• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Riset dan Pemantauan. Pelayanan Kesehatan Bagi Kepesertaan PBI JKN-BPJS Kesehatan di Kota Kupang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Riset dan Pemantauan. Pelayanan Kesehatan Bagi Kepesertaan PBI JKN-BPJS Kesehatan di Kota Kupang"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan

Riset dan Pemantauan

Pelayanan Kesehatan

Bagi Kepesertaan PBI JKN-BPJS Kesehatan

di Kota Kupang

Oleh

Tim Divisi Riset Bengkel APPeK NTT

Bekerjasama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW)

Kupang

2017

(2)

I. Pendahuluan 1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan sektor penting dan strategis bagi semua bangsa termasuk Indonesia. Oleh karena itu, negara harus memiliki sistem yang mampu menjamin setiap hak setiap warga negara terjamin hak-hak kesehatannya sehingga menjadi warga negara yang sehat. Dan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, Indonesia telah memiliki sistem kesehatan dan jaminan kesehatan yang menjamin pemenuhan hak kesehatan warga negara. Sistem kesehatan telah ditetapkan melalui UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan juga UU No. 40 Tahun 2005 tentang SJSN. Tidak hanya undang-undang tentang sistem kesehatan dan SJSN, Indonesia juga telah memiliki sistem pendukung lainnya seperti UU RS, UU Praktik Kedokteran, dan UU BPJS.

Penyelenggaraan JKN melalui BPJS Kesehatan merupakan salah satu langkah untuk memberikan jaminan akses pada fasilitas kesehatan (faskes) bagi warga negara Indonesia ketika sakit, termasuk bagi warga miskin atau tidak mampu. Oleh karena itu, dengan penyelenggaraan JKN melalui BPJS Kesehatan maka akses tersebut menjadi lebih mudah diraih oleh warga negara terutama dari kelompok miskin. Dalam kepesertaan BPJS Kesehatan terbagi tiga kelompok, yakni peserta mandiri, peserta dari pemberi kerja, dan PBI (Penerima Bantuan Iuran), sehingga kelompok warga tidak mampu atau miskin kemudian mendapatkan bantuan iuran dari pemerintah melalui status kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Dengan demikian, maka kelompok warga tersebut terutama yang telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan tidak lagi bermasalah dengan akses terhadap faskes.

Dalam tataran implementasinya, keinginan masyarakat dalam mengakses fasilitas kesehatan karena adanya program JKN, khususnya bagi PBI, belum sebanding dengan ketersediaan pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah maupun swasta. Masih banyak FKTP Dan FKTL memberi pelayanan asal-asalan bagi warga miskin peserta PBI-JKN. Pasien miskin juga terkadang ditolak FKTP atau FKTL dengan berbagai alasan. Bahkan ada kecenderungan terjadinya kecurangan-kecurangan dalam penyelenggaraan layanan kesehatan melalui program JKN ini yang mengarah terjadinya tindakan korupsi. Tindakan kecurangan atau disebut dengan fraud ini berhubungan dengan adanya manipulasi aktivitas penyelenggaraan pelayanan bagi peserta JKN baik dilakukan oleh penyelenggara layanan (FKTP maupun FKTL), pengelola JKN dalam hal ini BPJS Kesehatan dan juga para peserta program JKN.

Beberapa situasi di atas menunjukkan bahwa perbaikan tata kelola BPJS dan layanan kesehatan oleh faskes perlu mendapat perhatian. Hal ini disebabkan karena tata kelola BPJS dan layanan kesehatan masih minim transparansi, akuntabilitas dan partisipasi. Banyak keluhan dan penyimpangan atas penyelenggaran BPJS kesehatan dan faskes membuktikan bahwa tata kelola masih jauh dari yang diharapkan. Untuk ikut mendukung pemenuhan hak masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan secara mudah dan mendapatkan layanan kesehatan yang bermutu melalui penyelenggaraan JKN melalui BPJS Kesehatan khususnya bagi PBI-JKN, maka Bengkel Advokasi

(3)

dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyusun rencana riset dan pemantauan terkait implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS kesehatan khususnya dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat penerima bantuan iuran di Kota Kupang.

2. Tujuan

1) Mengidentifikasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi peserta PBI-JKN oleh BPJS kesehatan di FKTP dan FKTL (baik milik pemerintah maupun swasta)

2) Memetakan peran para pemangku kepentingan (baik DPRD, Pemerintah Daerah, pihak BPJS Kesehatan, dan Penyelenggara Pelayanan Kesehatan) dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi peserta PBI BPJS Kesehatan.

3) Mengidentifikasi potensi-potensi penyimpangan dan upaya pencegahannya dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan program JKN melalui BPJS Kesehatan.

3. Metode Pengumpulan Data 1) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan beberapa pemangku kepentingan yang berhubungan dengan penyelenggaraan JKN melalui layanan BPJS kesehatan dan beberapa pasien penerima bantuan iuran. Informan dari para pemangku kepentingan terdiri dari

a) Kepala Dinas Kesehatan;

b) Unsur Pimpinan dan Dokter RSUD SK Lerik Kota Kupang c) Direktur RS Siloam Kupang

d) Kepala Puskesmas Puskesmas Pasir Panjang e) Kepala BPJS Kupang

f) Tim Pencegahan Fraud pada Dinkes, Rumah Sakit dan BPJS Kesehatan g) Sekretaris dan Staf Dinas Sosial Kota Kupang

h) Asisten Bidang Kesehatan Ombudsman Perwakilan NTT

i) Pasien PBI pada Puskesmas Pasir Panjang (3 orang), RSUD SK Lerik (4 orang), RS Leona (2 orang) dan RS Siloam (3 orang)

2) Observasi (Pemantauan) dan Pendampingan Pasien

Pemantauan dilakukan terhadap penyelenggaraan layanan kesehatan bagi PBI JKN di FKTP (khusus yang menyediakan layanan rawat inap) yaitu Puskesmas Pasir Panjang dan FKTL (milik pemerintah dan swasta) dalam hal ini RSUD SK Lerik Kota Kupang, RS Leona dan RS Siloam. Fokus pemantauan adalah aktivitas layanan kepada pasien dan identikasi kecenderungan fraud dalam pelayanan bagi peserta JKN.

(4)

3) Pengumpulan Data Sekunder dan Dokumentasi

Data-data yang dikumpulkan antara lain berkaitan dengan Data Profil Kesehatan Kota Kupang, Anggaran Kesehatan Kota Kupang, Data Jumlah Peserta BPJS Kesehatan untuk wilayah Kota Kupang berdasarkan kategori kepesertaan, Data peserta BPJS Kesehatan berdasarkan FKTP, Data jumlah kunjungan pasien peserta BPJS Kesehatan pada FKTP dan FKTL, Data Jumlah Dana Kapitasi setiap Puskesmas, Data Besaran Klaim pada FKTL, dan data pendukung lainnya.

Dari beberapa data yang ada, tim peneliti cukup kesulitan mendapatkan data jumlah kunjungan dan dana klain pelayanan pasien peserta JKN dari RS Siloam dan Data dari BPJS Kesehatan Kupang terkait jumlah dana kapitasi per FKTP di Kota Kupang, dan jumlah klaim dana per FKTL di Kota Kupang.

(5)

II. Gambaran Umum Sektor Kesehatan Kota Kupang

Pemerintah Kota Kupang melalui Visi dan Misi nya terus berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat atau mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyelenggaraan layanan kesehatan yang profesional. Komitmen ini tampak dalam strategi dan program pembangunan kesehatan, termasuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Puskesmas dan jaringannya, peningkatan pelayanan dan penanggulangan masalah kesehatan, revitalisasi sistem kesehatan dan meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan.

1) Kebijakan Anggaran Kesehatan

Untuk mendukung pembangunan bidang kesehatan, Pemerintah Kota Kupang mengalokasikan dana melalui APBD Kota Kupang sebesar rata-rata 8 % dari alokasi belanja APBD yang dikelola oleh Dinas Kesehatan dan RSUD SK Lerik Kota Kupang. Berdasarkan Perda No. 13 tahun 2015 tentang Penjabaran APBD Tahun 2016, Jumlah anggaran kesehatan tahun 2016 sebesar Rp. 127.758.599.274.- atau sekitar 10,86 % dari jumlah APBD tahun 2016 sebesar Rp. 1.176.023.244.510,34.- Jumlah ini meningkat dalam APBD Perubahan tahun 2016 menjadi Rp. 131.862.936.255. (walaupun persentasinya menurun menjadi mencapai 7,23%) - (Sumber: ILKPD Kota Kupang tahun 2016).

Sebagai penanggungjawab teknis dalam penyelenggaraan urusan kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Kupang memegang peran penting dalam mendukung pembangunan bidang kesehatan. Dalam 3 tahun terakhir, pihak Dinas Kesehatan Kota Kupang mendapatkan alokasi anggaran rata-rata 7% dari total belanja APBD.

Tabel 1. Alokasi Anggaran Dinas Kesehatan Kota Kupang Tahun 2015 – 2017 Tahun Belanja Langsung (Rp) Belanja Tidak langsung (Rp) Jumlah (Rp) 2015 37.546.354.465 33.237.236.763 70.783.591.228 2016 56.167.860.909 35.061.048.563 91.228.909.472 2017 59.246.862.500 29.601.578.863 88.848.441.363

Sumber: Data Dinas Kesehatan Kota Kupang, 2017.

Anggaran Dinkes tahun 2015 di atas tercatat 6,11% dari belanja APBD tahun 2015 sebesar Rp. 1.158.774.432.404 dan tahun 2016 sebesar 7,76% dari belanja APBD sebesar Rp. 1.176.023.244.510,34. Realiasasi anggaran Dinas Kesehatan sebagaimana data di atas adalah 95,80 % di tahun 2015 dan 93, 12% di tahun 2016. Dan khusus untuk operasional kesehatan, Dinkes Kota Kupang mendapatkan alokasi Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

(6)

Tabel 2. Alokasi dan Realisasi Dana BOK tahun 2015 - 2017 Tahun Alokasi (Rp) Realisasi (Rp)

Realisasi (%) 2015 1.270.593.000 1.269.899.900 99,95 2016 2.330.000.000 2.295.215.700 98,51

2017 5.303.660.000

Catatan: utk tahun 2017 dialokasikan untuk Puskesmas Rp.

4.508.746.000, Dinkes sebesae Rp. 591.321.000 dan IFK sebesar Rp. 203.593.000

Sumber: Dinkes Kota Kupang, 2017

2) Ketersediaan Fasilitas Kesehatan

Sebagai ibukota propinsi, di wilayah Kota Kupang tersebar berbagai jenis fasilitas kesehatan yang kemudian menjadi fasilitas pendukung dalam penyelenggaraan layanan kesehatan bagi masyarakat Kota Kupang maupun masyarakat dari luar wilayah Kota Kupang. Sampai tahun 2016, di Kota Kupang terdapat 11 Puskesmas yang tersebar di 6 kecamatan, yang terdiri dari 7 puskesmas rawat jalan dan 4 puskesmas rawat inap.

Tabel 3. Sebaran Puskesmas di Kota Kupang

No Nama Fasilitas Kesehatan Lokasi Status

1 Puskesmas Alak Kel. Nunbaun Sabu, Kec. Alak Rawat Inap

2 Puskesmas Bakunase Kel. Bakunase, Kec. Kota Raja Rawat Inap 3 Puskesmas Pasir Panjang Kel. Nefonaek, Kec. Kota Lama Rawan Inap

4 Puskesmas Sikumana Kel. Sikumana, Kec. Maulafa Rawat Inap

5 Puskesmas Naioni Kel. Naioni, Kec. Alak Rawat Jalan

6 Puskesmas Manutapen Kel. Manutapen, Kec. Alak Rawat Jalan

7 Puskesmas Oebobo Kel. Oebobo, Kec. Oebobo Rawat Jalan

8 Puskesmas Oepoi Kel. Kayu Putih, Kec. Oebobo Rawat Jalan

9 Puskesmas Kupang Kota Kel. Bonipoi, Kec. Kota Lama Rawat Jalan 10 Puskesmas Oesapa Kel. Oesapa, Kec. Kelapa Lima Rawat Jalan

11 Puskesmas Penfui Kel. Penfui, Kec. Maulafa Rawat Jalan

(Sumber: Data Dinas Kesehatan Kota Kupang, 2017)

Keberadaan puskesmas di Kota Kupang terus dibenahi dan ditingkatkan statusnya, dimana harapan pemerintah untuk tahun 2018, setiap kecamatan memiliki satu unit puskesmas rawat inap. Bahkan untuk ketersediaan prasarana (gedung puskesmas) pemerintah akan mengembangkannya dengan target setiap puskesmas memiliki gedung yang mendukung dan jika kesulitan lahan maka akan dibuatkan gedung berlantai II. Pelayanan 11 puskesmas ini mencakup masyarakat di wilayah sekitar puskesmas (rata-rata setiap puskesmas melayani 3 – 6 kelurahan di sekitar lokasi puskesmas). Selain itu, untuk mendukung aktivitas layanan kesehatan di setiap kelurahan, saat ini terdapat juga 34 puskesmas pembantu (pustu) yang tersebar di beberapa kelurahan, sebagaimana yang menjadi target Pemkot Kupang melalui Dinkes Kota Kupang bahwa paling tidak terdapat 1 pustu per 10.000 penduduk.

(7)

Selain Puskesmas dan Pustu, di Kota Kupang saat ini terdapat 12 rumah sakit (RS) yang menjadi fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Dari jumlah yang ada, 2 RS merupakan milik pemerintah, 4 RS miliki TNI dan POLRI, 5 RS Swasta dan 1 RS Khusus.

Tabel 4. Sebaran Rumah Sakit di Kota Kupang

No Nama Rumah Sakit Tipe

1 RSUD Prof Dr W.Z. Johannes RS Pemprop NTT

2 RSUD S. K. Lerik RS Pemkot Kupang

3 RS Wirasakti Kupang RS Milik TNI AD

4 RS Bhayangkara Kupang RS Milik Polri

5 RS AL Lantamal VII Kupang RS Milik TNI AL

6 RS TNI Angkatan Udara RS Milik TNI AU

7 RSIA Dedari RS Khusus

8 RS Kartini RS Swasta

9 RS Mamami RS Swasta

10 RSU Leona Kupang RS Swasta

11 RS ST. Carolus Borromeus RS Swasta

12 RS Siloam Kupang RS Swasta

Sumber: Dinkes Kota Kupang, 2017

Rumah sakit (RS) sebagaimana data di atas menjadi fasilitas tingkat lanjutan bagi masyarakat termasuk yang menjadi peserta Jamkesda (khusus RS SK Lerik) dan peserta JKN. Jika dilihat dari tipe RS, maka RSUD Prof. WZ Yohanes dan RS Siloam merupakan RS Tipe B, sedangkan RSUD SK Lerik dan lainnya termasuk dalam tipe C dan tipe D. Menurut pihak Dinkes Propinsi NTT, bahwa saat ini sementara dilakukan proses reakreditasi beberapa RS yang tersebar beberapa wilayah NTT termasuk di Kota Kupang. Setiap rumah sakit memiliki fasilitas rawat inap dan pelayanan-pelayanan lainnya berdasarkan karakteristik RS dan kemampuan penyelenggaraannya.

Khusus untuk RSUD SK Lerik saat ini sementara dilakukan pembenahan (khususnya dari aspek sarana dan prasarana), sehingga bisa memenuhi kebutuhan pelayanan bagi masyarakat. Hal ini menjadi perhatian Pemkot Kupang, karena RS ini merupakan salah satu rumah sakit rujukan, baik bagi masyarakat Kota Kupang maupun dari luar wilayah Kota Kupang. Khusus untuk warga Kota Kupang, selain memberikan pelayanan bagi pasien umum dan peserta JKN melalui BPJS Kesehatan, RSUD SK Lerik lebih banyak melayani masyarakat Kota Kupang yang menjadi peserta Jamkesda. 3) Dukungan SDM Penyelenggara Layanan Kesehatan

Ketersediaan sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan menjadi salah satu perhatian Pemkot Kupang, baik di tingkat pelayanan dasar (Puskesmas dan Pustu) maupun lanjutan (RS). Menurut pihak Dinkes Kota Kupang, bahwa pembenahan ketersediaan SDM Kesehatan terus dilakukan, dan secara khusus untuk penempatan di puskesmas sudah cukup mendukung. Setiap puskesmas sudah memiliki dokter umum

(8)

Puskesmas Penfui dan Manutapen belum ditempatkan dokter umum. untuk Dokter gigi, setiap puskesmas memilikinya, begitu pula dengan bidan, perawat dan beberapa tenaga ahli, walaupun jumlahnya belum merata penyebarannya.

Tabel 5. Jumlah Tenaga Kesehatan di Kota Kupang berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat

pendidikan

Dinkes UPT Puskesmas Jumlah

berdasarkan tingkat pendidikan Instalasi Farmasi Lab. Kesling 1 S-2 6 - 1 3 10 2 S-1 45 2 1 85 133 3 D-4 - - 23 23 4 D-III 14 2 3 238 257 5 D-I - - 1 42 43 6 SMA 8 4 84 96 Jumlah SDM 73 8 6 475 562

Sumber: Olahan Data Sekunder Dinkes Kota Kupang, 2017

Data di atas menunjukkan bahwa SDM Kesehatan yang dimiliki oleh Dinkes dan unit kerja yang tercakup dalam tupoksi Dinkes, rata-rata memiliki tingkat pendidikan D-III (45,7%) dan tingkat pendidikan S-1 (23,7%). Jika dilihat dari latar belakang pendidikan, maka untuk latar belakang pendidikan Bidan dan Perawat merupakan yang terbanyak, dimana jumlah tenaga bidan 144 orang (S-1 sebanayak 2 orang, D-4 Kebidanan sebanyak 19 orang, D-III Akbid sebanyak 89 orang dan D-1 Bidan sebanyak 34 orang), sedangkan tenaga perawat sebanyak 139 orang (D-III Akper sebanyak 85 orang, S-1 Keperawatan 10, S-1 Ners sebanyak 6 orang, SPK sebanyak 36, dan S-2 serta D-4 masing-masing 1 orang). Untuk tenaga Dokter umum berjumlah 20 orang dan Dokter Gigi sebanyak 15 orang.

(9)

Ketersediaan tenaga penyelenggara layanan kesehatan ini terus ditingkatkan oleh pihak Dinkes Kota Kupang, dan merencanakan untuk merekrut beberapa tenaga ahli tambahan yang dibutuhkan.

“..., secara keseluruhan sudah mencukupi ya, tenaga dokter juga cukup kemudian perawat bidan juga cukup. Hanya kita perlu tambah itu pengelola obat, farmasi dengan lab itu yang perlu kita tambah dengan tenaga gizi” (penjelasan bapak Rudi Priyono, SekDinkes Kota Kupang)

Untuk fasilitas rumah sakit, ketersediaan sumber daya manusia tergantung dari upaya setiap rumah sakit. Khusus untuk RS milik pemerintah, ketersediaan dokter spesialis cukup mendukung, misalnya di RSUD Prof WZ Yohanes terdapat 49 dokter spesialis dan RSUD SK Lerik sebanyak 17 dokter spesialis dan 11 dokter umum. Sedangkan RS non-pemerintah lainnya rata-rata memiliki 2 – 4 dokter spesialis, kecuali untuk RS Siloam yang jumlahnya hampir setara dengan RS Pemerintah.

4) Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesda)

Program Jamkesda sebagai salah satu program tetap yang dianggarkan sejak Tahun 2008. Program ini digagas Pemkot Kupang sebagai upaya membantu akses kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu (bukan saja masyarakat miskin) di Kota Kupang dan tidak menjadi peserta Jamkesmas. Pada tahun 2013, jumlah penduduk Kota Kupang yang masuk peserta Jamkesmas sebanyak 87.646 orang (kemudian menjadi peserta PBI program JKN), sehingga pemerintah terus menjalankan program Jamkesda dalam periode pemerintahan 2012 – 2017.

Sampai dengan kondisi tahun 2015 - 2017, jumlah peserta Jamkesda sebanyak 217.360 peserta. Dan untuk membiayai pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesda di faskes milik pemerintah dalam lingkup Kota Kupang, maka pemerintah mengalokasikan anggaran di tahun 2015 sebesar Rp. 8,5 milyar dan 2016 sebsar Rp. 10 milyar. Capaian anggaran ini di tahun 2015 sebesar 96,86% dan tahun 2016 sebesar 91,64%.

(10)

Di tahun 2017, Pemkot Kupang mengalokasikan anggaran Jamkesda sebesar Rp. 13 milyar. Hal ini didasarkan pada rencana peningkatan layanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu dengan mengalihkan program Jamkesda dengan Program Layanan Kesehatan berbasis E-KTP, dimana melalui program ini masyarakat Kota Kupang yang memiliki E-KTP dapat mengakses layanan kesehatan secara gratis di setiap FKTP dan FKTL milik Pemkot Kupang. Untuk layanan rawat inap kapasitasnya pada ruang kelas III. Sedangkan pembayaran terhadap penyelenggara kesehatan dilakukan dengan sistem fee for service berdasarkan klaim dari pihak penyelenggara (faskes) atas pelayanan terhadap peserta. Program ini sudah dilaksanakan (launching) mulai tanggal 25 April 2017 bertepatan dengan HUT Kota Kupang. Menurut pihak Dinkes Kota Kupang, substansi programnya sama dengan Jamkesda dan JKN yang saat ini dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan. Untuk kepesertaannya, nanti silahkan masyarakat memilih akan menjadi peserta program E-KTP atau menjadi peserta JKN melalui BPJS Kesehatan.

III. Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kota Kupang 1. Kepesertaan

a. Jumlah Peserta

Keberadaan program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan di Kota Kupang sudah mulai berjalan sejak tahun 2014. Namun, diakui bahwa belum semua masyarakat Kota Kupang menjadi peserta JKN. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini

Tabel 6. Jumlah Peserta JKN di Kota Kupang (kondisi Mei 2017) Kategori Kepesertaan Jumlah

Non PBI PNS/ TNI 78.865

Mandiri 56.693

BU 35.258

BP 13.183

PBI PBI APBD 0

PBI APBN 93.495

Jumlah 277.494

Sumber: BPJS Kupang, 2017

Jumlah kepesertaan JKN di Kota Kupang ini mengalami peningkatan, dimana sampai dengan bulan Juni tahun 2017 yaitu sebanyak 277.494 peserta, atau sekitar 47.72% dari jumlah penduduk Kota Kupang sebanyak 530.785 jiwa. Pada akhir tahun 2016, peserta JKN melalui penyelenggara BPJS Kesehatan di Kota Kupang sampai dengan bulan November tahun 2016 mencapai angka 266.927 jiwa dari total 433.970 atau sekitar 62 % dari total penduduk di Kota Kupang.

Secara khusus untuk kategori kepesertaan PBI dalam program JKN, belum semua masyarakat miskin atau yang memenuhi syarakat masuk.

(11)

Sumber: Olahan Data Sekunder Kemensos RI, Dinkes Kota Kupang & BPJS Kupang, 2017

Untuk kepesertaan PBI, jumlah peserta mencapai 87.646 di awal tahun 2015 (Kepmensos No. 125/HUK/2015). Dan berdasarkan Kepmensos No. 170/HUK/2015 tentang PBI JKN, jumlah PBI Kota Kupang menjadi 93.067, dan kemudian di tahun 2016 berdasarkan data Dinkes Kota Kupang jumlahnya mencapai 93.966 peserta (sudah ditambahkan dengan bayi yang baru lahir). Perkembangan sampai Juni 2017 berdasarkan data dari BPJS Kupang, jumlah peserta PBI APBN di Kota Kupang sebanyak 93.495 peserta.

Masih banyaknya jumlah masyarakat miskin yang belum termasuk dalam kategori PBI JKN salah satunya disebabkan oleh belum terintegrasinya program Jamkesda oleh Pemkot Kupang ke program JKN. Saat ini jumlah peserta Jamkesda di Kota Kupang sebanyak 217.360 orang yang terdiri atas masyarakat miskin dan masyarakat kelas menengah. Jika diasumsikan bahwa 10% dari peserta Jamkesda adalah masyarakat miskin yang berhak masuk dalam kategori PBI JKN, maka bisa diperkirakan ada sekitar 21.736 (jumlah ini tidak berbeda jauh dengan jumlah peserta kelas 3 yang menunggak iuran sampai bulan Agustus tahun 2017 sebagaimana informasi dari BPJS Kesehatan Kupang, sebanyak 19.523 peserta) warga yang perlu ditangani dengan tanggungan APBD untuk PBI (jumlah ini tidak berbeda jauh dengan jumlah peserta kelas 3 yang menunggak iuran sampai bulan Agustus tahun 2017 sebagaimana informasi dari BPJS Kesehatan Kupang, sebanyak 19.523 peserta). Dan dari perkiraan jumlah tersebut, jika mengacu pada iuran Rp. 23.000/bulan, maka dalam 1 bulan Pemkot mengalokasikan anggaran Rp. 499.928.000/ bulan dan selama 1 tahun tanggungannya Rp. 5.999.136.000. Artinya, jumlah ini hanya berkisar 46,1% dari total anggaran Jamkesda tahun 2017, sehingga kelebihan dana ini bisa dimanfaatkan oleh Pemkot Kupang untuk layanan kesehatan lainnya.

Menurut pihak Pemkot Kupang melalui Dinkes Kota Kupang, bahwa integrasi program Jamkesda akan dilakukan paling lambat tahun 2019, tergantung dari kebijakan pemerintah saat ini.

“Iya 2019, tergantung dari kebijakan pimpinan kita. Kalau Pak Walikota yang baru minta tidak usah menunggu 201 tapi 2018, ya sudah kita susun. Kita akan dukung kita akan persiapkan, tergantung dari kebijakan pemerintah” (penjelasan Sek Dinkes Kota Kupang, Bapak Rudi Priyono)

(12)

Upaya untuk mengintegrasikan program daerah merupakan sesuatu hal yang penting, karena hal ini berhubungan jangkauan pelayanan. Pihak BPJS Kesehatan maupun RS non-pemerintah sangat berharap upaya ini segera dilakukan.

“harus diintegrasikan agar dia mendukung universal health coverage, karena satu-satunya yang mengelola adalah BPJS kesehatan untuk kesehatan masyarakat indonesia. Jadi jika diintegrasikan ke kita maka akan lebih gampang” (penjelasan Bapak Gregorius Kapitan dari BPJS Kesehatan)

“Jamkesda ini hanya dapat di layani di rumah sakit pemerintah tetapi apabila membutuhkan tambahan dan bisa juga di layani di rumah sakit swasta maka peserta JAMKESDA ini tidak dapat pelayanan tersebut” (penjelasan bapak Hans Lie, Direktur RS Siloam)

Jika program Jamkesda tidak terintegrasi dengan program JKN maka akan sulit bagi warga Kota Kupang peserta Jamkesda untuk mengakses layanan yang lebih luas karena peserta Jamkesda hanya bisa mendapatkan pelayanan di faskes milik pemerintah dan pelayanan rawat inap hanya bisa pada fasilitas rawat inap kelas III. Sedangkan apabila menjadi peserta JKN, maka pelayanan kesehatan bersifat nasional, pilihan FKTP dan FKTL dapat secara bebas dilakukan, biaya pelayanan kesehatan tidak terbatas (apalagi jika ada indikasi medis untuk rujuk pada faskes yang memiliki layanan kesehatan dengan akreditasi yang lebih baik) misalnya hasil diagnosa dari RS milik Pemkot Kupang bahwa pasien harus rujuk ke RS non-pemerintah yang melayani pengobatan lanjutan tersebut, maka akan memudahkan dalam mendapatkan layanan karena memiliki kartu KIS sebagai peserta JKN. Keuntungan ini perlu menjadi perhatian Pemkot Kupang, untuk mempertimbangkan integrasi program Jamkesda, selain dari ketentuan undang-undang JKN yang menegaskan bahwa tahun 2019 sudah harus terwujud universal health coverage secara nasional

b. Validasi dan Verifikasi Data Kepesertaan

Kepesertaan PBI dalam program JKN mendapat perhatian penting terkait dengan jumlah peserta di setiap wilayah, termasuk di Kota Kupang. Hal ini disebabkan oleh adanya perhatian khusus dari pemerintah bagi warga miskin yang masuk menjadi peserta PBI, sehingga target kepesertaannya tepat sasaran. Untuk itu proses verifikasi dan validasi data kepesertaan harus dilakukan secara baik oleh setiap instansi yang terlibat dalam program ini.

Informasi yang diperoleh saat penelitian ini melalui wawancara dengan berbagai pihak, bahwa tidak ada satu instansi di Kota Kupang yang melakukan proses validasi dan verifikasi peserta PBI JKN secara khusus untuk memastikan ketepatan kategorinya.

“Tidak, dinas kesehatan tidak terlibat dalam penetapan peserta ini, justru kalau tidak salah itu dinas sosial yang melakukan verifikasi... Ia itu dinas sosial yang melakukan verifikasi bekerjasama dengan BPJS, jadi tugas kami untuk BPJS ini sifatnya hanya melayani teknis pelayanan kesehatan saja, kepesertaan tidak terlibat langsung” (penjelasan Sekretaris Dinkes Kota Kupang, Bapak Rudi Priyono)

(13)

Ketika ini dikonfirmasi dengan pihak BPJS Kupang, proses validasi dan verifikasi tidak dilakukan oleh BPJS Kesehatan, karena mereka hanya mencetak dan mendistribusikan kartu peserta berdasarkan data yang diterima.

“Tugasnya verifikasi dan validasi data adalah Kementrian Sosial. Tugas dari BPJS kesehatan hanya mencetak dan mendistribusikan. ....tugas kami memang seperti itu hanya itu mencetak dan mendistribusikan, tepatnya lebih ke perubahan administrasinya saja.” (penjelasan Pihak BPJS Kupang, Bapak Gregorius Kapitan, dalam wawancara tanggal 10 Mei 2017)

Informasi ini diperjelas juga oleh pihak BPJS Kupang bahwa berdasarkan Perpres dan Permensos, yang melakukan validasi dan verifikasi data peserta, termasuk penambahan atau pengurangannya ada pada kementerian sosial dan dinas sosial. Namun, ketika ditanyakan ke pihak Dinas Sosial (Dinsos) Kota Kupang, informasi yang disampaikan bahwa Dinsos Kota Kupang tidak melakukan validasi atau verifikasi peserta PBI JKN atau peserta dari BPJS Kesehatan.

“Yang pasti BPJS kesehatan itu nama-namanya tidak ada di kita sini...Seluruh data kemiskinan ada di BPS, terus kita terima juga yang ada SK contohnya PKH atau Raskin, itu juga kita terima dari dinas sosial datang ke kita lalu kita melakukan verifikasi. Sedangkan nama-nama yang di BPJS kita tidak ada datanya disini, tetapi kalau yang nama-nama miskin yang kelas tiga itu memang dari sini.” (penjelasan Sekretaris Dinsos Kota Kupang, Bapak Mell Mesakh dalam wawancara tanggal 29 Mei 2017)

Pihak Dinsos Kota Kupang selama ini tidak memverifikasi data PBI JKN, malah menurut mereka itu harusnya dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Selama ini pihak Dinsos hanya mengeluarkan rekomendasi bagi warga yang hendak mengurus kepesertaan JKN melalui BPJS Kesehatan.

“Kalau kita ini hanya sekedar rekomendasi saja, khususnya bagi yang kelas tiga, di luar dari itu kita tidak, itu dari BPJS. Itu juga diawali dengan surat dari kelurahan yang menerangkan bahwa yang bersangkutan itu tidak mampu dan berdasarkan itu kita keluarkan rekomendasi untuk mendapatkan kelas tiga” (penjelasan Kabid Perlindungan dan Jamsos Dinsos Kota Kupang, Bapak Robert Rihi Kana dalam wawancara tanggal 29 Mei 2017)

Rekomendasi tersebut dimaksudkan untuk mempercepat proses pengurusan kepesertaan dan rekomendasi tersebut bagi warga yang akan menjadi peserta mandiri. Selain rekomendasi tersebut, pihak Dinsos melalui pelaksana program keluarga harapan (PKH) melakukan verifikasi dan pendataan ulang peserta PKH yang menjadi PBI JKN. Jadi verifikasi yang dilakukan hanya bagi peserta PKH saja, untuk memastikan apakah semua peserta PKH merupakan peserta JKN kategori PBI.

“Memang ada beberapa yang tidak temasuk dalam kategori PBI program JKN. Ini yang kemudian menjadi tugas kami untuk merekap datanya nya dan kemudian dikirim ke pusat nanti kemudian dari pusat yang melakukan berkoordinasi untuk penerima bantuan iuran untuk susulan” (penjelasan Koordinator PKH Kota Kupang, Ibu Grace Tani dalam wawancara tanggal 29 Mei 2017)

(14)

Informasi-informasi terkait proses validasi dan verifikasi data peserta JKN yang termasuk kategori PBI menunjukkan tidak ada kejelasan pihak yang bertanggungjawab terhadap proses ini. Sehingga hal ini perlu menjadi perhatian Pemkot Kupang agar bisa memastikan jumlah warga miskin yang sudah masuk kepesertaan JKN kategori PBI dan yang belum masuk kategori PBI JKN ini. Selain itu juga proses verifikasi dan validasi ini penting untuk mendukung rencana integrasi peserta Jamkesda ke program JKN, karena tidak semua peserta Jamkesda adalah warga miskin.

c. Pencetakan dan Pendistribusian Kartu Peserta JKN

Pendistribusian kartu kepada peserta JKN kategori PBI atau Kartu Indonesia Sehat (KIS) menjadi tanggungjawab pihak BPJS Kesehatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kemensos, pihak BPJS Kesehatan mencetak kartu peserta (dalam hal ini KIS) dan selanjutnya didistribusikan ke peserta. BPJS Kupang bertanggungjawab mencetak dan mendistribusikan KIS di 5 (lima) wilayah yaitu Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Alor. Proses distribusi kartu ini dilakukan dengan memanfaatkan jasa pengiriman atau disebut pihak ketiga.

“kita distribusi langsung maupun lewat pihak ke tiga, jadi kita melakukan kerjasama dengan PT POS, JNE dan memang ke pihak ke tiga lainnya, misalkan tenaga TKSK Dinas Sosial atau kita menggunakan tenaga yang lain, atau pihak ketiga lain”. (penjelasan bapak Gregorius Kapitan dari BPJS Kupang dalam wawancara tanggal 10 Mei 2017)

Untuk pekerja sosial, kerja sama dilakukan dengan beberapa tenaga lapangan yang berhubungan dengan program PKH.

“Kebetulan kami yang pendamping ini juga diminta untuk membantu mendistribusikan, Ada beberapa juga yang ternyata namanya dobel, jadi ada kartu yang tercetak nama yang sama. (penjelasan Koordinator PKH Kota Kupang, Ibu Grace Tani dalam wawancara tanggal 29 Mei 2017)

Untuk memastikan kartu tersebut diterima oleh peserta, maka pihak BPJS Kesehatan telah menyiapkan format penerimaan yang harus ditanda tangani oleh peserta, dan juga setelah dilakukan pendistribusian ada berita acara pendistribusian dari pihak ketiga. Selain itu, menurut informan dari BPJS Kesehatan bahwa petugas dari BPJS Kesehatan akan mengunjungi langsung dan berkoordinasi dengan aparat desa, kelurahan, kecamatan termasuk dengan Puskesmas. Jika terjadi kesalahan data peserta dalam kartu, maka peserta cukup membawa KTP dan KK untuk dicetak ulang kartunya. Dan sampai kondisi bulan April 2017, sudah 93.277 kartu terdistribusi untuk wilayah Kota Kupang. 2. Penyelenggaraan Layanan Kesehatan dalam Program JKN

a. Pemanfaatan Faskes Pendukung

Penyelenggaraan layanan kesehatan bagi peserta JKN melaui BPJS Kesehatan di Kota Kupang sudah mencakup hampir sebagian besar fasilitas kesehatan yang ada

(15)

di Kota Kupang, baik itu fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), tingkat lanjutan (FKTL) maupun fasilitas penunjang lainnya

Tabel 7. Data Fasilitas Kesehatan (Faskes) di Kota Kupang Tingkat Faskes Tipe Faskes Jumlah

FKTL RS Milik Pemda 2

RS Milik TNI/ POLRI 3

RS Swasta 5 RS Khusus 1 FKTP Puskesmas 11 Dokter Gigi 5 Dokter Praktek 17 Klinik Pratama 19

Faskes Penunjang Apotek 18

Optik 7

Sumber: Hasil Olahan Data Sekunder, 2017

Data di atas menunjukkan bahwa peserta JKN melalui BPJS Kesehatan memiliki banyak pilihan faskes untuk mendapatkan layanan kesehatan dengan menggunakan kartu JKN (biasa disebut kartu BPJS Kesehatan dan saat ini dikategorikan KIS). Untuk kategori FKTL, hanya RS TNI AU yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Beberapa RS melayani pasien peserta JKN rujukan dari berbagai daerah (misalnya saja RS Pemerintah dan RS Swasta lainnya), dan pasien dengan status peserta JKN melalui BPJS Kesehatan mendominasi kunjungan di setiap RS yang ada.

“hampir semuanya itu adalah peserta JKN, peserta umumnya itu jarang. Apalagi khusus di kota di back up lagi oleh Jamkesda. Lalu sekarang ini ada sistem pelayanan berdasarkan E-KTP, jadi memang tidak ada masyarakat yang luput dari pelayanan pemerintah.... Frekuensinya cukup besar, itu sekitar 80%” (penjelasan Bapak Andreas Woli, Kepala TU RSUD SK Lerik)

Informasi di atas menunjukkan bahwa kunjungan pasien yang menjadi peserta JKN melalui kepesertaan yang ditangani oleh BPJS Kesehatan cukup tinggi. Misalnya saja di RSUD SK Lerik, jumlah pasien pengguna kartu BPJS Kesehatan mencapai 18.302 pasien baik kategori peserta PBI maupun non-PBI. Hal yang sama juga terjadi pada FKTP dalam hal ini Puskesmas. Untuk kategori FKTP biasanya dimanfaatkan sebagai faskes sebagaimana dicantumkan dalam kartu peserta berdasarkan pilihan para peserta dari BPJS Kesehatan. Pilihan ini pada umumnya ditentukan berdasarkan wilayah tempat tinggal ataupun penilaian akan kualitas faskes (baik puskesmas maupun dokter praktek serta klinik). Salah satunya adalah Puskesmas Pasir Panjang, dengan jumlah peserta JKN yang menjadikan faskes ini sebagai FKTP mencapai 14.482 peserta dengan kategori PBI sebanyak 5.036 pasien & Non-PBI sebanyak 9.446 pasien (kondisi Mei 2017).

(16)

Puskesmas Pasir Panjang merupakan salah satu FKTP yang banyak dikunjungi peserta JKN karena dukungan cakupan jenis layanan termasuk fasilitas layanan Rawat Inap. Dan dari jenis layanan, hampir 80% kunjungan untuk rawat jalan, sisanya kunjungan di Pustu Fatubesi dan Pustu Oeba, sedangkan untuk layanan rawat inap dan UGD hanya mencapai 2% dari jumlah kunjungan peserta JKN. Menurut pihak Puskesmas Pasir Panjang bahwa mereka terus meningkatkan cakupan layanannya sehinga bisa menjadi salah satu FKTP yang bisa memberikan pelayanan maksimal bagi pasien umum dan juga para peserta JKN.

b) Pelayanan Bagi Pasien Peserta JKN oleh Faskes

Pemberian layanan bagi peserta JKN secara umum, maupun peserta kategori PBI terus dibenahi oleh setiap faskes yang melayani pasien dengan status kepesertaan JKN dan juga pasien lainnya. Pengembangan cakupan jenis pelayanan di FKTP maupun FKTL yang ada di Kota Kupang terus dikembangkan dalam rangka menarik minat masyarakat untuk memanfaatkan faskes tersebut. Penyediaan tenaga dokter ahli dan tenaga medis pendukung serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung diagnosa dan layanan pengobatan menjadi perhatian dari beberapa FKTL (RSUD SK Lerik dan RS Siloam) serta Puskesmas Pasir Panjang. Pengembangan ini juga didukung dengan penyusunan dan penerapan SPM dan SOP setiap aktivitas penanganan pasien.

Dalam memberikan pelayanan, tidak ada pembedaan layanan bagi para peserta JKN dan juga kekuatiran tentang penolakan pasien pengguna kartu BPJS Kesehatan atau KIS tidak ditemukan.

“Tidak ada perbedaan pelayanan antara PBI dan non PBI baik peserta non PBI Askes, peserta mandiri pun tidak ada beda pelayanan. Hanya kalau PBI memang dia standarnya adalah penggunaan kelas 3. Kalau di Pasir Panjang dirawat inap kita tidak pembagian kelas tidak ada jadi memang kita hanya 1 kelas memang tidak ada kesulitan dipelayanan rawat inap kami karena pembayaran untuk rawat inap pun dia paket dia tidak seperti INA-CBGs perbedaan kelas 3 kelas 2 kelas 1 (penjelasan Kapus Pasir Panjang, Ibu Dian Arkiang)

(17)

“Jadi prinsipnya kami melayani berdasarkan kelas perawatannya yang di syaratkan, jadi pada prinsipnya kami melayani, jadi ketika ada pasien yang meminta untuk naik kelas juga ada aturannya. Sepanjang ruangan ini memungkinkan, bisa-bisa saja” (penjelasan Bapak Andreas Woli, KTU RSUD SK Lerik)

“ Jadi untuk peserta-peserta PBI itu kita dari awal kita sudah menerima bekerjasama dengan BPJS jadi fasilitas yang kita berikan kepada peserta JKN ini kita samakan peserta BPJS ini, itu tidak ada bedanya dengan pasien umum ataupun pasien asuransi swasta ataupun perusahaan jadi mereka bisa mendapatkan akses terhadap semua pelayanan di rumah sakit selama itu sesuai dengan indikasi medis. Itu yang sebenarnya yang diutamakan adalah sesuai dengan indikasi medisnya selama mereka memerlukan kita berikan. Contohnya fasilitas kita ada CT-scan selama memang sesuai indikasi pasien itu memerlukan pemeriksaan citiscan tentunya akan kita berikan layanan itu. (penjelasan Bapak Hans Lie, Direktur RS Siloam)

Bahkan RS kewalahan dalam pelayanan pasien karena lebih banyak yang merupakan peserta PBI, karena rata-rata hampir 80% pasien yang mengakses pelayanan rawat jalan maupun rawat inap ada pada kategori peserta JKN.

“...ada 85% pasien kita adalah pasien BPJS. Jadi kita tidak pernah menolak pasien BPJS. ...Justru malah yang dipertanyakan berarti kemungkinan yang kita tolak pasien umum karena jumlah pasien BPJS yang lebih banyak. Dari layanan kita jumlah rawat inap juga kurang lebih 85% rawat jalan kita juga 90% pasien BPJS dengan layanan rawat jalan kita sudah mencapai kurang lebih perbulan sekitar di atas 7000 pasien” (penjelasan Bapak Hans Lie, Direktur RS Siloam)

Selain itu, pihak rumah sakit terus melakukan pembenahan baik dari aspek ketersediaan tenaga medis, dukungan sarana dan prasarana, sehingga pasien dapat terlayani secara baik.

“...sebenarnya spesialis dasar itu untuk rumah sakit kecil, yaitu hanya empat saja, kandungan, anak, bedah dan penyakit dalam itu syarat mutlak. Tetapi sekarang kami sekarang malah telah melampauinya, dan rumah sakit kita ini saya berpikir juga cukup dinamis apalagi di ibu kota provinsi jadi kami juga sudah menangkap beberapa dokter spesialis dan kami bawa ke sini, ada mata, THT, anestesi, gizi, rehap medik, psikiater juga ada (penjelasan KTU RSUD SK Lerik, Bapak Anderias Woli)

Penyediaan tenaga ahli ini berhubungan dengan jenis layanan yang akan sediakan oleh FKTL, sehingga layanan-layanan yang selama ini sulit didapatkan masyarakat, dapat dipenuhi oleh FKTL yang ada di Kota Kupang. Termasuk juga misalnya layanan kemoterapi atau layana cuci darah dan katerisasi jantung yang rencananya akan disediakan oleh RS Siloam, selain dari layanan bedah saraf, bedah ortopedia dan bedah urologi. Untuk mendukung layanan ini pihak RS sudah menyediakan sumber daya baik itu dokter ahli dan pengembangan sarana dan prasarana.

“ kita juga merencanakan untuk membuka layanan katerisasi jantung dimana saat ini belum ada di salah satu RS di propinsi NTT. Di pasien-pasien yang serangan jantung saat ini yang di Kota Kupang yang bisa dilayani hanya dengan pemberian

(18)

obat-obatan. Ini juga kita ingin mencoba untuk mengembangkan tentunya semua harus didukung oleh sumber daya manusianya dulu sehingga fasilitas itu bisa disiapkan. Kalau tanpa ada sumber daya manusia apa gunanya... (penjelasan Direktur RS Siloam, Bapak Hans Lie)

Sedangkan untuk FKTP (puskesmas) termotivasi meningkatkan layanannya karena sistem pembayaran dana kapitasi yang diterapkan saat ini adalah pembayaran berbasis komitmen pelayanan (KBKP). Sistem ini diterapkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan oleh puskesmas sesuai dengan cakupan layanan yang harus dilakukan, khususnya dalam menjalankan fungsi utama pelayanan primer. Dalam pemberian layanan rawat inap di Puskesmas Pasir Panjang, ketersediaan tenaga kesehatan sudah dianggap mendukung. Saat ini terdapat 3 dokter umum dan 2 dokter gigi. Puskesmas ini juga merupakan puskesmas yang mendapatkan program dokter intensif, dimana dokter insentif itu menjadi dokter penganti ketika dokter umum tidak berada ditempat dan saat ini terdapat 6 orang dokter pengganti

Kelebihan dari aspek cakupan waktu pelayanan (1 x 24 jam) dan layanan rawat inap, merupakan salah satu kelebihan Puskesmas Pasir Panjang. Ada juga layanan laboratorium dengan sistem Sito atau yang emergency bisa dipanggil (sekalipun tidak dalam waktu layanan rutin), pelayanan tuberkolosis, IMS, dan pelayanan pemeriksaan darah lengkap. Dari aspek sarana prasarana, pihak Puskesmas Pasir Panjang berupaya meningkatkan fasilitas pelayanan seperti setiap poli dilengkapi pendingin ruangan. Upaya peningkatan sarana dan prasarana ini dilakukan dengan memanfaatkan anggaran dana kapitasi untuk operasional

Namun, dalam pemantauan dan pendampingan pasien, masih terdapat beberapa keluhan dalam pelayanan yang didapatkan oleh peserta PBI JKN maupun pasien lainnya, seperti keterlambatan waktu mulai pelayanan di beberapa FKTP, lamanya waktu tunggu penanganan tindakan pertama di UGD, tidak ada kejelasan informasi standar waktu pasien dipindahkan ke ruang inap, ketersediaan tenaga medis (dokter umum dan dokter ahli) di beberapa faskes terbatas, serta dukungan sarana dan prasarana di beberapa faskes yang kurang mendukung (kenyamanan ruangan, kebersihan ruangan dan toilet, ketersediaan air, dan fasilitas pendukung lainnya) “Keluhan-keluhan pada umumnya menyangkut soal kebersihan, soal bagaimana menerima pasien ramah atau tidak itu mereka akan langsung melakukan kritik, bahwa di loket ini petugasnya kurang ramah dalam malayani pasien, intinya untuk pelayanan” (penjelasan Bapak Anderias Woli, KTU RSUD S.K Lerik Kupang) Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Ombudsman Perwakilan NTT, bahwa ada beberapa keluhan atau pengaduan yang sering disampaikan oleh masyarakat peserta JKN maupun pasien umum lainnya terkait layanan kesehatan yang diberikan, oleh RS, Puskesmas, dan BPJS Kesehatan.

(19)

Tabel 8. Pengaduan peserta JKN kepada Ombudsman

No Unit Layanan Pengaduan

1 Rumah Sakit  Antrian terkait lama waktu pelayanan di BPJS Center RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang

 Penerapan Permenkes Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan

 Belum adanya mekanisme komplain bagi pemegang kartu BPJS yang membeli obat diluar apotek rumah sakit

 Ketiadaan stock obat tertentu di Apotek rumah sakit  Resep diluar formularium nasional dengan alasan indikasi

medis

 Keterbatasan dokter spesialis di beberapa RS  Dokter praktek lebih dari 3 tempat praktek

 Protap tatalaksana visite dokter (bandingkan dengan Kepmenkes 129/Menkes/SK/II/2008)

 Akurasi hasil visum dokter

 Insentif terlambat untuk tenaga kesehatan

 Waktu maksimal perawatan pasien (khusus pasien BPJS)  Ketersediaan air bersih dan kebersihan WC/Toilet

 Kenyamanan pasien terganggu karena keributan (perawat dan keluarga pasien)

2 Puskesmas  Terlambat buka loket

 Keterbatasan Petugas Loket

 Antrian terkait lamanya menunggu di loket pendaftaran  Ketersediaan air bersih

 Tidak adanya ambulance

 Kekosongan bidan/perawat di Puskesmas dan Pustu

3 BPJS Kesehatan  Perjanjian Kerjasama dengan fasilitas kesehatan yang belum terakreditasi (Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional)  Minimnya tenaga verifikator (1 verifikator : 2 rumah sakit)  Penerapan Permenkes Nomor 4 Tahun 2017 tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Sumber: Hasil Olahan Materi Rakor Kesehatan Ombudsman Perwakilan NTT, 2017

Keluhan-keluhan di atas menjadi pengaduan pasien di beberapa RS misalnya RSUD Prof W.Z Yohanes (yang terbanyak) dan RSUD SK Lerik, begitupula di Puskesmas Sikumana (terbanyak) dan puskesmas lainnya. Keluhan yang ada menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh beberapa penyelenggara layanan masih belum maksimal. Keluhan yang ada menghambat pelayanan yang diberikan bahkan kadang-kadang bisa menimbulkan rasa ketidakkeadilan dalam pelayanan, adanya biaya tambahan yang dikeluarkan serta dampak lainnya bagi pasien peserta JKN.

(20)

c) Penerapan Sistem Pelayanan BPJS Kesehatan di Faskes

Untuk mendukung layanan kesehatan bagi peserta JKN di faskes, pihak BPJS Kesehatan mengembangkan sistem layanan berbasis teknologi informasi baik menyangkut kepesertaan, dan layanan yang diberikan. Untuk FKTP digunakan aplikasi P-Care sebagai basis data peserta untuk dilayani dan membantu alur pelayanan. Namun ada beberapa kendala yang dialami oleh puskesmas dalam memanfaatkan aplikasi ini, yaitu sering terjadinya ganggungan aplikasi sehingga proses untuk identifikasi peserta, pemasukan (entry data) dan rujukan menjadi terhambat. Apalagi ketersediaan data base peserta dalam bentuk hard copy tidak rutin atau tidak tepat waktu dikirimkan oleh BPJS Kesehatan. Dampaknya adalah pada informasi keaktifan peserta sulit teridentifikasi begitu pula dengan proses layanan terhambat.

“Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa yang namanya teknologi itu selalu punya hambatan ketika dia macet 1 kali kita tidak bisa mengverifikasi pasien ini aktif atau tidak karena sistem pembayaran BPJS dia tidak mau pasien ini membayar 1 tahun full dia mau berkala membayar perbulan. Jika 1 bulan hari ini dia aktif bulan berikutnya tidak aktif ketika jaringan lelet atau jaringan terganggu kita tidak bisa ngecek peserta ini aktif atau tidak akibatnya, kita melayani peserta yang sebenarnya dia tidak bukan merupakan pemegang kartu JKN tidak bisa mengecek kepesertaannya benar peserta JKN atau tidak saat itu karena mungkin kartu yang dia pakai sudah mati sekian lama tidak pernah bayar anggsuran begitu datang memang pas ITnya lagi terhambat tikernya macet terpaksa kita layani” (penjelasan Kapus Pasir Panjang, ibu dr. Dian Arkiang)

Kendala lain, menurut pihak Puskesmas Pasir Panjang bahwa dalam sistem ini belum diintegrasikan dengan sistem perhitungan capaian indikator berbasis komitmen pelayanan. Ada sistem tersendiri yang digunakan untuk menghitung KBKP, dan aplikasi yang dipakai oleh BPJS Kesehatan dalam penentuan terpenuhinya indikator KBKP tidak dapat diakses secara terbuka oleh FKTP, akibatnya terjadi perbedaan perhitungan hasil indikator KBKP baik oleh FKTP maupun BPJS Kesehatan. Padahal menurut pihak puskesmas, apabila sistem penilaian ini bisa diakses, maka memudahkan mereka mengetahui capaian indikator dan memotivasi untuk meningkatkan kinerja jika target belum terpenuhi.

Sistem BPJS Kesehatan dalam layanan di RS juga sudah menggunakan aplikasi terkait dengan pendataan pasien rujukan dan input data hasil pelayanan melalui aplikasi pendukung INA CBGs. Sistem ini dikelola sendiri oleh pihak RS, karena tidak ada petugas BPJS Kesehatan yang ditempatkan di FKTL yang ada di Kota Kupang selain di RSUD Pemerintah Propinsi NTT. Kendalanya adalah pada saat proses up date aplikasi atau perubahan versi aplikasi, yang perlu waktu untuk penyesuaian agar data tidak hilang.

Pemanfaatan aplikasi pendukung sistem layanan bagi peserta JKN yang disediakan oleh BPJS Kesehatan terkendala juga dengan ketersediaan tenaga ahli

(21)

masih ditemukan adanya kebiasaan kurang tertib dalam dokumentasi pelayanan melalui P-care sehingga input data pelayanan dan proses pengajuan klaim kadang-kadang terlambat

Keluhan terhadap layanan BPJS Kesehatan lainnya adalah informasi tentang aturan dalam mengakses layanan. Beberapa pasien peserta JKN melalui BPJS Kesehatan tidak memahami secara baik tentang jenis layanan dan obat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan, termasuk syarat atau ketentuan pembayaran saat naik kelas perawatan. Pihak BPJS Kesehatan tidak menempatkan petugasnya di FKTP maupun FKTL sehingga sering terjadi kesalahpahaman antara pasien dengan petugas layanan kesehatan. Hal ini juga berdampak pada sulitnya pasien peserta JKN melalui BPJS Kesehatan untuk berkonsultasi terkait tindakan medis ataupun pembelian obat dan keperluan pengobatan yang dianggap janggal. Keterbatasan tenaga dari BPJS Kesehatan untuk ditempatkan di setiap faskes masih menjadi kendala. Namun menurut pihak BPJS Kesehatan, bahwa penyampaian informasi sebenarnya bukan saja tanggungjawab BPJS Kesehatan, tetapi merupakan tanggungjawab semua unsur termasuk pihak penyelenggara layanan kesehatan.

3. Pembiayaan Penyelenggaraan Layanan dalam Program JKN a. Sistem Dana Kapitasi dan Non Kapitasi bagi FKTP

Dalam program JKN, pemberi layanan atau faskes akan mendapatkan pembiayaan dengan sistem pembiayaan atau dana kapitasi dan non-kapitasi. Dana kapitasi adalah dana yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan bagi peserta JKN. Dana tersebut dibayarkan dimuka setiap bulan tanpa memperhitungkan banyaknya pasien peserta JKN yang berobat dan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas. Jumlah Dana Kapitasi yang dibayarkan didasarkan pada indikator cakupan layanan dari setiap FKTP dan jumlah peserta yang memilih faskes tersebut sebagai FKTP. Menurut informasi dari pihak Dinkes Kota Kupang, Puskesmas Pasir Panjang dan pihak BPJS Kesehatan, rata-rata jumlah dana kapitasi di Kota Kupang per peserta berdasarkan cakupan layanan berkisar antara Rp. 4.000 – Rp. 6.000 per peserta pada FKTP. Berdasarkan data dari Dinkes Kota Kupang, jumlah dana kapitasi untuk FKTP (Puskesmas) yang ada di Kota Kupang sebagai berikut

Tabel 9. Data Alokasi Anggaran dan Realisasi Dana Kapitasi bagi FKTP di Kota Kupang

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) %

2015 10.682.572.800 10.909.346.254 102,12 2016 11.343.163.500 11.437.981.220 100,84

2017 11.343.163.500

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Kupang, 2017

Jumlah di atas adalah untuk FKTP kategori Puskesmas yang ada di Kota Kupang. Sedangkan secara keseluruhan untuk tahun 2017, berdasarkan informasi dari

(22)

BPJS Kupang bahwa sampai dengan bulan Agustus 2017 sudah terealisasi Rp. 14.750.911.450.

Pembayaran Dana saat ini diberlakukan sistem pembayaran kapitasi berbasis komitmen pelayanan (KBKP). Dalam sistem ini, pembayarannya dilakukan berdasarkan indikator pada 9 (sembilan) indikator, yaitu: (1) Angka kontak komunikasi; (2) Rasio peserta berkunjung ke FKTP lain (RPBFL); (3) Angka perpindahan peserta ke faskes lain (APPFL); (4) Ratio ketersediaan family folder dalam bentuk tersedianya data riwayat pengobatan peserta dalam P-Care (Rasio Family Folder); (5) Rasio jumlah peserta Prolanis (program pengelolaan penyakit kronis) yang rutin berkunjung ke FKTP; (6) Rasio Rujukan Kasus Non Spesialistik (RRNS) dari FKTP ke Faskes Tingkat Lanjutan; (7) Tingkat keaktifan dalam forum komunikasi antar FKTP; (8) Frekuensi Edukasi FKTP pada kegiatan kelompok RISTI per tahun (Frekuensi Edukasi);dan (9) Angka kesakitan peserta terdaftar di FKTP (AKPT).

Penerapan di FKTP yang ada di Kota Kupang, masih menggunakan 3 indikator untuk penilaian dasar KBKP, yaitu angka kontak komunikasi dengan peserta (sebagai indikator wajib) dengan capaian ≥ 150 %, Rasio jumlah peserta prolanis yang rutin berkunjung ke FKTP (dengan capaian >50%) dan Rasio Rujukan Kasus Non Spesialistik (RRNS) dari FKTP ke Faskes Tingkat Lanjutan (capaian < 5%). Dan saat ini sudah mulai diberlakukan pada 11 puskesmas di Kota Kupang, dengan sistem pembayaran KBKP berdasarkan pada penilaian rata-rata pencapaian indikator komitmen 3 bulan sebelumnya sebagai dasar pembayaran 3 bulan berikutnya. Dari 11 puskesmas di Kota Kupang, 5 puskesmas mencapai pembayaran 100%, 5 puskesmas mencapai 95% dan 2 puskesmas mencapai target penyesuaian dana kapitasi 92%. .Salah satunya adalah di Puskesmas Pasir Panjang Kota Kupang, dimana puskesmas ini sudah bisa memenuhi indikator yang ada, dan mendapat alokasi maksimal dari jumlah dana yang diperhitungkan untuk setiap peserta. Untuk Puskesmas Pasir Panjang, dana kapitasi tahun 2016 sebesar Rp. 999.457.200 yang diperoleh dari rata-rata 14.600 pemegang Kartu dari BPJS Kesehatan yang menjadikan puskesmas ini sebagai FKTP.

Kendala dalam pengelolaan dana kapitasi bagi FKTP adalah pada cara perhitungan indikator layanan, dan pemanfaatan aplikasi dalam perhitungan capaian indikator layanan. Pihak puskesmas selama ini masih melakukan perhitungan secara manual (menggunakan microsoft excel), sementara dari BPJS Kesehatan sudah menggunakan aplikasi untuk perhitungannya berdasarkan data yang dimasukkan oleh pihak puskesmas, sehingga kadang-kadang menimbulkan ketidaksesuaian antara perhitungan puskesmas dan perhitungan BPJS Kesehatan.

“....kita juga sudah punya permintaan untuk aplikasi itu bisa di pakai di puskesmas sehingga ada transparansi perhitungan jangan hanya BPJS saja yang bisa menghitung tapi puskesmas juga harus bisa menghitung karena kita hitungannya kan hitungan manual. Jadi itu yang kita pernah minta ke BPJS kesehatan, untuk aplikasi perhitungan, yaitu aplikasi berbasis komitmen, transparansi cara perhitungan, karena dia kan otomatis keluar jadi dia tidak

(23)

menghitung, ....kalau di BPJS dia langsung di filter...” (penjelasan Kapus Pasir Panjang, ibu dr. Dian Arkiang)

Aplikasi yang dipakai oleh BPJS Kesehatan dalam penentuan terpenuhinya indikator KBKP tidak dapat diakses secara terbuka oleh FKTP, akibatnya terjadi perbedaan perhitungan hasil indikator KBKP. Harapan pihak Puskesmas agar sistem itu harus bisa dipasang di P-Care oleh BPJS Kesehatan. Tujuannya agar pihak puskesmas dapat juga mengontrol capaian, sehingga jika belum tercapai maka bisa memotivasi puskesmas untuk meningkatkan capaiannya.

Namun di sisi lain, menurut pihak Dinkes Kota Kupang bahwa pihak puskesmas masih kurang tertib dalam dokumentasi pelayanan melalui p-care, sehingga ada aktivitas yang bisa berhubungan dengan indikator layanan tidak terdokumentasi secara baik. Dampaknya adalah pada penurunan capaian indikator berbasis pelayanan tertentu.

Pembayaran dana kapitasi dilakukan oleh pihak BPJS Kesehatan tanggal 15 setiap bulannya, berdasarkan ketentuan yang ada. Pembayaran dilakukan melalui rekening puskesmas yang bersangkutan, dan menkoordinasikan dengan pihak Pemkot Kupang melalui Dinas Kesehatan. Dana kapitasi yang diperoleh dimanfaatkan untuk operasional puskesmas dan jasa layanan. Berdasarkan Keputusan Walikota Kupang No. 33B/KEP/HK/ 2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi JKN Pada Puskesmas di Kota Kupang, alokasi dana kapitasi untuk belanja jasa medis sebesar 75% dan dukungan biaya operasional sebesar 25%. Acuan lainnya terkait alokasi dana Kapitasi JKN serta pembagian jasa pelayanan dan belanja dukungan operasional Kapitasi JKN diatur didalam peraturan Kepala Daerah (SK Walikota Kupang No 77/KEP/HK/2017, 13 Februari 2017). Pengelolaannya berdasarkan usulan dari Kepala SKPD Dinkes Kota Kupang dengan mempertimbangkan Besaran tunjangan yang telah diterima dari Pemda, Kebutuhan obat, alkes dan BHP dan Kegiatan operasional pelayanan kesehatan yang perlu dilaksanakan dalam rangka mencapai target kinerja di bidang UKP (Upaya Kesehatan Perorangan)

Tingkat ketaatan Puskesmas untuk memanfaatkan dana kapitasi berdasarkan alokasi sudah cukup baik. Untuk operasional dimanfaatkan untuk pengadaan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya di FKTP, misalnya upaya kesehatan perorangan, kunjungan rumah, operasional untuk puskesmas keliling, dan bahan cetak atau alat tulis kantor, dan/atau administrasi keuangan dan sistem informasi. Sedangkan pemanfaatan untuk jasa pelayanan mengacu pada Permenkes 21 tahun 2016, yaitu membayarkan jasa pelayanan tenaga kesehatan dan tenaga non-kesehatan yang melakukan pelayanan di FKTP. Pembagian Jasa Pelayanan mengacu pada variabel ketenagaan dan/atau jabatan dan kehadiran.

Menurut pihak Dinkes Kota Kupang dan salah satu Puskesmas (Puskesmas Pasir Panjang) bahwa jumlah ini sudah cukup maksimal bagi pemanfaatan dana kapitasi di setiap Puskesmas, apalagi dalam dukungan operasional setiap puskesmas mendapatkan alokasi Dana BOK. Keberadaan Dana BOK ini cukup mendukung aktivitas layanan FKTP. Hal ini didasarkan pada ketentukan bahwa Dana JKN manfaatnya lebih

(24)

mengintervensi kepada pemegang kartu JKN, sedangkan dana BOK tidak melihat kepesertaan (baik itu pemegang kartu JKN dan JAMKESDA) boleh digunakan terutama itu untuk upaya preventif dan promotif. Kelebihan Dana JKN melalui sistem kapitasi, tidak terbatas untuk dana preventif dan promotif saja tetapi dia juga bisa kuratif dan rehabilitatif.

Selain dana kapitasi, pihak puskesmas sebagai FKTP juga mendapatkan dana non-kapitasi. Dana Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak Puskesmas. Pelayanan yang dimaksudkan adalah pelayanan yang tidak tercakup dalam pelayanan dasar puskesmas, misalnya pelayanan rawat inap dan pengobatan beberapa jenis penyakit berdasarkan ketersediaan layanan di puskesmas tersebut, misalnya pelayanan ambulans, pelayanan obat program rujuk balik, pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik, pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim; rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis; jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh bidan atau dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya; dan pelayanan Keluarga Berencana di FKTP.

Di Kota Kupang, Puskesmas Pasir Panjang dan Puskesmas Bakunase serta Puskesmas Sikumana menjadi contoh penerapan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan dengan sistem fee for service. Sistem ini juga diberlakukan dalam pelayanan pasien peserta Jamkesda yang nanti diklaim ke pihak Pemkot Kupang melalui Dinkes Kota Kupang. Sampai dengan bulan Agustus tahun 2017, jumlah dana non-kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan Kupang sebesar Rp. 1.583.792.000.

Sistem pembayaran dana non-kapitasi oleh BPJS Kesehatan bagi FKTP (dalam hal ini Puskesmas) di Kota Kupang, langsung dibayarkan ke pihak Pemkot Kupang dan diperhitungkan sebagai pemasukan daerah karena perhitungan pembiayaan pelayanan juga mengacu pada retribusi pelayanan pada FKTP. Sehingga pembagian dana non kapitasi mengacu pada PERDA Retribusi Pelayanan FKTP dengan rincian 40% untuk jasa pelayanan dan 60% untuk biaya operasional. Pemanfaat untuk jasa layanan dialokasikan 20% untuk tenaga dokter dan 80% untuk tenaga medis. Mekanisme pengelolaan dana non-kapitasi untuk jasa pelayanan menggunakan sistem langsung, sedangkan untuk pembayaran dukungan operasional pelayanan kesehatan disetor ke kas daearah.

Kendala pembayaran dana non kapitasi menurut pihak BPJS Kesehatan Kupang adalah terlambatnya FKTP mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan. Hal ini diakui juga oleh pihak Dinkes Kota Kupang, bahwa FKTP belum rutin melakukan pengajuan klaim. Hal ini disebabkan oleh kendala ketenagaan atau tidak ada tenaga administrasi yang bertanggungjawab khusus untuk proses tersebut.

(25)

b. Sistem Klaim Biaya Pelayanan melalui Standar INA CBGs bagi FKTL

Pembayaran oleh BPJS Kesehatan terhadap penyelenggaraan layanan kesehatan bagi pasien peserta JKN di FKTL dilakukan dengan sistem klaim pembiayaan berdasarkan aturan pembiayaan dalam sistem INA-CBGs. Klaim pembiayaan dilakukan oleh setiap FKTL sesuai dengan kategori layanan yang diberikan kepada pasien peserta JKN. Menurut pihak BPJS Kesehatan, klaim yang disampaikan akan diverifikasi oleh pihak BPJS Kesehatan berdasarkan data yang masuk dalam format yang ada, dan biayanya akan dicairkan paling lambat 15 hari sejak data dimasukkan.

“jadi setelah berkas lengkap dari rumah sakit, kami yang verifikasi setelah kami verifikasi, 15 hari setelah klaim itu masuk, kita akan membayarkan. Dan informasi yang perlu diketahui, ketika kami terlambat membayar lebih dari 15 hari kami akan kena denda 1% dari total klaim, denda untuk BPJS. Ada aturannya di UU dan juga di Permenkes, jadi kalau kami terlambat lebih dari 15 hari maka kami akan kena denda 1%” (penjelasan Bapak Gregorius Kapitan dari BPJS Kupang dalam wawancara tanggal 10 Mei 2017)

Dalam prakteknya, masih ditemukan kendala terlambatnya pencairan dana klaim dari pihak BPJS Kesehatan Kupang kepada pihak RS. Informasi yang diperoleh dari pihak RSUD SK Lerik dan informan dari Ombudsman NTT bahwa proses pencairan dana seringkali terlambat karena tenaga verifikator yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan Kupang cukup minim. Tenaga verifikator yang ada, biasanya 1 orang menangani klaim dari 2 – 3 rumah sakit yang ada di Kota Kupang, sehingga kadang-kadang cukup terhambat.

“...mereka memiliki verifikator yang menangani dua atau tiga rumah sakit, tidak ada yang stand by penuh. Biasanya yang khusus yang mereka letakkan di sini itu seperti yohanes karena memang pasiennya banyak. Tetapi rumah sakit kecil seperti kami ini seperti SK. Lerik, Dedari, Kartini itu satu verfikator bisa dua atau tiga rumah sakit. Sehingga ketika dalam proses klaim itu kita menghubungi verifikator dia tidak ada di tempat, lalu kemudian waktu kita meminta untuk melakukan penjadwalan mungkin senin, rabu, jumat tetap saja itu tidak berjalan dengan baik” (penejelasan dr. Ivy Luanlaka dari RSUD SK Lerik).

Situasi ini pernah dialami tahun 2015 dimana klaim jasa pelayanan pasien BPJS Kesehatan oleh pihak RSUD Kota Kupang untuk semua jenis pelayanan senilai Rp 2,7 miliar pada tahun 2015 terlambat dibayar, dan baru terealisasi di awal tahun 2016. Pihak BPJS Kesehatan menyatakan bahwa proses penundaan tersebut karena adanya data yang tidak lengkap sehingga perlu dilengkapi untuk diverifikasi dan pengajuan tersebut dilakukan pada akhir tahun.

Kondisi keterlambatan ternyata dialami juga oleh pihak RS Siloam, yang saat diwawancarai menyatakan bahwa klaim sejak bulan Pebruari sampai dengan April 2017 belum dibayarkan oleh BPJS Kesehatan wilayah Kupang.

“Saat ini kita memasuki bulan Juni akhir Mei ya kita baru mendapatkan pembayaran sampai dengan bulan Januari... Jadi kita berkomunikasi intens dengan pihak BPJS Kesehatan karena mereka mengalami kekurangan tenaga dari pihak verifikator

(26)

sehingga akhirnya rumah sakit terkena imbasnya ini pada waktu mungkin dua bulan terakhir. Hampir dua bulan kita hanya punya satu tenaga verifikator dari pihak BPJS sedangkan kalau dibandingkan dengan rumah sakit yang setara dengan kita mereka punya 3 verifikator.” (Penjelasan Direktur RS Siloam, Bapak Hans Lie)

Kondisi ini perlu menjadi perhatian dari BPJS Kesehatan, karena keterlambatan pencairan akan berdampak pada penyelenggaraan layanan di faskes. Menurut pihak RSUD SK Lerik bahwa secara tidak langsung berdampak pada operasional dan keberadaan tenaga medis, namun beruntung karena FKTP milik pemerintah jadi masih ada dukungan dari APBD. Sedangkan pihak RS Siloam cukup merasakan dampaknya, hanya saja coba dikendalikan oleh pihak manajemen RS agar penyelenggaraan layanan tidak terganggu. Hal yang menarik bahwa para tenaga medis pada dua faskes ini tidak terlalu mempersoalkan keterlambatan pembayaran jasa medis berdasarkan klaim yang sudah diajukan.

Situasi keterlambatan diperjelas oleh pihak BPJS Kesehatan, bahwa salah satu penyebabnya adalah waktu pengajuan klaim, kelengkapan data dalam format klaim yang harus diisi oleh pihak FKTP. Keterbatasan tenaga verifikator menurut pihak BPJS Kesehatan tidaklah menjadi penghambat utama karena saat ini sudah diterapkan sistem verifikasi yang cepat. Saat ini pihak BPJS Kesehatan Kupang sudah mulai menerapkan sistem Vedika (verifikasi di kantor), dengan harapan semakin cepat RS mengajukan klaim, maka semakin cepat prosesnya. Sistem ini direncanakan dapat diterapkan di semua FKTL pada tahun 2017.

“kita sekarang ini memiliki satu inovasi, yaitu untuk mempercepat klaim, itu yang namanya Vedika, verifikasi di kantor, jadi semakin cepat rumah sakit mengajukan maka kita akan cepat memprosesnya, ini sudah termasuk dengan verifikasi dan pembayaran 15 hari. Jadi kami yang dituntut lagi jadi kami yang akan dibebankan untuk semakin mempercepat, sehingga semakin cepat rumah sakit mengajukan maka kita pun akan semakin cepat untuk melakukan verifikasi tersebut” (penjelasan Bapak Gregorius Kapitan dari BPJS Kupang)

(27)

IV. Analisis Kecenderungan Fraud

Tindakan Fraud saat ini menjadi hal yang perlu diwaspadai dalam program JKN.

Fraud dalam bidang kesehatan berhubungan segala bentuk kecurangan dan ketidakwajaran yang dilakukan berbagai pihak dalam rangkaian pelayanan kesehatan untuk memperoleh keuntungan sendiri yang (jauh) melampaui keuntungan yang diperoleh dari praktek normal. Menurut Pasal 1 Angka (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional, menjelaskan bahwa Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disebut Kecurangan JKN adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan. Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 menjelaskan bahwa kecurangan JKN dapat dilakukan oleh (a) peserta; (b) petugas BPJS Kesehatan; (c) pemberi pelayanan kesehatan dan/atau; (d) penyedia obat dan alat kesehatan.

1. Temuan Indikasi Fraud

Kecenderungan tindakan fraud di Kota Kupang berdasarkan hasil pemantauan maupun hasil wawancara belum ditemukan secara nyata. Dalam artian bahwa, ada kecenderungan ke arah tersebut namun masih perlu pembuktian lebih lanjut. Hasil pemantauan akan kecenderungan munculnya tindakan fraud terhadap pasien peserta JKN khususnya kategori kepesertaan PBI JKN dibeberapa faskes di Kota Kupang baik FKTP (Puskesmas Pasir Panjang) maupun FKTL (RSUD SK Lerik, RS Siloam dan RS Leona) diketahui bahwa tindakan yang terjadi berkaitan dengan standar pelayanan, ketepatan diagnosa penyakit pasien, pemeriksaan pasien, pembelian obat oleh pasien, dan pengadaan kebutuhan obat (infus) tidak sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penyelenggara layanan kesehatan, tindakan yang mengarah ke fraud lebih berkaitan dengan pasien peserta JKN yang menggunakan kartu kepesertaan yang bukan miliknya. Indikasi lain adalah dalam hal pengkodean (coding) dalam pengajuan klaim oleh faskes ke BPJS Kesehatan.

(28)

Tabel 10, Pendugaan Kecenderungaan Tindakan Fraud bagi PBI JKN di Beberapa Faskes di Kota Kupang

No Pendugaan

Tindakan Fraud Pelaku Keterangan 1 Ketidaktepatan dan

Ketidaktuntasan Diagnosa

Dokter pada UGD RSUD SK Lerik

a) Pasien DK, mendapatkan perawatan berulang, dimana saat masuk UGD malam hari (pkl. 19.00) karena sakit lambung, setelah ditangani dengan pemberian obat penenang, diijinkan pulang (pkl. 21.00). Namun yang bersangkutan kembali lagi masuk UGD di hari esok (pkl. 03.00) dan selanjutnya menjalani rawat inap.

Obat yang diberikan (sebelumnya) disarankan dokter untuk tidak dikonsumsi karena itu untuk rawat jalan.

b) Hal yang sama terjadi pada pasien RC, masuk pukul 21.00 dan diijinkan pulang pukul 24.00 setelah didiagnosa menderita ISK (Infeksi Saluran Kencing) dan diberikan obat. Dokter menganjurkan untuk mengkonsumsi obat Ranitidine, Novell (natrium Diklofenak) juga kapsul (kapsul hitam putih) yang berfungsi untuk kesehatan ginjal. Namun pasien masuk UGD lagi besoknya pukul 15.00. Bahkan obat yang diberikan saat kunjungan pertama dianjurkan dokter untuk tidak dikonsumsi lagi

2 Pengadaan Obat dan keperluan

pengobatan yang tidak sesuai

Perawat dan Dokter

RSUD SK Lerik  Pasien RC diminta membeli obat (kapsul hitam putih yang menurut informasi untuk kesehatan ginjal) di luar apotik RS seharga Rp. 97.000, saat diklaim ke bagian rumah sakit tidak diterima. Obat yang dibeli ini kemudian tidak dikonsumsi setelah pasien masuk UGD untuk kedua kalinya.

 Selain itu terdapat kelebihan pengadaan Infus untuk pasien, dimana setelah penggunaan botol yang ke-4, keluarga diminta lagi mengambil 2 botol di apotik, tetapi tidak digunakan. Namun dalam surat keterangan rawat jalan ditulis menggunakan 6 botol infus.

3 Pemalsuan Identitas

Kepesertaan Pasien di RSUD SK Lerik, RS Siloam, Puskesmas Pasir Panjang

Pernah ditemukan beberapa pasien yang menggunakan kartu peserta JKN (BPJS Kesehatan yang bukan miliknya) di beberapa faskes tersebut.

Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2017

Kecenderungan sebagaimana tabel di atas, diindikasikan mengarah ke fraud

dengan mengacu pada Pasal 7 Permenkes No. 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecuarangan Fraud dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dalam Pasal 7 ayat 3 ini disebutkan beberapa tindakan fraud

yang dilakukan FKTL, antara lain: melakukan tindakan yang tidak perlu, penyimpangan terhadap standar layanan, dan melakukan tindakan pengobatan yang tidak perlu. Kejadian dalam point 1 – 3 dalam tabel, jika tidak dicegah atau diperjelas alasannya, maka dapat berujung pada tindakan fraud, karena:

a) Melakukan tindakan yang tidak perlu (no medical value) merupakan klaim atas tindakan yang tidak berdasarkan kebutuhan atau indikasi medis.

Gambar

Tabel 1. Alokasi Anggaran Dinas Kesehatan Kota Kupang   Tahun 2015 – 2017  Tahun  Belanja Langsung (Rp)  Belanja Tidak langsung (Rp)  Jumlah (Rp)  2015        37.546.354.465          33.237.236.763   70.783.591.228   2016        56.167.860.909          35.
Tabel 3. Sebaran Puskesmas di Kota Kupang
Tabel 4. Sebaran Rumah Sakit di Kota Kupang  No  Nama Rumah Sakit  Tipe  1  RSUD Prof Dr W.Z
Tabel 5. Jumlah Tenaga Kesehatan di Kota Kupang berdasarkan Tingkat Pendidikan  No  Tingkat
+5

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Pelayanan Kesehatan bagi anggota Penerima Bantuan Iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Rumah Sakit Dr.R Soedarsono Kota Pasuruan..

Berdasarkan penelitian Sumiyati 1 di RSUD Kota Semarang terdapat kendala dalam pelaksanaan BPJS berupa kurangnya SDM, dan sarana pendu- kung berupa sistem informasi kesehatan

Pada aspek ini penilaian terhadap fasilitas yang telah tersedia dilihat dari bagaimana fasilitas yang aksesibel tersebut dapat dipergunakan bagi setiap orang termasuk

Kesimpulan Penelitian ini, bahwa kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Sempaja Kota Samarinda dilihat dari berwujud sudah cukup lengkap dan baik namun tidak lagi memadai, dari

Peserta JKN – SJSN sebagai pelanggan yang mempergunakan jasa layanan kesehatan di Puskesmas membutuhkan pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk penyembuhan

Pada aspek ini penilaian terhadap fasilitas yang telah tersedia dilihat dari bagaimana fasilitas yang aksesibel tersebut dapat dipergunakan bagi setiap orang termasuk