• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG TIDAK MEMILIKI ANAK (Studi di Kec. Pekalongan Lampung Timur) SKRIPSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UPAYA MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG TIDAK MEMILIKI ANAK (Studi di Kec. Pekalongan Lampung Timur) SKRIPSI."

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG TIDAK MEMILIKI ANAK

(Studi di Kec. Pekalongan Lampung Timur)

SKRIPSI

Diajukuan untuk Memenuhi Syarat dalam Mencapai Kelulusan dan Memperoleh Gelar Akademik S.H

Disusun Oleh:

Tanti Fatmawati NPM. 1602030069

Fakultas: Syariah

Jurusan: Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhshiyyah)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) METRO

1442 H/2021 M

(2)

UPAYA MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG TIDAK MEMILIKI ANAK

(Studi di Kec. Pekalongan Lampung Timur)

SKRIPSI

Diajukuan untuk Memenuhi Syarat dalam Mencapai Kelulusan dan Memperoleh Gelar Akademik S.H

Disusun Oleh:

Tanti Fatmawati NPM. 1602030069

Pembimbing I : Dr. Mufliha Wijayati, M.Si

Pembimbing II : Dr. Azmi Siradjuddin, Lc., M.Hum

Fakultas: Syariah

Jurusan: Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhshiyyah)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) METRO

1442 H/2021 M

(3)
(4)

Jln. Ki. Hajar Dewantara Kampus 15 A Iringmulyo Kota Metro Lampung 34111 Telp. (0725) 41507, Fax. (0725) 47296 Email: tarbiyah.iain.@metrouniv.ac.id Website: www.tarbiyah.iain@metrouniv.ac.id

PENGESAHAN UJIAN

No: ...

Skripsi dengan judul: UPAYA MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG TIDAK MEMILIKI ANAK (Studi di Kec.

Pekalongan Lampung Timur), disusun oleh: TANTI FATMAWATI, NPM:

1602030069, Jurusan: Ahwal al-Syakhsiyyah, Fakultas: Syariah, telah diujikan dalam sidang munaqosyah pada Hari/Tanggal: Juli 2021.

TIM PENGUJI

Ketua : Dr. Mufliha Wijayati, M.Si (. ... ) Penguji I : (. ... ) Penguji II : Dr. Azmi Siradjuddin, Lc., M.Hum (. ... ) Sekretaris : (. ... )

Dekan Fakultas Syariah

Husnul Fatarib, Ph.D NIP.

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

FAKULTAS SYARIAH

(5)
(6)

UPAYA MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG TIDAK MEMILIKI ANAK

(Studi di Kec. Pekalongan Lampung Timur)

ABSTRAK

Oleh:

TANTI FATMAWATI

Perkawinan merupakan sunnah yang diwajibkan bagi umat muslim.

Harapan sebuah hubungan Perkawinan adalah terjalinnya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Dalam hal ini salah satu faktor penyebabnya adalah kelengkapan keluarga yaitu seorang anak. Belum memiliki anak/keturunan merupakan sesuatu yang sering dianggap menjadi suatu rintangan dan masalah dalam keluarga karena stigma yang berkembang di masyarakat menyatakan bahwa sebuah keluarga yang ideal yaitu adanya suami, istri dan anak.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pekalongan dengan tujuan untuk menemukan penjelasan terkait upaya-upaya yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dalam membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yang difokuskan pada: 1) Bagaimana upaya keluarga yang tidak memiliki anak dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah?, 2) Apa saja kendala yang dihadapi dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah?, 3) Bagaimana resolusi keluarga yang tidak memiliki anak dalam mewujudkan visi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah?

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif lapangan. Teknik Pengumpulan data yang digunakan yakni wawancara, observasi dan dokumentasi.

Teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah reduksi data, display data, verifikasi. Teknik analisis ini memiliki tahapan yaitu dimulai dari pengumpulan data. Adapun data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya sangat banyak, maka perlu untuk dilakukan reduksi data, yaitu meneliti, memilih dan memfokuskan data yang akan digunakan. Kemudian data direduksi dan disajikan dalam bentuk tabel dan deskripsi. Setelah itu dilakukan penarikan kesimpulan (verifikasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah secara garis besar yakni dengan cara memaklumi satu sama lain, selalu bersyukur, mencari solusi kehamilan dengan cara pemijatan, mengadopsi anak, saling melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing, bersikap terbuka dan giat dalam bekerja. 2) Kendala yang dihadapi dalam mewujudkan keluarga sakinah adalah mengenai sifat, karakter, perbedaan prinsip, masalah ekonomi, dan adanya pertanyaan mengenai kehamilan yang kerapkali muncul dari tetangga maupun sanak saudara. 3) Resolusi keluarga yang tidak memiliki anak dalam mewujudkan visi keluarga sakinah adalah saling memenuhi hak dan kewajiban, meluangkan banyak waktu untuk bersama, saling menutupi kekurangan masing-masing, saling menasehati dan menegur dengan cara yang baik jika salah satunya melakukan kesalahan, dan membekali dengan ilmu keagamaan.

(7)

ORISINILITAS PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tanti Fatmaawati

Npm 1602030069

Jurusan : Al Ahwal Al Syakhsiyyah Fakultas : Syari’ah

Meyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah asli hasil penelitian saya kecuali bagian-bagian tertentu yang dirujuk dari sumbernya dan disebutkan dalam daftar pustaka.

(8)

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Pedoman Penulisan Arab dan Latin Huruf

Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

ا tidak dilambangkan ط

ب B ظ

ت T ع `

ث Ś غ g

ج J ف f

ح ق q

خ Kh ك k

د D ل l

ذ Ż م m

ر R ن n

ز Z و w

س S ه h

ش Sy ء

ص Ş ي y

ض

2. Maddah atau Vokal

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda

ى- ا - â

- ي î

- و Û

(9)

MOTTO

g

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.1 (Q.S Ar Rum: 21)

1 Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2010), h. 406

(10)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah segala puji bagi Allah dengan kemurahan dan ridhonya skripsi ini dapat ditulis dengan baik dan lancar hingga selesai, dengan ini rasa bangga dan bahagia saya haturkan rasa syukur dan terimakasih kepada:

1. Ayahanda (alm) Agus Herman terimakasih limpahan kasih sayang semasa hidupnya dan memberikan rasa rindu yang berarti. Ibunda tercinta Suyani terimakasih atas limpahan doa dan kasih sayang yang tak terhingga dan selalu memberikan yang terbaik

2. Untuk kakak ku tercinta Ita Sugita & Dwi Utami Menggalawati yang selalu memberikan semangat dan doa. Terimakasih sudah menjadi panutanku

3. Sahabat-sahabatku yang selalu bemberi bantuan, nasehat, semangat &

motivasi.

4. Almamaterku Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro.

(11)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik, hidayah dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul Upaya Mewujudkan Keluarga Sakinah pada Pasangan Suami Istri yang Tidak Memiliki Anak (Studi di Kec. Pekalongan Lampung Timur).

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafaatnya.

Penulisan skripsi ini adalah salah satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaiakan program pendidikan strata satu (S1) pada jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syari’ah IAIN Metro guna memperoleh gelar sarjana Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhshiyyah).

Dalam upaya penyelesaian skripsi ini, peneliti telah mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Hj. Siti Nurjannah, M.Ag. PIA selaku Rektor IAIN Metro Lampung.

2. Bapak Husnul Fatarib, Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Metro Lampung.

3. Ibu Nur Hidayati, S.H., M.H selaku ketua Jurusan Ahwal al-Syakhsiyyah IAIN Metro Lampung.

(12)

4. Ibu Dr. Mufliha Wijayati, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberi bimbingan yang sangat berharga dalam memberi arahan dan motivasi.

5. Bapak Dr. Azmi Siradjuddin, Lc., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah memberi bimbingan sangat berharga dalam memberi arahan dan motivasi.

6. Bapak/Ibu dosen dan staf karyawan IAIN Metro Lampung yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan sarana prasarana selama peneliti menempuh pendidikan.

7. Bapak Slamet Haryanto, SE., MM selaku camat di Kecamatan Pekalongan yang telah memberi ijin kepada peneliti untuk melakukan research.

Kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan dan akan diterima dengan lapang dada. Semoga skripsi ini kiranya dapat diterima dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Amiiin.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Metro, Juli 2021 Peneliti

Tanti Fatmawati NPM. 1602030069

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

NOTA DINAS... v

ABSTRAK ... vi

HALAMAN ORISINILITAS PENELITIAN ... vii

PEDOMAN TRANSLITERSI ... viii

HALAMAN MOTTO ... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Manfaat Penelitian ... 9

D. Penelitian Relevan... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

A. Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah ... 14

1. Pengertian Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah... 14

2. Faktor-faktor Pembentukan Keluarga Sakinah ... 17

B. Infertilitas dan Kebahagiaan dalam Keluarga ... 21

1. Pengertian Infertil ... 21

2. Gangguan Psikologis pada Pasangan Infertil ... 23

(14)

C. Upaya Suami Isteri Menghadapi Problema Rumah Tangga ... 27

1. Upaya pada Sisi Spiritual ... 27

2. Upaya pada Sisi Psikis... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian... 32

B. Sifat Penelitian ... 32

C. Sumber Data ... 33

1. Sumber Data Primer ... 33

2. Sumber Data Sekunder ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

1. Wawancara ... 34

2. Observasi ... 35

3. Dokumentasi... 36

E. Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 39

A. Pekalongan sebagai Wilayah Penelitian dan Deskripsi Subjek Penelitian... 39

1. Deskripsi Wilayah ... 39

2. Deskripsi Subjek Penelitian... 42

B. Persepsi Keluarga yang tidak Memiliki Anak tentang Keluarga Sakinah, Mawaddah, Waramah... 44

C. Resolusi/Langkah-langkah Keluarga yang tidak Memiliki Anak dalam Mewujudkan Visi Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah ... 51

D. Kendala yang dihadapi Pasangan Suami Istri yang tidak Memiliki Anak dalam Mewujudkan Visi Keluarga Sakinah ... 61

BAB V PENUTUP... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Rekomendasi... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 71 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...

(15)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Nama-nama yang Pernah Menjabat Menjadi Pemimpin/Camat

di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur ... 40

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat izin Pra Survey ...

2. Pengesahan Proposal Penelitian ...

3. Surat Bimbingan ...

4. Outline...

5. Alat Pengumpul Data (APD) ...

6. Surat Izin Research ...

7. Surat Tugas ...

8. Surat Pemberian Izin Research/rekomendasi...

9. Hasil Petikan Wawancara ...

10. Lembar Dokumentasi...

11. Formulir Konsultasi Bimbingan Skripsi ...

12. Surat Keterangan Bebas Pustaka...

13. Foto-Foto Penelitian...

14. Daftar Riwayat Hidup ...

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan sunnah yang diwajibkan bagi umat muslim.

Harapan sebuah hubungan Perkawinan adalah terjalinnya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Sakinah dalam keluarga dapat dipahami sebagai keadaan yang tetap tenang meskipun menghadapi banyak rintangan dan ujian kehidupan. Untuk mewujudkan keluarga sakinah, salah satu hal pokok yang harus dipikirkan adalah kebutuhan yang mengiringi permikahan dari masa ke masa terpenuhi dengan baik.2Dalam hal ini salah satu faktor penyebabnya adalah kelengkapan keluarga yaitu seorang anak.

Pasangan suami istri yang tidak memiliki anak akan menjadi objek kajian dalam penelitian ini. Anak memang buah hati yang selalu dinanti, permata jiwa yang senantiasa didamba. Rumah tangga tak lengkap tanpa kehadirannya. Karenanya, anak adalah hal yang senantiasa diinginkan oleh pasangan suami istri. Kehadiran anak akan menjadi sumber motivasi dan inspirasi.

Bicara tentang anak/keturunan, pada kenyataannya tidak semua pasangan suami istri dikaruniai kehadiran anak. Banyak pasangan suami istri yang harus menerima kenyataan pahit, yang mana mereka tidak bisa memiliki anak karena berbagai sebab. Kondisi tersebut tidak membuat hilangnya rasa

2 Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Fondasi Keluarga Sakinah, (Jakarta:

Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017), h. 60

(18)

cinta kasih maupun keharmonisan yang terjalin diantara mereka. Justru rasa minder kepada orang lain bisa menimbulkan tidak percaya diri sehingga di antara pasangan suami istri muncul rasa kecewa.

Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Kecamatan Pekalongan memiliki 12 Desa.3 Secara umum, Kecamatan Pekalongan dilihat dari segi perekonomian, masyarakat disekitar mayoritas sudah mandiri dengan berbagai profesi pekerjaan yakni ada pejabat pemerintah, guru, dokter, tukang, petani. Dari segi segi agama, hampir 90%

beragama Islam, meskipun ada yang beragama Katholik, Kristen, Hindu.4 Ada beberapa Desa yang terdapat pasangan suami istri tidak memiliki anak dengan usia perkawinan yang cukup lama. Meskipun demikian, beberapa keluarga tersebut mampu mempertahankan keluarganya selama puluhan tahun. Walaupun ada salah satu pasangan suami istri yang sebenarnya merasa kesepian tanpa adanya seorang anak sehingga mereka mupu anak. Mupu anak merupakan istilah dalam bahasa jawa yang artinya mengadopsi anak dari saudara kandungnya sendiri dengan tujuan agar bisa mempunyai anak dari rahimnya sendiri. Kepercayaan suku jawa pada umumnya, jika ingin memiliki anak, mereka melakukan adopsi.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk atau membangun keluarga sakinah.5 Istilah sakinah, mawaddah, warahmah cukup populer di Indonesia. Sakinah memiliki arti kedamaian.6

3 Data Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur tahun 2020

4 Data Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur tahun 2020

5 Khoiruddin Nasution, Smart dan Sukses, (Yogyakarta: ACAdeMia, 2008), h.121

6 Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Fondasi Keluarga., h. 11

(19)

Keluarga yang sakinah merupakan keluarga yang harmonis dimana nilai-nilai ajaran Islam senantiasa ditegakkan dan saling menghormati serta saling menyayangi. Dalam keluarga yang sakinah, anggota keluarga mampu menjalankan kewajibannya dan senatiasa membantu satu sama lain. Keluarga yang sakinah juga mengerti satu sama lain sehingga jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik tersebut bisa diselesaikan dengan cara yang baik.

Biasanya tekanan-tekanan berupa pertanyaan dari sanak saudara, tetangga, maupun kerabat kerap kali muncul yang bisa membuat keadaan rumah tangga menjadi semakin tidak harmonis dan tidak tenang karena sangat berdampak pada psikis terutama pihak perempuan/istri. Bisa jadi, hal ini juga berdampak pada hilangnya secara perlahan rasa cinta dan kasih sayang sesama pasangan suami istri yang bisa berimbas pada perceraian.

Menyikapi masalah seperti ini, pasangan dalam keluarga harus mempunyai komunikasi yang baik dengan pondasi Agama yang kuat. Tak hanya itu, bahkan seharusnya dari anggota keluarga bisa memberikan dorongan/motivasi yang kuat agar keluarga tersebut tidak berkecil hati sehingga bisa mempertahankan rumah tangganya.

Masalah-masalah seperti ini sering terjadi di kalangan masyarakat.

Namun banyak juga keluarga yang tetap bisa menjaga keharmonisan meskipun belum/tidak memiliki anak/keturunan. Kuncinya adalah tetap saling percaya dan yakin kepada Allah bahwa Allah belum menghendaki. Meskipun secara psikis, mereka memiliki beban yang cukup berat.

(20)

Keharmonisan dan pengertian adalah asas dalam kehidupan keluarga yang bahagia. Setiap rumah yang kehilangan dua unsur terrsebut, maka akan jauh dari jalan Allah. Rumahnya menjadi sarang laba-laba, yang mudah diterpa oleh angin, dirusak oleh tetesan hujan, dan ditembus oleh belalang.7

Fenomena yang muncul dari beberapa pasangan suami istri yang tidak memiliki anak tersebut memiliki dampak yang berbeda. Hal ini menjadi sebuah hipotesis bahwa akan ada gejala-gejala sosial ataupun psikis yang nampak dari pasangan suami istri lainnya yang tidak memiliki anak memiliki perbedaan satu sama lain. Gejala sosial yang akan muncul bisa saja seperti keluarga yang cenderung mengurung diri di rumah, sulit untuk bergaul akibat tekanan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kehamilan, sifat yang berubah menjadi sedikit pemarah, ataupun rasa minder terhadap orang lain.

Belum memiliki anak/keturunan merupakan sesuatu yang sering dianggap menjadi suatu rintangan dan masalah dalam keluarga karena stigma yang berkembang di masyarakat menyatakan bahwa sebuah keluarga yang ideal yaitu adanya suami, istri dan anak. Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu fungsi Perkawinan adalah untuk menjaga keberlangsungan garis keturunan.

Jika merujuk pada dasar hukum Perkawinan dapat dipahami bahwa Perkawinan merupakan penyatuan dua insan antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang harmonis dan sudah menjadi fitrah manusia

7 Abdul Lathif Al-Brigawi, Fiqih Keluarga Muslim Rahasia Mengawetkan Bahtera Rumah Tangga, (Jakarta: Amzah, 2012), h.122

(21)

untuk hidup saling berpasang-pasangan. Hal ini juga sudah di tegaskan dalam firman Allah yaitu:

g

Artinya:“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.8

(Q.S Ar Rum (30): 21)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa tujuan dari pembentukan keluarga dengan jalan Perkawinan adalah agar kita dapat merasa tentram dan bahagia dengan penuh kasih sayang. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.9

Membangun keluarga itu terlihat mudah, namun memelihara dan membina keluarga sehingga menjadi keluarga sakinah tidaklah mudah. Untuk mencapai tujuan Perkawinan ini, Islam menempatkan berbagai patokan dan pola yang harus dilalui, direncanakan dan dilaksanakan, mulai dari memilih pasangan hidup, penilaian terhadap calon suami atau istri, rukun dan syarat nikah, mahar dan sebagainya. Hal tersebut yang dijadikan patokan dalam

h. 406

8Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2010),

9 Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah (Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2002), h. 1

(22)

memilih calon pasangan hidup, meskipun pasangan hidup yang akan didapat merupakan cerminan dari diri pibadi masing-masing orang.

Tujuan dalam sebuah perkawinan itu sendiri adalah membangun sebuah rumah tangga yang kokoh yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan juga rasa saling mengasihi antara keduanya serta menciptakan keturunan yang diharapkan oleh orang tua, agama, dan juga oleh negara.10

Dalam mencapai tujuan perkawianan tersebut, suami dan istri mempunyai peranan yang besar untuk menciptakan atau mewujudkan keharmonisan agar rumah tangga menjadi kokoh. Apabila peran dan fungsi suami maupun istri dilaksanakan dengan baik atau tidak, maka akan dapat berpengaruh,baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap suasana keluarga, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap keharmonisan dalam keluarga.

Cinta menjadi faktor penting dalam pemilihan pasangan. Bagaimana mungkin orang menikah tidak didasari dengan rasa cinta. Apabila manusia mampu memunculkan cinta, terutama cinta kepada sang Kholiq dengan sebenar-benaranya cinta, sudah bisa dipastikan bahwa pasangan suami-istri (keluarga) dapat terjalin dengan penuh harmonis untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Masing-masing pasangan dapat menerima satu sama lain karena diyakini bahwa apapun yang terjadi dalam rumah tangga merupakan suatu yang telah digariskan dan dikehendaki oleh Allah.

10Ali Qaimi, Menggapai Langit Masa Depan Anak, (Bogor: Cahaya, 2002), h.12

(23)

Menurut al-Thabari penciptaan perempuan dari tulang rusuk, sebagai kelanjutan penciptaan Adam dari tanah, kemudian ini dijadikan landasan untuk membina rumah tangga melalui perkawinan. Sehingga “perkawinan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ketenangan (litaskunu), mawaddah, dan rahmah”.11 Proses yang dilalui agar memperoleh ketenangan (sakinah) dalam sebuah keluarga tidaklah mudah. Banyak sekali penyebab ketidak tenangan yang dialami oleh suatu keluarga dalam menjalani bahtera rumah tangga.

Fenomena yang muncul di lapangan menjadi landasan bagi peneliti untuk berfikir lebih dalam yakni bagaimana keluarga tersebut bisa bertahan hingga puluhan tahun tanpa seorang anak. Sudah bisa dipastikan bahwa ada suatu hal di dalam keluarga tersebut. Terlebih, faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah keluarga yang tidak memiliki anak bisa bertahan dan memiliki kehidupan yang harmonis yang menurut hemat peneliti keluarga tersebut patut dan layak disebut kelurga yang sakinah.

Sejauh ini juga kajian tentang keluarga sakinah ada tiga kecenderungan. Pertama, keluarga sakinah dalam keluarga karir. Hasil penelitian ini yaitu terbentuk atas dasar agama yang kuat, sikap saling terbuka, saling menghormati antar anggota keluarga, sifat jujur dan tenggang rasa yang diajarkan kepada anak-anak dan anggota keluarga lainnya, karena antara suami istri bekerja di luar kota atau merantau merupakan kesepakatan

11 Thobibatussaadah, Tafsir Ayat Hukum Keluarga 1, (Yogyakarta: Ide Press, 2003), h. 16

(24)

bersama dan hal itu dilakukan karena kondisi ekonomi yang serba pas- pasan.12

Kedua, keluarga Sakinah ditinjau dari Hukum Islam. Hasil penelitian ini yaitu memberikan manfaat akan tapi juga memunculkan madharat karena madharatnya lebih besar, maka sebaiknya tidak dilakukan. Agar menjadi keluarga yang Sakinah maka harus menjaga komunikasi dengan baik, bersikap jujur, saling percaya, menjaga, menghormati, saling membutuhkan dan mengajarkan sopan santun dan mengingatkan dalam hal kebaikan.

Menerapkan prinsip musyawarah dalam menghadapi setiap persoalan, serta mengajarkan Pendidikan agama dalam keluarga.13

Ketiga, keluarga Sakinah pada pasangan Perkawinan dini. Hasil penelitian ini yaitu didapatkan bahwa belum adanya pihak yang menfasilitasi tentang kegiatan penunjang khususnya dalam membina usia nikah, sehingga diperlukan keterlibatan banyak pihak, misalnya peran serta dari tokoh-tokoh agama maupun tokoh adat setempat dalam melakukan pembinaan pada pasangan.14

12 Puspa Ariyanti, “Prespektif Hukum Islam tentang Konsep Keluarga Sakinah dalam Keluarga Karir (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung Timur)” (Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro, 2018).

Muhammad Fahmi, “Pembentukan Keluarga Sakinah pada Keluarga Pasangan Karir di Dusun Karang, Desa Ngalang, Kecamatan, Kabupaten Gunung Kidul” (Skripsi Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015).

13 Khusnul Khotimah, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Keluarga TKI Studi Kasus di Wilayah Purwokerto Kulon” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013). Rizki Setiawan, “Upaya Mewujudkan Keluarga Sakinah di Kalangan TNI ditinjau dari Hukum Islam (Studi Analisis TNI Korem 043/Garuda Hitam Bandar Lampung)” (skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019).

14 Anggia Murni, “PembinaanKeluarga Sakinah pada PasanganPerkawinan Dini di desa Bukit RanahKecamatan Kampar Kabupaten Kampar” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, 2020).

(25)

Setelah memperhatikan kajian-kajian yang peneliti temukan, dapat dipahami bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah ada, karena penelitian ini fokus pada bagaimana upaya yang dilakukan pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dalam membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

B. Pertaanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah

Bagaimana upaya yang dilakukan pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dalam membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah di Kecamatan Pekalongan Lampung Timur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana upaya yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dalam membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah di Kecamatan Pekalongan Lampung Timur.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi khasanah ilmu pengetahuan tentang upaya yang dilakukan oleh pasangan suami istri

(26)

yang tidak memiliki anak dalam membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan upaya yang dilakukan keluarga tersebut bisa menjadi contoh best practice bagi masyarakat dalam membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah pada keluarga yang tidak memiliki anak.

D. Penelitian Relevan

Penilitian relevan berisi tentang uraian penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa persoalan yang akan dikaji dan diteliti berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian terkait keluarga Sakinah pada pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dalam 3 hal yaitu:

Pertama, penelitian tentang keluarga Sakinah dari aspek karir: Puspa Ariyanti, “Prespektif Hukum Islam tentang Konsep Keluarga Sakinah dalam Keluarga Karir (Studi Kasus di Desa Bumi Jawa, Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung Timur)” Mahasiswa Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro tahun 2018. Hasil penelitian ini yaitu konsepsi keluarga sakinah dalam keluarga karir yang ada di Desa Bumi Jawa terbentuk atas dasar agama yang kuat dan sikap saling terbuka dan saling menghormati antar anggota keluarga, sifat jujur dan tenggang rasa yang

(27)

diajarkan kepada anak-anak dan anggota keluarga lainnya, serta selalu bersyukur atas nikmat dan rezeki yang di berikan oleh Allah SWT. 15

Muhammad Fahmi, “Pembentukan Keluarga Sakinah pada Keluarga Pasangan Karir di Dusun Karang, Desa Ngalang, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul” mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015. Hasil penelitian ini yaitu keluarga pasangan yang ada tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena antara suami istri bekerja di luar kota atau merantau merupakan sudah kesepakatan bersama dan hal itu dilakukan karena kondisi ekonomi yang serba pas-pasan.16

Kedua, penelitian tentang tinjauan hukum Islam terhadap pembentukan keluarga Sakinah: Khusnul Khotimah, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah pada Keluarga TKI (Studi Kasus Wilayah Purwokerto Kulon)” Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2013. Hasil penelitian ini yaitu TKI memberikan pengaruh negatif terhadap keharmonisan keluraga, banyak keluraga TKI yang selingkuh bahkan melakukan perceraian.

Menurut hukum Islam, TKI memberikan manfaat tapi juga memunculkan

15Puspa Ariyanti, “Prespektif Hukum Islam tentang Konsep Keluarga Sakinah dalam Keluarga Karir (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung Timur)” (Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro, 2018).

16 Muhammad Fahmi, “Pembentukan Keluarga Sakinah pada Keluarga Pasangan Karir di Dusun Karang, Desa Ngalang, Kecamatan, Kabupaten Gunung Kidul” (Skripsi Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015).

(28)

madharat dan karena madharatnya lebih besar, maka TKI sebaiknya tidak dilakukan.17

Rizki Setiawan, “Upaya Mewujudkan Keluarga Sakinah di Kalangan TNI ditinjau dari hukum Islam (Studi Analisis TNI Korem 043/Garuda Hitam Bandar Lampung)”. Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung tahun 2019. Hasil penelitian ini yaitu menjaga komunikasi dengan baik, bersikap jujur, saling percaya, saling menjaga, saling menghormati, saling membutuhkan dan mengajar sopan santun dan saling mengingatkan, dalam hal kebaikan. Menerapkan prinsip musyawarah dalam menghadapi setiap persoalan mengajarkan Pendidikan agama dalam keluarga. Upaya yang dilakukan TNI korem 043/Garuda Hitam Bandar Lampung ini bermuara pada satu tujuan, yaitu untuk membentuk keluarga Sakinah. Tinjauan hukum Islam terhadap upaya keluraga TNI dalam mewujudkan keluarga Sakinah telah sesuai dengan hokum Islam.18

Ketiga, penelitian tentang aspek keluarga Sakinah pada pasangan Perkawinan dini: Anggia Murni, “Pembinaan Keluarga Sakinah pada Pasangan Perkawinan Dini di Desa Bukit Ranah Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar”. Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekan Baru tahun 2020.

Hasil penelitian ini yaitu pembinanaan Perkawinan biasanya yaitu melalui

17 Khusnul Khotimah, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Keluarga TKI Studi Kasus di Wilayah Purwokerto Kulon” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013).

18 Rizki Setiawan, “Upaya Mewujudkan Keluarga Sakinah di Kalangan TNI ditinjau dari Hukum Islam (Studi Analisis TNI Korem 043/Garuda Hitam Bandar Lampung)” (skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019).

(29)

kegiatan BP4. Hasil temuan di lapangan juga didapatkan bahwa belum adanya pihak yang menfasilitasi tentang kegiatan penunjang khususnya dalam membina usia nikah, sehingga diperlukan keterlibatan banyak pihak, misalnya peranserta dari tokoh-tokoh agama maupun tokoh adat setempat dalam melakukan pembinaan pada pasangan Perkawinan dini di Desa Bukit Ranah Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar.19

Menurut beberapa hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesamaan dalam penelitian ini dengan penelitian relevan di atas adalah objek kajiannya mengenai konsep keluarga sakinah. Ada yang membahas keluarga sakinah dalam keluarga karir maupun tinjauan hukum Islam. Adapun perbedaan penelitiannya adalah kajian yang akan peneliti lakukan berfokus pada bagaimana upaya yang dilakukan pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dalam membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

Konsep kebaharuan dari penelitian ini adalah mengenai faktor-faktor yang menyebabkan sebuah pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dalam menjalani hubungan perkawinan selama berpuluh-puluh tahun tetapi mampu bertahan bahkan lebih jauh dari itu, mereka mampu menjalani kehidupan dengan penuh harmonis, tenang dan tentram seolah tanpa beban.

Jadi, berdasarkan hasil penelitian-penelitian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa penelitian yang akan peneliti lakukan belum pernah diteliti sebelumnya.

19Anggia Murni, “PembinaanKeluarga Sakinah pada PasanganPerkawinan Dini di desa Bukit RanahKecamatan Kampar Kabupaten Kampar” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, 2020).

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah

1. Pengertian Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah

Keluarga sakinah terdiri dari dua suku kata, yaitu kata keluarga dan sakinah. Menurut ilmu fiqh, keluarga adalah Usrah atau Qirabah yang artinya kerabat. 20 Keluarga didefinisikan sebagai masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri dari pasangan suami istri sebagai sumber inti dan berikut anak-anak yang lahir dari mereka.

Asal kata sakinah adalah sakana yang berarti tenangnya sesuatu setelah bergejolak. Itulah sebabnya, pisau disebut sikkin karena ia alat yang menjadikan binatang yang disembeli menjadi tenang setelah sebelumnya merontah-rontah. Pasangan suami istri dikatakan sakinah lantaran dengan pernikahan itu, gejolak nafsu seksual dalam diri mereka menjadi tenang.21

Menurut M. Quraish Shihab kata “Sakinah terambil dari akar kata yang terdiri atas huruf Sin, Kaf, dan Nun, yang mengandung makna ketenangan.22 Dalam bahasa Arab, kata “Sakinah” di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang. Ketenangan itu didambakan oleh suami setiap saat, termasuk saat dia meninggalkan rumah

20Sayyid Ahmad Al-musayyar, Fiqih Cinta Kasih, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2008), h . 6

21 Izzah Qanita Nailiya, Sakinah dan Full Berkah, (Yogyakarta: DIVA Press, 2017), h. 6

22M. Quraish Shihab, Peran Agama dalam Membentuk Keluarga Sakinah, Perkawinan dan Keluarga Menuju Keluarga Sakinah, (Jakarta: Badan Penasihat, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan, Pusat, 2005), h. 25

(31)

dan anak istrinya, dan dibutuhkan pula oleh istri saat suami meninggalkannya keluar rumah.23

Keluarga Sakinah adalah keluarga yang tenang, damai, tentram dan memuaskan hati, sebagaimana dijelaskan dalam Al-qur’an yakni,

Artinya:

“Dan Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"24(QS. An Nahl (16): 72)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah telah memberikan rahmat kepada hamba-Nya berupa istri yang membuat ketentraman dalam hidup dan Allah memberi anak-anak dan cucu-cucu sebagai bunga dan perhiasan kehidupan dunia, manusia dapat saling membanggakan dan saling menolong didalam menghadapi kesusahan. Selain itu, Allah juga memberi rezki berupa makanan yang enak-enak, minuman dan pakaian serta tempat tinggal yang indah.

Keluarga itu bersifat alami bukan buatan, sehingga keluarga terjadi karena adanya keturunan atau perkawinan. Berdasarkan pengertian

23 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 177-178

24Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2010), h.

274

(32)

tersebut, menurut hemat penulis, keluarga ialah komponen masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak atau suami dan istri saja.

Mawaddah, membina rasa cinta. Akar kata mawaddah adalah wadada (membara atau menggebu-gebu) yang berarti meluap tiba-tiba, karena itulah pasangan muda dimana rasa cintanya sangat tinggi yang termuat kandungan cemburu, sedangkan rasa sayangnya masih rendah, banyak terjadi benturan karena tak mampu mengontrol rasa cinta yang terkadang sangat sulit terkontrol.

Rahmah, yang berarti sayang. Bagi pasangan muda rasa sayangnya demikian rendah sedangkan rasa cintanya sangat tinggi. Dalam perjalanan hidupnya semakin bertambah usia pasangan, maka kasih sayangnya semakin naik, sedangkan mawaddahnya semakin menurun. “Kasih saying dapat menghasilkan kesabaran, murah hati, ramah, tidak angkuh, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak pemarah atau tidak pendendam.25

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga sakinah adalah keluarga yang tenang, damai, tentram dan memuaskan hati. Keluarga Sakinah ini merupakan pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shalih dan shalihah yang dapat menimbulkan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan, dan ketenangan yang dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.

Membangun rumah tangga yang Islami memerlukan kerja keras dari

25Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuani., h. 178.

(33)

seluruh anggota keluarga, yang di komandani oleh suami dan istri sebagai pemimpin di dalam rumah tangga.

2. Faktor-faktor Pembentukan Keluarga Sakinah a. Faktor Utama

Upaya membentuk keluarga sakinah dimulai dari pranikah, pernikahan, dan pascanikah, dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu di pahami, antara lain:26

1) Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami. Menjadikan sebagai orang yang bertanggung jawab. Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan dan suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan kecuali yang bertentangan dengan syari’at Islam.

2) Menjaga kehormatan diri. Menjaga akhlak dalam pergaulan dan tidak memasukkan orang lain ke dalam rumahtanpa seizin suami.

3) Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri seperti istri berhak mendapat mahar, mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin (mendapat nafkah, sandang, pangan, papan, mendapat mengajaran Islam, memberi izin atau menyempatkan istrinya untuk belajar kepada seseorang atau lembaga dan mengikuti perkembangan istrinya, suami memberi

26Muslich Taman, Aniq Farida, 30 Pilar Keluarga Samara, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2007), h. 55

(34)

sarana untuk belajar, suami mengajak istri untuk menghadiri majlis ta’lim, seminar atau ceramah agama).

b. Faktor Pemeliharaan

1) Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktifitas 2) Menghidupkan suasana komunikatif danlogis

3) Menghidupkan hal-hal yang dapat membina kemesraan keluarga baik dalam sikap, penampilan maupun perilaku.

Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan keluarga sakinah, di antaranya adalah faktor kepribadian, ekonomi, pendidikan, lingkungan keluarga.

1) Faktor kepribadian

Perwujudan dan kemampuan dari watak individu yang dimiliki oleh manusia dalam proses adaptasinya dengan 1ingkunan disebut kepribadian (personalitiy). Dalam perspektif Al-Qur’an, tingkah laku manusia yang merupakan wujud dan kepribadian yang sebenarnya merupakan sinergi dan kualitas-kualitas nafs, qalbudan basyirah.

2) Faktor ekonomi

Faktor ekonomi sangat berperan dalam menentukan kebahagiaan dalam rumah tangga, karena terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari ditentukan oleh keadaan ekonomi keluarga. Jika ekonomi lemah atau tidak mencukupi, maka kebahagiaanpun sukar didapat.

(35)

3) Faktor Pendidikan

Taraf kecerdasan dan pendidikan juga perlu diperhatikan dalam mencari pasangan. Pada umumnya taraf pendidikan dan kecerdasan pria lebih tinggi dari pada wanita. Pendidikan yang tinggi belum dapat menentukan keberhasilan seseorang dalam membentuk keluarga sakinah. Namun yang paling penting adalah pemahaman dan pengamalan dari hasil pendidikan yang diterima seseorang dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Semakin tinggi pemahaman seseorang terhadap nilai pendidikan semakin tinggi kesadaran seseorang dalam membangun keluaga sakinah. Pendidikan yang di maksudkan dalam pembahasan ini adalah pendidikan yang diterima seseorang baik dari keluarga, sekolah dan juga masyarakat sekitarnya. Jika salah satu pendidikan ini tidak terdapat pada seseorang, maka ia akan sukar memberikan adaptasi terhadap lingkungan di mana ia berada. Namun sebaliknya jika pendidikan yang ditenima seseorang sempurna, maka ia lebih mudah dalam berinteraksi dengan orang lain.27

4) Faktor lingkungan keluarga

Menciptakan keharmonisan dalam keluarga perlu melibatkan seluruh pribadi yang terkait, baik secara langsung yakni suami dan istri, maupun tidak langsung yaitu orang tua, mertua, dan orang-orang yang hidup di sekitar rumah tangga. Keluarga itu terdiri dari pribadi-

27Zakiah Drajat, Ketenangan dan Kebahagiaan Keluarga, cet. Ke-6 (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), , h. 81.

(36)

pribadi yang merupakan bagian dari jaringan sosial yang lebih besar.

Oleh sebab itu kita selalu berada di bawah pengawasan saudara- saudara kita yang merasakan bebas untuk mengkritik, menyarankan, memerintah, membujuk, memuji, atau mengancam agar kita melakukan kewajiban yang telah dibebankan kepada kita.28

Masing-masing suami istri jika menjalankan kewajibannya dan memerhatikan tanggung jawabnya akan mewujudkan ketenteraman dan ketenangan hati sehingga suami istri mendapatkan kebahagiaan yang sempurna.29 Dalam hal inilah peran serta ajaran Islam sebagai petunjuk yang multik ompleks, menjadi semakin terasa sangat dibutuhkan, untuk menyelesaikan problem-problem dalam kebidupan keluarga.

Memang tidak mudah menentukan apakah sebuah keluarga itu bisa disebut sakinah atau tidak. Hal tersebut karena setiap orang mempunyai presepsi yang tidak sama tentang wujud suatu kebahagian. Aisjah Dachlan memberikan kriteria mengenai sebuah keluarga yang sakinah, sebagai berikut:

a) Saling pengertian antara suami istri.

b) Setia dan cinta mencintai.

c) Mampu menghadapi persoalan dan kesukaran.

d) Percaya mempercayai dan saling bentu membantu.

e) Dapat memahami kelemahan dan kekurangan masing-masing.

f) Lapang dada dan terbuka.

g) Selalu konsultasi dan musyawarah.

h) Hormat menghormati keluarga masing-masing.

i) Dapat mengusahakan sumber kehidupan yang layak, dan

28 William J. Goode, Sosiologi Keluarga, Terj. Lailahanoum Hasyim, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 4.

29 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), h. 32.

(37)

j) Mampu mendidik anak dan anggota keluarga lain.30

Rumah tangga yang sakinah juga disebabkan oleh lahirnya keturunan. Suami istri mendambakan lahirnya anak-anak dalam keluarga, karena belum lengkap kebahagian rumah tangga jika dalam perkawinannya tidak memperoleh keturunan, disebabkan istrinya yang mandul atau suaminya atau karena peyakit yang menyebabkan istrinya tidak dapat memberikan keturunan. Tanpa anak berarti tidak ada pelanjut kehidupan dan terputusnya sejarah keturunan manusia.31

B. Infertilitas dan Kebahagiaan dalam Keluarga 1. Pengertian Infertil

Infertilitas merupakan suatu kondisi yang menunjukkan ketidakmampuan suatu pasangan untuk mendapatkan atau menghasilkan keturunan. Beda halnya dengan infertil yang berarti kekurangmampuan suatu pasangan untuk menghasilkan keturunan, dan bukan ketidakmampuan mutlak.32Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “infertil diartikan sebagai tidak (kurang) subur”.33

Selanjutnya Islam menjelaskan mengenai infertil sebagai suatu kekurang mampuan satu pasangan suami istri untuk menghasilkan keturunan, hal ini juga terdapat dalam Al-Qur’an yakni:

30 Siti Mahmudah, “Peran Wanita Karir Dalam Menciptakan Keluarga Sakinah”,dalam PSIKOISLAMIA Jurnal Psikologi Islam, (Malang: Fak. Psikologi UIN Maliki Malang), Vol.5, No.

2/juni 2011, h. 217

31Boedi Abdullah, Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dan Perceraian Keluarga Muslim, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 27

32Ade Benih Nirwana, Psikologi Kesehatan Wanita, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2011), h. 79

33Badan Pengembang dan Pembinan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2016), h.

(38)

g

Artinya: “Atau Allah menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Allah menjadikan mandul siapa yang Allah kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa”.34(QS. Asy Syura (42): 50)

Ayat di atas menjelaskan, Allah menciptakan apa saja yang Allah kehendaki, yakni, Allah merezekikan anak-anak perempuan saja kepada siapa saja yang Allah kehendaki, dan merezekikan anak-anak lelaki saja kepada siapa yang Allah kehendaki, dan memberikan kedua jenis itu, yakni laki-laki dan perempuan kepada siapa saja yang Allah kehendaki tidak berketurunan.

Hal ini merupakan isyarat bahwa kerajaan ini adalah milik Allah.

Allah mengendalikan kerajaan ini berdasarkan kehendak-Nya dan Allah menciptakan apa saja yang Allah kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Tahu tentang siapa yang patut memperoleh setiap jenis di antara jenis- jenis yang di ciptakanNya,

Alam dan Hadibroto, menyatakan bahwa kesuburan atau fertil (fertility) adalah kondisi yang memungkinkan terjadinya kehamilan pada seorang wanita, sebagai hasil dari hubungan seks dengan seorang pria.

Adapun infertil adalah kegagalan pasangan untuk mendapatkan kehamilan dalam waktu satu tahun atau lebih dalam pernikahan mereka tanpa menggunakan alat kontrasepsi.35

34Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan., h. 488

35Alam, S. & Hadibroto, Infertil, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 124

(39)

Selain itu Bob Flaws, menyebutkan bahwa dari sudut pandang Cina terdapat 12 penyebab yang perlu dicari dan tiga di antara penyebab yang paling sering terjadi adalah rahim yang tidak pada tempatnya, kegemukan dan terlalu kurus. Namun ketidak suburan juga dapat disebabkan oleh sumbatan di rongga perut, emosi iri hati, kemarahan dan mengasihani diri, atau buruknya peredaran, Karena kondisi ini bersifat kompleks.36

Infertil merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sering berkembang menjadi masalah sosial karena pihak istri selalu dianggap sebagai penyebabnya. Akibatnya wanita sering terpojok dan mengalami kekerasan, terabaikan kesehatannya, serta diberi label sebagai wanita mandul sebagai masalah hidupnya.37

Menurut berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa infertil dapat disebabkan oleh adanya gangguan psikologis yang menghambat proses reproduksi. Dampak infertil juga bisa mengakibatkan gangguan psikologis. Adapun penanganannya adalah dengan mengadakan konseling, baik konseling secara individu ataupun dengan pasangan. Akan lebih baik apabila konseling dilakukan dengan bersama, karena ini menyangkut hubungan antara suami dan istri.

2. Gangguan Psikologis pada Pasangan Infertil

Psikologi merupakan suatu ilmu yang sistematis dan ilmiah mengenai prilaku manusia dan proses mental yang berhubungan dengan

36Ray Ridolfi, Shiatsu Untuk Wanita, (Jakarta: Arcan, 2001), h. 184-185

37Ade Benih Nirwana, Psikologi Kesehatan., h. 81

(40)

lingkungan. Walgito menjelaskan bahwa psikologis adalah ilmu tentang perilaku atau aktivitas-aktivitas individu. Perilaku atau aktivitas-aktivitas tersebut dalam pengert ian luas yaitu perilaku yang tampak atau perilaku yang tidak tampak, demikian juga dengan aktivitas-aktivitas tersebut disamping motorik juga termasuk aktivitas emosional.38

Menurut Kartini Kartono gejala gangguan psikologis pada wanita infertil yaitu:

a. Ada kebiasaan dan religi dari banyak suku bangsa di dunia yang menegaskan bahwa wanita yang tidak mampu melahirkan anak adalah wanita inferior. Hal inilah yang membuat wanita kehilangan kepercayaan diri.

b. Pada beberapa wanita yang lain, selalu berusaha mengingkari trauma sterilitasnya dan justifikasi bahwa ia tidak menginginkan kehadiran anak dalam kehidupannya.

c. Sebagai manifestasi dari sterilitasnya, banyak wanita infertil mengambil substitusi lain dengan cara mengembangkan hobi, meniti karier, mengadopsi anak dan sebagainya.

d. Setiap kegagalan dan kekecewaan selalu diproyeksikan kepada orang lain.

e. Ada pula wanita yang steril yang memiliki sifat psedokeibuan, menghibur diri dengan memilih pekerjaan yang bersifat keibuan.

Berdasarkan macam-macam gangguan psikologi pada pasangan suami istri yang infertil tersebut dapat dipahami bahwa biasanya gangguan semacam itu lebih cenderung berpengaruh terhadap psikologi wanita/istri. Maka banyak ide dan keinginan untuk mengadopsi anak muncul dari pemikiran sang istri. Hal ini juga menjadi pilihan agar keluarga tetap utuh dan suami tidak berpaling.

Istilah psikologi adalah ilmu yang berusaha mempelajari menguraikan, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku manusia

38Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum,(Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2010), h. 15

(41)

dalam hubungan dengan lingkungan sekitarnya.Secara psikologi ada beberapa dampak akibat pasangan suami istri yang tidak atau belum memiliki anak diantaranya:

a. Cemas

Menurut kamus psikologi, kecemasan adalah Perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat ringan. Kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap. Kecemasan menurut Ramaiah adalah “sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang”.39

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grepp kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri. “Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya”.40

Gangguan kecemasan umum yang tampak diberbagai kultur antara lain: (1) sindrom tubuh yang muncul dalam bentuk keletihan, kurang konsentrasi, dan otot tegang; dan (2) sindrom psikologis yang

39Ramaiah. S, Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. (Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2003).

40Kaplan. Upaya Mengatasi Kecemasan. (Bandung : Pustaka Rina, 2014), h. 251

(42)

muncul dalam bentuk kecemasan berlarut-larut terhadap performa atau aktivitas sosial tertentu.41

b. Stress

Stress sebagai suatu kondisi yang dirasakan oleh badan sebagai akibat dari adanya situasi yang menekan. Situasi yang menekan ini bisa berbentuk fisik (nyata) atau stress yang sifatnya non fisik atau bersifat psikososial, seperti kegagalan berturut-turut, rasa bersalah, rasa tak aman dan kondisi-kondisi serupa.

Stress juga dapat diartikan sebagai reaksi tubuh terhadap ancaman dan stressor, stress tidak hanya tumbuh karena ancaman (kejadian negatif) seperti masalah keluarga, teoritis atau ujian akhir namun juga perasaan positif seperti merencanakan pesta atau memulai pekerjaan baru. Akan tetapi konsekuensi dari kejadian/stressor negatif lebih merusak dari pada stressor positif.42

Menurut Robbins, stress adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.43

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa stress adalah tuntutan yang datang dari luar atau dari dalam diri yang

41Eric B. Shiraev, dkk, Psikologi Lintas Kultural (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h.

329

42Robert S Feldman, Pengantar Psikologi: Understanding Psychology, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h.211

43 Rahayu S. Purnami, Sikap Positif kunci Sukses dalam Berkarier, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2014), h. 39

(43)

dinilai seseorang sebagai suatu hal yang tidak dapat lagi diatasi sehingga membebani dirinya.

C. Upaya Suami Istri dalam Menghadapi Problema Rumah Tangga

Ada upaya-upaya tertentu yang dilakukan pasangan suami istri dalam menghadapi poblema rumah tanggaagar tetap bisa bahagia sampai pada taraf terbentuknya keluarga sakinah yakni:

1. Upaya pada Sisi Spiritul

Agama memiliki peran yang penting dalam upaya membentuk keluarga sakinah. Ajaran agama tidak cukup hanya diketahui dan dipahami akan tetapi harus dapat dihayai dan diamalkan oleh setiap anggota keluarga sehingga kehedupan keluarga tersebut dapat mencerminkan suatu kehidupan yang penuh dengan ketentraman, keamanan dan kedamaian yang dijiwai oleh ajaran dan tuntunan agama.

Betapa pentingnya pendidikan agama bagi setiap anggota keluarga.

Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera.

Kewajiban ini dinyatakan oleh Allah dalam al Quran surat at Tahrim ayat 6 yaitu :

(44)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.44(QS. At Tahrim (66): 6)

Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa agama merupakan benteng yang kokoh terhadap berbagai ancaman yang dapat meruntuhkan kehidupan keluarga. Dalam hal ini agama berperan sebagai sumber untuk mengembalikan dan memecahkan berbagai masalah. Oleh karena itu perlu bagi suami istri memegang dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya dalam arti mau dan mampu melaksanakan kehidupan beragama dalam kehidupan keluarga, baik dalam keadaan suka maupun duka.

2. Upaya pada Sisi Psikis

Banyak hal yang akan mempengaruhi dinamika perkawinan.

Sebagian perkawinan berubah menjadi tak harmonis karena pasangan suami isteri tidak siap menjalani perannya dalam rumah tangga. Agar kehidupan berumah tangga tetap sehat, harmonis dan mampu menghadapi beragam tantangan dan persoalan hidup, perkawinan harus ditopang oleh pila-pilar yang kuat.45

a. Adanya saling pengertian

Suami istri hendaknya saling memahami dan mengerti tentang keadaan masing-masing baik secara fisik maupun mental. Perlu

44Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan., h. 560

45 Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Fondasi Keluarga Sakinah, (Jakarta: Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017), h. 41-42

(45)

diketahui bahwa suami istri sebagai manusia masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Masing-masing sebelumnya tidak saling mengenal lebih jauh, bertemu setelah sama-sama dewasa. Perlu diketahui pula bahwa keduanya sebagai manusia, tidak saja berbeda jenis tetapi memiliki perbedaan sifat, sikap, tingkah laku dan mungkin perbedaan pandangan.

b. Saling menerima kenyataan

Suami istri hendaknya sadar bahwa jodoh, rezeki dan mati itu dalam kekuasaan Allah, tidak dapat dirumuskan secara matematis.

Namun kepada kita manusia diperintahkan untuk melakukan ikhtiar.

Hasilnya barulah merupakan suatu kenyataan yang harus kita terima, termasuk keadaan suami atau istri masing-masing.

c. Saling melakukan penyesuaian diri

Penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga berusaha untuk dapat saling mengisi kekurangan yang ada pada diri masing-masing serta mau menerima dan mengakui kelebihan yang afa pada orang lain dalam lingkungan keluarga. Kemampuan penyesuain diri oleh masing-masing anggota keluarga mempunyai dampak yang positif, baik bagi pembinaan keluarga maupun masyarakat dan bangsa.

f. Melaksanakan asas musyawarah

Sikap bermusyawarah terutama antara suami dan istri merupakan suatu yang perlu diterapkan. Hal tersebut sesuai dengan

(46)

prinsip bahwa tak masalah yang tidak dapat dipecahkan selama prinsip musyawarah diamalkan. Dalam hal ini dituntut sikap terbuka, lapang dada, jujur, mau menerima dan memberi serta sikap tidak mau menang sendiri.

Secara umum, prinsip ini menghendaki agar keputusan penting dalam keluarga selalu dibicarkan dan diputuskn bersama46. Sikap suka bermusyawarah dalam keluarga dapat menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab diantara para anggota keluarga dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah yang timbul.

g. Suka memaafkan

Suami istri itu harus ada sikap kesediaan untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing. Hal ini penting karena tidak jarang soal yang kecil dan sepele dapat menjadi sebab terganggunya hubungan suami istri yang tidak jarang dapat menjurus kepada perselisihan yang berkepanjangan.

Menurut Akif Khilmiyah, diperlukan upaya merekonstruksi terhadap konsep keluarga sakinah yakni keluarga yang berkeadilan gender dengan ciri-ciri yaitu:

Ada musyawarah dalam keluarga, ada pemimpin yang demokratis, tidak sewenang-wenang dan bisa dikontrol oleh anggota keluarganya, ada pembagian kerja yang adil yakni seimbang antara akses dan kontrol dalam keluarga, ada tanggung jawab sebagai wujud ketaatan terhadap keputusan bersama, ada negosiasi kekuasaan dalam rumah tangga, tidak ada diskriminasi berdasarkan perbedaan biologis, tidak

46Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Fondasi Keluarga., h. 9

(47)

ada kekerasan dalam rumah tangga, ada penghormatan dan penghargaan terhadap posisi ibu rumah tangga.47

Berdasarkan macam-macam upaya yang dapat dilakukan oleh suami isteri dalam menghadapi problema rumah tangga tesebut, maka dapat peneliti pahami dan simpulkan yakni upaya yang bisa dilakukan untuk menghadapi problema rumah tangga adalah pertama, upaya pada sisi spiritual atau dengan kata lain pasangan suami isteri harus memperkokoh ilmu dan praktik keagamaannya dalam khidupan sehari-hari. Kedua, upaya pada sisi psikis.

Upaya ini dapat dijabarkan dalam beberapa macam tindakan yakni menjaga cinta dan ksih sayang, adanya musyawarah, dan saling memaafkan terhadap segala kesalahan yang telah diperbuat antar satu sama lain.

47Akif Khilmiyah, Menata Ulang Keluarga Sakinah, Keadilan Sosial dan Humanisasi Mulai dari Rumah, (Bantul: Pondok Edukasi, 2003), h. 109

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang yang dialami subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.48 Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka, melainkan data tersebut berasal dari masalah wawancara, observasi serta dokumentasi.Penelitian kualitatif dieksplorasi dan diperdalam dari suatu fenomena sosial atau suatu lingkungan sosial yang terdiri atas pelaku, kejadian, tempat dan waktu.49

B. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah bersifat lapangan. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif.

Dengan menjelaskan bahwa penelitian berdasarkan pengamatan, wawancara, hasil bacaan dengan melakukan analisis dan interpretasi.

Analisis dan interpretasi dilakukan untuk dapat memahami makna dibalik data yang tampak. Fenomena sosial sudah selalu bisa dipahami

48Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 6

49 Djam’an Satori, Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. 6, (Bandung:

Alfabeta, 2014), h. 22

(49)

berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan orang. Setiap ucapan dan perilaku seseorang memiliki makna tertentu.50

C. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi menjadi dua yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber Data Primer

Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dan sumber data yang diperoleh langsung dari lapangan. Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian sumber primer dalam penelitian.

Dalam hal ini, maka proses pengumpulan data perlu dilakukan dengan memperhatikan siapa sumber utama yang akan dijadikan objek penelitian. 51 Jadi, sumber data primer dalam penelitian ini ada 2 komponen yaitu sekretaris Kecamatan Pekalongan dan 3 keluarga yang tidak memiliki anak.

2. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang telah disusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Sumber data sekunder merupakan data yang

50 Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 24

51Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat Teori dan Praktik), Ed. 1 (Depok: Rajawali Pers, 2018), h. 214.

Referensi

Dokumen terkait