• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Semut Rangrang

2.1.1 Biologi Semut Rangrang Klasifikasi

Ordo : Hymenoptera Family : Formicidae Subfamily : Formicinae Genus : Oecophylla

Species : Oecophylla smaragdina

Semut rangrang sering ditemukan bersarang pada berbagai jenis pepohonan, misalnya pohon buah-buahan. Akan tetapi semut rangrang pada pepohonan sering dianggap sebagai pengganggu terutama saat akan melakukan pemanenan, karena gigitannya yang sakit. Dibalik itu semua, Semut rangrang dapat melindungi kebun dari serangan hama dan penyakit. Hasil penelitian dan pengalaman menunjukkan bahwa semut rangrang dapat memangsa berbagai hama misalnya kepik hijau, ulat pemakan daun, ulat pemakan buah dan kutu-kutuan pada coklat, mete, jeruk (Suhara, 2009).

2.1.2 Perbedaan Antara Semut Rangrang Dengan Semut Lainnya

Semut rangrang merupakan salah satu jenis musuh alami dari hama-hama yang menyerang diperkebunan. Semut ini memiliki cara hidup yang khas yaitu merajut daun-daun dengan menggunakan larva sebagai penghasil benang pada pohon untuk membuat sarang. Semut rangrang menyukai udara yang segar sehingga tidak mungkin ditemukan didalam rumah. Hal itu pula yang menyebabkan mengapa mereka tidak membuat sarang di dalam tanah melainkan pada pohon. Selain

(2)

5

perilakunya yang khas dalam membuat sarang, tubuh semut rangrang lebih besar dan perilakunya lebih agresif daripada semut lainnya. (Suhara, 2009).

2.1.3 Daerah Penyebaran Semut Rangrang

Semut rangrang dapat dijumpai di berbagai negara dari Afrika sampai Asia. Sejauh ini, sejarah mencatat bahwa orang-orang Cinalah yang pertama kali menemukan semut rangrang sebagai sahabat mereka di kebun jeruk, lebih dari 1000 tahun yang lalu. O.smaradigna menyukai lingkungan dengan suhu antara 260-340C dan kelembaban relatif antara 62 sampai 92% (Suhara, 2009).

2.1.4 Manfaat Semut Rangrang

Semut merupakan salah satu kelompok hewan yang dikatakan sebagai indikator hayati, sebagai alat monitoring perubahan kualitas lingkungan dan penentuan kawasan konservasi. Hal ini didukung oleh beberapa sifat yang dimiliki semut, yaitu hidup diberbagai habitat, mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan lingungan, biomassa dominan, mempunyai sifat penting dalam ekosistem, mudah di koleksi serta secara taksonomi relatif maju (Falahudin, 2012).

2.1.5 Siklus Hidup Semut Rangrang (O. smaragdina)

Perkembangbiakkan semut rangrang (O. smaragdina) mengalami metamorfosis yang sempurna (helometabola) yaitu dari telur, larva, pupa dan semut dewasa (imago).

a. Telur

Ratu semut meletakkan telur di dalam sarang. Telur berukuran sangat kecil sekitar 0,5 mm x 1 mm dan berbentuk elips. Lama fase telur adalah 14 hari. Telur diproduksi 10 - 20 hari setelah kopulasi antara ratu dan semut jantan (Anita, 2017)

(3)

6 b. Larva

Telur menetas menjadi larva yang berukuran 5-10 kali lebih besar. Bentuk larva dan telur sangat mirip menyerupai belatung. Larva mempunyai kulit halus yang berwarna putih seperti susu, tidak memiliki kaki dan sayap. Pada larva sudah terbentuk mata dan mulut. Lama fase larva adalah 15 hari (Anita, 2017)

c. Pupa

Setelah beberapa kali ganti kulit, maka larva berkembang menjadi pupa. Pupa menyerupai semut dewasa karena telah mempunyai kaki, mata, mulut, dan sayap tetapi warnanya masih putih dan tidak aktif. Lama fase pupa adalah 14 hari. Pada saat berbentuk pupa semut rangrang mengalami masa tidak makan (Anita, 2017)

d. Imago (semut dewasa)

Pupa akan berkembang menjadi semut rangrang dewasa (imago). Pupa akan berubah warna sesuai dengan kastanya. Pada fase imago organ tubuh mulai berfungsi, dan mulai terpisah menurut kastanya. Setiap koloni lebih banyak menghasilkan semut pekerja dari pada kasta-kasta yang lain yang bertujuan untuk meringankan tugas ratu karena sebagian besar aktivitas koloni akan dilaksanakan oleh semut pekerja (Anita, 2017).

(4)

7

Gambar 2.1 siklus hidup semut rangrang (Sumber: Gamaperta 2015) 2.1.6 Pembagian Kasta Semut Rangrang (O. smaragdina)

Setiap koloni semut, tanpa kecuali, tunduk pada sistem kasta secara ketat. Sistem kasta ini terdiri atas tiga bagian besar dalam koloni. Anggota kasta pertama adalah ratu dan semut-semut jantan, yang memungkinkan koloni berkembang biak. Dalam satu koloni bisa terdapat lebih dari satu ratu. Ratu mengemban tugas reproduksi untuk mening-katkan jumlah individu yang membentuk koloni. Tubuhnya lebih besar daripada tubuh semut lain. Sedang tugas semut jantan hanyalah membuahi sang ratu. Malah, hampir semua semut jantan ini mati setelah kawin (Yahya, 2003).

Anggota kasta kedua adalah prajurit. Mereka mengemban tugas seperti membangun koloni, menemukan lingkungan baru untuk hidup, dan berburu (Yahya, 2003).

Kasta ketiga terdiri atas semut pekerja. Semua pekerja ini adalah semut betina yang steril. Mereka merawat semut induk dan bayi-bayinya; membersihkan dan memberi makan. Selain semua ini, pekerjaan lain dalam koloni juga merupakan tanggung jawab kasta pekerja. Mereka membangun koridor dan serambi baru untuk sarang

(5)

8

mereka; mereka mencari makanan dan terus-menerus membersihkan sarang (Yahya, 2003).

a. Ratu

Ratu semut mempunyai tubuh yang paling besar didalam koloni. Ratu ini memulai hidupnya dengan memiliki sayap,tetapi sayap segera dijatuhkan setelah kawin. Secara normal betina akan kawin sekali dan dia akan memulai merawat keturunannya. Tugas utama ratu semut adalah bertelur serta membangun koloni baru (Kurniawan, 2017).

Gambar 2.2 ratu semut (Sumber: Koleksi pribadi) b. Semut Jantan

Semut jantan hanya diproduksi pada saat-saat tertentu dalam satu tahun, yaitu pada musim kawin dan setelah melakukan perkawinan dengan ratu, semut jantan biasanya akan mati (Anonim, 1988). Semut jantan lebih kecil daripada ratu semut, berwarna kehitam hitaman. Di laboratorium semut jantan dapat hidup selama 1 minggu, sedangkan ratu semut dan semut pekerja dapat hidup beberapa bulan (Male dan Cuc, 2004).

(6)

9 c. Semut pekerja

Semua pekerja ini adalah semut betina yang steril. Mereka merawat semut induk (ratu) dan bayi-bayinya, membersihkan dan memberi makan. Selain itu, pekerjaan lain dalam koloni juga merupakan tanggung jawab kasta pekerja. Mereka membangun koridor dan serambi baru untuk sarang mereka, mencari makanan dan terus-menerus membersihkan sarang. Selain semut pekerja dan semut prajurit ada sub kelompok yang disebut budak, pencuri, pengasuh, pembangun, dan pengumpul. Setiap kelompok memiliki tugas sendiri-sendiri. Sementara satu kelompok berfokus sepenuhnya melawan musuh atau berburu, kelompok lain membangun sarang, dan yang lain lagi membangun sarang (Rizka, 2017).

Gambar 2.3 semut pekerja (Sumber: Koleksi pribadi) d. Semut prajurit

Semut prajurit adalah semut terdiri dari semut jantan yang steril. Mereka mengemban tugas seperti membangun koloni, menemukan lingkungan baru untuk hidup, dan berburu (Rizka, 2017).

(7)

10

Gambar 2.4 semut prajurit (Sumber: Koleksi pribadi) 2.1.7 Perilaku Semut Rangrang

Semut rangrang mempunyai beberapa sifat yang juga dapat dimiliki manusia, antara lain:

 Pemberani : Semut rangrang berani menyerang organisme lain yang mengganggu meskipun ukuran tubuh 100 kali lebih besar dari mereka.

 Lincah : Semut rangrang dapat berlarian ke atas dan ke bawah pohon sepanjang hari.

 Disiplin : Apabila ada suatu aktifitas yang harus

dilakukan secara berkelompok, maka semua akan berperan serta dalam aktifitas tersebut. Tak seekor semut pun yang meninggalkan kelompoknya.

 Cerdas : Kelompok semut rangrang membangun sistem komunikasi di antara mereka dengan mengeluarkan aroma dan sentuhan tertentu. Dalam waktu singkat semua anggota kelompok dapa mengetahui apabila terjadi sesuatu dalam kelompoknya dan mereka akan langsung melakukan pembagian tugas apa yang harus dilakukan (Suhara, 2009).

(8)

11 2.1.8 Cara Semut Membuat Sarang

Membangun sarang adalah proses yang dilakukan hewan untuk membuat tempat tinggalnya. Membangun sarang memiliki beberapa tahapan dan memerlukan bahan tertentu. Semut membangun sarang dengan merajut daun yang dilakukan oleh semut pekerja dan semut prajurit secara bergotong royong. Selain itu, semut pekerja dan semut prajurit juga bertugas merawat semut-semut muda, menjaga sarang, serta mengumpulkan makanan. Ada empat tahap pembangunan sarang yaitu tahap persiapan, tahap penyatuan daun, tahap perajutan daun dan tahap penyempurnaan proses perajutan (Iznillah, 2016)

Semut rangrang membangun sarang dengan cara yang khas yaitu dengan merajut daun-daun yang ada pada pohon. Proses pembangunan sarang ini dilakukan dalam waktu dua hari. proses membangun sarang terdiri dari empat tahapan, yaitu tahap pemilihan daun, tahap penyatuan daun, tahap perajutan, dan tahap penyempurnaan sarang. Langkah-langkah membangun sarang dimulai dari semut pekerja memilih daun-daun yang cocok untuk membangun sarang. Kemudian semut prajurit menarik daun-daun yang telah dipilih untuk disatukan secara bersama sama dengan menggunakan rahang dan tungkai belakangnya. Sementara itu semut pekerja lainnya merajut daun-daun yang telah disatukan agar dapat menempel antara daun yang satu dengan daun yang lainnya. Proses perajutan dilakukan tanpa menggunakan jarum dan benang tetapi menggunakan gigi sebagai alat pemital benang. Larva semut menghasilkan benang sutera halus yang berfungsi untuk menyempurnakan rajutan agar daun dapat menempel dengan kuat. Oleh karena itu semut prajurit selalu membawa larva dan menggosok-gosokannyaketika merajut daun. Proses penyempurnaan dilakukan untuk mem peroleh sarang yang kuat dan kokoh (Anita, 2017)

(9)

12

Jumlah semut dalam satu sarang bervariasi, rata-rata antara 4000 sampai 6000 individu, dan dalam satu koloni terdapat sekitar 500,000 semut dewasa. Koloni semut merupakan keluarga besar dengan beberapa sarang dan indvidu yang saling mengenal dan bekerja sama secara erat pada suatu daerah tertentu. Banyaknya sarang yang ditemukan dalam satu koloni dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya ketersediaan makanan dan tingkat gangguan yang terjadi. Satu koloni dapat mencapai 100 sarang. Sarang-sarang tersebut dapat tersebar pada lebih dari 15 pohon, atau pada luasan lebih 1000 m2 (Male dan Cuc, 2004).

2.1.9 Makanan Semut Rangrang

Makanan merupakan komponen yang sangat penting sebagai sumber nutrisi bagi semut rangrang untuk berproduksi. Zat gizi utama yang diperlukan oleh semut rangrang, yakni protein dan gula. Protein merupakan salah satu zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh semut terutama untuk tujuan produksi, karena protein ini setelah dimetabolismekan dalam tubuh, dicerna dan diserap (Ratri, dkk, 2017).

2.2 Biologi Setothosea asigna (Lepidoptera : Limacodidae)

Menurut Kalshoven (1981), S. asigna diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Limacodidae Genus : Setothosea

(10)

13

S. asigna (Lepidoptera: Limacodidae) ini merupakan salah satu hama yang menyerang daun kelapa sawit yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada tanaman kelapa sawit serta sangat merugikan di Indonesia (Sulistyo, 2012).

Disebut ulat api karena punggungnya berbulu kasar kaku dan beracun. Racunnya keluar dari bulu kasar tersebut berupa cairan yang jika terkena tangan terasa gatal dan panas (Sulistyo, 2012).

S. asigna, ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di bagian punggungnya dan dilengkapi dengan duri-duri yang kokoh. Ulat instrar terakhir berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, stadia ulat ini berlangsung 49-51 hari (Fauzi dkk, 2012).

2.3 Siklus Hidup

S. asigna mempunyai siklus hidup 106 - 138 hari (Hartley, 1979). Siklus hidup tergantung pada lokasi dan lingkungan.

Tabel 2.1 Siklus hidup S. asigna

Stadia Lama (Hari)

Keterangan

Telur 3-6 Jumlah telur 300-400 butir

Larva 61-75 Terdiri dari 9 instar, konsumsi daun

300-500 cm2

Pupa 35-45 Habitat di tanah

Imago 7-10 Jantan lebih kecil dari betina Total 106-136 Tergantung pada lokasi dan

Lingkungan Sumber : (Sulistyo, 2012) & (*Wood et al, 1973).

(11)

14 2.4 Gejala Serangan dan Tingkat Kerugian

2.4.1 Tingkat Serangan

Serangan S. asigna di lapangan umumnya mengakitbatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk seperti melidi.Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat.Umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm2 daun sawit selama instar ( Lubis, 2008).

2.4.2 Kriteria Serangan

Pengendalian hama dilakukan untuk menurunkan populasi hama sampai pada tingkat ambang batas sehingga tidak merugikan secara ekonomi dan tidak melampaui batas kritis.

Kriteria serangan digunakan untuk mengetahui tingkat serangan dari hama dan juga untuk menentukan tindakan pengendalian yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat serangan.

Kriteria tingkat serangan ulat api S. asigna yaitu :

2.2.1.1 Ringan : bila terdapat <5 ekor ulat api per pelepah 2.2.1.2 Sedang : bila terdapat 5-10 ekor ulat api perpelepah 2.2.1.3 Berat : bila terdapat >10 ekor ulat api per pelepah

(Sulistyo,2012).

Kerugian yang ditimbulkan S. asigna, yaitu menimbulkan penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan lebih kurang 27% pada tahun kedua setelah serangan. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dampak serangan ulat api yang tidak terkendali (Sipayung & hutauruk, 1982 ).

(12)

15

2.5 Metode Pengendalian Hama Ulat Api (S.asigna)

2.5.1 Pengendalian Secara Biologis (Insektisida Biologi dan Musuh Alami)

Pemanfaatan musuh alami seperti O. Smaragdina dapat dilakukan dengan cara melindungi, melestarikan, dan membantu meningkatkan perkembangbiakan musuh alami yang sudah ada di dalam ekosistem pertanaman kelapasawit.

Penggunaan insektisida biologis seperti insektisida yang berbahan aktif bakteri Bacillus thuringiensis atau pengendalian hama dengan virus dan Jamur Cordyceps militaris (Sulistyo, 2012).

2.5.2 Pengendalian Secara Kimiawi

Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) dengan menggunakan insektisida kimia jika tingkat populasi sudah sangat tinggi dan tidak dapat dilakukan dengan cara pengendalian alami (Lubis,2008).

Bahan kimia akan digunakan untuk mengendalikan hama bilamana pengendalian lain yang telah dilakukan terdahulu tidak mampu menurunkan populasi hama yang sedang menyerang tanaman.

Pengendalian UPDKS dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara umum yang dilakukan di perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi ledakan populasi ulat. Ulat api dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida.

Pada serangan yang sporadis dapat dilakukan dengan infus atau injeksi batang.Insektisida yang dipakai bersifat sistemik yang dimasukkan melalui batang ataupun akar (Lubis, 2008).

(13)

16 2.5.3 Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Penerapan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap UPDKS menunjukkan hasil yang baik dan diharapkan dapat mengatasi permasalahn tersebut. Dalam sistem ini, pengenalan terhadap biologi hama sasaran diperlukan sebagai dasar penyusunan taktik pengendalian. Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi, dan hanya dilakukan apabila populasi hama tersebut melampaui padat populasi kritis yang ditentukan, serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit (Prawirosukarto, 2002).

Gambar

Tabel 2.1 Siklus hidup S. asigna

Referensi

Dokumen terkait

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus).. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh

Ciri khas masing-masing instar adalah: instar 1, permukaan kantong relatif lembut; instar 2, sedikit kecil dari instar 1 dan sekeliling potongan daun terikat dengan

Ciri khas masing-masing instar adalah: instar 1, permukaan kantong relatif lembut; instar 2, sedikit kecil dari instar 1 dan sekeliling potongan daun terikat dengan longgar

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di pohon dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : tubuh besar dengan berat berkisar antara 50-90 kg, tubuh ditutupi oleh

Hal ini mengingat siklus hidup yang pendek, kemampuan berbiaknya tinggi, lama hidup imago yang panjang (sekitar 2 bulan) serta kemampuannya meletakkan telur pada helaian daun

Gaharu adalah sejenis kayu yang dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang

Dalam ACS hanya semut terbaik secara global (yaitu, perjalanan semut yang terpendek dari awal sebuah jejak) yang diperbolehkan untuk meninggalkan feromon.. Pilihan ini,

Berbeda dengan Rijksen (1978) dalam Maple 1980 yang menyatakan pembuatan sarang di dekat pohon pakan memiliki resiko yang tinggi dari gangguan orangutan lain atau dari