BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba
patogen dan bersifat sangat dinamis. Pada negara-negara berkembang seperti
halnya Indonesia penyakit infeksi merupakan penyebab utama tingginya angka
kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality). Salah satu penyakit
infeksi yang banyak terjadi di Indonesia adalah infeksi saluran kemih (ISK).
Kasus infeksi saluran kemih di Indonesia masih cukup tinggi. Keadaan ini
tidak terlepas dari tingkat kesehatan masyarakat Indonesia yang mayoritas
masih jauh dari standar. Tingkat kehidupan sosial ekonomi yang tidak merata
juga berpengaruh pada perkembangan kasus infeksi saluran kemih di
Indonesia. Secara epidemiologi, sekitar 25–35% perempuan dewasa mengalami ISK selama hidupnya (Sudoyo, 2006). Penyakit infeksi saluran kemih terutama disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, bakteri Gram positif seperti
Staphylococcus aureus dan beberapa fungi serta virus (Tessy, dkk., 2001;
Sobel, 2005).
Pengobatan medis untuk penyakit infeksi secara umum menggunakan antibiotik. Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroba secara alami, yang dalam konsentrasi tertentu mampu menghambat
sintetik dan semisintetik. Antibiotik sintetik dibuat secara kimiawi di
laboratorium, sedangkan antibiotik semisintetik diperoleh melalui modifikasi
kimia dari senyawa alami yang dihasilkan mikroorganisme (Dzen, dkk., 2003)
Antibiotik sering digunakan dalam bentuk kombinasi untuk pengobatan
penyakit infeksi tertentu. Hal ini dapat mempengaruhi kerja masing-masing
antibiotik. Kombinasi antibiotik dapat bersifat sinergis yaitu menyebabkan
timbulnya efek terapetik yang lebih besar dibandingkan bila antibiotik tersebut
digunakan secara tunggal. Sinergisme antara dua macam antibiotik dapat
bersifat adisi (sumasi), dimana efek kombinasi merupakan penjumlahan dari
aktivitas masing-masing antibiotik. Efek sinergisme dapat pula bersifat
potensiasi, yaitu aktivitas salah satu antibiotik diperkuat oleh antibiotik
lainnya. Kombinasi antibiotik dapat pula bersifat antagonis, dimana antibiotik
yang satu bersifat mengurangi atau meniadakan khasiat antibiotik kedua
(Pratiwi, 2008).
Salah satu contoh kombinasi antibiotik yang digunakan dalam terapi
pengobatan infeksi adalah sulfametoksazol dan trimetoprim (kotrimoksazol).
Kotrimoksazol merupakan kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim dalam
perbandingan 5:1. Kombinasi ini bersifat bakterisid dengan spektrum kerja
lebih luas dibandingkan dengan sulfonamida. Trimetoprim dan
sebagai antibakteri untuk mengobati berbagai penyakit infeksi lain seperti
penyakit infeksi alat kelamin (prostatitis), saluran cerna (salmonellosis), dan
saluran pernafasan (bronchitis). Kotrimoksazol dalam dosis tinggi juga
digunakan untuk pengobatan dan pencegahan radang paru pada penderita
AIDS. Obat ini juga aktif terhadap Proteus dan Chlamyda (Tjay, 2008).
Sensitivitas mikroba terhadap antibiotik perlu diketahui untuk
menunjang terapi pengobatan yang rasional kepada pasien. Tingkat sensitivitas
bakteri terhadap antibiotik sangat bervariasi. Bakteri Gram positif biasanya
lebih sensitif terhadap kebanyakan antibiotik dibandingkan dengan bakteri
Gram negatif. Namun beberapa antibiotik hanya sensitif terhadap bakteri Gram
negatif saja atau ada juga sensitif terhadap keduanya (Brock, et al., 1987).
Sensitivitas bakteri patogen terhadap suatu antibiotik harus diuji untuk
mengetahui apakah bakteri tersebut sensitif atau resisten. Uji sensitivitas
berguna untuk menentukan pengobatan yang tepat terhadap bakteri patogen
penyebab penyakit infeksi (Dzen, dkk., 2003). Resistensi dapat menyebabkan
pengobatan penyakit menjadi lebih sulit, lamanya sakit menjadi lebih panjang
dan dapat meningkatkan risiko timbulnya komplikasi atau bahkan kematian
(Tjay, 2008).
Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin menguji sensitivitas bakteri
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. apakah bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sensitif
terhadap kotrimoksazol dalam beberapa produk sediaan tablet dan
kotrimoksazol baku?
2. apakah kotrimoksazol dalam beberapa produk sediaan tablet dan
kotrimoksazol baku secara mikrobiologi memiliki mutu yang sama?
1.3Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah:
1. bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sensitif terhadap
kotrimoksazol dalam beberapa produk sediaan tablet dan kotrimoksazol
baku;
2. kotrimoksazol dalam beberapa produk sediaan tablet dan kotrimoksazol
baku secara mikrobiologi memiliki mutu yang sama.
1.4Tujuan Penelitian
2. menentukan sensitivitas Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
terhadap kotrimoksazol dalam beberapa produk sediaan tablet dan
kotrimoksazol baku menggunakan metode Kirby-Bauer;
3. membandingkan mutu kotrimoksazol dalam beberapa produk sediaan
tablet dan kotrimoksazol baku secara mikrobiologi.
1.5Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
sensitivitas Staphylococcus aureus dan Escherichia coli terhadap kotrimoksazol dari beberapa produk sediaan tablet.
1.6Kerangka Pikir Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Konsentrasi kotrimoksazol
Diameter zona hambat