• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan dilakukan pada dua kawasan yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Setiap jenis penggunaan lahan dianalisis kesesuaiannya berdasarkan kriteria dan persyaratan penggunaan lahan. Kawasan lindung yang dianalisis adalah hutan lindung, sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan mata air, dan sempadan situ/danau. Sedangkan kawasan budidaya yang dianalisis adalah hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, sawah tadah hujan tanpa irigasi, dan pemukiman.

Penetapan alokasi ruang dalam perencanaan tata ruang dibangun berdasarkan metode dan kriteria dimana kriteria-kriteria tersebut belum secara tajam digariskan berdasarkan ketentuan hukum. Sejauh ini belum dapat diidentifikasi persyaratan teknis pemanfaatan ruang yang bersifat umum kecuali penetapan kawasan lindung yang diatur dalam Keppres No 32 tahun 1990 dan secara parsial tentang penetapan hutan lindung berdasarkan SK Menteri Pertanian No 837/kpts/UM/II/1980.

Kawasan lindung dianalisis dengan menggunakan kriteria yang terdapat dalam Keppres No 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung. Untuk kawasan budidaya, penetapan lahan untuk hutan produksi tetap dan terbatas menggunakan SK Menteri Pertanian No 837/kpts/II/1980, sedangkan sawah dan pemukiman diidentifikasi secara terpisah dengan mempertimbangkan masing-masing faktor pembatas.

Berdasarkan hasil analisis SIG dengan metode tumpang susun (overlay), scoring dan buffer diperoleh hasil analisis kesesuaian lahan untuk masing-masing penggunaan lahan sebagai berikut :

Kawasan Lindung

Berdasarkan hasil SIG menggunakan metode tumpang susun dan buffer diperoleh luasan (ha) masing-masing kategori kawasan lindung seperti disajikan pada Tabel 10 dan petanya disajikan pada Gambar 10.

(2)

Tabel 10 Luasan (ha) masing-masing kategori kawasan lindung

No. Jenis Luas (ha)

1. Hutan Lindung 23.551,2

2. Sempadan Pantai 884,5

3. Sempadan Sungai 32.760,0

4. Sempadan Situ 40,3

5. Sempadan Mata Air 1.778,9

Gambar 10 Kesesuaian lahan untuk kawasan lindung.

Menurut UU No 41 tahun 1999, hutan lindung didefinisikan sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan lindung ditetapkan dengan menggunakan scoring dengan parameter jenis tanah, kelerengan, dan curah hujan dengan skor ≥ 175. Luasan hutan lindung berdasarkan hasil analisis adalah 23.551,2 ha.

Sempadan pantai ditetapkan dengan membuat buffer minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai. Panjang garis pantai yang dimiliki Kabupaten Ciamis sekitar

(3)

91 km, berdasarkan hasil analisis SIG diperoleh luas sempadan pantai sekitar 844,5 ha.

Sempadan sungai ditetapkan 100 m pada sungai besar dan 50 m untuk sungai kecil, berdasarkan hasil analisis SIG diperoleh luas sempadan sungai sebesar 32.760,0 ha. Di Kabupaten Ciamis terdapat satu situ yakni Situ Panjalu dengan luas 100 ha dengan membuat buffer 50 m sepanjang tepian situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik situ ke arah darat diperoleh luas sempadan situ sebesar 40,3 ha. Berdasarkan peta hidrogeologi, Kabupaten Ciamis mempunyai jumlah mata air kurang lebih 144 mata air yang tersebar hampir merata di semua kecamatan dengan debit yang bervariasi antara < 10 liter/detik sampai > 100 liter/detik. Berdasarkan hasil analisis SIG diketahui luas sempadan mata air adalah 1.778,9 ha. Wilayah yang berpotensi untuk sumber mata air sebagian besar terdapat di bagian Utara.

Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan yang kondisi fisik dan potensi sumberdaya alamnya dapat dan perlu dimanfaatkan guna kepentingan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan. Kawasan budidaya yang dievaluasi terdiri dari hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, sawah tadah hujan tanpa irigasi, dan pemukiman. Hasil analisis untuk fungsi hutan dengan menggunakan scoring dan tumpang susun disajikan pada Tabel 11 dan petanya pada Gambar 11.

Tabel 11 Fungsi hutan pada masing-masing kategori

No. Fungsi Hutan Luas (ha)

1. Hutan Lindung 23.551,2

2. Hutan Produksi Terbatas 95.544,7

3. Hutan Produksi Tetap 125.383,1

Jumlah 244.479,0

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam dan unsur penentu penyangga kehidupan serta dapat memberikan manfaat yang cukup besar bagi kemakmuran masyarakat sehingga hutan perlu dikelola secara bijaksana agar berbagai fungsi hutan dapat dipertahankan secara lestari. Agar dapat memenuhi fungsi utamanya keberadaan hutan harus pada tingkat luasan yang cukup dan letaknya pada tempat yang tepat, serta dikelola secara baik dan benar.

(4)

Gambar 11 Kesesuaian lahan untuk fungsi hutan.

Kabupaten Ciamis sebagian besar terletak dalam suatu hamparan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy dan DAS Cimedang yang merupakan DAS super prioritas penanganan secara nasional. Letak hutan dalam DAS, yang termasuk di DAS Citanduy termasuk kedalam kawasan resapan air, karena letaknya di daerah hulu. Kondisi DAS tersebut mempunyai permasalahan tingginya laju erosi dan sedimentasi, serta ketidakseimbangan tata air DAS sebagai akibat kerusakan sumberdaya hutan dan lahan. Kawasan kritis yang berada di dalam maupun diluar wilayah hutan telah banyak mempengaruhi kondisi kritis pada beberapa sub DAS.

Hutan di Kabupaten Ciamis berdasarkan status kepemilikannya terdiri dari hutan negara dan hutan rakyat, sedangkan menurut fungsinya terdiri dari hutan lindung, hutan produksi, cagar alam, suaka margasatwa, dan kawasan wisata alam. Berdasarkan wilayah pengelolaannya terletak dalam Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis. Pengelolaan hutan produksi dan sebagian hutan konservasi diserahkan kepada Perhutani. Berdasarkan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP No 25 tahun 2000, maka pengelolaan hutan sekarang berada pada Pemda Kabupaten Ciamis.

(5)

Dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten Ciamis, kawasan dibagi tiga yakni kawasan lindung, kawasan budidaya pertanian, dan kawasan budidaya non pertanian. Kawasan hutan berada pada kawasan lindung dan kawasan budidaya pertanian. Luas kawasan hutan di wilayah Kabupaten Ciamis hanya mencakup 14,32 % dari luas wilayah kabupaten yaitu ± 35.007,88 ha yang terdiri dari 28.8913,13 ha termasuk kedalam hutan produksi yang dikelola oleh Perhutani dan 6.114,75 ha dikelola oleh BKSDA Jabar II termasuk kedalam kawasan konservasi.

Luasan ini masih belum ideal sebagai penyeimbang ekosistem dalam suatu DAS, dimana UU No 41 tahun 1999 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan menyebutkan bahwa luasan kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Pengelolaan hutan yang hanya 14,32 % masih belum mampu menjamin asas kelestarian (ekologi, produksi, dan sosial), apalagi pada situasi saat ini kondisi hutan yang ada mengalami banyak tekanan akibat penyerobotan lahan, pencurian kayu dan berbagai kepentingan pembangunan sektor lain yang mendesak keberadaan hutan, sehingga berakibat semakin meluasnya kawasan-kawasan hutan yang rusak (Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis 2004). Sebaran kawasan hutan di Kabupaten Ciamis ditunjukkan oleh Tabel 12 dan petanya pada Gambar 12.

Tabel 12 Kawasan hutan saat ini

No. Fungsi Hutan Luas (ha)

1. Kawasan Konservasi 6.114,8

2. Hutan Produksi Terbatas 10.297,8

3. Hutan Produksi Tetap 18.595,3

Jumlah 35.007,9 Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis (1999)

Sebaran lokasi kawasan hutan di Kabupaten Ciamis sebagai berikut : Kawasan Konservasi terdiri dari Kecamatan Cipaku, Cikoneng, Cihaurbeuti, Panumbangan, Panjalu, Kawali, Sadananya, Pangandaran, untuk kawasan Hutan Produksi terdiri dari Kecamatan Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, Cigugur, Langkaplancar, Pamarican, Cimaragas, Cisaga, Rancah, Rajadesa, Cipaku, Cihaurbeuti, Panumbangan, Panjalu, Kawali, Panawangan, Sadananya, Sukadana, Jatinagara, dan Tambaksari.

(6)

Yang termasuk kawasan konservasi adalah Suaka Margasatwa Gunung Sawal dengan luas 5.400 ha, Cagar Alam Panjalu 16 ha, dan Cagar Alam Pangandaran dengan luas 927 ha. Hutan produksi yang dikelola oleh Perhutani terdiri dari kelas perusahaan jati, mahoni dan pinus dengan rata-rata produksi per tahun adalah 28.593 m3 untuk jati, 2.532 m3 untuk mahoni, dan jenis rimba lainnya 96 m3 (Dinas Kehutanan Ciamis 2004).

Gambar 12 Kawasan hutan saat ini.

Hasil tumpang susun fungsi hutan hasil analisis dengan kawasan hutan saat ini ditunjukan pada Tabel 13 dan petanya pada Gambar 13.

Tabel 13 Perbandingan luasan fungsi hutan hasil analisis dan kawasan hutan saat ini

Luas (ha) No. Fungsi Hutan

Hasil Analisis Kawasan Hutan Saat Ini

1. Hutan Lindung 7.687,4 6.114,8

2. Hutan Produksi Terbatas 11.236,9 10.297,8

3. Hutan Produksi Tetap 16.083,6 18595,3

(7)

Berdasarkan hasil tumpang susun diketahui bahwa hanya 4.278,3 ha (69,96 %) Hutan Lindung saat ini, 6.086,8 ha (59,11 %) Hutan Produksi Terbatas saat ini, dan 8.912,7 ha (47,93 %) Hutan Produksi saat ini yang sudah sesuai dengan kesesuaian lahannya (fungsi hutan hasil analisis). Hal ini diduga karena sumber data yang digunakan dalam analisis berbeda terutama untuk peta curah hujan meskipun kriteria yang digunakan sama dan secara spasial terjadi penyebaran kawasan secara sporadis (terfragmentasi) sehingga untuk kepentingan pengelolaan hutan, kawasan tersebut dimasukan kedalam fungsi kawasan hutan yang lebih dekat dan luasan yang besar (kompak).

Untuk kawasan konservasi seperti suaka margasatwa dan cagar alam, faktor kekhasan dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta tipe ekosistemnya menjadi pertimbangan lain dalam penentuan fungsi hutan terutama hutan lindung.

(8)

Untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi, parameter yang digunakan adalah kelerengan, ketinggian, kedalaman efektif, dan drainase. Berdasarkan hasil analisis ruang diketahui bahwa lahan yang sesuai untuk sawah seluas 18.896,8 ha dan sisanya seluas 225.582,2 ha tidak sesuai. Lahan yang sesuai meliputi Kecamatan Kalipucang, Padaherang, Banjarsari, Lakbok, Cisaga, dan Panjalu. Peta kesesuaian lahan untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Kesesuaian lahan untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi. Kesesuaian lahan untuk pemukiman menggunakan paramater kelerengan, kedalaman efektif, dan drainase. Berdasarkan hasil analisis ruang diketahui bahwa lahan yang sesuai untuk pemukiman seluas 83.868,1 ha yang meliputi Kecamatan Cimerak, Cijulang, Parigi, Cigugur, Langkaplancar, Pangandaran, Banjarsari, Kalipucang, Padaherang, Pamarican, Lakbok, Kawali, Panawangan, Rajedesa, Jatinagara, Sadananya, Cipaku, Ciamis, dan Sukadana dan sisanya 160.610,9 ha tidak sesuai. Peta kesesuaian lahan untuk pemukiman disajikan pada Gambar 15.

(9)

Gambar 15 Kesesuaian lahan untuk pemukiman. Penggunaan Lahan Saat Ini

Penggunaan lahan tahun 2003 di Kabupaten Ciamis seperti disajikan pada Tabel 14 dan petanya pada Gambar 16.

Tabel 14 Jenis penggunaan lahan berdasarkan interpretasi citra landsat

No. Jenis Penggunaan Luas (ha)

1. Belukar/Kebun Campuran 29.456,6

2. Hutan Primer 42.651,0

3. Hutan Sekunder 27.078,7

4. Pemukiman/Tanah Kosong 15.416,5

5. Perkebunan/Hutan Tanaman 62.911,7

6. Pertanian Lahan Basah 45.625,8

7. Pertanian Lahan Kering 21.338,7

Jumlah 244.479,0

Sumber : CIFOR (2005)

Kawasan Lindung dengan Penggunaan Lahan

Hasil tumpang susun kawasan lindung dengan penggunaan lahan menunjukkan adanya penyimpangan penggunaan lahan seperti pada Tabel 15 dan petanya pada Gambar 17.

(10)

Gambar 16 Penggunaan lahan saat ini.

Tabel 15 Penggunaan lahan pada kawasan lindung

No. Penggunaan Lahan Luas (ha)

1. Pemukiman

(kampung/perumahan/lain-lain) 1.858,2

2. Pertanian lahan basah 10.541,3

Jumlah 12.399,5

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa terdapat 1.858,2 ha pemukiman, dan 10.541,3 ha pertanian lahan basah yang berlokasi pada kawasan lindung. Penggunaan kawasan budidaya pada kawasan lindung ini menunjukkan adanya konflik antar sektor, sehingga pengembangan kawasan budidaya perlu diarahkan melalui penataan kembali pemanfaatan kawasan sesuai dengan potensi yang ada sehingga diperoleh optimasi pemanfaatan ruang.

(11)

Gambar 17 Penggunaan lahan pada kawasan lindung.

Kesesuaian Lahan Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi dan Penggunaan Lahan

Hasil tumpang susun kesesuaian lahan sawah tadah hujan tanpa irigasi dengan penggunaan lahan diketahui bahwa 9.737,0 ha sesuai sedangkan 35.888,9 ha tidak sesuai, hal ini disebabkan karena evaluasi kesesuaian lahan sawah yang dilakukan adalah sawah tadah hujan tanpa irigasi sedangkan kenyataan di lapangan ada juga sawah irigasi yang tidak dievaluasi karena keterbatasan data. Peta kesesuaian lahan sawah tadah hujan tanpa irigasi dan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 18.

Kesesuaian Lahan Pemukiman dan Penggunaan Lahan

Hasil tumpang susun kesesuaian lahan pemukiman penggunaan lahan diketahui bahwa 1708,75 ha sesuai sedangkan 13687,29 ha tidak sesuai. Peta hasil kesesuaian lahan pemukiman dan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 19.

(12)

Gambar 18 Kesesuaian lahan sawah tadah hujan tanpa irigasi dan penggunaan lahan.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ciamis

Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Ciamis merupakan penjabaran spasial dari RTRW Provinsi Jawa Barat dan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Ciamis yang berfungsi memberikan arahan dalam pemanfaatan ruang untuk kegiatan sektor maupun daerah, sekaligus berfungsi pula sebagai arahan dalam penyusunan rencana pembangunan yang lebih rinci/operasional.

RTRW Kabupaten Ciamis tahun 1999-2009 mempunyai tingkat ketelitian peta 1:50.000. Dalam proses penataan ruang perlu diperhatikan aspek kesesuaian antara tuntutan kegiatan usaha di satu pihak dengan kemampuan wilayah di lain pihak sehingga dapat dicapai optimasi pemanfaatan ruang dan sekaligus menghindari konflik pemanfaatan ruang. Kesesuaian tersebut meliputi kesesuaian ekologis dan kesesuaian sosio ekonomis.

Dalam konteks Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Ciamis merupakan wilayah penunjang Timur bersama dengan Kabupaten Tasikmalaya, dan Kuningan dan merupakan wilayah penunjang simpul Kabupaten Cirebon. Kabupaten Ciamis dibagi menjadi 3 wilayah pengembangan, yakni wilayah pengembangan Utara

(13)

dengan pusat pertumbuhan di Ciamis, wilayah pengembangan Tengah di Banjar dan wilayah pengembangan Selatan di Pangandaran.

.

.

Gambar 19 Kesesuaian lahan pemukiman dan penggunaan lahan.

Menurut RTRW Kabupaten Ciamis tahun 1999 – 2009, arah penggunaan pemanfaatan lahan dibagi menjadi tiga, yaitu kawasan lindung, kawasan budidaya pertanian, dan budidaya non pertanian dimana penentuan kawaan-kawasan tersebut didasarkan pada kriteria teknik, karakteristik fisik dan kegiatan usaha. Berdasarkan RTRW tahun 1999-2009 jenis penggunaan lahan pada kawasan lindung tertera pada Tabel 16 dan penyebaran dapat dilihat pada Gambar 20.

Tabel 16 Kawasan lindung menurut RTRW

No. Jenis Penggunaan Luas (ha)

1. Perlindungan pada Kawasan Bawahannya

- Hutan Lindung - Kawasan Resapan Air

3.600,00 4.200,34 2. Perlndungan Setempat dan

Kawasan Rawan Bencana

- Sempadan Pantai, Sungai, Mata Air, Danau

- Rawan Bencana : - Rawan Gempa - Rawan Banjir - Rawan Kekeringan - Rawan Longsor 7.392,05 4.752,05 30.647,39 25.923,00 18.627,72 3. Kawasan Suaka Alam - Cagar Alam

- Suaka Margasatwa

5.564,60 11.656,78 Sumber : Bapeda Kabupaten Ciamis (2000)

(14)

Kriteria yang digunakan dalam penetapan kawasan lindung ini adalah kriteria berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 2 tahun 1996 tentang pengelolaan kawasan lindung di Jawa Barat. Kriteria ini sama dengan kriteria yang terdapat dalam Keppres No 32 tahun 1990 dengan beberapa tambahan kriteria di dalamnya.

Kecamatan yang diarahkan untuk memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya berupa hutan lindung adalah Kecamatan Cikoneng, Cihaurbeuti, Panjalu, Cipaku, Panumbangan. Kawasan yang diarahkan untuk resapan air adalah Kecamatan Jatinagara, Rancah, Cijeunjing, Kawali, Sukadana, Tambaksari, Cipaku, Panjalu, Panawangan, Langkaplancar, Cigugur, dan Pangandaran. Kawasan yang diarahkan untuk memberikan perlindungan setempat dan rawan bencana gempa adalah Kecamatan Panumbangan, Panjalu, dan Panawangan, sedangkan kawasan lindung untuk rawan longsor adalah Panawangan, Panumbangan, Kawali, Rajadesa, dan Panjalu. Kawasan untuk cagar alam adalah Kecamatan Pangandaran, dan Panjalu, dan wilayah yang termasuk Suaka Margasatwa adalah Kecamatan Cipaku, Cikoneng, Cihaurbeuti, Panumbangan, Panjalu, Kawali, Sadananya, dan Pangandaran.

(15)

Menurut Bapeda Kabupaten Ciamis (2000), beberapa permasalahan fisik yang dapat menjadi kendala pengembangan wilayah di Kabupaten Ciamis diantaranya erosi, pengikisan pantai, gerakan tanah, dan bahaya banjir. Bahaya erosi terutama terdapat di daerah perbukitan yang bertekstur sedang. Faktor utama bahaya erosi tanah antara lain ditentukan oleh kemiringan lahan, stabilitas tanah, dan tekstur tanah. Pengikisan pantai (abrasi) diakibatkan oleh aktivitas gelombang air laut, keadaan batuan yang lunak/sudah melapuk dan tidak adanya zona pelindung berupa hutan bakau, batu karang, dan sebagainya. Wilayah yang mempunyai potensi abrasi meliputi Kecamatan Pangandaran, Cijulang, Parigi, Cimerak, dan Kalipucang.

Potensi gerakan tanah umumnya banyak terjadi pada fisiografi pegunungan/perbukitan karst dan vulkan. Aktivitas gerakan tanah di wilayah pegunungan/perbukitan vulkan terdapat di Kecamatan Panjalu, sedangkan potensi gerakan tanah di wilayah perbukitan/pegunungan karst meliputi Kecamatan Langkaplancar, Pamarican, Tambaksari, Cigigur, dan Cimerak. Daerah potensi banjir terutama terletak di Kecamatan Langensari, Lakbok, Banjarsari, Padaherang, Cijulang, Parigi, Pangandaran, dan Kalipucang.

Jenis kawasan budidaya tertera pada Tabel 17 dan petanya pada Gambar 21. Tabel 17 Kawasan budidaya menurut RTRW

No. Jenis Penggunaan Luas (ha)

1. Kawasan Pertanian Lahan basah

- Kawasan pertanian tanaman dengan Lahan Basah

- Kawasan perikanan darat/laut

70.605,00 -2. Kawasan Pertanian

Lahan Kering

- Kawasan pertanian tanaman dengan lahan kering

- Kawasan pertanian tanaman keras/perkebunan

- Kawasan budidaya hutan produksi terbatas

- Kawasan pemukiman pedesaan

76.117,00 14.322,95 9.538,30 4.215,07 3. Kawasan Perkotaan - Kawasan pusat pemerintah dan

pendidikan

- Kawasan pemukiman perkotaan

4,92 4.215,07 4. Kawasan

Pariwisata

- Kawasan pariwisata pantai selatan

- Kawasan obyek parisiwata potensial

527,85

-5. Kawasan Industri 300,00

(16)

Kawasan budidaya merupakan kawasan di luar kawasan lindung yang meliputi kawasan budidaya pertanian (pedesaan) dan budidaya non pertanian (perkotaan). Kawasan budidaya pertanian merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan. Kegiatan pertanian tersebut dapat berupa pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering, tanaman keras (perkebunan), perikanan, peternakan, dan kehutanan.

Dalam perencanaan tata ruang wilayah dilakukan kegiatan penetapan alokasi ruang yang dibangun berdasarkan metode dan kriteria-kriteria. Sejauh ini belum dapat diidentifikasi persyaratan teknis pemanfaatan ruang yang bersifat umum atau dapat dipakai secara nasional yang ditetapkan dalam suatu peraturan terutama penetapan kawasan budidaya. Hardjowigeno dan Nasution (1990) dalam Sugiharti (2000), menyatakan bahwa pendekatan perencanaan tata ruang melalui perencanaan tata guna lahan dapat dilakukan dengan cara penilaian terhadap lahan dan komponen-komponennya seperti tanah, air, iklim, dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan manusia yang selalu berubah.menurut waktu dan ruang.

(17)

Penetapan kawasan budidaya hutan produksi, sawah, dan pemukiman disusun menggunakan kriteria versi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hutan produksi ditetapkan dengan kriteria : kawasan di luar kawasan hutan lindung yang mempunyai ketinggian lahan > 1000 m dengan kemiringan > 40 %, kedalaman efektif tanah > 60 cm dan merupakan daerah kritis bahaya lingkungan, dan berfungsi sebagai daerah resapan air. Penetapan sawah menggunakan parameter jenis tanah, permeabilitas tanah, tekstur tanah, dan jaringan irigasi, sedangkan penetapan lahan untuk pemukiman menggunakan parameter kemiringan lahan, sumberdaya air, dan sebaran lahan pertanian beririgasi teknik, dan sifat tanah seperti drainase, jenis tanah, permeabilitas, dan kemungkinan terjadinya erosi.

Kawasan hutan produksi terbatas ditetapkan pada wilayah seperti Kecamatan Langkaplancar, Cigugur, dan Pamarican. Sedangkan hutan produksi diarahkan pada Ciamis bagian Utara.

Menurut Bapeda Kabupaten Ciamis (2000), upaya peningkatan laju pertumbuhan ekononomi telah menimbulkan aktifitas pembangunan dan pengembangan sumberdaya alam oleh manusia, seperti penebngan hutan yang tidak terkendali, eksploitasi bahan galian di kawasan-kawasan mudah erosi dan kawasan hutan, dan sebagainya yang mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan. Selain itu permasalahan sumberdaya alam/lahan lainnya adalah sulitnya mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar, seperti adanya kutub-kutub pertumbuhan yang telah tumbuh dan berkembang dan dilengkapi dengan fasilitas yang cukup lengkap, namun daerah hinterlandnya kurang menunjang untuk menjadi kawasan produktif dan sebaliknya.

Permasalahan lain adalah adanya konflik kepentingan antara sektor terutama upaya pelestarian sumberdaya hutan dengan kepentingan produksi kehutanan pada areal yang dialokasikan sebagai kawasan lindung, kawasan konservasi tanah dan air, dan sebagainya, adanya perkembangan pembangunan fisik di bagian utara pada areal yang seharusnya sesuai untuk kawasan lindung atau penyangga. Kurang terpadunya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan, air, hutan, menjadi permasalahan sehingga terjadi tumpang tindih kegiatan antar sektor terutama kehutanan, pertambangan, pertanian, dan pariwisata.

(18)

Rencana tata ruang wilayah (RTRW) kemudian ditumpangsusunkan dengan penggunaan lahan saat ini untuk mengetahui penyimpangan rencana tata ruang dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 22.

Tumpang susun peta RTRW 1999 dengan peta penggunaan lahan 2003 dimaksudkan untuk mengetahui penyimpangan penggunaan lahan terutama untuk peruntukan sawah/pertanian lahan basah dan pemukiman. Dari hasil overlay diketahui bahwa 23,5 ha kawasan pariwisata digunakan untuk pertanian lahan basah dan 331,7 ha kawasan hutan konservasi, 160,2 ha kawasan pariwisata, dan 357,6 ha pertanian lahan basah digunakan untuk pemukiman.

Gambar 22 RTRW dan penggunaan lahan saat ini.

Beberapa hal yang merupakan kelemahan RTRW pada umumnya adalah bahwa tata ruang belum mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari ruang/lahan yang ada, sehingga masih bersifat makro dan indikatif sehingga kurang dapat digunakan sebagai acuan operasional pembangunan di lapangan. Peta-peta tesebut hanya memberikan gambaran mengenai batas-batas fungsi kawasan secara kasar. Dalam hal ini garis-garis yang membatasi fungsi-fungsi kawasan yang ada pada peta RTRW tidak dapat digunakan secara langsung sebagai bahan penataan batas di lapangan (hasil wawancara).

(19)

Analisis Strategis

Analisis strategis menggunakan analisis SWOT menghasilkan dua hal, yaitu : 1) peubah bersifat strategis unsur internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang; 2) nilai pengaruh peubah-peubah bersifat strategis terhadap pemanfaatan ruang. Selanjutnya analisis terhadap peubah-peubah bersifat strategis dan nilai pengaruhnya, dengan menggunakan diagram dan matriks SWOT menghasilkan arahan strategi pemanfaatan ruang. Hasil analisis strategis terhadap pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis disajikan pada Gambar 23.

Kekuatan

Peubah-peubah bersifat strategis unsur kekuatan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang dan nilai pengaruhnya disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Peubah-peubah unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya

No. Peubah Nilai Pengaruh

1. Kekayaan sumberdaya alam (darat dan laut) 0,6965 2. Letak/posisi geografis Ciamis sebagai salah satu

penyangga Jawa Barat 0,6429

3. Tersedianya sarana transportasi/perhubungan terkait

dengan pariwisata 0,6036

4. Adanya dukungan pemerintah dan masyarakat 0,6024 5. Rencana tata ruang dengan dukungan peraturan

perundangan 0,5488

Jumlah 3,0942

Uraian penjelasan setiap peubah bersifat strategis unsur kekuatan disajikan berikut ini.

1. Kekayaan sumberdaya alam (darat dan laut)

Sumberdaya alam yang terdapat di darat maupun laut merupakan modal dasar pembangunan. Kekayaan sumberdaya alam tersebut misalnya pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan pertambangan atau penggalian termasuk perikanan pada tahun 2003 telah memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi sebesar 16,55 % atau sebesar 30,83 % bagi PDRB. Sektor ini termasuk ke dalam sektor primer yakni sektor yang tidak mengolah bahan baku namun hanya mendayagunakan sumberdaya alam seperti tanah dan segala yang terkandung di dalamnya (BPS & Bapeda Kab. Ciamis 2004).

(20)

Unsur Internal

Kekuatan

1. Kekayaan sumberdaya alam (darat dan laut) (0,6965)

2. Letak/posisi geografis Ciamis sebagai salah satu penyangga Jawa Barat (0,6429)

3. Tersedianya sarana

transportasi/perhubungan terkait dengan pariwisata (0,6036)

4. Adanya dukungan pemerintah dan masyarakat (0,6024)

5. Rencana tata ruang dengan dukungan peraturan perundangan (0,5488)

Kelemahan

1. Koordinasi dan keterpaduan program yang lemah (0,69418) 2. Jumlah, kepadatan, dan distribusi

penduduk yang rendah (0,6048) 3. Permasalahan kondisi fisik terkait

dengan karakterisitik fisik alamiah (0,5809)

4. Ketimpangan ekonomi antar unit wilayah (0,5595)

5. Belum meratanya infrastruktur dan kegiatan investasi (0,5309) Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis Peluang 1. UU No 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah (0,6054)

2. Penetapan Ciamis sebagai Kawasan Andalan Priangan Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran (0,5786)

3. Adanya komitmen pemerintah daerah tentang pentingnya penataan ruang (0,5571)

4. Peningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pariwisata (0,4804)

5. Permintaan terhadap pemanfaatan lahan yang tinggi (0,4714)

Ancaman

1. Konflik antar kegiatan/sektor dalam pemanfaatan lahan (0,5375)

2. Ego sektoral dan daerah semakin kuat terkait dengan otonomi daerah (0,5232)

3. Tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan (0,5107)

4. Sifat dinamika wilayah yang tinggi sebagai kabupaten yang terletak pada perbatasan Jabar dan Jateng (0,4696)

5. Kesulitan mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar (0,3982)

Unsur Eksternal

Gambar 23 Hasil analisis strategis terhadap pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis.

(21)

Kekayaan sumberdaya pertambangan dan galian yang terdapat di Kabupaten Ciamis terdiri dari bahan galian untuk bangunan seperti batu pasir, batu gamping, dan lain-lain yang hampir merata dan bahan galian untuk industri (logam dan non logam) seperti kalsit, timbal, seng, dan lain-lain. Sumberdaya lahan yang terdapat di Kabupaten Ciamis sesuai untuk beberapa penggunaan misalnya pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, maupun tanaman keras/tahunan. Kabupaten Ciamis di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Pada tahun 2003, luas areal tambak sebesar 29,99 ha, produksi ikan yang berasal dari perikanan laut dan kolam air tawar mengalami kenaikan dari tahun 2002 masing-masing sebesar 22,04 % dan 12,46 % (BPS & Bapeda Kabupaten Ciamis 2004).

Peubah ini berdasarkan hasil analisis merupakan kekuatan utama dalam kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis.

2. Letak/posisi geografis Ciamis sebagai salah satu penyangga Jawa Barat

Kedudukan/posisi geografis Ciamis sebagai salah satu penyangga wilayah pengembangan Timur Jawa Barat (simpul Cirebon) harus mampu mendukung kegiatan yang dikembangkan di wilayah pengembangan Timur. Kabupaten Ciamis bersama dengan Kabupaten Tasikmalaya terfokus pada pengembangan pertanian tanaman keras/perkebunan, kehutanan, serta pariwisata dalam mendukung Cirebon sebagai kutub pertumbuhan bagian Timur Jawa Barat.

Potensi produksi lokal berupa produk pertanian seperti hortikultur, buah-buahan yang spesifik dipasarkan ke Bandung dan Jakarta melalui pusat koleksi Kota Banjar, produksi pengolahan pertanian di pasarkan ke Cirebon dan Jawa Tengah melalui Cirebon dan produk-produk yang dihasilkan dari bagian Utara dipasarkan melalui Tasikmalaya. Pola aliran barang masuk berupa barang-barang konsumsi melalui Banjar dan Tasikmalaya. Banjar melayani distribusi pemasaran ke wilayah bagian Selatan, sedangkan Tasikmalaya melayani wilayah bagian Utara.

(22)

3. Tersedianya sarana transportasi/perhubungan terkait dengan pariwisata

Keberadaan sarana transportasi memberikan pengaruh bagi dinamika perekonomian karena dapat mendorong mobilisasi penduduk maupun barang. Panjang jalan di Kabupaten Ciamis pada tahun 2003 mencapai 3.072,56 km yang sebagian besar telah diaspal, hanya sebagian jalan yang dikelola desa masih ada yang belum diaspal. Berdasarkan kewenangan pengelolaannya, jalan tersebut dibagi ke dalam 4 kategori yakni: jalan nasional sepanjang 46,035 km, jalan provinsi sepanjang 159,52 km, jalan kabupaten 771 km, dan sisanya sepanjang 3.490 km jalan desa, dimana kondisi jalan 71,64 % berada dalam kondisi sedang sampai baik.

Sarana transportasi perhubungan darat selain jalan adalah kereta api, sarana perhubungan udara didukung dengan adanya bandara Nusawiru yang terdapat di Kecamatan Cijulang yang bertujuan untuk meningkatkan daya tarik wisatawan dan mengembangkan kawasan pariwisata Pangandaran pada tingkat nasional/internasional. Selain itu, ada juga pelabuhan angkutan sungai yakni Pelabuhan Santolo dan Majingklak di Kecamatan Kalipucang yang menghubungkan Ciamis dengan Kota Cilacap (Jawa Tengah) baik untuk melayani pelayanan komersil maupun melayani rute angkutan pariwisata. 4. Adanya dukungan pemerintah dan masyarakat

Pemerintah sebagai pelayan/fasilitator bagi terselenggaranya kegiatan pembangunan memerlukan dukungan dari masyarakat. Masyarakat Kabupaten Ciamis yang terkenal dengan sifatnya yang ramah, saling menghormati, dan menghargai yang selalu menerapkan kejujuran dalam berinteraksi antara individu menjadi kekuatan yang dimiliki Kabupaten Ciamis dalam mendukung/berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan (Bapeda Kabupaten Ciamis 2004). Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan menurut responden dan hasil pengamatan di lapangan cukup baik, misalnya dalam kegiatan pengaspalan jalan umum, masyarakat bergotong royong membantu kegiatan pengaspalan jalan yang aspalnya sudah disediakan pemerintah.

(23)

5. Rencana tata ruang dengan dukungan peraturan perundangan

Secara hukum dan kelembagaan, adanya RTRW kabupaten sebagai pedoman dalam perumusan pola pemanfaatan ruang untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan antar wilayah atau antara sektor maupun dalam kebijakan pembangunan secara keseluruhan merupakan kekuatan bagi terselenggaranya pembangunan. RTRW Kabupaten Ciamis tahun 1999 - 2009 secara hukum didukung dengan adanya Perda No 3 tahun 1999. Beberapa peraturan perundangan tingkat nasional misalnya : UU No 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hutan, Keputusan Presiden No 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung merupakan kekuatan bagi pelaksanaan pemanfaatan ruang/pembangunan secara berkelanjutan.

Peubah-peubah bersifat strategis unsur kekuatan ini harus dipertahankan agar dapat memenuhi tujuan pemanfaatan ruang.

Kelemahan

Peubah-peubah bersifat strategis unsur kelemahan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang disajikan pada Tabel 19. Penilaian yang tepat terhadap peubah-peubah bersifat strategis unsur kelemahan ini diharapkan akan berperan dalam pemanfaatan ruang.

Tabel 19 Peubah-peubah unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya

No. Peubah Nilai pengaruh

1. Koordinasi dan keterpaduan program yang lemah 0,6941 2. Jumlah, kepadatan, dan distribusi penduduk yang rendah 0,6048 3. Permasalahan kondisi fisik terkait dengan karakterisitik

fisik alamiah 0,5809

4. Ketimpangan ekonomi antar unit wilayah 0,5595 5. Belum meratanya infrastruktur dan kegiatan investasi 0,5309 Jumlah 2,9702

Penjelasan lengkap terhadap setiap peubah strategis kelemahan tersebut disajikan berikut.

(24)

1. Koordinasi dan keterpaduan program yang lemah

Kegiatan pemanfaatan ruang atau pembangunan secara keseluruhan memerlukan koordinasi antar instansi dan keterpaduan antar program agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan. Hal ini merupakan hal yang sepele dan klasik tetapi masih tetap sulit untuk dilakukan. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya seperti lahan, air, dan hutan belum dilaksanakan secara terpadu sehingga terjadi tumpang tindih kegiatan antar sektor terutama kehutanan, pertambangan, pertanian, dan fasilitas pariwisata (Bapeda Kabupaten Ciamis 2000).

Salah satu contoh belum adanya koordinasi dan keterpaduan program dalam hal ketersediaan data/angka yang terdapat di instansi terkait, dimana tiap instansi mempunyai data/statistik yang berbeda untuk hal yang sama. Hal ini merupakan masalah klasik namun masih sering ditemui. Data/statistika merupakan salah satu alat/instrumen untuk menyusun program dalam pemanfaatan ruang, dengan adanya data yang berbeda akan menyulitkan kegiatan penyusunan program tersebut (hasil pengamatan dan wawancara).

Berdasarkan hasil analisis, peubah ini merupakan kelemahan utama dalam kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis.

2. Jumlah, kepadatan, dan distribusi penduduk yang rendah

Dibandingkan tahun 2002, jumlah penduduk Kabupaten Ciamis mengalami pertumbuhan sebesar 0,20 %. Pertumbuhan penduduk berakibat pada naiknya kepadatan di wilayah Kabupaten Ciamis yang mempunyai luas 244.479 ha. Penyebaran dan kepadatan penduduk di Kabupaten Ciamis tahun 2003 tidak merata antara daerah perkotaan dan pedesaan maupun antar kecamatan, dengan rata-rata kepadatan penduduknya adalah 594 orang/km2 dimana distribusi kepadatan penduduk lebih terkonsentrasi di bagian Utara dan Tengah dibandingkan di bagian Selatan.

Dari segi penyebarannya, 8,10 % penduduk Kabupaten Ciamis bertempat tinggal di Kecamatan Ciamis sehingga mempunyai kepadatan tertinggi (2.050 orang per km2). Kepadatan cukup tinggi juga dialami oleh Kecamatan Cikoneng, Cihaurbeuti, dan Kawali. Kepadatan penduduk juga tampak dari rata-rata anggota keluarga yang mencapai 3,21 sehingga secara

(25)

umum setiap keluarga memiliki 3 sampai dengan 4 orang anggota keluarga (BPS & Bapeda Kabupaten Ciamis 2004).

3. Permasalahan kondisi fisik terkait dengan karakterisitik fisik alamiah Kabupaten Ciamis mempunyai permasalahan fisik terkait dengan karakteristik fisik alamiahnya yang rawan bencana seperti erosi, abrasi, gerakan tanah, banjir dan sebagainya. Di Kabupaten Ciamis terdapat kurang lebih 100 aliran sungai yang mengalir, disamping merupakan potensi bagi sumberdaya air juga sering menimbulkan bencana seperti banjir yang biasa terjadi di bagian Utara Kabupaten Ciamis. Selama tahun 2003, di Kabupaten Ciamis telah terjadi bencana alam sebanyak 4.651 kejadian. Dilihat dari jenisnya, bencana alam terbanyak adalah longsor sebanyak 1.486 kejadian, banjir sebanyak 1.217 kejadian, dan kebakaran 1.037 kejadian (BPS & Bapeda Kabupaten Ciamis 2004).

4. Ketimpangan ekonomi antar unit wilayah

Ketimpangan ekonomi antar unit wilayah merupakan kelemahan dalam kegiatan pemanfaatan ruang/pembangunan di Kabupaten Ciamis. Kutub-kutub pertumbuhan yang mempunyai daerah hinterland yang potensial belum didukung oleh prasarana ekonomi pada kutub pertumbuhan yang bersangkutan sehinggga tidak terjadi linkages. Misalnya, kawasan Pantai Selatan seperti Kecamatan Pangandaran dan Parigi umumnya lebih maju dibandingkan unit-unit wilayah yang berada pada dataran tinggi dan pegunungan seperti Kecamatan Langkaplancar, Cigugur, Cimerak, Cipaku, Jatinegara, dan Tambaksari (Bapeda Kabupaten Ciamis 2000).

5. Belum meratanya infrastruktur dan kegiatan investasi

Kegiatan investasi dan pembangunan sarana dan prasarana (infrastruktur) di Kabupaten Ciamis masih belum merata. Daerah-daerah di bagian Selatan Kabupaten Ciamis cenderung lebih maju karena merupakan daerah pariwisata dibandingkan dengan daerah di bagian Utara (Bapeda Kabupaten Ciamis 2000).

(26)

Peluang

Peubah-peubah bersifat strategis unsur peluang dan nilai pengaruhnya disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Peubah-peubah unsur peluang dan nilai pengaruhnya

No. Peubah Nilai Pengaruh

1. UU No 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah 0,6054 2. Penetapan Ciamis sebagai Kawasan Andalan Priangan

Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran 0,5786

3. Adanya komitmen pemerintah daerah tentang pentingnya

penataan ruang 0,5571

4. Peningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan

pariwisata 0,4804

5. Permintaan terhadap pemanfaatan lahan yang tinggi 0,4714 Jumlah 2,6929

Penjelasan setiap peubah bersifat strategis unsur peluang disajikan berikut ini:

1. UU No 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah

Paradigma pembangunan yang sudah mengalami pergeseran dari sentralisisasi menjadi desentralisasi dengan dikeluarkannya UU No 32 tahun 2004 menggantikan UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah memberikan harapan bagi terlaksananya kegiatan pembangunan yang lebih banyak memberikan ruang bagi daerah. Kebijakan tersebut memberikan ketegasan kepada daerah sebagai daerah otonomi yang utuh. Sebagai daerah otonomi, kewenangan pemerintah yang diserahkan pada daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumberdaya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan.

Dengan diberlakukannya otonomi yang lebih luas dan nyata serta bertanggung jawab, setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola daerahnya sendiri secara mandiri. Belum jelasnya aturan-aturan teknis/peraturan perundangan lainnya yang diperlukan dalam pelaksanaan otonomi daerah, hendaknya tidak menjadi penghalang bagi daerah untuk mengembangkan dirinya (Riyadi & Bratakusumah DS 2004).

(27)

Berdasarkan hasil analisis, peubah ini merupakan peluang utama yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis.

2. Penetapan Ciamis sebagai Kawasan Andalan Priangan Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran

Menurut Perda Provinsi Jawa Barat No 2 tahun 2003, Kabupaten Ciamis ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Priangan Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran. Kawasan andalan merupakan kawasan yang memiliki potensi untuk memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pergeseran struktur ekonomi dan diarahkan dalam rangka menciptakan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan wilayah, sesuai dengan kegiatan utamanya melalui penyediaan prasarana wilayah.

Dalam konteks provinsi, Kabupaten Ciamis termasuk wilayah penunjang timur bersama Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Kuningan dengan kegiatan utama agribisnis, bisnis kelautan, dan pariwisata. Penetapan Kawasan Andalan Pangandaran dengan kegiatan utama pariwisata dan bisnis kelautan merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dalam kegiatan pembangunan dan pemanfaatan ruang, karena Kabupaten Ciamis akan menjadi perhatian Provinsi Jawa Barat misalnya terkait dengan pembangunan sarana prasarana dan sebagainya.

3. Adanya komitmen pemerintah daerah tentang pentingnya penataan ruang

Pemerintah daerah mempunyai komitmen mengenai pentingnya penataan ruang sebagai pedoman dalam proses pengaturan dan pengendalian ruang secara keseluruhan. Komitmen ini ditunjukkan dengan adanya rencana tata ruang dengan dukungan Perda karena penataan ruang merupakan perumusan konsepsi dan kebijakan pengembangan serta koordinasi di antara berbagai instansi yang terlibat dalam proses penataan ruang tersebut. Penataan ruang juga berfungsi sebagai arahan dalan penyusunan rencana pembangunan yang lebih rinci/operasional seperti Repelita dan Repetada. Hal ini merupakan peluang bagi terlaksananya kegiatan pembangunan dan pemanfaatan ruang yang berasaskan keseimbangan dan keserasian.

(28)

4. Peningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pariwisata dan pertanian

Sektor pertanian di Kabupaten Ciamis masih merupakan penggerak roda perekonomian sehinggga pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan ekonomi sangat signifikan dimana kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada tahun 2003 sebesar 30,37 %. Demikian halnya dengan kegiatan pariwisata yang memberikan multiplier effect bagi sektor perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan, dan komunikasi, pada tahun 2003 telah memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 32,71 % (BPS & Bapeda Kabupaten Ciamis 2004). 5. Permintaan terhadap pemanfaatan lahan yang tinggi

Pemanfaatan lahan yang sesuai untuk berbagai penggunaan jika dikelola dengan bijaksana akan memberikan manfaat yang optimal. Lahan di Kabupaten Ciamis yang sesuai untuk berbagai tujuan penggunaan lahan seperti sawah, pemukiman, dan sebagainya merupakan peluang yang harus dimanfaatkan seiring dengan tingginya permintaan terhadap lahan.

Peubah-peubah unsur peluang ini harus dicermati agar setiap peluang yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik.

Ancaman

Peubah-peubah bersifat strategis unsur ancaman yang berpengaruh terhadap pemanfatan ruang dan nilai pengaruhnya disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Peubah-peubah unsur ancaman dan nilai pengaruhnya

No. Peubah Nilai Pengaruh

1. Konflik antar kegiatan/sektor dalam pemanfaatan lahan 0,5375 2. Ego sektoral dan daerah semakin kuat terkait dengan

otonomi daerah 0,5232

3. Tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan 0,5107 4. Sifat dinamika wilayah yang tinggi sebagai kabupaten yang

terletak pada perbatasan Jabar dan Jateng 0,4696 5. Kesulitan mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti

pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar 0,3982 Jumlah 2,4392

Penjelasan setiap peubah bersifat strategis unsur ancaman dipaparkan sebagai berikut.

(29)

1. Konflik antar kegiatan/sektor dalam pemanfaatan lahan

Konflik antara kegiatan/sektor dalam pemanfaatan lahan dapat menjadi ancaman bagi kegiatan pemanfaatan ruang/pembangunan. Di Kabupaten Ciamis terjadi konflik antara kepentingan pelestarian sumberdaya hutan dengan kepentingan produksi yang melibatkan Balai Konservasi Sumberdaya Hutan dan Perhutani pada areal yang merupakan kawasan lindung dan kawasan konservasi tanah dan air.

Berdasarkan hasil analisis, peubah ini merupakan ancaman utama bagi pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis.

2. Ego sektoral dan daerah semakin kuat terkait dengan otonomi daerah Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah agar tidak ada kesenjangan antara pemerintah dengan aspirasi masyarakat. Tujuan otonomi daerah diantaranya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah, mengalokasikan hasil penggunaan sumberdaya alam yang lebih baik, meningkatkan pemanfaatan bagi daerah untuk pembangunan ekonomi daerah, dan memindahkan pengambilan keputusan agar lebih dekat dengan aspirasi masyarakat.

Kebijakan otonomi daerah mempunyai implikasi terhadap pengelolaan sumberdaya yang dapat bersifat sinergis apabila setiap pemerintah dan masyarakat di wilayah otonom menyadari arti pentingnya dari pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan. Otonomi daerah mempunyai kelemahan diantaranya adalah distribusi sumberdaya alam dan kualitas sumberdaya manusia tidak sama, persepsi pemerintah daerah yang berbeda dalam pengelolaan sumberdaya alam, juga persepsi yang berbeda tentang keberhasilan pemerintahannya yang diukur oleh pencapaian pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi, namun tidak memperhatikan kelestarian sumberdaya alam.

Ego sektoral akan menjadi ancaman apabila masing-masing sektor membuat program-program sendiri tanpa adanya koordinasi dengan sektor lainnya, sehingga kemungkinan terjadinya tumpang tindih terhadap pemanfaatan lahan cukup besar.

(30)

3. Tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan

Kebijakan otonomi daerah mempunyai implikasi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, misalnya penggunaan secara berlebihan terhadap sumberdaya alam dalam meningkatkan pendapatan wilayah, terjadi penurunan kondisi lingkungan: kerusakan hutan (illegal logging dan penebangan tidak terkontrol), banjir, erosi pada musin penghujan, kekeringan pada musim kemarau, kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity), peningkatan emisi CO2, peningkatan polusi air, dan sebagainya.

4. Sifat dinamika wilayah yang tinggi sebagai kabupaten yang terletak pada perbatasan Jabar dan Jateng

Kabupaten Ciamis merupakan perbatasan Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah di bagian Timur. Posisi ini memberikan dampak positif maupun dampak negatif bagi kehidupan masyarakatnya karena akan memberikan dinamika wilayah yang cukup besar melalui adanya pengaruh sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya.

5. Kesulitan mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar

Upaya optimalisasi rencana tata ruang salah satunya dapat dicapai melalui kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kesesuaian atau kemampuan lahannya. Adanya pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar misalnya adanya kutub-kutub pertumbuhan yang telah tumbuh dan berkembang dan dilengkapi dengan fasilitas yang cukup lengkap, namun daerah hinterlandnya kurang menunjang untuk menjadi kawasan produktif menimbulkan kesulitan dalam optimasi tata ruang.

Peubah-peubah bersifat strategis unsur ancaman ini harus segera diatasi. Diagram dan Matriks SWOT

Berdasarkan selisih jumlah skor/nilai pengaruh unsur internal (kekuatan dan kelemahan) 3,0942 – 2,9702 dan selisih total nilai pengaruh unsur eksternal (peluang dan ancaman) 2,6929 – 2,4392 maka dapat disusun diagram SWOT seperti disajikan pada Gambar 24.

Berdasarkan diagram SWOT, pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis berada pada sel 1. Menurut Pearce dan Robinson (1991), posisi pada sel 1

(31)

menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis mempunyai situasi yang menguntungkan karena mempunyai peluang dan kekuatan. Pada kondisi ini, diperlukan support an aggressive strategy.

Sedangkan menurut Rangkuti (2000), posisi pada sel 1 harus menerapkan strategi SO (Strengths-Opportunities). Strategi ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi tersebut dijelaskan secara rinci pada matriks SWOT pada Tabel 22.

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 - 0,1 - 0,2 - 0,3 - 0,5 - 0,4 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 - 0,2 - 0,3 - 0,4 - 0,5 Peluang (O) Ancaman (T) Kelemahan (W) Kekuatan (S) Sel 1 Sel 2 (0,12 ; 0,25) Sel 4 Sel 3

Gambar 24 Diagram SWOT pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis. Matriks SWOT menjelaskan secara rinci bagaimana peluang dan ancaman terhadap pemanfaatan ruang dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks SWOT ini menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi SO, ST, WO, dan WT.

(32)

Strategi SO yang dapat dilakukan adalah: 1) pengembangan kawasan andalan melalui penentuan alokasi pemanfaatan ruang berdasarkan kesesuaian lahan dan RTRW dan 2) pemanfaatan ruang dengan memanfaatkan semangat otonomi daerah, sarana prasarana dan dukungan perundang-undangan. Strategi WO yang dapat dilakukan adalah: 1) mengurangi ketimpangan ekonomi antar wilayah melalui penyebaran arus investasi dan 2) pemanfaatan sumberdaya alam berdasarkan karakteristik dan daya dukung lingkungan. Strategi ST yang dapat dilakukan antara lain melalui penyusunan rencana pengelolaan berdasarkan potensi dan kesesuaian lahan untuk menghindari terjadinya konflik antar kegiatan/sektor dan tekanan terhadap sumberdaya alam yang berlebihan, dan Strategi WT yang dapat diterapkan antara lain melalui peningkatan koordinasi antar sektor dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang untuk mengurangi konflik dan tekanan terhadap sumberdaya alam.

Arahan Strategi Pemanfaatan Ruang

Berdasarkan analisis SWOT, dapat dihasilkan arahan strategi pemanfaatan ruang. Peubah-peubah unsur kekuatan dan peluang dalam pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis perlu mendapat prioritas untuk diperhatikan. Penanganan terhadap peubah-peubah tersebut diharapkan tanpa mengabaikan peubah-peubah unsur kelemahan dan ancaman yang ada.

Penanganan yang efektif dan komprehensif diharapkan akan meningkatkan peran pemanfaatan ruang, yang perlu dituangkan dalam bentuk program-program. Program yang disusun sebaiknya memprioritaskan pada program kegiatan yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Selain itu, perlu diperhatikan besarnya nilai pengaruh dari setiap peubah.

(33)

Tabel 22 Matriks SWOT pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis UNSUR INTERNAL

UNSUR EKSTERNAL

Kekuatan

S1.Letak/posisi geografis Ciamis

sebagai salah satu penyangga Jawa Barat

S2.Kekayaan sumberdaya alam (darat dan laut).

S3.Tersedianya sarana

transportasi/perhubungan terkait dengan pariwisata.

S4.Rencana tata ruang dengan

dukungan peraturan perundangan. S5. Adanya dukungan pemerintah dan

masyarakat.

Kelemahan

W1. Koordinasi dan keterpaduan program yang lemah.

W2. Permasalahan kondisi fisik terkait dengan karakterisitik fisik alamiah.

W3. Jumlah, kepadatan, dan

distribusi penduduk yang rendah.

W4.Belum meratanya

infrastruktur dan kegiatan investasi.

W5. Ketimpangan ekonomi antarunit wilayah.

Peluang

O1 .Penetapan Ciamis sebagai Kawasan Andalan Priangan Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran.

O2. UU No 32 Tahun 2004

tentang otonomi daerah.

O3.Adanya komitmen

pemerintah daerah tentang pentingnya penataan ruang. O4. Peningkatan pendapatan

masyarakat melalui kegiatan pariwisata.

O5. Permintaan terhadap pemanfaatan lahan yang tinggi.

STRATEGI SO

- Pengembangan kawasan andalan melalui penentuan alokasi pemanfaatan ruang berdasarkan kesesuaian lahan dan RTRW.

- Pemanfaatan ruang dengan memanfaatkan semangat otonomi daerah, sarana prasarana dan dukungan perundang-undangan

STRATEGI WO

- Mengurangi ketimpangan ekonomi antar wilayah melalui penyebaran arus investasi.

- Pemanfaatan sumberdaya alam berdasarkan karakteristik dan daya dukung lingkungan.

Ancaman

T1.Konflik antar kegiatan/sektor dalam pemanfaatan lahan.

T2.Tekanan terhadap

sumberdaya alam dan lingkungan

T3. Ego sektoral dan daerah semakin kuat terkait dengan otonomi daerah. T4. Sifat dinamika wilayah yang

tinggi sebagai kabupaten yang terletak pada perbatasan Jabar dan Jateng.

T5.Kesulitan mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar.

STRATEGI ST

- Penyusunan rencana pengelolaan berdasarkan potensi dan kesesuaian lahan untuk menghindari terjadinya konflik antar kegiatan/sektor dan tekanan terhadap sumberdaya alam yang berlebihan.

STRATEGI WT - Peningkatan koordinasi antar

sektor dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang untuk mengurangi konflik dan tekanan terhadap sumberdaya alam.

(34)

Analisis Struktural

Berdasarkan hasil analisis SWOT, unsur kekuatan dan peluang dalam pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis lebih dominan dibandingkan unsur kelemahan dan ancaman. Dalam penelitian ini, struktur program pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis dibagi menjadi 5 elemen yakni: 1) kebutuhan dari program; 2) kendala utama, 3) perubahan yang dimungkinkan, 4) tujuan dari program, dan 5) tolok ukur untuk menilai setiap tujuan. Selanjutnya kelima elemen ini diuraikan menjadi sejumlah sub elemen yang diinteraksikan berdasarkan pendapat responden terpilih.

Dari hasil analisis struktural pemanfaatan ruang diharapkan dapat menjelaskan dan menemukan: 1) struktur sistem setiap elemen; 2) rangking (rank) dan jenjang (level); 3) klasifikasi sub elemen pada empat katagori peubah; sub elemen pada setiap elemen; dan 4) model struktural pemanfaatan ruang. Hasil dan pembahasan analisis struktural diuraikan di bawah ini.

Kebutuhan dari Program

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan responden (in depth interview), elemen kebutuhan dari program mempunyai 8 sub elemen, yaitu: 1) sarana dan prasarana/Infrastruktur, 2) sumberdaya manusia dan aparat pemerintah yang mengerti manfaat dan kegunaan perencanaan, 3) sosialisasi peraturan, 4) kebijakan dan aturan-aturan pemerintah yang mendukung, 5) partisipasi masyarakat, 6) penataan kawasan sesuai dengan potensinya (perencanaan tata ruang), 7) pemanfaatan sumberdaya alam/modal/pendanaan/teknologi, dan 8) koordinasi dan komunikasi antar instansi.

Reachability Matrix final dan interpretasinya untuk elemen kebutuhan dari program disajikan pada Tabel 23, sedangkan Driver-power Dependence Matrix untuk elemen ini disajikan pada Gambar 25.

Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa sub elemen pada elemen kebutuhan dari program dan merupakan kunci keberhasilan program pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis adalah yang mempunyai ranking (ranks) tertinggi yaitu penataan kawasan sesuai dengan potensinya (perencanaan tata ruang).

(35)

Tabel 23 Reachability matrix dan interpretasinya untuk elemen kebutuhan dari program

j i 1 2 3 4 5 6 7 8 DP R 1 1 1 1 1 1 0 1 1 7 2 2 0 1 0 0 1 0 0 1 3 5 3 0 1 1 0 1 0 0 1 4 4 4 0 1 1 1 0 0 1 0 4 4 5 0 0 1 1 1 0 1 0 4 4 6 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 7 0 1 1 1 0 0 1 1 5 3 8 0 1 0 1 1 0 0 1 4 4 D 2 7 6 6 6 1 5 6 L 4 1 2 2 2 5 3 2

Keterangan : i, j = kode sub elemen, Dp = Driver power, R = Rank, D = Dependence, L = Level, 1= ada hubungan kontekstual, 0 = tidak ada hubungan kontekstual IV III I II

Gambar 25 Matriks driver-power dependence untuk elemen kebutuhan dari program. 3 7 8 1 2 4 5 Dependence 6 8 (2) 7 6 3 4 5 (3,4,5,8) (7) (1) (6) Drive r p owe r 2 1 0

Dari Gambar 25 dapat dilihat bahwa sub elemen 2) sumberdaya manusia dan aparat pemerintah yang mengerti manfaat dan kegunaan perencanaan, 3) sosialisasi, 4) kebijakan dan aturan-aturan pemerintah yang mendukung, 5) partisipasi masyarakat,dan 8) koordinasi dan komunikasi antar instansitermasuk ke dalam sektor II atau peubah tidak bebas (dependent) dari sistem, yang dapat

(36)

diartikan sebagai akibat tindakan terhadap sub elemen kebutuhan program lainnya.

Sub elemen 7) pemanfaatan sumberdaya alam/modal/pendanaan/teknologi, termasuk ke dalam sektor III atau peubah pengait (linkage) dari sistem artinya peubah dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah-peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap keberhasilan dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar keberhasilan program pemanfaatan ruang, sedangkan lemahnya perhatian terhadap peubah-peubah tersebut akan menyebabkan kegagalan program.

Sub elemen 6) penataan kawasan sesuai dengan potensinya (perencanaan tata ruang), termasuk ke dalam sektor IV atau peubah bebas (independent). Sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak yang besar, namun memiliki sedikit ketergantungan terhadap program. Seluruh sub elemen dapat dipengaruhi oleh sub elemen tersebut tanpa tergantung pada sub elemen lainnya.

Gambar 26 menjelaskan bahwa sub elemen pada bagian bawah lebih dahulu dibutuhkan dibandingkan sub elemen yang berada di atasnya sehingga sub elemen yang paling atas pada diagram tersebut merupakan akibat dari sub elemen lainnya. Sub elemen yang mempunyai jenjang (level) sama menunjukan bahwa sub elemen tersebut saling mempengaruhi.

Kendala Utama

Elemen kendala utama dibagi ke dalam 9 sub elemen, yakni: 1) koordinasi dan keterpaduan program, 2) jumlah dan kualitas penduduk rendah dan tingginya migrasi, 3) permasalahan fisik (rawan banjir, longsor, dan sebagainya), 4) ketimpangan ekonomi antar unit wilayah, 5) belum meratanya penyebaran penduduk dan infrastruktur, 6) eksploitasi sumberdaya yang berlebihan, 7) sikap ego sektoral dan daerah (otonomi daerah), 8) terbatasnya investor, dan 9) sulitnya mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar. Reachability Matrix final dan interpretasinya untuk elemen kendala utama kebutuhan dari program disajikan pada Tabel 24, sedangkan Driver-Power Dependence Matrix untuk elemen ini disajikan pada Gambar 27.

(37)

77 7. Pemanfaatan sumberdaya alam / modal /

pendanaan / teknologi

6. Penataan kawasan sesuai dengan potensinya (perencanaan tata ruang)

1. Sarana dan prasarana / Infrastruktur 3. Sosialisasi

peraturan

4. Kebijakan dan aturan-aturan pemerintah yang mendukung

5. Partisipasi masyarakat 8. Koordinasi antar instansi

2. SDM dan aparat pemerintah yang mengerti manfaat dan kegunaan perencanaan

L 1

L 2

L 3

L 4

L 5

Gambar 26 Diagram model struktural untuk elemen kebutuhan dari program.

(38)

Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa sub elemen pada elemen kendala utama dan merupakan kunci keberhasilan program pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis adalah yang mempunyai ranking (ranks) tertinggi yaitu: 1) koordinasi dan keterpaduan program dan 3) permasalahan fisik (rawan banjir, longsor, dan sebagainya) yang termasuk kedalam sektor IV atau peubah bebas (independent), seperti dapat dilihat pada Gambar 27. Sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak yang besar, namun memiliki sedikit ketergantungan terhadap program. Seluruh sub elemen tersebut dapat dipengaruhi oleh sub elemen tersebut tanpa tergantung pada sub elemen lainnya.

Sub elemen 4) ketimpangan ekonomi antar unit wilayah, 5) belum meratanya penyebaran penduduk dan infrastruktur, 6) eksploitasi sumberdaya yang berlebihan (pengaruh otonomi daerah), 7) sikap ego sektoral dan daerah (otonomi daerah), 8) terbatasnya investor, dan 9) sulitnya mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar termasuk ke dalam sektor III atau peubah pengait (linkage) dari sistem berarti bahwa peubah dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah-peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap keberhasilan dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar keberhasilan program pemanfaatan ruang, sedangkan lemahnya perhatian terhadap peubah-peubah tersebut akan menyebabkan kegagalan program.

Tabel 24 Reachability matrix dan interpretasinya untuk elemen kendala utama j i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DP R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 2 0 1 0 0 1 0 0 1 0 3 5 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 4 0 1 1 1 0 0 1 1 0 5 4 5 0 1 1 1 1 0 0 1 0 5 4 6 0 0 0 1 1 1 1 1 1 6 3 7 0 1 0 1 1 1 1 1 0 6 3 8 0 1 0 1 1 0 0 1 1 5 4 9 1 1 0 1 1 1 1 0 1 7 2 D 3 8 4 8 8 5 6 8 5 L 5 1 4 1 1 3 2 1 3

(39)

Reachability Matrix final dan interpretasinya untuk elemen perubahan yang dimungkinkan disajikan pada Tabel 25, sedangkan Driver-power Dependence Matrix untuk elemen ini disajikan pada Gambar 29.

Elemen perubahan yang dimungkinkan dibagi ke dalam 9 sub elemen, yakni: 1) meningkatnya produktivitas, 2) meningkatnya pendapatan/kesejahteraan (productivity, efficiency), 3) adanya peningkatan kegiatan investasi, 4) berkembangnya perekonomian di tiap wilayah, 5) terjadinya pemerataan pembangunan (equity), 6) peningkatan sarana dan prasarana /infrastruktur, 7) adanya peningkatan pembangunan daerah, 8) peningkatan partisipasi masyarakat, dan 9) terciptanya keseimbangan pembangunan dan kelestarian lingkungan (sustainability).

Perubahan Yang Dimungkinkan

Sub elemen 2) jumlah dan kualitas penduduk rendah dan tingginya migrasi termasuk ke dalam sektor II atau peubah tidak bebas (dependent) dari sistem, yang dapat diartikan sebagai akibat tindakan terhadap sub elemen kebutuhan program lainnya. Gambar 28 menjelaskan bahwa sub elemen pada bagian bawah diagram model struktural lebih dahulu diatasi dibanding sub elemen lain yang berada di atasnya, sedangkan sub elemen yang mempunyai jenjang (level) sama menunjukkan bahwa sub elemen tersebut sama-sama dibutuhkan.

IV III I II Dependence

Gambar 27 Matriks driver-power dependence untuk elemen kendala utama.

3 6 7 8 1 2 4 5 (1) (6) (7) 2 8 7 6 5 2 3 4 Driver power 9 (3) (9) (4, 5, 8) 0 1

(40)

80 L 3 L 5 L 2 L 1 L 4

2. Jumlah dan kualitas penduduk rendah dan tingginya migrasi

7. Sikap ego sektoral dan daerah (otonomi daerah)

6. Eksploitasi sumberdaya yang berlebihan (pengaruh otonomi daerah)

3. Permasalahan fisik (rawan banjir, longsor, dan sebagainya)

1. Koordinasi dan keterpaduan program

9. Sulitnya mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar

4. Ketimpangan ekonomi antar unit wilayah

8. Terbatasnya investor 5. Belum meratanya penyebaran

penduduk dan infrastruktur

Gambar 28 Diagram model struktural untuk elemen kendala utama.

(41)

Dari Tabel 25 dapat dilihat bahwa sub elemen pada elemen perubahan yang dimungkinkan dan merupakan kunci keberhasilan program pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis adalah yang mempunyai ranking (ranks) tertinggi yaitu 1) meningkatnya produktivitas.

Dari Gambar 29 dapat dilihat sub elemen kunci 1) meningkatnya produktivitas dan 2) meningkatnya pendapatan/kesejahteraan (productivity, efficiency) termasuk ke dalam sektor IV atau peubah bebas (independent). Sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak yang besar, namun memiliki sedikit ketergantungan terhadap program. Seluruh sub elemen dapat dipengaruhi oleh sub elemen tersebut tanpa tergantung pada sub elemen lainnya.

Sub elemen lainnya, yakni: 3) adanya peningkatan kegiatan investasi, 4) berkembangnya perekonomian di tiap wilayah, 5) terjadinya pemerataan pembangunan (equity), 6) peningkatan sarana dan prasarana /infrastruktur, dan 7) adanya peningkatan pembangunan daerah termasuk ke dalam sektor III atau peubah pengait (linkage) dari sistem menunjukkan bahwa peubah dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah-peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap keberhasilan dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar keberhasilan program pemanfaatan ruang, sedangkan lemahnya perhatian terhadap peubah-peubah tersebut akan menyebabkan kegagalan program.

Tabel 25 Reachability matrix dan interpretasinya untuk elemen perubahan yang dimungkinkan j i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DP R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 2 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 2 3 1 0 1 1 1 0 0 1 1 6 3 4 0 0 0 1 0 1 1 1 1 5 4 5 0 1 1 1 1 1 0 0 1 6 3 6 0 0 1 0 1 1 1 1 1 6 3 7 0 0 1 0 1 1 1 1 0 5 4 8 0 0 0 1 1 0 0 1 1 4 5 9 0 1 0 1 0 0 1 0 1 4 5 D 2 4 6 7 7 6 6 7 7 L 4 3 2 1 1 2 2 1 1

(42)

Elemen tujuan dari program dibagi ke dalam 9 sub elemen, yakni: 1) meningkatnya pendapatan/kesejahteraan, 2) meningkatnya kesempatan bekerja dan berusaha, 3) terwujudnya pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah (productivity,efficiency), 4) meningkatnya investor dengan memberikan kepastian hukum dalam berinvestasi dan arahan alokasi ruang sesuai dengan potensinya, 5) mengurangi kesenjangan/pemerataan/distribusi pembangunan berimbang (equity), 6) menciptakan keseimbangan pembangunan dan kelestarian lingkungan (sustainability), 7) meningkatnya partisipasi masyarakat/organisasi, 8) terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan/pengaturan pemanfaatan ruang, dan 9) mewujudkan keterpaduan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sumberdaya buatan.

Tujuan dari Program

IV III I II Dependence

Gambar 29 Matriks driver power- dependence untuk elemen perubahan yang dimungkinkan.

Sub elemen 8) peningkatan partisipasi masyarakat dan 9) terciptanya keseimbangan pembangunan dan kelestarian lingkungan (sustainability) termasuk ke dalam sektor II (peubah tidak bebas) diartikan sebagai akibat tindakan terhadap sub elemen perubahan yang dimungkinkan lainnya. Gambar 30 menjelaskan bahwa sub elemen pada bagian bawah diagram model struktural lebih dahulu diprioritaskan dibanding sub elemen lain yang berada di atasnya.

3 6 7 8 1 2 4 5 (3,6) (2) (7) ) Driver power 9 7 6 5 0 1 2 3 4 9 (8,9) (4) ) (5) ) (1) 8

(43)

83

L 1

L 2

L 4 L 3

3. Adanya peningkatan kegiatan investasi

6 Peningkatan sarana dan prasarana /infrastruktur 5. Terjadinya pemerataan pembangunan 4. Berkembangnya perekonomian di tiap wilayah 8. Peningkatan partisipasi masyarakat 2. Meningkatnya pendapatan/ kesejahteraan 7. Adanya peningkatan pembangunan daerah 1. Meningkatnya produktivitas

Gambar 30 Diagram model struktural untuk elemen perubahan yang dimungkinkan.

(44)

Reachability Matrix dan interpretasinya untuk elemen tujuan dari program dapat dilihat pada Tabel 26, sedangkan Driver-power Dependence Matrix untuk elemen ini disajikan pada Gambar 31.

Tabel 26 Reachability matrix dan interpretasinya untuk elemen tujuan dari program j i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DP R 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 7 3 2 1 1 0 0 1 1 1 1 1 7 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 2 4 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 2 5 1 1 0 1 1 1 1 0 1 7 3 6 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 6 7 0 0 1 0 0 1 1 0 1 4 5 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 9 1 1 1 0 0 1 1 0 1 6 4 D 7 7 6 5 6 9 8 4 7 L 3 3 4 5 4 1 2 6 3

Dari Tabel 26 dapat dilihat bahwa sub elemen pada elemen tujuan dari program dan merupakan kunci keberhasilan program pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis adalah yang mempunyai ranking (ranks) tertinggi yaitu 1) terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan/pengaturan pemanfaatan ruang. IV III I II

Gambar 31 Matriks driver-power dependence untuk elemen tujuan dari program.

1 2 3 4 5 6 Dependence 7 (8) 7 2 3 4 5 6 (4) 8 8 9 1 0 (6) (7) (3) (5) (1,2) (9) Driver power

(45)

Dari Gambar 31 dapat dilihat sub elemen kunci tersebut termasuk ke dalam sektor IV atau peubah bebas (independent). Sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak yang besar, namun memiliki sedikit ketergantungan terhadap program. Seluruh sub elemen dapat dipengaruhi oleh sub elemen tersebut tanpa tergantung pada sub elemen lainnya.

Sub elemen lainnya, yakni: 1) meningkatnya pendapatan/kesejahteraan, 2) meningkatnya kesempatan bekerja dan berusaha, 3) terwujudnya pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah (productivity,efficiency), 4) meningkatnya investor dengan memberikan kepastian hukum dalam berinvestasi dan arahan alokasi ruang sesuai dengan potensinya, dan 5) mengurangi kesenjangan/pemerataan/distribusi pembangunan berimbang (equity), dan 9) mewujudkann keterpaduan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sumberdaya buatan termasuk ke dalam sektor III atau peubah pengait (linkage) dari sistem menunjukkan bahwa peubah dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah-peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap keberhasilan dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar keberhasilan program pemanfaatan ruang, sedangkan lemahnya perhatian terhadap peubah-peubah tersebut akan menyebabkan kegagalan program.

Sub elemen 6) menciptakan keseimbangan pembangunan dan kelestarian lingkungan (sustainability) dan 7) meningkatnya partisipasi masyarakat/organisasi termasuk ke dalam sektor II atau peubah tidak bebas (dependent) dari sistem, yang diartikan sebagai akibat tindakan terhadap sub elemen tujuan dari program lainnya.

Gambar 32 menunjukkan bahwa sub elemen pada bagian bawah diagram model struktural lebih dahulu harus diprioritaskan untuk diatasi dibandingkan sub elemen lain yang berada di atasnya sehingga sub elemen yang paling atas pada diagram tersebut merupakan akibat dari sub elemen lainnya, sedangkan sub elemen yang mempunyai jenjang (level) sama, berarti sub elemen tersebut sama-sama dipenuhi.

(46)

86 9.Mewujudkan keterpaduan sumberdaya

manusia, alam, dan buatan 2. Meningkatnya kesempatan bekerja

dan berusaha

7. Meningkatnya partisipasi masyarakat/organisasi

5. Mengurangi kesenjangan/pemerataan/distribusi pembangunan berimbang (equity)

3. Terwujudnya pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah (productivity,efficiency) Terwujudnya pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah (productivity,efficiency)

4. Meningkatnya investor dengan memberikan kepastian hukum dalam berinvestasi dan arahan alokasi ruang sesuai dengan potensinya

1. Meningkatnya pendapatan /kesejahteraan

8. Terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan/pengaturan pemanfaatan ruang

6. Menciptakan keseimbangan pembangunan dan kelestarian lingkungan (sustainability)

Gambar 32 Diagram model struktural untuk elemen tujuan dari program.

Keterangan : = Mengakibatkan, L : Level

L 5 L 6 L 1 L 2 L 4 L 3

Gambar

Tabel 10  Luasan (ha) masing-masing kategori kawasan lindung
Gambar 11  Kesesuaian lahan untuk fungsi hutan.
Gambar 12  Kawasan hutan saat ini.
Gambar 14  Kesesuaian lahan untuk sawah tadah hujan tanpa  irigasi.  Kesesuaian lahan untuk pemukiman menggunakan paramater kelerengan,  kedalaman efektif, dan drainase
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara luas pengertian mutu dapat mencakup aspek Secara luas pengertian mutu dapat mencakup aspek sarana/prasarana, organisasi, manejemen, masukan, sarana/prasarana,

Siswa mampu memahami kata, bentuk kata, dan bentuk kalimat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat menerapkan melalui pengamatan, klasifikasi, dan mampu

Hizbul Wathan merupakan organisasi otonom (ortom) muhammadiyah yang bergerak di bidang kepanduan , merupakan putra-putri muhammadiyah yang memiliki minat , bakat dan

Bulk Grains Bulk Soft Meals Bulk Animal Protein Meals Liquids – Fats, Oils, Molasses Bagged Animal Protein Meals Bagged Macro Ingredients Bulk Minerals Bagged Macro

Penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi bakteri asam laktat isolat BAL 18A (Lactococcus lactis ssp lactis 1)yang diisolasi dari kolon sapi bali sebagai

Passion &amp; Fashion – Only in Mitsubishi, menampilkan citra kendaraan penumpang yang juga dipadukan dengan Eco, Future &amp; Sporty, karena untuk kami,

beberapa waktu lalu, terjadi banyak kejadian dan fenomena sosial yang berawal dari perbedaan dan keragaman. Misalnya kasus dugaan penistaan agama yang gagal dipahami