• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Komunikasi Antarpribadi Pada Pasangan Berbeda Kebangsaan (Studi Deskriptif Pada Pasangan Berbeda Kebangsaan di kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Komunikasi Antarpribadi Pada Pasangan Berbeda Kebangsaan (Studi Deskriptif Pada Pasangan Berbeda Kebangsaan di kota Medan)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Menurut Effendy (2009: 5), komunikasi adalah aktivitas makhluk sosial. Dalam

praktik komunikasi terjadi pertukaran ide, informasi, gagasan, keterangan,

himbauan, permohonan, saran, usul, bahkan perintah. Proses komunikasi tersebut

memungkinkan seseorang atau sekelompok orang menerima informasi bahkan

membangun persepsi terhadap suatu hal.

Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan

manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin

mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia

perlu berkomunikasi. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi.

Oleh karena itu, komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental

bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.

Proses komunikasi itu sendiri pada hakikatnya merupakan proses

penyampaian pesan antar manusia baik secara kelompok maupun secara

individual dari satu pihak kepada pihak yang lain. Dari sejak awal

perkembangannya, para ahli dari berbagai disiplin ilmu turut memberikan

sumbangan yang besar terhadap keadaan dan dan definisi ilmu, seperti Hovland

(Effendy,1992: 10), ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk

merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan

pendapat dan sikap. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi meliputi

penyampaian pesan, pembentukan kepercayaan dan sikap, pendapat dan tingkah

laku.

Rogers dan Lawrence (1981:18) menyatakan bahwa komunikasi adalah

suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran

informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian

(2)

atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dibicarakan.

Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu

menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum

tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan

kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya mengerti dan

selain mengerti bahasa yang dipergunakan juga mengerti makna dari bahan yang

dbicarakan.

Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya, akan mengalami banyak

perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa

kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, masa lansia, sampai pada kematian. Diantara

masa-masa tersebut ada masa yang disebut masa dewasa awal yang mana

merupakan masa yang paling lama dialami oleh seorang manusia dalam rentang

kehidupannya (Hurlock, 2000: 179). Pada masa ini, individu memiliki salah satu

tugas perkembanganuntuk mencari dan menemukan pasangan hidup yang

akhirnya akan mengarahkan individu tersebut untuk melangsungkan ikatan

pernikahan Huvigurst (dalam Hurlock, 2000: 181).

Pernikahan adalah penyatuan suami dan istri yang disetujui secara sosial

dan melibatkan serangkaian peran dan tanggung jawab sebagai pasangan suami

istri yang telah menikah (Duvall dan Miller, 1985: 136). Pernikahan bertujuan

untuk mencapai suatu tingkat kehidupan yang lebih dewasa dan pada beberapa

kelompok masyarakat, pernikahan dianggap sebagai alat agar seseorang mendapat

status yang lebih diakui di tengah kelompoknya (Koentjaraningrat, 1994: 74).

Pernikahan adalah hubungan yang diketahui secara sosial antara seorang

pria dan wanita yang melibatkan hubungan seksual, berproduksi (memiliki anak),

adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, serta saling mengetahui tugas

masing-masing sebagai suami dan istri (Duvall & Miller, 1985: 139). Pernikahan

juga dipahami sebagai ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang

didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang,

pemenuhan hasrat seksual dan menjadi lebih matang (Papalia & Olds, 1998: 182).

Secara umum, sebelum memasuki lembaga pernikahan yang

sesungguhnya seseorang individu akan melakukan proses pemilihan pasangan

(3)

terpenting yang akan dibuat oleh setiap individu sepanjang hidupnya (Degenova,

2008: 23).

Pemilihan pasangan hidup biasanya cenderung dilakukan seseorang

dengan memilih pasangan yang mempunyai kesamaan antara dia dan pasangannya

(Sears,dkk, 1991: 163), baik kesamaan dalam agama, hobi, sifat, bahasa, pola

berpikir bahkan adat istiadat. Hal ini disebut sebagai prinsip kesesuaian (matching

principle). Namun, perkembangan teknologi saat ini memungkinkan seseorang untuk berinteraksi walau dengan jarak yang cukup jauh, bahkan lebih dari sekedar

interaksi yang biasa, tetapi juga dapat memungkinkan terjadinya pernikahan

campur (Yoshida, 2005: 37).

Pernikahan campur (intercultural marriage) dilatar belakangi dengan

berbagai perbedaan, salah satunya adalah perbedaan kebangsaan (Yoshida, 2005:

38). Pada pernikahan campur (intercultural marriage) yang berasal dari latar

belakang budaya dan bangsa yang berbeda dikategorikan sebagai pernikahan antar

bangsa Maretzki. Saat ini pernikahan campur antar bangsa sudah menjadi

fenomena yang terjadi pada masyarakat modern dan merupakan dampak dari

semakin berkembangnya sistem komunikasi yang memungkinkan individu untuk

mengenal dunia dan budaya lain Maretzki (dalam Tseng dan Demott 1977: 149).

Menjalani suatu hubungan dalam ikatan pernikahan tidak segampang

seperti menjalani hubungan ketika masih belum menikah (Degenova, 2008: 42).

Banyak hal baru yang akan ditemukan oleh individu pada diri pasangannya saat

menikah dan individu harus mulai belajar untuk menerima pasangannya apa

adanya. Terlebih jika pasangan pernikahan tersebut berasal dari latar belakang

etnis dan budaya yang berbeda, seperti pada wanita yang menikah dengan pria

asing (barat) maka akan banyak di jumpai berbagai jenis perbedaan seperti

nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, prasangka, stereotype, dll (Matsumoto, D. & L.

Juang, 2008: 79). Selain itu, melalui pernikahan ini, masing-masing pasangan juga

dapat saling memperkenalkan tradisi yang berlaku dalam kelompok budayanya

(Duvall, 1985: 137). Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada pernikahan

campur antar bangsa perbedaan budaya seringkali menjadi permasalahan yang

mendasar dalam kehidupan pernikahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

(4)

wanita Indonesia yang menikah dengan pria berkebangsaan Inggris mengalami

berbagai permasalahan di dalam pernikahan, seperti kendala bahasa, perbedaan

nilai dan perbedaan pola perilaku kultural.

Menurut catatan dari organisasi yang mengatasi permasalahan pernikahan

antar bangsa, yaitu Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) pada tahun 2009,

menyebutkan bahwa pada saat ini terdapat lebih dari 4200 wanita di Indonesia

yang menikah dengan laki-laki asing. Data ini diyakini terus mengalami

peningkatan setiap tahunnya, meskipun dataterakhir masih belum dipublikasikan

(www.expat.or.id).

Berdasarkan data-data tersebut menunjukkan bahwa wanita Indonesia

memiliki minat yang tinggi untuk menikah dengan pria asing. Minat ini cenderung

dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, dimana wanita Indonesia mempersepsikan

pria asing memiliki kehidupan yang lebih dari cukup (Erriyadi, 2008: 39).

Berdasarkan penjelasan mengenai perbedaan-perbedaan yang berkaitan dengan

orientasi kolektif-individual yang muncul dalam penikahan antar bangsa, tentu

saja menyebabkan pasangan harus melakukan penyesuaian pernikahan dimana

mereka mencoba mengubah perilaku dan hubungan untuk mencapai kesepakatan

bersama dalam pernikahan mereka (Degenova, 2008: 27). Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Inman dkk (dalam Inman, Altman, Davidson,

Carr & Walker, 2011: 120), yang menunjukkan bahwa salah satu konflik pada

pasangan pernikahan campur antar bangsa (Asia india – White Amerika) adalah

sulitnya menghadapi perbedaan yang berkaitan dengan orientasi keluarga

kolektif-individual, sehingga dibutuhkan penyesuaian pernikahan.

Penyesuaian pernikahan adalah proses memodifikasi, beradaptasi, dan

mengubah individu, pola perilaku dan interaksi pasangan untuk mencapai

kepuasan maksimal dalam hubungan (Degenova, 2008: 29). Terkadang

penyesuaian tertentu yang dilakukan bukanlah dianggap terbaik oleh seseorang,

tapi hal itu merupakan yang terbaik untuk dapat mencapai tingkat kepuasan

tertinggi dalam pernikahan. Tentunya penyesuaian tidak lah bersifat statis dan

bukan juga langkah yang diambil hanya sekali. Penyesuaian merupakan proses

dinamis yang terus menerus terjadi pada kehidupan pernikahan pasangan

(5)

Menurut Hurlock (2000: 185), penyesuian pernikahan merupakan proses

adaptasi antara suami istri, dimana suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya

konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri

dan penting bagi kebahagiaan pernikahan, yaitu penyesuaian dengan pasangan,

penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan pihak

keluarga pasangan (Hurlock, 2000: 187). Setiap pernikahan tentunya

membutuhkan penyesuaian, begitu pula pada pernikahan antar bangsa antara

warga Indonesia dan pasangannya yang berbeda kebangsaan. Pada pernikahan

antar bangsa ini, perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing individu

seperti latar belakang budaya, nilai, bahasa hukum, perbedaan pola pikir dan

agama dapat menjadi kendala atau masalah dalam pernikahan (Http://www.

Mixedcouple.co/article/mod.). Maka dari itu, pasangan yang berbeda kebangsaan

membutuhkan pola komunikasi guna mengatasai segala perbedaan yang muncul

diantara mereka berdua.

Pola komunikasi merupakan suatu sistem penyampaian pesan melalui

lambang tertentu, mengandung arti, dan pengoperan perangsang untuk mengubah

tingkah laku individu lain. Pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola

hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan

dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah,

2004:1). Istilah pola komunikasi biasa disebut juga sebagai model tetapi

maksudnya sama, yaitu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang

berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan keadaan

masyarakat.

Pola Komunikasi satu arah adalah proses penyampaian pesan dari

komunikator kepada komunikan baik menggunakan media maupun tanpa media,

tanpa ada umpan balik dari komunikan dalam hal ini komunikan bertindak sebagai

pendengar saja. Pola Komunikasi dua arah atau timbal balik (Two way traffic

communication) yaitu komunikator dan komunikan menjadi saling tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka, komunikator pada tahap pertama menjadi

komunikan dan pada tahap berikutnya saling bergantian fungsi. Namun pada

(6)

utama mempunyai tujuan tertentu melalui proses komunikasi tersebut, Prosesnya

dialogis, serta umpan balik terjadi secara langsung (Siahaan, 1991 : 57).

Pola komunikasi multi arah yaitu proses komunikasi terjadi dalam satu

kelompok yang lebih banyak di mana komunikator dan komunikan akan saling

bertukar pikiran secara dialogis. Komunikasi adalah salah satu bagian dari

hubungan antar manusia baik individu maupun kelompok dalam kehidupan

sehari-hari (Effendy, 2009: 141). Dari pengertian ini jelas bahwa komunikasi

melibatkan sejumlah orang dimana seorang menyatakan sesuatu kepada orang

lain, jadi yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia itu sendiri.

Pola komunikasi keluarga merupakan salah satu faktor yang penting,

karena keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal anak selama

proses sosialisasinya. Menurut Devito (2007: 277-278) ada empat pola

komunikasi keluarga yang umum pada keluarga inti komunikasi keluarga yang

terdiri dari pola persamaan (Equality Pattern), tiap individu berbagi hak yang

sama dalam kesempatan berkomunikasi dan peran tiap orang dijalankan secara

merata. Komunikasi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari

pembagian kekuasaan. Semua orang memiliki hak yang sama dalam proses

pengambilan keputusan. Keluarga mendapatkan kepuasan tertinggi bila ada

kesetaraan; pola seimbang-terpisah (Bala nce Split Patern), kesetaraan hubungan

tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memiliki daerah kekuasaan yang

berbeda dari yang lainnya. Tiap orang dilihat sebagai ahli dalam bidang yang

berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga normal/tradisional, suami dipercaya

dalam urusan bisnis atau politik. Istri dipercaya untuk urusan perawatan anak dan

memasak. Namun pembagian peran berdasarkan jenis kelamin ini masih bersifat

fleksibel. Konflik yang terjadi dalam keluarga tidak dipandang sebagai ancaman

karena tiap individu memiliki area masing-masing dan keahlian sendiri-sendiri;

pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern), satu orang mendominasi,

satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari yang lainnya. Satu orang inilah yang

memegang kontrol, seseorang ini biasanya memiliki kecerdasan intelektual lebih

tinggi, lebih bijaksana, atau berpenghasilan lebih tinggi. Anggota keluarga yang

lain berkompensasi dengan cara tunduk pada seseorang tersebut, membiarkan

(7)

keputusan sendiri; pola monopoli (Monopoly Pattern), satu orang dipandang sebagai pemegang kekuasaan. Satu orang ini lebih bersifat memberi perintah dari

pada berkomunikasi. la memiliki hak penuh untuk mengambil keputusan sehingga

jarang atau tidak pernah bertanya atau meminta pendapat dari orang lain.

Pemegang kuasa memerintahkan kepada yang lain apa yang boleh dan tidak boleh

dilakukan. Maka anggota keluarga yang lainnya meminta izin, meminta pendapat,

dan membuat keputusan berdasarkan keputusan dari orang tersebut.

Pembedaan pola komunikasi ini menggambarkan pembagian peran dan

kedudukan masing-masing individu dalam sebuah keluarga. Pola komunikasi

keluarga turut berperan dalam penerimaan pesan dan umpan balik yang terjadi

antar anggota keluarga. Sebagai contoh dalam pola komunikasi monopoli, hanya

satu orang yang berhak mengambil keputusan dalam keluarga. Hal ini

menyebabkan anggota keluarga yang lain tidak berhak menyuarakan pendapat

atau turut berperan dalam pengambilan keputusan, yang mengakibatkan

komunikasi keluarga cenderung menjadi komunikasi satu arah saja. Demikian

juga dalam penanaman dan pengembangan nilai-nilai yang ditanamkan oleh

pemegang kekuasaan mutlak diikuti oleh anggota keluarga yang lainnya karena

komunikasi yang berlangsung hanya bersifat instruksi atau suruhan, misalnya

ketika pasangan yang diikat tali pernikahan telah memiliki anak.

Keluarga sangat besar peranannya dalam mengajarkan, membimbing,

menentukan perilaku, dan membentuk cara pandang anak terhadap nilai-nilai yang

berlaku dalam masyarakat. Keluarga layaknya memberikan penanaman nilai-nilai

yang dibutuhkan anak melalui suatu pola komunikasi yang sesuai sehingga

komunikasi berjalan dengan baik, tercipta hubungan yang harmonis, serta pesan

dan nilai-nilai yang ingin disampaikan dapat diterima dan diamalkan dengan baik.

Lebih lanjut, pola komunikasi pada pasangan berbeda kebangsaan terdapat

di berbagai aspek kehidupan, seperti pola komunikasi dalam membesarkan anak.

Mengingat hubungan yang mereka bangun memiliki perbedaan seperti latar

belakang budaya, nilai, bahasa hukum, perbedaan pola pikir dan agama, sehingga

peneliti tertarik untuk meneliti pola komunikasi pada pasangan berbeda

(8)

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dikemukakan fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Bagaimana pola komunikasi pada pasangan berbeda kebangsaan di kota Medan

dalam mendidik anak?”. Dalam penelitian ini, pasangan suami istri yang berbeda

kebangsaan berada di kecamatan Medan Kota, Medan Sunggal, dan Medan Johor

yang diharapkan dapat mewakili kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pola komunikasi pada pasangan berbeda

kebangsaan di kota Medan dalam mendidik anak

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan berdaya guna sebagai

berikut:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi positif terhadap perkembangan keilmuan Ilmu Komunikasi,

khususnya mengenai pola komunikasi.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan

menambah pengetahuan dan wawasan peneliti maupun orang lain,

khususnya mengenai pola komunikasi.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

kepada masyarakat secara umum tentang pola komunikasi pasangan

suami istri yang berbeda kebangsaan di kota Medan. Penelitian ini juga

diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang terkait dalam

Referensi

Dokumen terkait

In sum, this study represents an initial research effort to identify corporate identity (communication and visual image; behavior, corporate culture, market condition) in which

Demografi dan Populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust ( Coleoptera : Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq).. Program

dalam Penelitian Umiyati berupa metafora guyub tutur bahasa Bima yang dibagi menjadi 6, yaitu (1) metafora terkait hewan-hewan pertanian; (2) metafora berkaitan

Kimia DWI KARTIKA SARI Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

[r]

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami mengundang perguraun tinggi saudara untuk mengajukan proposal hibah PDITT tersebut, baik untuk mata kuliah daring,

(3) Dalam hal Bahan yang diubah tidak memiliki dokumen kehalalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Pelaku Usaha mengajukan permohonan Sertifikat Halal

[r]