• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luas Hawar sebagai Variabel Ketahanan Padi Berbasis Kehilangan Hasil oleh Infeksi Rhizoctonia Solani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Luas Hawar sebagai Variabel Ketahanan Padi Berbasis Kehilangan Hasil oleh Infeksi Rhizoctonia Solani"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) G. 45 Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis UNS Ke 43 Tahun 2019

“Sumber Daya Pertanian Berkelanjutan dalam Mendukung Ketahanan dan Keamanan Pangan Indonesia pada Era Revolusi Industri 4.0”

Luas Hawar sebagai Variabel Ketahanan Padi Berbasis Kehilangan Hasil

oleh Infeksi Rhizoctonia Solani

Lucky Laksita Hapsari1, Hadiwiyono2, Susilo Hambeg Poromarto 2

1)

Mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi Agronomi, Universitas Sebelas Maret . Jl Ir Sutami 36A Surakarta 57126, Jawa Tengah, Indonesia. Phone/Fax. +62-85642506310, email: luckylhap@gmail.com

2)

Staf Pengajar Program Pascasarjana Program Studi Agronomi, Universitas Sebelas Maret . Jl Ir Sutami 36A Surakarta 57126, Jawa Tengah, Indonesia. Phone/Fax. +62-8122613016, email: hadi_hpt@yahoo.com

Abstrak

Penyakit hawar pelepah daun (HPD) yang disebabkan oleh jamur Rhizoctonia solani adalah salah satu penyakit penting yang dapat menyebabkan kehilangan hasil panen yang sangat berarti. Ketahanan menjadi salah satu pengendalian yang penting dalam pengelolaan HDP secara terpadu. Umumnya kegiatan penapisan varietas tahan terhadap HDP menggunakan keparahan penyakit sebagai variabel utama untuk menentukan klasisfikasi tingkat ketahanan/kerentahan varietas. Keparahan penyakit yang digunakan berbasis skoring tinggi hawar dengan tinggi tanaman. Hal ini akan menghadapi kendala dan kurang komparabel ketika antarvarietas secara genetika memiliki tinggi tanaman yang bervariasi secara berarti. Hal ini menyebabkan hubungan kereratan antara keparahan penyakit dengan kehilangan hasil menjadi rendah. Oleh karena itu perlu dicari alternatif variabel lain yang lebih erah hubungannya dengan kehilangan hasil oleh infeksi patogen HPD. Makalah ini melaporkan hasil analisis hubungan antara luas hawar pada pelepah dan daun terhadap kehilangan hasil. Data dikumpulkan berdasarkan inokulasi artifisual di rumah kaca pada Inpari13, IR64, Srikiti dan Padi Hitam. Luas hawar dan keparahan penyakit digunakan sebagai varibel bebas terhadap kehilangan hasil. Kedua variabel dilakukan pengukuran pada saat umur panen. Analisis hubungan luas hawar dan keparahan penyakit berdasarkan nilai koefisien determinasi dan korelasi regresi sederhana. Hasil korelasi antara keparahan penyakit dan kehilangan hasil menunjukkan nilai 0,333 yang artinya ada hubungan positif, sementara korelasi antara luas hawar dan kehilangan hasil menunjukkan nilai 0,52, dan korelasi tinggi tanaman dan kehilangan hasil menunjukkan nilai 0,093. Dengan demikian, dapat disebutkan bahwa luas bercak lebih representatif digunakan sebagai variabel toleransi sebab koefisien korelasi seolah- olah semakin tinggi tanaman, keparahan penyakitnya semakin rendah. Karena keparahan penyakit yang semakin rendah maka toleransinya semakin tinggi.

Kata kunci:toleransi, skoring penyakit, padi hitam, srikiti, luas hawar, Rhizoctonia solani

Pendahuluan

Hawar pelepah daun (HPD) yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani Kühn, merupakan salah satu penyakit penting pada padi yang dapat menurunkan hasil produksi sebesar 50-80%

(2)

(Groth dan Bond 2007). Penyakit ini tersebar hampir di semua area sentra budidaya padi di Indonesia (Semangun 2008). Namun demikian petani jarang melakukan tindakan pengendalian HPD di lapang, termasuk dengan penggunaan fungisida untuk mengurangi insidens penyakit HPD (Aktaruzzaman et al. 2012). Adapun pengendalian yang aman seperti penggunaan agens hayati belum dapat diterapkan karena kurang efektif menurunkan serangan patogen (Bashar 2010).

Alternatif pengendalian lain yang dapat dipertimbangkan adalah penggunaan varietas tahan. Namun demikian, varietas padi tahan HPD masih sulit didapatkan oleh petani. Oleh karena itu pengembangan pengendalian menggunakan varietas tahan perlu mendapat perhatian. Tanaman tahan dari varietas lokal menarik untuk dikembangkan pada pengendalian HPD. Padi lokal secara alami memiliki ketahanan terhadap penyakit dan menghasilkan beras berkualitas (Sitaresmi 2013). Padi lokal memiliki ketahanan terhadap cekaman lingkungan seperti suhu rendah, salinitas, lahan masam, dan kekeringan (Sasmita et al. 2011). Sejumlah varietas lokal telah teridentifikasi tahan dan toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik (Sitaresmi et al. 2013). Di wilayah Jawa Tengah khususnya Surakarta terdapat berbagai padi varietas lokal yang telah teruji ketahanannya terhadap hawar pelepah daun. Penelitian sebelumnya telah menemukan varietas Padi Hitam terbukti resisten dan Srikiti terbukti toleran terhadap penyakit HPD. Penelitian ini dilaksanakan untuk menguji efektivitas evaluasi keparahan penyakit dengan skoring dan dengan luas hawar kaitannya dengan kehilangan hasil yang dialami tanaman.

Metodologi Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Februari-September 2018 dan analisis Laboratorium dilaksanakan UPT Lab Terpadu UNS pada Oktober- Desember 2018. Patogen diperoleh dari lahan persawahan di Mojolaban Sukoharjo dan Masaran Sragen. Dua varietas padi ditanam untuk diuji yaitu Srikiti dan Padi Hitam. Varietas unggul Inpari13 dan IR64 digunakan sebagai varietas kontrol sesuai dengan deskripsi varietas. Inpari sebagai kontrol untuk varietas rentan dan IR64 sebagai kontrol untuk varietas tahan.

Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) digunakan dalam penelitian. Setiap varietas ditanam pada polibag berdiameter 0,3m dan jarak tanam 0,20x0,20m yang diulang 3 kali. Pengamatan lapangan dilaksanakan setiap minggu hingga panen.

(3)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) G. 47 Penanaman Padi

Perkecambahan dan uji benih merupakan step pertama yang dilakukan untuk melihat bahwa tidak ada patogen tular benih (seed borne patogen). Adapun media perkecambahan yang digunakan adalah campuran media pasir tanam, arang sekam dan pupuk kandang dengan rasio 1:1:1

Isolasi dan Inokulasi Inokulum

Isolasi R. Solani bagian tanaman yang menampakkan gejala HPD dipotong kemudian didesinfeksikan dengan laruran 2% NaCl selama 10 detik, Dicuci dengan air steril (H2O2) sebanyak 3 kali dan ditanam pada media PDA. Setelah miselia tumbuh, lalu ditumbuhkan kembali pada media PDA baru untuk mendapat biakan murni.

Inokulasi sklerotium didapat dari biakan murni jamur yang berusia 0-10 hari untuk memperoleh kesamaan ukuran. Sklerotium dipilih yang berdiameter 1-1,5 mm dengan mengukir di penggaris grid bening, lalu dipilih satu persatu.

Inokulasi dilakukan dengan menyisipkan sklerotium ke dalam upih dekat pangkal daun masing-masing sebanyak 0, kontrol, 2, 4, 6, 8, 10 biji per polibag pada 21 Hari Setelah Tanam.

Variabel Pengamatan

Peubah yang diamati pada pengamatan lapangan meliputi peubah penyakit yang terdiri dari luas hawar dan keparahan penyakit. Luas hawar dihitung menggunakan millimeter. Peubah agronomis yang diamati adalah tinggi tanaman dan produksi tanaman. Keparahan penyakit dihitung berdasarkan IRRI (2002) (Tabel 1).

Tabel 1. Penentuan skala keparahan penyakit berdasarkan besarnya luka secara relatif Skor TLR (%)1 Posisi pelepah 2 Intensitas penyakit relatif Klasifikasi 3 0 1 3 5 7 9 0 <20 20-30 31-45 46-65 >65 0 <4 3-4 2 1 >1 0 1 5 20 50 100 ST T AT AR R SR 1

TLR merupakan tinggi luka relatif (%) yang dihitung dengan rumus tinggi luka dibagi tinggi tanaman dikali seratus persen 2pelepah paling atas dengan daun bendera, 3ST = sangat tahan, T = tahan, AT = agak tahan, AR = agak rentan, R = rentan, SR = sangat rentan (IRRI 2002)

(4)

Gambar 1. Kategori tinggi tanaman terhadap posisi upih untuk menentukan skor penyakit Sumber gambar: IRRI 2002

Hasil dan Pembahasan

Penyakit hawar pelepah padi awalnya dianggap sebagai penyakit yang kurang merugikan meskipun banyak ditemukan di lahan persawahan. Semangun (2008) menjelaskan bahwa penyakit ini banyak ditemukan di lahan persawahan di pulau Jawa. Penyakit ini kemudian mulai dikenal sebagai penyakit yang memiliki arti penting secara ekonomi dengan rata-rata kehilangan hasil sebesar 20%–35% di beberapa negara penghasil beras (Inagaki et al. 2004; Guo et al. 2006), kehilangan hasil semakin besar terutama jika penyakit berkembang sampai ke daun bendera (Nuryanto 2017)

Hasil pengujian di rumah kaca menunjukkan dua padi varietas lokal dan dua padi varietas pembanding yang diuji menunjukkan reaksi beragam terhadap pathogen. Padi Hitam dan Srikiti menunjukkan respon agak tahan, sementara Inpari13 dan IR64 menunjukkan respon sangat rentan terhadap serangan patogen. Kehilangan hasil terbesar dialami oleh padi varietas Inpari13, sementara varietas Srikiti tidak mengalami kehilangan hasil. Penyakit hawar pelepah mengurangi hasil sebab mempengaruhi panjang malai dan jumlah gabah yang berisi tiap malai serta persen kehampaan (Semangun 2008).

Pada pengukuran tinggi tanaman, tinggi tanaman varietas pembanding IR64 dan Inpari 13 berbeda nyata dibandingkan dengan varietas lokal Padi Hitam dan Srikiti (Tabel 2). Tinggi tanaman tidak dapat digunakan sebagai evaluasi sebab kondisi kanopi tanaman berbeda sehingga

(5)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) G. 49 (2014) yang menyatakan bahwa tingkat keparahan HPD pada varietas padi tipe pendek anakan banyak dan lebih rendah pada varietas padi tipe tinggi anakan sedikit. Hal ini melegimitasi bahwa skoring penyakit dengan berbahasis keparahan penyakit untuk mengevaluasi ketahanan kurang akurat.

Tabel 2. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada 106 HST

Varietas Perlakuan Tinggi tanaman

(meter)

Padi Hitam inokulasi 1.711 d

tanpa inokulasi 1.718 d Srikiti inokulasi 1.687 cd tanpa inokulasi 1.627 c IR64 inokulasi 1.211 a tanpa inokulasi 1.223 ab Inpari13 inokulasi 1.321 b tanpa inokulasi 1.318 b

*Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukan beda nyata pada uji Duncan 5%.

Hasil analisis korelasi antara keparahan penyakit dan kehilangan hasil menunjukkan nilai 0,333 (Tabel 3) yang artinya korelasinya lemah (antara 0,20 – 0,399 : Hubungan korelasinya lemah), yang artinya semakin besar keparahan tidak mempegaruhi banyaknya kehilangan hasil. Korelasi antara luas hawar dan kehilangan hasil menunjukkan nilai 0,82 yang artinya kuat (antara 0,60 – 0,799 : Hubungan korelasinya kuat). Artinya semakin kuat besar luas hawar maka semakin besar kehilangan hasil yang dialami. Hal ini gayut dengan pendapat Sudir (2011) yang menyatakan bahwa penurunan produksi akibat hawar yang menyebabkan daun tanaman berwarna hijau kelabu, melipat, menggulung, dan akhirnya mengering (Sudir 2011). Akibat kerusakan pada daun, kemampuan fotosintesis tanaman padi menjadi berkurang yang menyebabkan hasil fotosintat menurun sehingga mengurangi malai yang berisi (Mew et al. 1982).

Pada kurva regresi (Gambar 2) menunjukkan hubungan variabel keparahan penyakit (x) dengan variabel kehilangan hasil (y) menunjukkan koefisien regresi yang diperoleh dari regresi keparahan penyakit dan kehilangan hasil adalah sebesar 0,1595, luas hawar dan kehilangan hasil sebesar 32,85. Dari analisis tersebut diperoleh angka koefisien determinasi (R square) keparahan penyakit dan kehilangan hasil sebesar 0,52, dan luas hawar dengan kehilangan hasil sebesar 0,68. Angka tersebut berarti bahwa luas hawar lebih mempengaruhi penurunan hasil yang dialami padi akibat penyakit HPD daripada keparahan penyakit, sedangkan sebanyak 32% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar model ini. Semakin kecil nilai koefisie determinasi, maka artinya

(6)

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat semakin lemah. Semakin nilai R square mendekati 1, maka pengaruhnya akan semakin kuat.

Gambar 2. Kurva regresi antara keparahan penyakit dan kehilangan hasil, serta luas hawar dan kehilangan hasil

Tabel 3. Hasil analisis regresi keparahan penyakit, luas hawar dan kehilangan hasil

Variabel Nilai Korelasi Mean ± SD R value

Keparahan Penyakit Kehilangan Hasil 0,333 26,14 ± 35,81 0,01± 0,024 0,52 Kehilangan hasil Luas Hawar 0,82 0,01± 0,024 33,50± 38,72 0,68 y = 0,7728x + 0,1595 R² = 0,52 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 0 0.02 0.04 0.06 K e h ila n ga n H asi l Keparahan Penyakit keparahan penyakit Linear (keparahan penyakit) y = 0,27x + 32,285 R² = 0,68 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 2 4 6 8 10 K e h ila n ga n H asi l Luas Hawar Luas Hawar Linear ()

(7)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) G. 51 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Luas hawar lebih representatif sebagai variabel bebas untuk mengevaluasi resistensi atau ketahanan padi terhadap hawar pelepah daripada keparahan penyakit yang skoringnya berbasis luas luka pada pelepah batang dibanding tinggi tanaman. Hubungan luas hawar terhadap kehilangan hasil lebih signifikan secara statistik dibanding dengan keparahan penyakit yang berbasis skoring dengan tinggi tanaman.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya perlu dilakukan evaluasi ulang untuk menentukan keparahan penyakit HPD supaya tidak hanya berbasis rasio antara tinggi tanaman dan tinggi luka pada pelepah. Metode penyekoran penyakit HPD dengan cara seperti ini membuat tanaman yang memiliki tinggi tanaman yang lebih besar akan seolah- olah terlihat lebih resisten terhadap penyakit HPD.

Daftar pustaka

Aktaruzzaman, Shafiqul Islam, Mammunur Rasyid. 2012. Fungicidal management of sheath blight of rice. Saarbucken (Germany): Lambert Academic Publishing

Bashar M, Hossain M, Rahman M, Uddin M, Begum M. 2010. Biological control of sheath blight disease of rice by using antagonistic bacteria. Bangl J Sci Ind Res 45:225–32.

Groth DE, Bond JA. 2007. Effects of cultivars and fungicides on rice sheath blight , yield , and quality. Plant Dis 91 (12): 1647–50.

Guo Q, Kamio A, Sharma BS, Sagara Y, Arakawa M, Inagaki K. 2006. Survival and subsequent dispersal of rice sclerotial disease fungi, Rhizoctonia oryzae and Rhizoctonia oryzae sativae, in paddy fields. Plant Dis. 90:615–622.

Inagaki K, Qingyuan G, Maso A. 2004. Overwintering of rice sclerotial disease fungi, Rhizoctonia and Sclerotium spp. in paddy fields in Japan. Plant Pathol J. 3(2):81–87.

Mew TW, Gonzales P.1982. A Handbook of Rice Seedborne Fungi. Edited by Lopez and Hardy. Enfield (US): Science Publishers, Inc.

Nuryanto B, Priyatmojo A. 2014. Pengaruh Tinggi Tempat Dan Tipe Tanaman Padi Terhadap Keparahan Penyakit Hawar Pelepah. Penel. Pert. Tan. Pangan 33(1)

Nuryanto, B. 2017. Penyakit hawar pelepah (Rhizoctonia solani) pada padi dan taktik pengelolaanya. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 21(2): 6371.

Sasmita PN, Sitaresmi T, Daradjat AA. 2011. Variabilitas genetik dan toleransi plasma nutfah terhadap cekaman suhu rendah di dataran tinggi Kalibening, Banjarnegara. Setyawan AD,

(8)

Sugiyarto, Pitoyo A, Hernawan UE, Widiastuti (ed) Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional. Sukamandi: BB Padi.

Semangun H. 2008. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indoesia.2nd Ed. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press

Sitaresmi T, Wening RH, Rakhmi AT, Yunani N, Susanto U. 2013. Pemanfaatan plasma nutfah padi varietas lokal dalam perakitan varietas unggul. Iptek Tan Pangan 8(1): 22-30

Sudir, B. Sutaryo. 2011. Reaksi padi hibrida terhadap penyakit hawar daun bakteri dan hubungannya dengan hasil gabah. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 30(2): 88-94

Gambar

Gambar 1.  Kategori tinggi tanaman terhadap posisi upih untuk menentukan skor penyakit  Sumber gambar: IRRI 2002
Tabel 2. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada 106 HST  Varietas  Perlakuan  Tinggi tanaman
Tabel 3. Hasil analisis regresi keparahan penyakit, luas hawar dan kehilangan hasil

Referensi

Dokumen terkait

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi pengalaman petani dalam berusaha tani, umur petani, tingkat pendidikan petani, luas lahan, keanggotaan petani pada

Secara tektonik mineralisasi kromit di daerah Dosay terjadi dan terbentuk dari mineralisasi batuan induk ultrabasa dari kelompok Ofiolit Pegunungan Cycloop, yang

Banyak variabel kependudukan yang memiliki Banyak variabel kependudukan yang memiliki peran dalam timbulnya atau kejadian penyakit peran dalam timbulnya atau kejadian

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilakan sebuah aplikasi sistem informasi layanan kesehatan pasien dan rekam medis pasien di Puskesmas Ngemplak, yang berbasis

Balai Riset dan Observasi Laut sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari BRSDM KP melakukan kegiatan riset dan observasi sumber daya laut di bidang

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang harus dimiliki seorang mahasiswa setelah proses pembelajaran dilakukan.. Selanjutnya Gagne

Peristiwa cyberbullying juga tidak mudah di identifikasikan orang lain, seperti orang tua atau guru karena tidak jarang anak-anak remaja ini, juga mempunyai kode-kode berupa

Pada model pembelajaran kooperatif tipe GI, jigsaw II, dan pembelajaran langsung siswa dengan kemampuan spasial tinggi dan siswa dengan kemampuan spasial sedang