STRATEGI KOPING
ISTRI YANG MEMILIKI SUAMI PENJUDI DI BALI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Ketut Yunita Primaturini
129114145
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO
“Kerjakanlah sesuatu dengan keseluruhan apa yang engkau miliki,
niscaya apapun hasilnya engkau tidak akan terlalu menyesalinya,
karena usahamu juga patut untuk dihargai”.
-Bincik, 2016-
Do The Best, All The Best
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk
:
Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
yang telah menyertai jalan dan langkahku
Ibuk,
yang selalu berusaha untukku
Bapak,
yang telah membuatku menjadi anak yang kuat
Kedua Kakakku,
yang telah membantuku menjadi adik yang mandiri
Typolicious,
yang telah memberi warna-wanni perkuliahan dan hatiku
Para Istri yang mengalami permasalahan sesuai topik ini,
kalian semua pendamping yang hebat!
Para pejuang skripsi, semangat!
Dan
Untuk yang selalu bertanya,
udah sampai di Bab Brapa, Kapan Ujian, Udah Lulus Belum?
vii
STRATEGI KOPING
ISTRI YANG MEMILIKI SUAMI PENJUDI DI BALI
Studi Pada Mahasiswa Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Ketut Yunita Primaturini
ABSTRAK
Maraknya perjudian di Bali tidak terlepas dari tajen, sebuah ritual keagamaan yang lama-kelamaan dimanfaatkan sebagai sarana untuk berjudi. Pelaku perjudian di Bali didominasi oleh kaum lelaki dan memberikan dampak negatif bagi beberapa pihak, terutama bagi yang sudah berkeluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran strategi koping istri yang memiliki suami penjudi di Bali dan dampak yang ditimbulkan dari strategi koping tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi deskriptif. Informan dalam penelitian ini adalah tiga wanita dengan karakteristik, yaitu wanita yang telah menikah, istri dan suami dari suku Bali yang beragama Hindu, lahir, besar, dan tinggal di Bali, serta istri dari suami yang gemar berjudi di Bali. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur. Data dianalisis menggunakan metode analisis isi kualitatif dengan pendekatan deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku suami cenderung tidak bertanggung jawab. Para informan mengalami permasalahan relasi dan ekonomi yang menyebabkan stres. Stres ini menimbulkan emosi negatif, beban pikiran, dan keluhan fisik. Informan cenderung menggunakan problem focus coping saat menghadapi permasalahan yang berdampak negatif pada orang lain, kesejahteraan anak, dan keluarga. Apabila berkaitan dengan perasaan yang dimiliki, maka informan cenderung menggunakan emotion focus coping untuk mengurangi tekanan emosi. Pada akhirnya, strategi koping yang digunakan dapat membantu informan untuk menyesuaikan diri dengan peristiwa negatif.
viii
WIFE’S COPING STRATEGY
WITH GAMBLER HUSBAND IN BALI
Psychology Student Study
Yogyakarta Sanata Dharma University
Ketut Yunita Primaturini
ABSTRACT
The high rate of gambling in Bali is highly associated to tajen, a religious rituals that is misused as a gambling tool. The gamblers in Bali are dominated by men. Gambling gives impact to certain sides, for instance if the gambler is a married man. This research was aimed to explore coping strategy from the wife with gambler husband in Bali and the impacts of the coping strategy. The research method was used in this research was qualitative phenomenology descriptive. There are three informants with specific characteristics, which are Hindus married woman with Balinese tribe, born and grown up in Bali, and having a gambler husband with same tribe and religion background. The research data was acquired from semi-structured interview. Data analysis wa s done by using content qualitative analysis with deductive approach. The result showed that the husband behavior tend to irresponsible. All the informa nts experience relation and economic problems that lead to stressful feeling. This stressful feeling caused negative emotion, burden, and physical complain. The informants tend to use problem focus coping when they were confronting problems that had negative impacts to others, their children’ wellbeing, and their family. Meanwhile, when the problems were associated with informants’ feeling, they tend to use emotion focus coping to decrease their tension. At the end, the informants’ coping strategy helped them to adjust toward negative event.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
penyertaan-Nya selama penulisan, pelaksanaan, hingga terselesaikannya penelitian
yang berjudul Strategi Koping Istri yang Memiliki Suami Penjudi di Bali. Selama
proses penulisan skripsi ini, penulis telah didukung dan dibantu oleh beberapa
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti hendak mengucapkan terima
kasih kepada :
1.
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas segala izin, petunjuk, langkah, dan segala hal
yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu berproses
dan menyusun penelitian ini hingga selesai.
2.
Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memimpin fakultas tercinta dengan baik.
3.
Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
xi
5.
C. Siswa Widyatmoko, M. Psi., Psi., selaku dosen penguji. Terimakasih pak
telah mau memberikan sesuatu yang belum pernah terpikirkan oleh saya dan
telah melatih kesabaran saya.
6.
P. Henrietta PDADS., M.A., selaku wakaprodi dan dosen penguji. Terimaksih
telah menenangkan saya dan mengajarkan saya mengenai sudut pandang lain
dalam suatu hal.
7.
Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memudahkan saya dalam urusan administrasi akademik. Terimakasih pak.
8.
Sr. Th. Dewi I. Gallang, FJC, S. Psi., Psi., M.M., selaku dosen pembimbing
akademik saya. Terimakasih suster telah membimbing saya dari semester I-VII.
Terimakasih atas segala hati, perhatian, dan masukan yang telah suster berikan
kepada saya.
9.
Monica Eviandaru Madyaningrum, M. App. Psych., selaku dosen paforit saya.
Terimakasih telah memberikan kesan yang begitu berbeda saat awal betemu dan
dinamika di kelas. Terimakasih juga telah menginspirasi ketertarikan saya
mengenai perilaku dan budaya.
10.
Mas Muji dan seluruh staf Lab Psikologi, terimakasih sudah membantu saya
dalam segala persiapan hingga pratikum tes, ujian, dan selama menjadi asisten.
Terimakasih juga telah membuat suasana Lab yang begitu nyaman dan
bersahabat. Semoga peminat menjadi asisten semakin banyak. Salam Glory!!
11.
Untuk Pak Gi, yang telah mengajarkan pada peneliti bagaimana bekerja dengan
xii
Gi dulu udah rela sering bukain kami lift. Terimakasih untuk selalu keramahan
pak Gi. Selalu sehat ngih pak.
12.
Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
telah memberikan banyak pelajaran, pengetahuan, dan pengalaman hidup
selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
13.
Staf Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
yang telah membantu melancarkan proses pembelajaran selama masa studi di
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
14.
Para istri yang bersedia menjadi informan dalam penelitian ini dan para
orang-orang yang saya wawancarai untuk menunjang penelitian ini. Terimakasih atas
kebaikan hati saudara sekalian
15.
Wigati, selaku ibu peneliti. Terimakasih buk sudah mau berjuang memberikan
segala hal buat Ketut. Semoga Ketut segera bisa membahagiakan ibuk.
Astungkara.
16.
I Made Cidra, selaku ayah peneliti. Terimakasih pak atas segala kejadian yang
telah membuat Ketut menjadi seoang yang kuat. Semoga Ketut bisa menjadi
anak yang dapat memberikan perubahan.
17.
Ni Wayan Sri Stiawati dan Yuda Sukmana Putra, selaku kedua kakak peneliti.
Terimakasih karena telah diam-diam menyayangi dan memperdulikan aku. Aku
juga sayang kok walau diam-diam juga.
xiii
Bestari, Ghea Kuncahyani, Marius Angga, dan Martha Veronica. Terimakasih
karena telah membuat peniliti merasa luar biasa memiliki kakak-kakak seperti
kalian, kalian menghadirkan banyak peran dalam hidupku. Seakan kata-kata
apapun tidak bisa mewakili peran dan kontribusi kalian dalam hati dan hidupku.
Bincik sayang banget sama semua kakak ketemu gedenya. Love you guys!
19.
Geng “Cucok Rempong”, yang setia menemani peneliti dari semeste
r I hingga
sekarang. Nata, Nona, Monic, Dhira, Ita, Wilda, Cicik, yang satu kelompok
asisten pratikum dan akhirnya tercetus grup ini. Makasih ya udah paling ngertiin
aku, sabar sama sikapku, dan selalu menyemangati serta mensupport’ku. Love
you full guys, salam gossip!! Yo wisuda bareng cah!
20.
Geng “Cabe
-
cabean” yang
sukanya aneh-aneh (Putri, Gung Is, Seprina, Anggi,
Mita, Nona, Dhira, Ita, Igan), makasih ya udah ngajakin aku bolang, bikin hp
gak sepi, selalu bikin ketawa, makasih udah mau mengerti keadaanku dengan
kepribadian yang kayak gini. Love you guys!
21.
Untuk teman-teman peneliti yang ada di Bali (Chia, Deep, Risma, Ria, Dewik,
Ritra, Neri, dan banyak lagi), makasih ya udah selalu menyemagati peneliti dan
memberi warna warni dalam liburan peneliti. Tunggu ya aku feminim!
xiv
mendukung, menjaga, menyemangati, dan berjuang walau dengan cara yang
berbeda. Salam semangat!!
23.
Untuk teman-teman Psikologi 2012 yang selalu dihati, terimakasih telah
menemani perjalananku dari awal Pra AKSI sampai sekarang. Entah apa
jadinya aku tanpa angkatan ini. Kompak terus dan sampai ketemu di reunian
yaa teman-teman 2012 yang mantab abis. See you on top!!
24.
Untuk SKINNER, terimakasih telah memberikan
press impressionyang luar
biasa pada peneliti (Vita, Patrice, Lenny, Lintang, Novia, Kenang, Aryo, Fery,
Richard). Terimakasih kepada tutorku (Bella) yang telah menerima dan
mengajarkan banyak hal kepada kami. Terimaksih untuk kesabarannya hingga
saat ini.
25.
Untuk Keluarga AKSI 2012, 2013, dan 2016, terkhusus Keluarga TUTOR,
terimakasih sudah menerimaku dan mengasahku hingga aku memiliki keluarga
dan kemampuan seperti sekarang ini. Sangat bersyukur bergabung dalam
kepanitiaan ini, bukan kepanitiaan namun keluarga yang amat aku cintai. AKSI
di HATI pokoknya!! Salam HOKYAAA!!!
26.
Untuk keluarga PSYCHOFEST 2014 dan 2015, terkhusus keluarga LO.
Makasih udah gayeng bareng, proficiat!!
xv
28.
Untuk anak-anak AKSI-ku AVOIDANT (Gera, Cyus, Age, Endah, Vina,
Paskal, Tia, Nana, Zerli, Karla, Nella), NURTURANCE (Nasya, Sasha,
Belinda, Levi, Puspa, Tias, Vinna, Dicky, Aldy, Adit). Makasih yaa telah diberi
kesempatan untuk mejadi seorang kakak dan orang yang ingin melindungi
kalian. Sukses dan saling menjaga ya! See you when i see you guys.
MISS AND LOVE YOU GUYS!!29.
Keluarga KMHD USD, makasih udah mau nerima aku anak rantauan ini sampai
punya banyak temen seiman. Jaya terus KMHD SADHAR!!
30.
Penghuni Kos Mentari, yang digawangi EMAK (Ayik, Gung Is, Ovi, Mitha,
Gung Mas, Ade, dan yang lainnya), salam ribut rusuh satu kos!!
31.
Keluaga Asisten Tes Inventori 2015, dan Tes Grafis 2016. Semangat terus,
tegakkan keadilan, jangan takut ngasih nilai!!
32.
Teman-teman Perpus siapapun itu yang sering aku jumpai dan memberiku
semangat sewaktu spaneng. Semangat terus pokoknya!!
33.
Untuk CV. Unison Creative, terimakasih telah memberikan kesempatan untuk
belajar, mengasah diri, dan kerasnya dunia kerja. Apapun yang telah terjadi aku
tetap mengucapkan terimakasih atas segala pengalaman, canda, tawa, dan hal
yang telah terjadi. Itu semua adalah proses untuk menjadi lebih baik.
xix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT
... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...
……….ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
1) Manfaat Teoritis ... 9
2) Manfaat Praktis ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
xx
1) Definisi Strategi Koping ... 13
2) Bentuk Strategi Koping ... 14
3) Aspek Strategi Koping ... 17
4) Hasil Dari Koping ... 20
5) Faktor yang Dapat Memengaruhi Koping ... 23
B. PERJUDIAN ... 28
1) Definisi Perjudian ... 28
2) Perjudian Dalam Konsep Kesehatan Mental ... 30
3) Unsur-unsur Perjudian ... 31
4) Faktor-faktor Perjudian ... 32
5) Dampak Perjudian ... 33
C. FENOMENA PERJUDIAN DI BALI ... 38
1) Perjudian di Bali ... 38
2) Perbedaan Tajen Sebagai Salah Satu Ritual Keagamaan dan Tejen
Sebagai Perjudian ... 41
D. ISTRI di BALI ... 42
E. SUAMI PENJUDI di BALI ... 44
F. STRATEGI KOPING ISTRI yang MEMILIKI SUAMI PENJUDI di
BALI ... 45
G. PERTANYAAN PENELITIAN ... 50
BAB III METODE PENELITIAN... 51
A. Jenis dan Desain Penelitian ... 51
xxi
D. Karakteristik Informan Penelitian ... 53
E. Informan Penelitian ... 54
F. Metode Pengambilan Data ... 56
G. Analisis Data ... 58
H. Kredibilitas Penelitian ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62
A. Persiapan Penelitian ... 62
B. Pelaksanaan Penelitian ... 64
C. Gambaran Informan ... 66
D. Hasil Penelitian ... 68
E. Pembahasan ... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96
A. Kesimpulan ... 96
B. Kontribusi Penelitian ... 98
C. Keterbatasan Penelitian ... 99
D. Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 103
xxii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar Panduan Wawancara ………...
57
Tabel 2 Ringkasan Kegiatan Pengambilan Data Penelitian …………...
65
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
KESELURUHAN………..…… 10
9
INFORMED CONSENT INFOMAN I ... 111
SURAT PERSETUJUAN INFORMAN I ... 112
PELAKSANAAN WAWANCARA INFORMAN I ... 113
DATA DEMOGRAFI INFORMAN I ... 114
INFORMED CONSENT INFOMAN II ... 115
SURAT PERSETUJUAN INFORMAN II ... 116
PELAKSANAAN WAWANCARA INFORMAN II ... 117
DATA DEMOGRAFI INFORMAN II ... 118
INFORMED CONSENT INFOMAN III ... 119
SURAT PERSETUJUAN INFORMAN III ... 120
PELAKSANAAN WAWANCARA INFORMAN III ... 121
DATA DEMOGRAFI INFORMAN III ... 122
VERBATIM INFORMAN I ... 122
PENGELOMPOKAN KODE INFORMAN I ... 153
VERBATIM INFORMAN II ... 164
PENGELOMPOKAN KODE INFORMAN II ... 207
xxiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di Indonesia perjudian merupakan aktivitas yang dilarang untuk
dilakukan. Undang-undang nomor 7 pasal 1 Tahun 1974 juga menyatakan
bahwa aktivitas perjudian bertentangan dengan Agama, Kesusilaan, Moral
Pancasila, dan dapat membahayakan kehidupan masyarakat, Bangsa, dan
Negara. Berdasarkan peraturan tersebut, judi merupakan aktivitas yang ilegal
untuk dilakukan di Indonesia, namun faktanya aktivitas judi masih saja
ditemukan di beberapa daerah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, judi merupakan suatu permainan
dengan menggunakan uang atau barang berharga sebagai taruhannya (KBBI,
2008). Menurut Kartono (2007) judi adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu
mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan
menyadari adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa
permainan, pertandingan, perlombaan, dan kejadian-kejadian yang tidak atau
belum pasti hasilnya.
Menurut data pada tahun 2014 telah terjadi peningkatan kasus perjudian
di Indonesia. Pada Tahun 2011 kasus perjudian tercatat sebanyak 7.984 dengan
presentase 10,16% sedangkan pada tahun 2014 kasus perjudian sebanyak
11.079 dengan presentase 13,48%. Data tersebut menunjukkan bahwa adanya
Kriminal”, 2015
). Meningkatnya angka perjudian tidak terlepas dari
kasus-kasus perjudian yang terjadi di beberapa propinsi setahun belakangan ini.
Hampir semua propinsi menyumbangkan angka perjudian untuk Indonesia,
tidak terkecuali Propinsi Bali.
Jenis kasus tindak kejahatan yang paling banyak terjadi di Bali adalah
pencurian dengan 202 kasus, perjudian dengan 81 kasus, dan penganiayaan
dengan 54 kasus (“Statistik Kriminal Propinsi Bali”, 2014).
Berdasarkan data
tersebut dapat diketahui bahwa kasus perjudian menempati peringkat kedua
sebagai kasus kriminalitas yang terjadi di Bali. Data tersebut menunjukkan
bahwa kasus perjudian cukup sering terjadi di Bali karena menduduki peringkat
kedua sebagai kasus kriminalitas yang sering dilaporkan oleh masyarakat.
Maraknya kasus perjudian di Bali tidak terlepas dari kegiatan
tajenyang
melekat pada masyarakat Bali karena
tajenmerupakan salah satu permainan
rakyat yang diwariskan (Geertz, 1992). Pada mulanya
tajenadalah salah satu
bagian dari ritual keagamaan. Namun saat ini,
tajensebagai salah satu ritual
keagamaan (
tabuh rah) telah di dwi-purnakan menjadi
tajensebagai ajang
perjudian karena adanya taruhan di dalamnya. Hal ini menyebabkan perjudian
di Bali sangat sulit ditertibkan oleh aparat hukum (B. Atmadja, Atmadja, &
Ariyani, 2015). Berdasarkan hasil seminar PHDI,
tabuh rahadalah taburan
darah binatang korban yang dilaksanakan dalam rangka upacara agama (
yajnya)
dan penaburan darah dilakukan dengan perang
satha, sedangkan
tajensebagai
judi adalah
tajenyang tidak memenuhi persyaratan
tajensebagai
tabuh rahDitemukannya perjudian dalam ritual keagamaan Hindu dapat
disebabkan dari adanya unsur yang sama dalam aktivitas tersebut, yakni
pertarungan sebagai salah satu sarana untuk mengelola diri (ego) atau sifat
buruk yang dimiliki. Di dalam
tabuh rahapabila seseorang mampu mengelola
diri, maka ritual tersebut akan berjalan sesuai dengan ajaran
dharmasehingga
hasilnya akan mengarah pada kebaikan
.Apabila individu atau masyarakat
kurang mampu atau gagal mengelola diri, maka ritual tersebut mungkin akan
mengarah pada perjudian. Individu yang melakukan perjudian tanpa melakukan
pengelolaan diri dengan baik, akan mengarah pada perilaku judi yang destruktif.
Perilaku judi yang destruktif adalah perilaku berjudi yang dapat menyebabkan
kehancuran atau keburukan. Hal ini didukung dari penyataan Parisada Hindu
Dharma Indonesia yang menyatakan bahwa, judi yang dilakukan dalam jumlah
yang kecil tidak akan membahayakan, tetapi apabila dilakukan dalam jumlah
yang besar, maka akan merusak baik pribadi, kelompok, bahkan bangsa itu
sendiri (Oka, 2004).
gambling,
yakni ditandai dengan perilaku perjudian yang berulang dan
terus-menerus dan cenderung maladaptif
(American Psychiatric Association, 2000).
Perjudian di Bali sering terjadi saat adanya upacara keagamaan di pura,
balai banjar
, dan pekarangan rumah. Misalnya pada saat
piodalan(upacara) di
pura, pada saat Hari Raya Galungan, Kuningan, Nyepi, dan upacara Ngaben
(Haryanto, 2003; Setia, 2000 & 2006). Jenis-jenis judi yang sering dijumpai
pada saat upacara keagamaan adalah
tajen,
ceki,
cap jeki, dadu kocok, dominoatau
dam,
bola adilatau bola-bolaan (Haryanto, 2003). Hal ini sesuai dengan
hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa orang di Bali,
peneliti mendapat informasi bahwa jenis judi yang sering terjadi di Bali adalah
tajen
(sabung ayam) dan
cekikarena merupakan warisan budaya turun
menurun. Perjudian di Bali seperti
tajendan
cekibiasanya dilakukan oleh anak
muda, orang dewasa, orangtua, dan kakek-kakek, namun cenderung dilakukan
oleh para lelaki seperti bapak-bapak yang telah menikah (D, A, G, & Y,
komunikasi pribadi, 21 April, 2016). Berdasarkan uraian tersebut dapat
diketahui bahwa upacara keagamaan telah dijadikan sebagai salah satu sarana
untuk melakukan perjudian sehingga perjudian di Bali sulit ditertibkan.
anak yang meniru perilaku berjudi (A & N, komunikasi pribadi, 21 April 2016).
Sedangkan dampak perjudian berdasarkan wawancara dengan beberapa istri
yang memiliki suami penjudi yakni istri merasakan emosi negatif (marah, sedih,
kesal, cemas, dan kesepian), terjadi pertengkaran di dalam rumah tangga,
hubungan yang kurang harmonis, menumpuknya utang, kesulitan memenuhi
kebutuhan dan biaya hidup, penggadaian barang, beban pikiran, tidak fokus saat
bekeja, dan berkeinginan untuk bercerai (A, N, & M, komunikasi pribadi, 8
Oktober 2016). Berdasarkan hal tersebut maka dampak perjudian akan
dirasakan oleh pelaku dan keluarganya (anak dan istri).
Adapun penelitian skripsi di Indonesia yang dilakukan oleh Wola (2014)
tentang pengalaman psikologis istri yang memiliki suami penjudi di kota
Tomohon, ditemukan gambaran mengenai pengalaman psikologis istri yang
merasa kebahagiaannya di dalam rumah tangga telah direnggut karena suami
gemar berjudi. Hal ini menimbulkan respon negatif pada subjek penelitian,
seperti keinginan untuk bercerai, pertengkaran, tidak sering tegur sapa, dan
munculnya perasaan negatif (kesal, khawatir, marah, sakit hati, sedih, kecewa,
kesepian, dan takut), namun pada kenyataannya semua subjek dalam penelitian
tersebut mempertahankan pernikahan mereka dengan suami penjudi.
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Hanoum, 2014), koping adalah
proses yang dilakukan individu dalam usaha mengatasi tuntutan-tuntutan dari
luar ataupun dari dalam dirinya yang dinilai membebani atau melampaui batas
kemampuan yang dimiliki individu. Folkman (dalam Nurhayati, 2006)
menjelaskan strategi koping
adalah usaha secara kognitif dan perilaku untuk
mengurangi, mengatasi, atau melakukan toleransi terhadap tuntutan internal dan
eksternal yang terjadi karena adanya transaksi dengan lingkungan yang penuh
stres. Strategi koping
dapat dibagi menjadi dua yaitu
problem focuscopingdan
emotion focus coping. Problem focuscoping
yaitu usaha individu secara aktif
mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi
yang menimbulkan stres.
Emotion focus coping, di mana individu melibatkan
usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan
dampak yang akan ditimbulkan oleh situasi yang penuh tekanan (Lazarus &
Folkman dalam Hanoum, 2014).
tersebut. Permasalahan dan tekanan disebabkan dari masalah relasi, ekonomi,
dan emosi negatif akibat perjudian suami.
Penelitian ini penting dilakukan karena selain mengalami dampak negatif
istri juga memiliki beberapa peranan sesuai dengan tugas pernikahan. Adapun
tugas dan tanggung jawab selain sebagai istri, yaitu istri juga berperan sebagai
partner
hidup pasangannya, berperan sebagai
partnerseks, peranan istri
sebagai pengatur rumah tangga, dan peranan istri sebagai ibu dan penididik
(Kartono, 1992). Selain itu, penelitian mengenai strategi koping yang telah
dilakukan cenderung kurang memaparkan dampak dari strategi koping yang
telah digunakan dan peneliti juga belum menemukan strategi koping yang
dikaitkan dengan perjudian sehingga peneliti menjadi tertarik melakukan
peneletian mengenai strategi koping istri yang memiliki suami penjudi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah peneliti jabarkan tersebut,
rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran dan dampak
dari strategi koping istri yang memiliki suami penjudi di Bali, dalam
menghadapi segala permasalahan dan tekanan yang ditimbulkan dari perjudian
suami.
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
gambaran dan dampak dari strategi koping istri yang memiliki suami penjudi di
Bali, dalam menghadapi segala permasalahan dan tekanan yang ditimbulkan
dari perjudian suami.
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis dan
praktis.
1. Manfaat Teoritis
a.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan literatur bagi ilmu
pengetahuan dibidang psikologi klinis dan psikologi wanita, mengingat
penelitian ini membahas mengenai cara seorang wanita dalam
menghadapi permasalahan dan tekanan akibat dari perjudian suami.
b.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi ilmu
mengingat topik yang diangkat berkaitan dengan budaya yang terjadi di
suatu daerah tertentu.
2. Manfaat Praktis
a.
Bagi para istri yang memiliki suami penjudi
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai bentuk dan
dampak strategi koping istri dalam menghadapi permasalahan dan
tekanan yang ditimbulkan dari perjudian suami. Selain itu, dapat
memberikan gambaran mengenai sejauh mana strategi koping yang
digunakan memberikan kontribusi dalam menghadapi permasalahan
tersebut.
b.
Bagi suami yang suka berjudi
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat menyentuh hati para suami
penjudi agar lebih memperdulikan istri, anak, dan keberlangsungan
keharmonisan keluarganya.
c.
Bagi masyarakat (khususnya di Bali)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka pandangan masyarakat
bahwa perjudian dapat memberikan dampak negatif pada keluarga. Di
sisi lain, diharapkan dapat menyadarkan masyarakat agar melaksanakan
upacara keagamaan sesuai dengan ajaran agama.
d.
Bagi penegak hukum
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan memaparkan tinjauan teoritis mengenai strategi koping dan
perjudian yang ada di Bali. Pada awalnya penulis akan menjelaskan strategi koping
yang meliputi definisi, jenis, bentuk, dan faktor-faktor yang memengaruhi
seseorang dalam melakukan strategi koping, serta hasil dari koping. Berikutnya
peneliti akan menjelaskan definisi perjudian secara umum, unsur-unsur yang
terdapat di dalam perjudian, faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk
melakukan perjudian, dan dampak-dampak perjudian. Selanjutnya peneliti akan
menjelaskan fenomena perjudian yang ada di Bali. Tahap berikutnya peneliti akan
menjelaskan bagaimana keadaan istri di Bali dan suami penjudi di Bali. Pada
bagian akhir peneiti akan menjelaskan celah penelitian dalam penelitian ini dan
peneliti akan menjelaskan bagaimana dinamika strategi koping istri yang memiliki
suami penjudi di Bali.
A.
Strategi Koping
Carver dkk (1989) mengembangkan aspek-aspek strategi koping menjadi lebih
konkrit dan spesifik.
1.
Definisi Strategi Koping
Menurut Compas dkk (2001), koping merupkan suatu respon dalam
menghadapi stres meliputi kehendak atau upaya secara sadar untuk mengatur
emosi, kognisi, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang menimbulkan stres.
Sedangkan menurut Lazarus dan Folkman (1984), koping adalah proses
mengelola tuntutan baik bersifat internal dan ekternal yang melebihi
kemampuan individu. Upaya mengelola terdiri dari menguasai, menoleransi,
mengurangi, dan meminimalkan tuntutan eksternal dan internal. Proses koping
merupakan proses yang dinamis karena adanya serangkaian transaksi antara
orang yang memiliki sumber daya dengan lingkungan yang menekan. Dalam
prosesnya, individu mencoba untuk mengelola jarak antara tuntutan dengan
kemampuan yang dimilikinya (Sarafino & Smith, 2011). Proses koping ini
dipengaruhi oleh perkembangan biologis, kognitif, sosial-emosional, dan
tingkat perkembangan dari sumber daya yang dimiliki.
kemampuan dari individu serta dalam pengelolaannya meliputi pengelolaan
kognisi, perilau, emosi, dan lingkungan.
Konsep strategi koping pada umumnya digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara stres dengan tingkah laku individu dalam menghadapi
berbagai tuntutan yang menekan dari lingkungannya. Menurut Lazarus dan
Folkman (1984), strategi koping merupakan suatu proses mengelola tuntutan,
baik yang bersifat eksternal maupun internal yang dinilai melampaui
kemampuan seseorang. Lebih jauh, strategi koping adalah usaha secara kognitif
dan perilaku untuk mengurangi, mengatasi, atau melakukan toleransi terhadap
tuntutan internal dan eksternal yang terjadi karena adanya transaksi dengan
lingkungan yang penuh stres. Oleh karena itu, strategi koping bisa berupa
pikiran, perasaan, sikap, maupun perilaku individu dalam usahanya untuk
mengatasi, menahan atau menurunkan efek negatif dari situasi yang
mengancam (Baron & Byrne dalam Nurhayati, 2006).
2.
Bentuk Strategi Koping
Lazarus dan Folkman (1984), membagi strategi koping menjadi dua bentuk,
yaitu
a.
Problem Focus Coping (PFC)Usaha yang dilakukan oleh individu diarahkan untuk menyelesaikan
masalah dengan cara mengambil langkah-langkah untuk mengurangi situasi
yang menekan. Maka dengan demikian
problem focus coping (PFC)cenderung digunakan apabila individu percaya bahwa tuntutan dari situasi
yang menekan dapat diubah dengan menggunakan kemampuan dan sumber
daya yang dimiliki.
Adapun beberapa aspek-aspek dari
problem focus coping (Lazarus &
Folkman dalam Taylor, 1999)
,yaitu
1. Confrontative coping
Usaha secara agresif yang dilakukan oleh individu untuk mengubah
situasi dengan adanya keberanian untuk mengambil risiko
2. Seeking social support
Usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh informasi dan
mencari dukungan emosional untuk mendapatkan kenyamanan
3. Planful problem solving
Usaha yang dilakukan individu untuk memikirkan rencana berupa
tindakan untuk mengubah dan memecahkan masalah dari situasi yang
dihadapi
b.
Emotion FocusedKoping
(EFC)menghadapi atau mengatur tekanan-tekanan emosi yang dirasakan. Bentuk
usaha yang dilakukan terdiri dari proses kognitif, meliputi usaha untuk
mengurangi tekanan emosi, meminimalkan, menjauhi, menghindari,
memberikan perhatian yang selektif pada emosi yang muncul, melakuakan
pertimbangan yang positif, dan memperoleh penilaian yang positif dari
sitausi yang menekan. Maka
emotion focus coping (EFC)tidak berfokus
untuk mengubah situasi secara objektif, melainkan berusaha untuk mengatur
respon emosional terhadap situasi yang menekan.
Adapun beberapa aspek-aspek dari
emotion focus coping (EFC) (Lazarus & Folkman dalam Taylor, 1999)
,yaitu
1. Distancing
Usaha yang dilakukan oleh individu dalam menggambarkan upaya-upaya
untuk melepaskan diri dari masalah, situasi yang menekan, atau sumber
dari stres.
2. Positive reappraisal
Usaha yang dilakukan oleh individu untuk menemukan makna yang
positif terhadap pengalaman dengan berfokus pada perkembangan
pribadi.
3. Accepting responsibility
4. Escape/avoidance
Usaha yang dilakukan oleh individu untuk menghindari atau melarikan
diri dari sitausi yang dihadapi atau usaha untuk menggambarkan pikiran
dan keinginan yang ingin dicapai.
5. Self control
Usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengatur perasaan dan
tindakan dalam menghadapi sitausi yang menekan.
3.
Aspek dari Strategi Koping
Carver dkk (1989), menggembangkan strategi koping yang didasari
oleh Lazarus dan Foklman (1984), sehingga didapatkan 13 aspek strategi
koping yang spesifik. Terdapat 5 aspek strategi koping yang termasuk dalam
problem focus coping
(PFC) dan 8 aspek strategi koping yang termasuk
dalam
emotion focus coping(EFC). Aspek-aspek tersebut yaitu:
a.
Problem focus coping(PFC)
1. Active coping
(koping aktif), ditandai dengan mengambil
langkah-langkah aktif untuk mencoba menghilangkan atau menghindari stresor
atau untuk memperbaiki dampak yang ditimbulkan dari stresor.
Koping aktif termasuk memulai aksi secara langsung sebagai upaya
untuk menyelesaikan atau menghadapi masalah.
berpikir tentang langkah-langkah yang akan diambil, dan berpikir
mengenai cara terbaik untuk menangani permasalahan.
3. Suppression of competing activities
(menekan aktivitas persaingan),
ditandai dengan adanya usaha individu untuk mengurangi perhatian
pada aktivitas lain sehingga dapat memfokuskan diri pada
permasalahan yang sedang dihadapi.
4. Restraint coping
(menunggu waktu yang tepat untuk bertindak),
ditandai dengan usaha individu untuk menunggu waktu dan
kesempatan yang tepat untuk melakukan tindakan. Individu berusaha
untuk menahan diri sehingga tidak tergesa-gesa dalam bertindak.
5. Seeking social support for instrumental reasons
(mencari dukungan
sosial untuk alasan instrumental), ditandai dengan usaha individu
untuk mencari saran, bantuan, dan informasi dari orang lain yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.
b.
Emotion focus Coping(
EFC)
1.
Seeking social support for emotional reasons(mencari dukungan
sosial untuk alasan emosional), ditandai dengan usaha individu untuk
mencari dukungan moral, simpati, dan pemahaman dari orang lain
2.
Focusing on and venting of emotions(berfokus pada emosi dan
3.
Behavioral disengagement(pelepasan secara perilaku), ditandai
dengan adanya usaha individu untuk mengurangi atau menurunkan
interaksi dengan stresor
dan bahkan menyerah untuk menghadapi
situasi yang menekan
4.
Mental disengagement(pelepasan secara mental), ditandai dengan
adanya usaha dari individu untuk mengalihkan perhatian dari masalah
yang dialami dengan melakukan aktivitas-aktivitas lain, seperti
melamun, tidur, menonton tv, dan lain sebagainya.
5.
Positive reinterpretation(melakukan penilaian kembali secara
positif), ditandai dengan adanya usaha individu untuk mengelola
emosi yang menekan dan memaknai semua kejadian yang dialami
sebagai suatu hal yang positif dan bermanfaat.
6.
Denial(penyangkalan), ditandai dengan usaha individu untuk
menolak atau menyangkal kejadian sebagai suatu kenyataan yang
harus dihadapi
7.
Acceptance(penerimaan), ditandai dengan sikap individu untuk
menerima situasi, kejadian, dan peristiwa yang menekan sebagai suatu
kenyataan yang harus dihadapi
4. Hasil dari Koping
Peristiwa stres atau efek kesehatan yang merugikan dapat diimbangi,
dikelola, atau bisa diredam dengan menggunakan sumber daya internal yang
sukses yaitu koping strategi. Namun, koping dianggap tidak hanya sebagai
serangkaian proses yang terjadi sebagai reaksi terhadap masalah yang
ditimbulkan oleh stresor tertentu, tetapi juga sebagai upaya yang ditujukan
pada pencapaian tujuan tertentu (Cohen & Lazarus dalam Taylor, 1999).
Holahan dan Moos (1990) mempelajari pola koping dan hasil
psikologis lebih dari 400 orang dewasa di California selama periode 1 tahun.
Meskipun orang sering menggunakan beberapa metode koping dalam
menangani stresor, metode
problem focus copingdan mencari dukungan
sosial yang paling sering dikaitkan dengan penyesuaian yang
menguntungkan untuk menghadapi stres. Sebaliknya,
emotion focus copingMeskipun pada umumnya
problem focus copingmencoba untuk
mengubah situasi yang menekan, namun tidak selalu efektif untuk mengatasi
sumber dari stres. Hal ini dikarenakan ada beberapa situasi yang tidak bisa
dipengaruhi atau diubah oleh individu. Dalam kasus ini adanya kemungkinan
menggunakan
problem focus copinglebih menimbulkan dampak yang
berbahaya daripada dampak baiknya. Sebaliknya
emotion focus copingmungkin sebagai pendekatan lebih efektif yang dapat digunakan karena
meskipun individu tidak bisa menguasai atau mengubah situasi, namun
individu memiliki kemungkinan untuk mengontrol atau mencegah respon
dari emosi yang maladaptif (Auebach dalam Passer & Smith, 2009). Maka
emotion focus coping
digunakan saat seseorang benar-benar tidak memiiki
kontrol untuk mengubah situasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Strentz dan Auerbach (dalam
Passer & Smith, 2009), mengenai pelatihan karyawan dalam menghadapi
pembajakan maskapai, menunjukkan bahwa tidak ada strategi yang efektif
dalam segala situasi. Sebaliknya, efektivitas tergantung pada karakteristik
situasi, kesesuaian koping, dan keterampilan yang dimiliki. Orang cenderung
beradaptasi dengan baik terhadap tekanan kehidupan apabila mereka telah
mengusai berbagai teknik koping dan tahu bagaimana dan kapan harus
menerapkan teknik tersebut agar hasilnya lebih efektif.
memengaruhi dalam hubungan timbal balik yang terus berkembang. Adanya
perbedaan budaya dapat memengaruhi seseorang dalam melakukan strategi
koping. Secara khusus, strategi
problem focus copingyang bertujuan untuk
mengatasi atau mengurangi sumber stres cenderung dilakukan di Negara
Eropa karena orang-orang cenderung menganut budaya individualis,
sedangkan
emotion focus copingcenderung dilakukan di Negara Asia kerena
orang-orang cenderung menganut budaya kolektif (Chun, Moos, & Cronkite,
2006).
Orang-orang dengan orientasi kolektif cenderung melakukan koping
yang bersifat pasif atau penghindaran karena kecenderungan mereka untuk
menilai stres sebagai ancaman, sedangkan orang-orang dengan orientasi
lebih individualistis cenderung terlibat dalam koping yang lebih aktif untuk
mengatasi masalah karena menilai stres sebagai suatu tantangan. Perbedaan
tujuan koping dan motivasi juga akan memengaruhi pilihan strategi koping
yang akan dilakukan. Bagi orang-orang yang berorientasi individualistik
cenderung menempatkan prioritas yang lebih besar pada pengendalian
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka, sedangkan
orang-orang dengan orientasi kolektif cenderung menempatkan prioritas yang lebih
besar untuk meminimalkan kerugian sehingga upaya koping cenderung
diarahkan untuk melindungi hubungan interpersonal dan sumber daya
lainnya (Chun, Moos, & Cronkite, 2006).
problem focus coping
atau
emotion focus copingyang paling baik, tepat,
efektif, atau berkontribusi dalam menyelesaikan atau mengurangi tuntutan
yang menekan. Maka secara umum menurut psikolog kesehatan, koping
yang berkontribusi mengacu pada beberapa tugas koping, yaitu dapat
mengurangi atau menghilangkan stres, toleransi atau menyesuaikan diri
dengan peristiwa negatif atau realitas, mempertahankan citra diri yang
positif, menjaga keseimbangan emosi, melanjutkan hubungan yang
memuaskan dengan orang lain, meningkatkan kemungkinan pemulihan jika
ada yang sakit, menjaga fisiologis, neuroendokrin, dan kekebalan tubuh.
Kriteria lain dari koping yang sukses adalah seberapa cepat orang dapat
kembali pada kegiatan sebelum ia mengalami setres, (Karatsoreos &
McEwen dalam Taylor, 2011). Apabila tugas-tugas tersebut berhasil
dilakukan, maka dapat dikatakan orang tersebut telah melakukan koping
dengan cukup baik dan sukses.
5.
Faktor-faktor Yang Dapat Memengaruhi Strategi Koping
Lazarus dan Folkman (dalam Huffman, Verno, & Vernoy, 2000),
membagi beberapa faktor yang dapat memengaruhi koping, yaitu
health and energy, positive beliefs, problem-solving skills, internal locus of control,a. Health and Energy
(Kesehatan dan Energi)
Semua stresor menyebabkan beberapa perubahan psikologis. Oleh
karena itu, kesehatan individu secara signifikan dapat memengaruhi
kemampuan seseorang dalam melakukan koping. Orang-orang yang kuat
dan sehat memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melakukan koping.
Billings dan Moos (dalam Nurhayati, 2006), juga menyatakan bahwa
kesehatan merupakan sesuatu yang penting karena dalam usaha mengatasi
stres, individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.
b. Positive Beliefs
(Keyakinan Positif)
Citra diri yang positif dan sikap positif menjadi sumber utama
koping. Penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya harga diri seseorang
dapat mengurangi beberapa kecemasan yang disebabkan oleh peristiwa
yang menekan (Greenberg et al., 1989). Selain itu, dapat membuat
seseorang bertahan dalam menghadapi rintangan yang berat. Menurut
Lazarus dan Folkman, harapan dapat berasal dari kepercayaan diri, yang
dapat memungkinkan seseorang untuk merancang strategi kopingnya
sendiri. Misalnya, kepercayaan pada orang lain, seperti percaya dengan
dokter atau Tuhan dirasa dapat memberikan hasil yang positif.
c.Internal Locus of Control
(Strickland, 1978). Penelitian terbaru di China (Hamid & Chan, 1998), dan
Belgia (DeBrabander, Hellermans, Boone, & Gertis, 1996) menunjukkan
hubungan antara
psychological stressdan
locus of control. Para peneliti
menemukan bahwa pengusaha dan pelajar yang memiliki
internal locusyang lebih tinggi memiliki
psychological stressyang lebih rendah daripada
orang yang memiliki
external locusyang tinggi. Orang dengan
external locus of controlcenderung merasa tidak berdaya untuk mengubah keadaan
mereka. Misalnya, ketika dihadapkan dengan penyakit parah, orang dengan
internal locus of control
lebih mungkin untuk mengumpulkan informasi
tentang penyakit mereka dan tetap pada program pemeliharaan kesehatan
jika dibandingkan dengan orang yang memiliki
external locus of control(Wallston, Maides, & Wallston, 1976).
d. Social Skills
(Ketrampilan Sosial)
kebutuhan
dan
keinginan,
meminta
bantuan
ketika
seseorang
membutuhkannya, dan mengurangi permusuhan dalam situasi ketegangan.
e.Social Support
(Dukungan Sosial)
Dukungan sosial dapat menahan efek dari situasi yang menekan,
seperti perceraian, kehilangan orang yang dicintai, penyakit kronis,
kehamilan, kehilangan pekerjaan, dan kelebihan beban kerja (Winnubst,
Buunk, & Marcelissen, 1988). Ketika seseorang dihadapkan dengan situasi
penuh stres, teman-teman dan keluarga dapat membantu dalam
memberikan stabilitas untuk mengimbangi perubahan dalam hidup orang
tersebut. Orang dengan masalah tertentu, dukungan kelompok bisa sangat
membantu seseorang dalam melakukan koping.
f.Material Resources
(Sumber Daya Material)
melakukan penilaian dan perencanaan yang matang sehingga cenderung
melakukan penghindaran terhadap masalah.
g.
Penilaian kognitif, meliputi penilaian individu terhadap masalah sehingga
dapat memengaruhi individu dalam pemilihan strategi yang akan digunakan
untuk mengatasi masalah. Selain itu, terdapat juga penilaian situasi,
meliputi penilaian individu terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga
berpengaruh terhadap strategi koping yang akan digunakan. Hal ini
disebabkan karena pada dasarnya setiap individu akan selalu berusaha
menyesuaikan strategi yang akan digunakan dengan situasi yang
dihadapinya (Folkman dkk dalam Nurhayati, 2006).
Selain beberapa faktor di atas, masih ada beberapa faktor yang dapat
memengaruhi seseorang dalam melakukan koping, faktor tersebut meliputi
(Billings & Moos dalam Nurhayati, 2006):
a.
Usia
Semakin matang usia yang dimiliki maka tahap dan perkembangan
seseorang akan memengaruhi pemilihan koping yang digunakan,
karena semakin bertambah umur menunjukkan semakin matang
seseorang dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dan semakin
baik koping yang digunakan.
b. Jenis Kelamin
perempuan lebih dominan untuk melakukan koping karena didukung oleh
sumber daya sosial yang dimiliki oleh perempuan.
c.
Kesadaran emosional
Dengan menyadari emosi yang muncul maka seseorang dapat
menentukan koping yang akan digunakan sesuai dengan sumber daya atau
kemampuan yang dimiliki
d. Tingkat pendidikan
Orang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi lebih mungkin
mengembangkan koping yang lebih baik karena dapat melakuan proses
penilaian dengan lebih realistis dalam menanggapi masalah atau situasi
yang menekan.
B.
Perjudian
Pada sub bahasan ini, peneliti akan menjelaskan definisi perjudian secara
umum, menjelaskan unsur-unsur suatu aktivitas dikatakan perjudian, dan faktor
yang memengaruhi orang melakukan perjudian, serta pada bagian akhir akan
memaparkan dampak-dampak yang ditimbulkan dari perjudian. Berikut adalah
penjelasan dari sub bahasan ini:
1.
Definisi Perjudian
permainan yang mengandung unsur taruhan dan untung-untungan untuk
memperoleh kemenangan yang dilakukan oleh orang-orang yang turut bermain
ataupun berlomba. Dali Mutiara (dalam Kartono, 2007) menyatakan bahwa
permainan judi harus diartikan dengan arti yang luas, juga termasuk segala
pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pertandingan atau segala pertaruhan
dalam perlombaan yang diadakan antara dua orang yang ikut mapun tidak ikut
dalam pertaruhan maupun perlombaan tersebut. Perjudian dapat dikatakan
sebagai adu nasib dalam bentuk permainan yang bersifat untung-untungan
dengan berbagai macam taruhan dengan sejumlah uang di dalamnya (Saputra &
Syani, 2013).
Perjudian merupakan permainan yang bertujuan untuk mendapatkan
sesuatu hal yang bernilai lebih besar dengan melibatkan risiko dan
ketidakpastiaan di dalamnya (Ashley & Boehlke, 2012). Suatu hal dikatakan
perjudian apabila adanya partisipasi dan kesepakatan secara sukarela antara dua
pihak atau lebih untuk melakukan pertukaran uang atau barang yang bernilai dari
suatu peristiwa yang tidak pasti hasilnya (Blaszczynski, Walker, Sagris,
Dickerson, 1999). Kartono (2007) mengartikan perjudian merupakan pertaruhan
secara sengaja dengan mempertaruhkan sesuatu yang dianggap bernilai dan
menyadari adanya risiko, harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa
permainan, pertandingan, perlombaan, dan kejadian-kejadian yang tidak atau
belum pasti hasilnya.
lebih untuk mempertaruhkan sejumlah uang atau sesuatu yang dianggap bernilai
dengan menyadari segala risiko dan harapan untuk menang demi mendapatkan
sesuatu yang berlebih pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan,
perlombaan, dan kejadian yang belum pasti hasilnya.
2.
Perjudian Dalam Konsep Kesehatan Mental
Perjudian dalam DSM IV TR masuk dalam spektrum gangguan kontrol
impuls yang tidak dapat digolongkan pada kategori lain. Hal penting dari
gangguan kontrol impuls adalah kegagalan untuk menahan dorongan atau
godaan untuk melakukan tindakan yang berbahaya bagi diri sendiri atau orang
lain. Individu merasa mengalami peningkatan ketegangan atau gairah sebelum
melakukan tindakan dan kemudian mengalami kesenangan, kepuasan, atau
perasaan lega pada saat melakukan tindakan tersebut. Setelah melakukan
tindakan ini, individu mungkin tidak menyesal atau menyalahkan diri pada
perbuatan yang telah dilakukan. Ada beberapa gangguan yang masuk pada
spektrum ini yaitu
intermittent explosive disorder, kleptomania, pathological gambling, trichotillomania, impulse-control disorder not otherwise specified(American Psychiatric Association, 2000).
Gangguan kontrol impuls mencangkup gangguan
intermittent explosive,yakni ditandai dengan kegagalan untuk melawan impuls agresif yang
mengakibatkan serangan serius pada diri maupun perusakan barang-barang.
pribadi
. Pyromania,yakni ditandai dengan pola penggunaan api untuk
kesenangan
,kepuasan, atau untuk meringankan ketegangan.
Pathological gambling,yakni ditandai dengan perilaku perjudian yang berulang dan
terus-menerus dan cenderung maladaptif.
Trichotillomania,yakni ditandai dengan
perilaku menarik dan mencabut rambut sehelai demi sehelai secara berulang
untuk mendapatkan kesenangan
,kepuasan, dan meringankan tegangan yang
akhirnya mengakibatkan kehilangan rambut.
Impulse-control disorder not otherwise specified,yakni termasuk dalam gangguan kontrol impuls yang tidak
memenuhi kriteria dari salah satu gangguan kontrol impuls yang spesifik.
Gangguan
pathological gambling, intermittent explosive, kleptomania, trichotillomania, impulse-control disorder not otherwise specifiedmasuk dalam
satu spektrum gangguan kontrol impuls karena adanya kesamaan mengenai
kegagalan untuk menahan dorongan atau godaan untuk melakukan tindakan
yang berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain.
3.
Unsur-unsur Perjudian
Ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi menurut
peraturan pemerintah Republik Indonesia, nomor 9, tahun 1984 (dalam
Haryanto, 2003), yaitu:
permainan karena boleh jadi mereka adalah penonton atau orang yang ikut
bertaruh terhadap jalannya sebuah permainan atau perlombaan.
2.
Untung-untungan, merupakan usaha untuk memenangkan permainan atau
perlombaan berdasarkan unsur spekulatif, kebetulan, untung-untungan.
Faktor kemenangan diperoleh karena kebiasan atau kepintaran pemain yang
sudah sangat terbiasa atau terlatih.
3.
Ada taruhan, dalam permainan atau perlombaan terdapat taruhan yang
dipasang oleh para pihak pemain atau bandar, baik dalam bentuk uang
ataupun harta benda lainnya, dan bahkan kadang istri pun bisa dijadikan
taruhan. Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk menentukan
apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan.
Dari uraian di atas maka jelas segala perbuatan yang memenuhi ketiga unsur
di atas dapat digolongkan sebagai perbuatan judi.
3.
Faktor-faktor Perjudian
Adapun beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan perjudian
(Saputra & Syani, 2013), yaitu
a.
Faktor sosial dan ekonomi
b.
Adanya tekanan dari teman-teman, kelompok, lingkungan untuk
berpartisipasi dalam perjudian. Tekanan kelompok membuat individu
merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompok
atau apa yang sering terjadi di lingkungan tersebut.
c.
Faktor keingintahuan
Faktor belajar atau keingintahuan terhadap hal-hal yang menjadi topik
hangat pembicaraan di masyarakat mendorong seseorang untuk melakukan
judi. Pelaku beranggapan bahwa siapapun bisa menang termasuk dirinya
sehigga muncul rasa penasaran untuk melakukannya berulang kali.
d.
Persepsi tentang kemenangan
Peluang dalam meraih kemenangan cenderung dianggap keliru dengan
kemungkinan meraih kemenangan. Dalam hal ini, penjudi sering
mengaggap bahwa kemenangan atau kebehasilan dalam permainan judi
adalah keterampilan yang dimiliki oleh dirinya.
e.
Faktor persepsi terhadap keterampilan
Individu menganggap bahwa judi adalah aktivitas menarik dan
menyenangkan sehingga memunculkan keinginan untuk memperoleh
penghargaan dari lingkungan.
4.
Dampak-dampak Perjudian
mencuri. Harta kekayaan dan semua warisan, bahkan juga anak dan istrinya
habis dipertaruhkan di meja judi. Sebaliknya apabila menang berjudi, maka hati
menjadi senang sehingga sifatnya sangat royal, boros, tanpa pikir, dan lupa
daratan. Berjudi bisa merangsang orang untuk berbuat kriminal, seperti
mencuri, merampok, merampas, korupsi, menggelapkan kas Negara, dan
melakukan macam-macam tindakan asusila lainnya. Kebiasaan berjudi
mengkondisikan mental individu menjadi ceroboh, malas, mudah berspekulasi,
dan cepat mengambil risiko tanpa pikir panjang.
Masalah judi mengacu pada situasi di mana aktivitas perjudian dapat
membahayakan pemain, keluarganya, pasangan, dan mungkin meluas ke
masyarakat (Dickerson dalam Swift dkk, 2005). Adapun dampak lain yang
ditimbulkan dari tindakan perjudian yaitu:
a.
Dampak pada masyarakat
Menurut hasil dari beberapa penelitian, perjudian dapat memicu para
pelaku melakukan pelanggaran hukum, seperti penipuan, pencurian,
pemalsuan,
penggelapan,
dan
perusakan
barang-barang
untuk
mempertahankan tindakan perjudian (Blaszczynski dkk, 1999; Swift dkk,
2005).
b.
Dampak untuk pelaku
gagal bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban. Di sisi lain, jika kalah
dari perjudian membuat pelaku menjadi mudah stres dan depresi, seperti
mudah melamun, berbicara sendiri, bahkan hingga mabuk-mabukan,
sedangkan jika menang dari perjudian akan membuat pelaku menjadi
bermalas-malasan dalam bekerja karena beranggapan bahwa uang dapat
diperoleh dengan mudah di meja perjudian (Saputra & Syani, 2013).
c.
Dampak pada keluarga
Berdasarkan penelitian dari Ferland dkk (2008), perjudian dapat
membuat relasi di dalam keluarga menjadi tidak baik, seperti kurang
memiliki waktu bersama keluarga dan kurang melakukan kegiatan bersama
keluarga. Perjudian juga menimbulkan masalah finansial di dalam keluarga,
misalnya, menumpuknya utang, meningkatnya pengeluaran, kehilangan
pendapatan, hilangnya tabungan, dan aset berharga karena hal-hal tersebut
digunakan untuk membayar utang-utang dari perjudian. Hal ini
menyebabkan terganggunya hubungan interpersonal karena pelaku sering
berbohong, tidak jujur, tidak tulus, tidak bertanggung jawab untuk memberi
nafkah, tidak mampu mengontrol emosi sehingga mudah marah dan
menimbulkan percekcokan, dan lain sebagainya (Swift dkk, 2005). Hal ini
memicu ketegangan-ketegangan dalam rumah tangga, seperti ancaman
untuk berpisah dan bercerai
kesehatan, biaya makan sehari-hari, biaya tagihan seperti tagihan listrik dan
pajak. Di sisi lain, keluarga juga merasa malu terhadap utang-utang dan
permasalahan yang ditimbulkan dari perjudian. Hal ini dapat memicu
ketegangan
fisik
dan
emosional
keluarga
sehingga
terjadinya
ketidakharmonisan dalam hubungan rumah tangga karena terjadinya
ketidakseimbangan hak dan kewajiban yang diterima (Nengsih, 2014).
d.
Dampak pada pasangan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Swift dkk (2005),
pasangan dari penjudi mengalami beberapa tegangan-tegangan fisik dan
emosi yang ditimbulkan dari perilaku pasangannya. Tegangan-tegangan
dapat dipicu dari masalah ekonomi, masalah kesehatan, masalah relasi, dan
harapan yang dimiliki oleh pasangan. Masalah ekonomi ditimbulkan karena
suami kurang menafkahi pasangannya sehingga menyebabkan pasangannya
bekerja. Masalah finansial dapat memicu kesulitan lainnya, seperti kesulitan
untuk memenuhi biaya hidup, biaya rumah tangga, biaya anak, dan biaya
tagihan sosial dan kesehatan. Istri juga sering berkorban dengan merelakan
uang dan menjual aset berharga demi membayar utang-utang yang
ditimbulkan dari tindakan perjudian. Selain itu, istri juga kerap merasa
cemas karena sering ditelepon dan didatangi oleh orang-orang penagih
utang.
yang dimiliki. Berbohong juga dapat mengikis kepercayaan dalam
hubungan mereka sehingga menyebabkan kemarahan, stres, frustasi,
depresi, keinginan untuk merokok, mengkonsumsi alkohol dan bunuh diri,
serta keinginan untuk berpisah atau bercerai. Perjudian juga menimbulkan
masalah kesehatan, seperti masalah gangguan tidur, insomnia, sakit kepala,
migren, gangguan pada perut, dan lain sebagainya. Masalah ini muncul
karena tekanan-tekanan finansial dan psikologis yang dialami oleh para istri
(Blaszczynski dkk, 1999; Swift dkk, 2005).
Istri cenderung merasa stres, marah, depresi sehingga ingin bunuh
diri, merokok, dan mengkonsumsi minuman beralkohol, perasaan takut,
malu, was-was terhadap utang dan masa depan keluarga. Istri juga
merasakan perasaan bersalah dan tertekan karena tidak dapat mencegah
suami untuk berjudi, merasa kesepian karena tidak memiliki teman atau
keluarga untuk berbagi, dan merasa menyesal karena menikah dengan
penjudi (Swift, 2005). Selain itu, istri mungkin mengalami kekerasan di
dalam rumah tangga, misalnya dipukul atau diberi kata-kata kasar sehingga
memicu pertengkaran (Suada, 2013).
e.
Dampak pada anak
emosi sehingga menyebabkan perilaku-perilaku yang menyimpang,
misalnya mulai mencoba merokok, mencoba minum-minuman beralkohol,
menurunnya produktivitas di sekolah, dan bahkan meniru untuk melakukan
perjudian (Oei & Gordon, 2007).
C.
Fenomena Perjudian di Bali
Dalam sub bahasan ini, peneliti akan memberikan gambaran mengenai
keadaan perjudian di Bali, pelaku dari tindakan perjudian, dan kapan saja perjudian
tersebut dilakukan. Selain itu sub bahasan ini, juga akan membedakan kapan
tajendikatakan sebagai salah satu ritual keagamaan dan kapan
tajendikatakan sebagai
tindakan perjudian. Berikut adalah uraian dari masing-masing bahasan:
1.
Perjudian di Bali
Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang dikenal dengan beragam
budaya dan tradisi yang dimilikinya. Keunikan tersebut menjadi ciri khas pulau
ini sehingga tidak salah jika bentuk-bentuk kebudayaan dan tradisi telah
mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Bali. Dari sekian banyaknya
tradisi yang ada di Bali,
tajenmerupakan salah satu tradisi yang memiliki
keunikan karena sering dijadikan
“kedok”
untuk melakukan perjudian (Ajie,
2013).
Pada umumnya, perjudian di Bali berbeda dengan perjudian yang ada di
menyebut perjudian dengan istilah
tajen. Pada mulanya
tajenadalah salah satu
bagian dari ritual keagamaan (
tabuh rah), namun saat ini
tajensebagai salah satu
ritual keagamaan telah di dwi-purnakan sehingga menjadi
tajensebagai ajang
perjudian.
Tabuh rahadalah taburan darah binatang korban yang dilaksanakan
dalam rangka upacara agama (
yajnya).Persembahan ayam sebagai ritual
tabuh rahyang berintikan pada pembunuhan ayam agar darahnya menetes ke tanah
sehingga
tabuh rahmemaknai ayam sebagai
tajen. Artinya, orang berdalih
daripada ayam dibunuh sendiri agar darahnya menetes maka lebih baik diadu,
dilengkapi dengan
tajisehingga terjadinya
tabuh rahsebagai
tajen. Namun,
tabuh rah
sebagai
tajententu kurang bersemangat jika tidak disertai dengan
taruhan atau
toh. Apabila demikian, tidak mengherankan jika
tabuh rahsebagai
tajen