cagar alam. Segala sesuatau yang berhubungan dengan pengembangan, pemasaran, layanan dan aktivitas pendukung harus diidentifikasi secara tepat sesuai dengan hal-hal yang dibutuhkan dalam perencanaan wisata bahari dan cagar alam. Perencanaan tersebut tentunya jangan sampai menghilangkan keunikan dari kawasan wisata, yaitu pemandangan alam, kawasan perairan, taman-taman, dan lain-lain. Diharapkan secara bersama-sama, para pelaku tersebut dapat membangun serta mengembangkan elemen-elemen kepariwisataan sesuai dengan peran, tanggung jawab, dan motivasi masing-masing.

Elemen-elemen suatu rencana kepariwisataan oleh Page (1995:171) dalam Agnes (2010:37), disebutkan sebagai berikut:

a. Lingkungan alam dan sosial ekonomi. b. Daya tarik dan kegiatan-kegiatan wisata. c. Akomodasi.

d. Transportasi.

e. Elemen-elemen kelembagaan. f. Prasarana lainnya.

(7)

h. Pasar wisata domestik dan internasional.

i. Penggunaan prasarana wisata oleh penduduk setempat.

Kedudukan antara satu elemen dengan elemen yang lainnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2

The Elements Of The Tourism Plan Domestic & International Tourism Market

Sumber : Page (1995:172)

Elemen-elemen yang dikemukakan oleh Page tersebut diatas juga merupakan elemen penting dalam perencanaan pariwisata bahari dan cagar alam. Lingkungan alam khususnya perairan sebagai obyek wisata didukung dengan keadaan sosial ekonomi wilayah sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata dan didukung dengan ketersediaan elemen-elemen yang lain seperti atraksi wisata dan kegiatan wisata air, akomodasi, transportasi menuju dan di dalam kawasan wisata air, elemen institusional atau kelembagaan baik pemerintah maupun swasta, fasilitas dan pelayanan yang mendukung kegiatan wisata air, dan prasarana lainnya. Elemen-elemen tersebut yang kemudian ditawarkan dalam pasar wisata baik domestik maupun internasional kepada wisatawan, khususnya yang memiliki minat khusus untuk menikmati atraksi wisata bahari dan wisata cagar alam.

Istilah perencanaan wisata masih memiliki pengertian yang umum, untuk itu perlu adanya pemahaman akan aspek-aspek apa saja yang dibicarakan dalam perencanaan wisata, termasuk dalam perencanaan wisata bahari dan cagar alam. Aspek-aspek ini merupakan bahan

Institutional elements

Transportation Accomodation

Tourist attractions and activities

Other Infrastructure

Other tourist facilities and services

Natural and socio-economic

(8)

kajian yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam kegiatan perencanaan wisata bahari dan wisata cagara alam.

Aspek-aspek tersebut meliputi:

a. Aspek pasar, menyangkut kondisi pasar serta kebutuhannya. b. Aspek sumber daya, antara lain:

1) Sarana dan prasarana. 2) Sumber daya manusia.

c. Aspek produk, berkaitan dengan upaya meramu dan mengemas produk wisata yang berintikan:

1) Penyusunan program. 2) Perhitungan harga.

3) Penentuan kebijaksanaan produk.

d. Aspek operasional, menyangkut kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan produk wisata, yang terdiri atas:

1) Kegiatan pra-penyelenggaraan. 2) Kegiatan selama penyelenggaraan. 3) Kegiatan pasca penyelenggaraan.

Keterkaitan antar aspek dapat diperlihatkan dalam bagan berikut ini: Gambar 2.3

Aspek-Aspek Perencanaan Pariwisata

Sumber : Suyitno, 1999:5 ASPEK

PASAR

ASPEK SUMBER

DAYA

ASPEK PRODUK

(9)

Pariwisata akan terwujud dengan adanya suasana dan fasilitas pendukung, lingkungan alam dan sosial ekonomi serta masyarakat dan pengunjung dengan berbagai macam ketertarikan. Ada lima pendekatan untuk perencanaan wisata yang diidentifikasikan oleh para ahli. Lima pendekatan ini dapat diterapkan pula dalam perencanaan wisata bahari dan cagar alam. Empat diantaranya dikemukakan oleh Getz (1987:45) dan ditambah lagi satu pendekatan yang dikemukakan oleh Page (1995:185). Pendekatan-pendekatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Boosterism

Merupakan suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebagai suatu atribut positif untuk suatu tempat dan penghuninya. Obyek-obyek yang terdapat di suatu lingkungan ditawarkan sebagai aset bagi pengembangan kepariwisataan tanpa memperhatikan dampaknya, yang menurut Hall (1991:22) nyaris dapat dikatakan bukan sebagai suatu bentuk dari perencanaan pariwisata. Masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan daya dukung wilayah yang ada tidak begitu dipertimbangkan.

b. The Economic-Industry Approach

(10)

Tujuan-tujuan ekonomi lebih dinomorsatukan daripada tujuan-tujuan sosial dan lingkungan, yaitu dengan menetapkan sasaran utama berupa pengalaman menarik bagi pengunjung dan tingkat kepuasan yang dialami oleh para wisatawan.

c. The Physical-Spatial Approach

Pendekatan ini didasarkan pada tradisi “penggunaan lahan” geografis dan

perencana-perencana dengan pendekatan rasional untuk perencanaan lingkungan perkotaan. Kepariwisataan dilihat di dalam suatu range konteks, tetapi dimensi lingkungan dianggap juga sebagai isu kritis dari daya dukung sumber daya wisata di dalam kota. Strategi-strategi perencanaan yang berbeda berdasarkan prinsip-prinsip keruangan digunakan di sini, misalnya pengelompokan pengunjung di kawasan-kawasan utama, atau pemecahan untuk menghindarkan terlalu terkonsentrasinya pengunjung di satu kawasan, dan pemecahan untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya konflik-konflik. Hanya saja satu kritik bagi pendekatan ini adalah masih kurang mempertimbangkan dampak sosial dan kultural dari wisata perkotaan.

d. The Community Approach

Merupakan pendekatan yang lebih menekankan pada pentingnya keterlibatan maksimal dari masyarakat setempat di dalam proses perencanaan. Perencanaan tradisional top-down, dimana perencana menetapkan agenda yang perlu dimodifikasi untuk memasukkan kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal di dalam proses perencanaan dan penentuan keputusan. Jadi, community tourism planning ini menganggap penting suatu pedoman pengembangan pariwisata yang dapat diterima secara sosial (social acceptable).

Pendekatan ini menekankan pada pentingnya manfaat-manfaat sosial dan kultural bagi masyarakat lokal bersama-sama dengan suatu range pertimbangan ekonomi

(11)

politis” dari proses perencanaan tersebut seringkali terjadi penurunan derajat

misalnya dari kemitraan (partnership) menjadi penghargaan (tokenism). e. Sustainable Approach (Sustainable tourism planning)

Pendekatan ini adalah pendekatan yang diidentifikasi oleh Page, merupakan pendekatan keberlanjutan berkepentingan dengan masa depan yang panjang atas sumber daya dan efek-efek pembangunan ekonomi pada lingkungan yang mungkin juga menyebabkan gangguan kultural dan sosial untuk memantapkan pola-pola kehidupan dan gaya hidup individual. Dalam konteks perencanaan pariwisata, pembangunan berkelanjutan didasarkan pada beberapa prinsip yang ditetapkan oleh the World Commission on the Environment and Development (the Brundtland Commission) pada tahun 1987 yang menurut Hall (1991) berhubungan dengan eguity, the needs of economically marginal populations, and the idea of technological and social limitations on the ability of the environment to meet present and future needs.

Untuk menindak lanjuti adanya beberapa prinsip tersebut diatas, Dutton dan Hall (1989) mengidentifikasikan mekanisme-mekanisme yang dapat digunakan sebagai pedoman pencapaian suatu pendekatan berkelanjutan yang realistik untuk perencanaan pariwisata, yaitu sebagai berikut:

1) Mendorong kerjasama dan saling perhatian untuk meningkatkan manfaat dari setiap pendekatan, sehingga perencanaan pariwisata harus kooperatif dan didasarkan pada sistem pengendalian terpadu.

2) Mengembangkan mekanisme koordinasi industri.

(12)

4) Meningkatkan kepedulian produsen atas manfaat-manfaat perencanaan pariwisata yang berkelanjutan.

5) Menggantikan pendekatan-pendekatan perencanaan konvensional dengan perencanaan strategik, untuk ini disyaratkan semua pihak yang berkepentingan membuat komitmen yang pasti untuk tujuan-tujuan yang berkelanjutan.

6) Memberi perhatian yang lebih besar atas keperluan perencanaan kualitas pengalaman wisatawan, dengan suatu pandangan atas keberlanjutan jangka panjang dari produk wisata, bersama-sama dengan memantapkan atraksi dari kawasan tujuan wisata.

Pariwisata berkelanjutan dapat dikatakan sebagai pembangunan yang mendukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya alam dan budaya secara berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai pembangunan kepariwisataan yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan memberi manfaat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang (Puslitbang BP. Budpar, 2003).

1.8. Daerah Tujuan Wisata (DTW)

Menurut Leiper dalam Cooper,et.al.(1998:5), wisatawan bergerak dalam tiga daerah geografis, yaitu Daerah Asal Wisata (DAW) atau Traveller-Generating Region (TGR), Daerah Tujuan Wisata (DTW) atau Tourist Destination Region (TDR), dan Daerah Transit (DT) atau Transit Route Region (TR).

(13)

Gambar 2.4

Elemen Geografis Dalam Sistem Pariwisata

DT3

DT2 DT1

Sumber : Adaptasi dari Leiper dalam Cooper et.al (1998:6)

Daerah Asal Wisatawan (DAW) menggambarkan sumber pasar wisata, dalam arti daerah ini memberikan dorongan untuk menstimulasi dan memotivasi perjalanan wisata. Di daerah ini pula wisatawan akan melakukan segala persiapan perjalanan hingga keberangkatan ke daerah tujuan wisata. Dengan kata lain, DAW adalah daerah tempat wisatawan berdomosili dan bekerja serta melakukan aktivitas keseharian. Pada umumnya, DAW merupakan kota-kota besar yang merupakan pusat kegiatan usaha, dagang, pendidikan dan administrasi pemerintahan. Dalam hal ini, pada umumnya di Indonesia beribukota provinsi.

Daerah Tujuan Wisata (DTW) merupakan daerah yang menjadi incaran para wisatawan untuk melakukan wisata karena DTW memiliki daya tarik untuk dikunjungi, sekaligus menjadi energi dari keseluruhan sistem pariwisata. DTW harus mampu memenuhi kebutuhan pasar wisata dan juga menciptakan permintaan bagi DAW. Dengan kata lain, DTW sebagai daerah tempat wisatawan melakukan kegiatan yang bukan untuk mencari nafkah. Pada umumnya, DTW menawarkan beragam keunikan baik yang bersifat alam maupun budaya sehingga menarik wisatawan untuk mengunjunginya.

Daerah Transit (DT) merupakan daerah persingahan antara DAW dan DTW ketika para wisatawan hanya melakukan perjalanan singkat untuk mencapai daerah tujuan, sekaligus

DAW

DTW1

(14)

merupakan daerah perantara ketika wisatawan merasa meninggalkan lingkungan tempat tinggal dan bekerja, dan ia belum tiba di daerah tujuan.

1.9. Perilaku Wisatawan

Setiap wisatawan yang melakukan perjalanan memiliki cara yang unik dan berbeda satu dengan yang lain. Hal ini menyebabkan terjadi perbedaan kepuasan dan pengalaman berwisata. Bab ini dibuka dengan pembahasan tentang perilaku wisatawan dari berbagai model menurut ahli kepariwisataan. Keragaman jenis wisatawan dibahas dan diakhiri dengan karakteristik dan tipologi wisatawan.

1.9.1. Model Perilaku Wisatawan

Merurut Wahab, Crampon dan Rothfied (Cooper et.al:2005, Swarbrooke dan Horner:1999), setiap wisatawan memiliki konsep perilaku pembelian dengan keunikan keputusan pembelian karena berwisata adalah kegiatan pengembalian modal tidak nyata (no tangiable return on investment), berhubungan erat dengan pendapatan dan pengeluaran, tidak dipesan secara instan (kecuali wisatawan bisnis) dan melibatkan perencana keputusan.

Gambar 2.5

Model Perilaku Wisatawan

Sumber: diadaptasi dari Cooperet.Al.(2005), Swarbrooke dan Horner (1999)

Pengenalan Kerangka

Konsepsi Alternatif

Pengumpulan Data

Mendefinisikan Asumsi

Desain Stimulus

Prediksi Konsekuensi

Alternatif Manfaat -

(15)

Model itu memperlihatkan bahwa pembelian wisata merupakan sebuah kegiatan yang melibatkan perencanaan dan proses pemikiran yang masuk akal. Dalam hal ini, kemungkinan-kemungkinan pembelian yang spontan atau tanpa perhitungan diabaikan. Berwisata harus merupakan hasil keputusan yang matang dan penuh pertimbangan. Hal ini biasa dilakukan agar perjalanan wisata benar-benar memenuhi kebutuhan. Selain itu, tujuan wisatanya tercapai dengan baik, yang pada akhirnya kepuasan dapat dicapai.

1.9.2. Model Proses Keputusan Perjalanan

Schmoll (Cooper et.al:2005, Swarbrooke dan Horner:1999) membuat sebuah model keputusan perjalanan wisata yang harus dilihat secara menyeluruh berdasarkan motivasi, keinginan, kebutuhan dan pengharapan wisatawan secara personal atau social. Proses keputusan perjalanan wisata terdiri atas empat bidang yang mempengaruhi keputusan akhir, yakni stimulan wisata, variable internal, variable eksternal dan karakteristik daerah tujuan wisata.

Dalam model itu dinyatakan bahwa keputusan pembelian wisata merupakan hasil interaksi dari empat bidang di atas. Dalam hal ini, faktor internal dan eksternal memiliki peranan dan pengaruh kepada wisatawan. Dalam model itu juga dicantumkan bahwa setiap perjalanan wisata akan memberikan dampak penting bagi wisatawan guna mengambil keputusan yang tepat. Stimulan wisata merupakan hal-hal yang membuat seseorang terpengaruh untuk berwisata, seperti iklan, promosi, buku-buku, saran teman, publikasi, adventorial, dan sumber lain.

Variabel internal berasal dari dalam diri seorang wisatawan meliputi sosio-ekonomi, kepribadian, pengaruh nilai dan sikap. Keseluruhan unsur dalam variabel internal memunculkan motivasi, kebutuhan dan pengharapan wisata.

(16)

eksternal akan semakin kuat dengan adanya karakteristik destinasi yang unik dari manfaat yang didapatkan atas biaya yang ditawarkan, atraksi atau daya tarik dan ketersediaan amenitas, kualitas, dan kuantitas, pengaturan perjalanan, dan peluang untuk berwisata.

1.10. Variabel-variabel Penelitian Penentuan Tujuan Wisata Prioritas

Adapun variabel yang digunakan adalah frekuensi dan jumlah wisatawan, jarak obyek wisata dari ibukota, aksesibilitas (waktu tempuh, ongkos transport, jenis/kondisi jalan, alat angkutan) penataan, pengelolaan serta prasarana dan sarana pendukung.

1.10.1.Frekuesi dan Jumlah Wisatawan

Dalam pengembangan pariwisata frekuensi dan jumlah wisatawan sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah pengunjung yang ada sehingga dapat menjadi acuan untuk pengembangan lebih lanjut, sekaligus juga sebagai pemasukan PAD suatu daerah.

Gambar 2.6

Model Proses Keputusan Perjalanan

Stimulan Wisata

- Iklan dan Promosi - Buku-Buku

Sosio-Ekonomi Kepribadian Pengaruh Nilai Sikap

Motivasi Kebutuhan Pengharapan

Biaya atau Kualitas & Kesempatan

Manfaat Kuantitas Wisata

Atraksi & Amenitas Pengaturan Perjalanan

(17)

Sumber : Diadaptasi dari Cooper et.al (2005:68)

Tujuan pengelompokkan data ke dalam distribusi frekuensi ialah guna memperoleh gambaran yang sederhana, jelas dan sistematis mengenai peristiwa yang dinyatakan dalam angka-angka. (Dayan, 1986 Hal 84).

1.10.2.Jarak Dari Ibukota

Dalam hal mengunjungi tujuan wisata jarak sangat menentukan dalam pemilihan lokasi obyek wisata, yaitu usaha meminimumkan jarak ini secara implisit berarti pula memperhitungkan biaya angkutan yang minimum, guna agar menarik wisatawan sehingga obyek wisata bisa dengan cepat berkembang karena lokasi tujuan wisata tidak melelahkan perjalanan wisatawan yang akan berkunjung. (Djojodipuro : 1992)

1.10.3.Aksesibilitas (Waktu Tempuh, Ongkos Transport, Jenis/Kondisi Jalan, Alat Angkutan)

Aksesibilitas sangat berperan penting dalam pengembangan tujuan wisata dapat digunakan untuk menyatakan kemudahan suatu tempat untuk dicapai dengan waktu tempuh yang tidak terlalu jauh, ongkos transport terjangkau, jenis/kondisi jalan baik serta memiliki berbagai macam moda angkutan umum sehingga dengan mudah para wisatawan mengunjungi obyek wisata sedangkan mobilitas untuk menyatakan kemudahan seseorang bergerak, yang dinyatakan dari kemampuannya membayar biaya transportasi. (Tamin : 2000)

1.10.4.Penataan

(18)

menikmatinya guna untuk menarik para wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara, berdasarkan penataan yang sangat baik ini juga bisa menjadi peluang yang sangat besar di bidang kepariwisataan.

1.10.5.Prasarana dan Sarana Pariwisata

Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan untuk sementara waktu ke tempat atau daerah yang sama sekali masih asing baginya. Karena jauh dari tempat tinggalnya, maka ia memerlukan pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya, yaitu semenjak dia berangkat sampai ke tempat tujuan wisata, hingga dia kembali kerumahnya. Oleh karena itu sebelum seorang wisatawan melakukan perjalanan wisata, terlebih dahulu ia ingin mengetahui tentang :

1. Fasilitas transportasi yang akan membawanya dari dan ke daerah tujuan wisata yang ingin dikunjunginya.

2. Fasilitas akomodasi, yang merupakan tempat tinggal sementara di tempat atau di daerah tujuan wisata yang akan dikunjungi.

3. Fasilitas catering service, yang dapat memberi pelayanan mengenai makanan dan minuman sesuai dengan selera masing-masing.

4. Obyek dan atraksi wisata yang ada di daerah tujuan yang akan dikunjunginya. 5. Aktivitas rekreasi yang dapat dilakukan di tempat yang akan dikunjungi tersebut. 6. Fasilitas perbelanjaan, dimana ia dapat membeli barang-barang pada umumnya dan

souvenir pada khususnya.

7. Tempat atau toko, di mana ia dapat membeli atau reparasi kamera dan mencuci serta mencetak film hasil pemotretannya.

(19)

1.10.6.Kriteria terhadap Prasarana dan Sarana Pendukung Obyek Wisata Prioritas Obyek wisata dengan jumlah prasarana dan sarana pendukung terdiri dari 10-13 jenis yang dikategorikan sebagai obyek wisata yang memiliki prasarana dan sarana lebih lengkap, obyek wisata dengan jumlah prasarana dan sarana pendukung terdiri dari 6-9 jenis dikategorikan sebagai obyek yang memiliki prasarana dan sarana kurang lengkap, sedangkan obyek dengan prasarana dan sarana pendukung 1-5 jenis dikategorikan sebagai obyek dengan prasarana dan sarana sangat kurang, adapun kriteria dari ke 13 kategori itu adalah sebagai berikut:

1. Jalan 9. Kolam Renang/Kolam Pancing

2. Listrik 10. Tempat Bermain Anak

3. Telepon 11. Musholla

4. Toilet 12. Shelter

5. Rumah Makan 13. Warung Souvenir

6. Café 7. Warung 8. Tempat Parkir

1.11. Evaluasi Studi Analisis SWOT

Hasil studi kelayakan sebaiknya dievaluasi secara lebih cermat untuk memperoleh kesimpulan yang paling tepat dalam penentuan tujuan wisata. Sebagai bagian dari studi kelayakan, kegiatan evaluasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis SWOT (Strong, Weakness, Opportunity dan Threat).

(20)

sumberdaya tujuan wisata sudah harus menghasilkan sintesis yang akan dijadikan sebagai basis penentuan tujuan wisata. Bahkan hasil analisis ini merupakan produk akhir untuk menyimpulkan apakah penentuan tujuan wisata dapat dilakukan atau tidak. Oleh sebab itu semua pihak, khususnya masyarakat local, perlu mengetahui apa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh kawasan dan obyek tujuan wisata tersebut (Damanik dkk).

1.12. Penelitian Terdahulu

Sebelum penelitian ini dilakukan terdapat beberapa penelitian sejenis yang dilaksanakan oleh beberapa peneliti lainnya. Penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Judul Penelitian Sejenis yang Sudah Dilakukan

No. Peneliti Judul Penelitian Lokasi Hasil Penelitian

1. Agnes obyek Wisata Air di Kawasan Rawa Pening Kabupaten Semarang

Kawasan atraksi wisata air di Kawasan Wisata Masyarakat di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Wisata Pantai Cermin di

(21)

No. Peneliti Judul Penelitian Lokasi Hasil Penelitian Pariwisata Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat

Peranan Obyek Pariwisata Pantai Cermin Dalam Perkembangan

(22)

Potensi Kajian Wisata Dasar

Profil dan Karakteristik

Obyek Penelitian Arah Strategi

Pengembangan

Pengembangan Pariwisata dengan

Optimal

Gambar

Gambar 2.2
Gambar 2.4 Elemen Geografis Dalam Sistem Pariwisata
Gambar 2.5 Model Perilaku Wisatawan
Gambar 2.6 Model Proses Keputusan Perjalanan
+2

Referensi

Dokumen terkait