• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil data dari proses wawancara, dapat disimpulkan bahwa ketiga informan mengalami permasalahan yang sama akibat dari perilaku suami yang gemar berjudi. Permasalahan tersebut meliputi bentuk perilaku suami yang tidak bertanggung jawab, permasalahan relasi, permasalahan ekonomi, keadaan yang mampu menimbulkan stres, symptom fisik yang diakibatkan dari situasi yang menekan. Dari semua permasalahan tersebut ketiga informan juga melakukan cara atau langkah berupa strategi koping untuk menghadapi permasalahan tersebut. Strategi koping merupakan usaha secara kognitif dan perilaku untuk mengurangi, mengatasi, atau melakukan toleransi terhadap tuntutan internal atau eksternal yang terjadi karena adanya situasi yang menekan, bisa berupa pikiran, perasaan, sikap, atau perilaku. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti akan membahas strategi koping berdasarkan permasalahan yang dialami oleh ketiga informan. Berikut gambaran strategi koping yang dilakukan oleh ketiga informan dalam menghadapi permasalahannya:

a. Permasalahan Relasi

Relasi merupakan suatu hubungan antara dua individu atau lebih yang saling memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku. Permasalahan relasi yang dimaksudkan dalam tema ini adalah permasalahan yang ditimbulkan dari perilaku suami yang gemar berjudi sehingga dapat memberikan pengaruh negatif pada hubungan pernikahan suami istri, hubungan orangtua dengan anak, hubungan dengan anggota keluarga lainnya. Dampak negatif pada hubungan suami istri meliputi ketidakpuasan terhadap keadaan rumah tangga, kurangnya keterbukaan suami sehingga berkurangnya kepercayaan istri terhadap suaminya, dan sulitnya mencari perhatian dan waktu suami karena waktu dan perhatiannya sudah teralihkan pada perjudian. Permasalahan yang berkaitan dengan hubungan orangtua dengan anak, meliputi sulitnya mendapatkan waktu dan perhatian dari ayah sehingga anak sering merindukan ayahnya. Bahkan membuat anak tidak memiliki figur ayah sebagai panutan. Jarangnya waktu yang diluangkan suami untuk keluarganya membuat keluarga jarang berkumpul bersama.

Ketiga informan sama-sama merasa bahwa suami tidak memperdulikan keluarga. Waktu yang dimiliki suami lebih banyak dialokasikan untuk berjudi. Perjudian ini juga membuat suami pulang tidak menentu dan bahkan pernah membuat suami tidak pulang ke rumah beberapa hari. Perilaku suami yang jarang meluangkan waktu untuk keluarga membuat istri merasa kurang diperhatikan dan kurang mendapatkan kasih sayang dari suaminya. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Ya itu kurang kasih sayang, kurang perhatian, jadinya dia karena ter eee waktunya dia lebih banyak di luar soalnya”.

(Informan III, line 379-381).

Demi mengatasi hal tersebut, informan I dan II sama-sama berusaha melakukan problem focus coping untuk menghadapi permasalahan. Kedua informan akan menelepon suaminya, namun suami tetap tidak menghiraukan sehingga informan melakukan emotion focus coping untuk mengurangi tekanan emosi. Informan III cenderung menyibukkan diri dengan memikirkan anak, sedangkan informan II memilih untuk pergi jalan-jalan dan bertukar pesan di sosial media, informan I akan membiarkan suami. Respon yang dilakukan oleh ketiga informan cukup mampu membuat keadaan perasaan informan menjadi lebih lega dan tenang, namun tidak membantu membuat suami tersadar. Perilaku suami yang tidak berubah membuat informan II merasa lelah dan informan I merasa kecewa sehingga akan mendiamkan perilaku suaminya. Saat ini informan III mengatakan terbiasa dengan perilaku negatif suami. Hal ini dapat dipengaruhi dari proses adaptasi yang telah dilalui oleh informan III, mengingat informan sudah tinggal selama 19 tahun dengan suaminya. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Gak terlalu memikirkan untuk kesana ya, intinya untuk itu aja sih

sebenernya untuk menyibukan diri terus. Ee terutama sih buat giniin anak aja sih sebenernya ibu, gak mikirin untuk kesana, gimana cara cari perhatian suami gak ada dah, sekarang intinya ibu gimana

caranya biar bisa giniin anak, ngurus anak gitu aja”. (Informan III,

line 401-405)

Selain mempermasalahkan perilaku suami yang tidak memperdulikan keluarga, secara personal informan I dan II juga mempermasalahkan perilaku suaminya yang tidak jujur dan terbuka. Suami dari informan I tidak jujur

dengan jumlah nominal dari kekalahan dan kemenangan saat berjudi. Informan kerap mendengar dari orang lain tentang jumlah kekalahan dari suaminya. Informan II juga merasa suaminya kurang terbuka pada kegiatan yang dimilikinya. Seringnya suami menghabiskan waktu di luar rumah hingga suami tidak pulang selama beberapa hari membuat informan II mulai kehilangan kepercayaan pada suaminya. Informan mulai mencurigai suaminya menjalin hubungan spesial dengan wanita lain. Informan memiliki kecurigaan ini disebabkan dari ketidaksengajaan informan melihat pesan (sms) di telepon suami. Namun informan tidak mengetahui apakah hubungan tersebut serius atau hanya sekedar candaan. Informan tidak berani terlalu menanyakan kepada suami karena takut bahwa dugaannya salah. Selain itu, informan juga takut hal tersebut akan memicu pertengkaran dengan suami. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Biasanya kalau kalau kalah bilang kalau menang bilang tapi dia tidak jujur, kalau menang segini bilangnya paling lebih

sedikit dia bilang”. (Informan I, line 119-122)

“Atau dia ada ini diluar juga gak tau. Kayak perempuan lain juga gak tau kan”. (Informan II, line 462-463)

Demi menghadapi permasalahan tersebut, maka informan I akan melakukan problem focus coping untuk mencegah dampak negatif dari ketidakjujuran suaminya. Informan I akan memeriksa pakaian suami dan mengambil uang yang dimiliki suami. Hal ini dilakukan informan karena suami sering tidak jujur dengan jumlah uang yang dimilikinya.

Hal berbeda ditunjukkan oleh informan II, saat informan mencurigai suaminya memiliki hubungan spesial dengan wanita lain maka informan II

cenderung melampiaskan emosinya secara langsung dengan cara marah-marah pada suami. Informan mengatakan merasa sangat marah-marah karena merasa sakit hati, stres, dan depresi akibat perilaku suaminya. Walau kedua informan melakukan koping yang berbeda namun dampak yang ditimbulkan dari koping tersebut tetap sama, yaitu kedua informan sama-sama merasakan emosi positif, informan I merasa senang dan informan II merasa lebih lega setelah melapiaskan emosi. Namun koping yang dilakukan tidak membantu untuk mengubah perilaku negatif suami. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Ya marah lah biasalah berantem-berantem orang berumah

tangga kan tapi tidak berpengaruh pada dia”. (Informan II, line

470-472)

“Dapat keluar aja, mau di dengerin mau dia engga yang penting dikeluarin aja. Setelah keluar aja gimana perasaannya? Lebih

lega sedikit”. (Informan II, line 474-476)

Permasalahan relasi yang dimiliki oleh ketiga informan membuat hubungan di dalam rumah tangga tidak berjalan baik karena beberapa kali terjadinya konflik. Akibat pertengkaran dan perilaku negatif suami, informan I pernah tidak saling sapa selama dua minggu dengan suaminya. Permasalahan relasi yang lebih kompleks dialami oleh informan II dan III sehingga para informan berkeinginan untuk bercerai. Demi menghadapi permasalahan ini informan mencoba melakukan penilaian positif karena merasa kasihan dengan anak yang masih kecil dan keadaan anak yang masih bersekolah. Informan II juga mengatakan bahwa dirinya belum siap jika harus berstatus janda. Informan II mengatakan malu jika harus berstatus janda

karena status janda sering dianggap sebagai sesuatu hal yang buruk di dalam masyarakat. Selain itu, informan II juga mengatakan bahwa melakukan perceraian di Bali cukup sulit karena terikat dengan ritual keagamaan. Hal ini membuat informan mengurungkan niatnya untuk bercerai dan berusaha melanjutkan hubungan rumah tangga demi masa depan anak. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Kalau dulu sih, kalau dulu belum terlalu apa namanya ibuk belum

memahami suami, pernah sih sampai pengen cerai ee dulu”.

(Informan III, line 300-302)

“Ada terutama sih mikirin anak ya. Mikirin anak aja kasian kan jadinya diurungkan lah niatnya untuk bercerai”. (Informan III,

line 745-746)

Tidak hanya para istri, anak juga mengalami permasalahan relasi yang diakibatkan dari ayah mereka yang dominan berjudi. Ketiga informan sama-sama mengutarakan bahwa akibat suami yang tidak memiliki waktu dan jarang pergi bersama keluarga membuat anak kurang dekat dan kurang mendapatkan kasih sayang dari ayahnya. Kurangnya waktu yang dimiliki suami untuk berada di rumah membuat anak jarang menjalin komunikasi dengan ayahnya. Kurangnya interaksi antara ayah dengan anaknya membuat anak merindukan ayahnya dan membuat anak tidak memiliki figur panutan.

Ketiga informan akan sama-sama menggunakan problem focus coping

saat menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan anak. Ketiga informan akan menggunakan pemecahan masalah secara langsung apabila anak mengalami permasalahan relasi dengan ayahnya. Informan akan menelepon atau meminta suami untuk pulang lebih cepat, informan juga akan meminta

kepada suaminya agar pergi jalan-jalan menghabiskan waktu bersama. Semua usaha ini dilakukan oleh informan agar anak tetap dekat dengan ayahnya, namun semua usaha tersebut tidak membuahkan hasil. Saat di telepon suami tidak mau mengangkat telepon tersebut dan suami juga menolak ajakan pergi berasama. Suami tetap saja pulang tidak menentu dan lebih memilih untuk berjudi. Hal tersebut mengakibatkan relasi anak dengan ayahnya tetap tidak dekat. Melihat dampak negatif tersebut, memunculkan emosi negatif pada informan II dan III. Emosi negatif tersebut berupa rasa marah dan kecewa. Tidak banyak hal yang bisa diperbuat oleh informan untuk mengelola emosi tersebut, informan II memilih diam walau tetap merasakan emosi negatif, sedangkan informan I dan III mengatakan sudah terbiasa dengan respon suami. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Karena terlalu sering dia judi, jadinya dia gak ada waktu untuk

anak, jadinya anaknya kurang kasih sayang dari bapaknya makanya anak-anak ibu kan agak gak gak terlalu dekatlah sama yang bapaknya”. (Informan III, line 356-359)

“Sebenernya sih ada, misalnya pas hari libur ibu minta dia anterin

jalan kek kemana gitu ya, hanya sekedar apa namanya jalan-jalan ya ibu misalnya seperti itu tapi kadang-kadang sih kadang sih hmm dia lebih memilih ke judi”. (Informan III, line 363-367).

b. Keadaan Stres

Dalam permasalahan ini akan membahas situasi-situasi yang dialami oleh ketiga informan, di mana situasi tersebut dapat menekan atau mengancam kesejahteraan psikologis dari ketiga informan. Situasi yang mengancam kesejahteraan tersebut dapat membuat informan mengalami stres. Stres dapat terjadi apabila individu merasa adanya perubahan dari

situasi yang normal menjadi situasi yang menekan karena adanya tekanan fisik maupun psikologis akibat dari adanya persepsi ketakutan atau kecemasan mengenai situasi tersebut. Stres merupakan bentuk interaksi antara individu dengan lingkugan yang dinilai sebagai sesuatu yang membebani atau melampui kemampuan yang dimiliki oleh individu sehingga dapat mengancam kesejahteraan individu tersebut (Lazarus dalam Lubis, 2009). Oleh sebab itu, stres merupakan suatu respon individu baik berupa kognitif, psikologis, fisiologis, maupun perilaku terhadap situasi yang muncul karena terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan dengan sumber daya yang dimilikinya.

Adapun bentuk tegangan psikologis yang dialami ketiga informan yaitu munculnya stres akibat dari adanya konflik dan beban pikiran sehingga memunculkan emosi negatif berupa rasa marah, sedih, kesal, kecewa, dan malu akibat perjudian suami. Keadaan stres ini dapat memunculkan reaski fisik negatif pada ketiga informan. Berikut uraian mengenai keadaan yang dialami oleh informan sehingga dapat mendorong terjadinya stres:

Pada mulanya ketiga informan sama-sama tidak menduga suami mereka gemar melakukan perjudian. Setelah menikah informan I dan III baru mengetahui bahwa suami mereka adalah seorang penjudi. Berbeda dengan informan II, informan telah mengetahui suaminya bisa berjudi sejak masa-masa berpacaran dulu, namun informan II tidak mengira bahwa suaminya adalah seorang penjudi yang parah. Mengetahui perilaku suami yang

dominan berjudi membuat ketiga informan merasa kecewa. Hal ini dibuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Terus terang kecewa ya kok setelah kawin baru tau dia itu berjudi,

apalagi keras juga judinya hmm gini, apa namanya hampir tiap

hari dominan judi daripada kerja”. (Informan I, line 48-51)

Saat mengalami emosi negatif ketiga informan lebih dominan melakukan cara penanganan yang berfokus untuk menurunkan tegangan emosi. Informan akan berdoa dan mengalihkan perhatiannya pada aktivitas lain apabila merasa kecewa. Informan I dan III akan merasa kecewa saat suami berjudi, melihat suami di rumah, dan suami tidak mau disuruh untuk berkegiatan di dalam masyarakat. Demi mengurangi perasaan kecewa maka informan akan mendoakan suami mereka. Informan III akan berdoa untuk membuat suaminya berhenti berjudi, sedangkan informan I akan mendoakan suaminya agar kalah berjudi. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

Hanya bisa berdoa mudah-mudahan dia cepat sadar dan tidak berjudi lagi. (Informan III, line 475-477).

Koping tesebut tidak dapat membantu untuk mengubah perilaku suami. Suami yang tidak berubah membuat informan mengalihkan perasaan kecewa dengan melakukan aktivitas lain berupa pergi ke tempat yang bisa untuk menenangkan diri, misalnya pergi ke rumah saudara atau jalan-jalan bersama anak. Koping tersebut dapat membuat informan melupakan masalah dan dapat membuat perasaan informan lebih tenang secara sementara. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Kalau perubahan suami sih gak ada, kalau untuk diri sendiri kalau pas di luar tu kan bisa melupakan masalah tapi kalau balik

lagi ke rumah liat suami timbul lagi rasa kecewa, benci gitu”.

(Informan I, line 64-67)

Perilaku suami yang gemar berjudi membuat informan merasa malu pada keluarga dan masyarakat sekitar. Informan merasa malu karena suaminya tidak memperdulikan keluarga, pulang tidak menentu, sering meminjam uang, sering berutang, menggadaikan barang, atau bahkan dicari oleh penagih utang.

Informan II dan III sama-sama merasa malu apabila suami mereka sering meminjam uang, informan II juga merasa malu apabila suami tidak mau terjun dalam kegiatan masyarakat. Kedua informan sama-sama melakukan usaha berfokus untuk memecahkan permasalahan secara langsung. Informan III akan membayarkan utang sedangkan informan II akan menasihati suaminya. Selain itu, informan II juga akan mengatakan suami sedang bekerja saat suaminya tidak berpartisipasi dalam kegiatan adat. Hal ini dilakukan informan agar tidak merasa malu jika bertemu orang-orang saat adanya kegiatan adat ataupun upacara.

Demi menghindari rasa malu saat bertemu dengan orang di desa, informan II akan berusaha memperlihatkan diri yang ceria walau dalam hati informan sangat malu dengan perilaku suaminya. Kedua informan melakukan koping berfokus menyelesaikan masalah agar mampu menjaga nama baik keluarga di depan orang lain. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Dari pada malu karena minjem di tetangga misalnya kalau

dia gak bisa bayar daripada ibu malu ya mendingan ya ya ter

terpaksa ibu bayarin”. (Informan III, line 565-567)

“Ya happy gimana ya kalau ketemu orang ceria kan hatinya sedih sebenerya, sedih dan malu itu kan beda tipis, malu suami

gak pernah ikut apa kegiatan gitu”. (Informan II, line 1052 -1055)

Sikap suami yang mengecewakan dan memberikan dampak negatif pada keluarga membuat informan I dan II merasa benci, kesal, dan marah. Ketiga informan akan marah saat suami kalah berjudi. Saat suami kalah berjudi dapat mimicu tindakan negatif suami, seperti meminjam uang dan menggadaikan barang sehingga membuat suami memiliki utang di beberapa tempat. Suami yang tidak memiliki uang dapat mendorong suami mencuri uang istrinya sehingga dapat merugikan keadaan keuangan yang dimiliki oleh informan. Hal ini dikarenakan informan harus membayarkan utang yang dimiliki oleh suaminya agar tidak merasa malu pada tetangga atau masyarakat sekitar. Dapat disimpulkan bahwa ketiga informan akan merasa marah saat suami kalah berjudi karena suami meminjam uang, menggadaikan barang, mencuri uang, dan memiliki utang di beberapa tempat. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Ooh oh kalau dia pas judi bilang apalagi bilang apalah kalah kalah gitu kan marah itu makin jadi gitu”. (Informan I, line

69-71)

Saat mengalami emosi marah, maka ketiga informan akan melakukan koping berfokus untuk mengurangi tekanan emosi. Informan III juga akan menggunakan koping untuk menghadapi permasalahan. Ketiga informan

akan memilih untuk tidak melakukan apapun apabila menghadapi permasalahan yang ditimbulkan dari kekalahan dan respon negatif suami. Menghadapi situasi tersebut informan cenderung diam untuk menghindari pertengkaran. Informan II dan III merasa lebih baik karena dapat menghindari pertengkaran, sedangkan informan I mengatakan ia tidak merasakan apapun karena terbiasa dengan respon suami marah-marah saat kalah berjudi. Koping yang dilakukan oleh ketiga informan tidak membantu mereka untuk mengubah perilaku negatif suami. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Dia sih gak ada, kalau diri bukman ya ada ya lebih lebih tenang lah, kalau kita ngomong kan jadi berantem, kalau di diemin kita juga makin ya walaupun tersiksa lebih baik diem, kalau ngomong

jadi pertengkaran kan lebih baik diem”. (Informan II, line 75-79)

“Ya biasa aja karena sering kalahnya daripada menangnya”.

(Informan I, line 218-219)

Informan II dan III juga akan melakukan koping yang berfokus untuk meyalurkan tegangan emosi secara langsung apabila menghadapi permasalahan yang diakibatkan dari perilaku suami menggadaikan barang, mencuri uang, meminjam uang sehingga memiliki utang. Kedua infoman akan menyalurkan tegangan emosi dengan cara memarahi suami, dan menangis untuk melegakan perasaan. Selain itu, informan II akan mengancam suami, melempar barang, memukul suami, dan akan menceritakan kekalahan suami pada mertuanya. Semua hal ini dilakukan informan untuk membantu melegakan tekanan perasaan yang dialami informan.

Berbeda dengan informan II, saat suami informan III marah-marah di rumah karena kalah berjudi maka informan akan menunggu waktu yang tepat untuk menanyakan kepada suami sehingga informan akan menanyakan keesokan harinya. Saat informan mengetahui penyebab perilaku suami karena kalah berjudi, maka informan akan menyindir perilaku suaminya. Dapat diketahui bahwa dari semua usaha yang telah dilakukan oleh ketiga informan, dapat membantu informan mengurangi tegangan emosi secara sementara, namun tidak berhasil mengubah perilaku negatif suami. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Ya melampiaskan lah barang tak gini lempar barang apalah

gitu”. (Informan II, line 171-172)

“Ya udah besoknya mungkin kalau setelah dia sadar baru ibu

tanya, apa menang kalah. Ee baru dia bilang kalah yaudah. Gitu aja, oh kalah yaudah besok nyari lagi yaudah gitu aja sih”. (Informan III, line244-247).

Selain karena adanya emosi negatif, ada beberapa situasi yang dapat membuat informan mengalami stres. Ketiga informan sama-sama mengalami tekanan akibat dari perilaku suami yang gemar berjudi. Penyebab masalah yang dapat menimbulkan stres berbeda-beda pada masing-masing informan, yakni informan III merasa stres akibat dari kekalahan suami sehingga berdampak negatif pada perekonomian keluarga. Sedangkan informan II merasa mengalami sakit hati dan tekanan batin hingga depresi akibat perilaku suaminya yang sering mengabaikan keluarga dan perjudian suami yang semakin buruk. Sedangkan informan I cenderung mencemaskan masa depan anaknya karena informan tidak bekerja dan suaminya justru lebih dominan

berjudi daripada bekerja. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Kalau dulu kita anggap belum bisa menerima, belum bisa

menerima eee kelakuannya dia gitu ee lagian juga ibu kan belum tau banyak tentang eee gimana sifatnya dia gitu, jadinya ya kalau dia misalnya judi gitu kalah jadinya kan ibuk agak setres”.

(Informan III, line 589-593)

Informan II dan III cenderung melakukan koping yang berfokus pada emosi saat menghadapi situasi yang menekan. Apabila stres yang diakibatkan dari perilaku suami selalu berjudi maka kedua informan akan mencari dukungan sosial dan pergi jalan-jalan demi meringankan tekanan emosi. Informan III akan bercerita kepada teman dan orangtuanya, sedangkan informan II akan bercerita pada mertua, keluarga, dan orang lain mengenai hal-hal yang dialaminya. Bercerita dan pergi jalan-jalan dapat membuat perasaan informan menjadi lebih tenang dan lega. Hal ini dubuktikan dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Ya cerita sih beban jadi berkurang gitu kan. Kalau kalau di diemin

sendiri, dipendam sendiri kayaknya tambah setres deh tambah ruet jadinya. Makanya lebih baik setiap ibu ada masalah lebih baik ya itu

curhat ke temen atau gak ke orangtua dah”. (Informan III, line 101 -105)

Perilaku suami informan II yang tidak kunjung berubah membuat informan mencari bantuan pada orang lain, misalnya meminta orang lain agar menasihati suami dan pergi ke “orang pintar” untuk meminta bantuan. Semua usaha yang dilakukan informan II tidak berhasil mengubah perilaku suami sehingga informan melakukan introspeksi diri mengenai dampak dari perilakunya. Informan II cenderung memikirkan dampak negatif pada anak apabila ia terus saja tertekan akibat dari perilaku siami. Hampir serupa

dengan informan II, informan III memilih bekerja agar dapat menghasilkan

Dokumen terkait