• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen kurikulum homeschooling dan dampaknya pada kompetensi siswa berdasarkan jenjang pendidikan di homeschooling Pena Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen kurikulum homeschooling dan dampaknya pada kompetensi siswa berdasarkan jenjang pendidikan di homeschooling Pena Surabaya."

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN KURIKULUM HOMESCHOOLING DAN DAMPAKNYA PADA KOMPETENSI SISWA BERDASARKAN JENJANG PENDIDIKAN DI

HOMESCHOOLING PENA SURABAYA

SKRIPSI

Oleh :

MAUIDLOTUL KHASANAH D03213017

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Mauidlotul Khasanah (D03213017), 2017, Manajemen Kurikulum Homeschooling

dan Dampaknya Pada Kompetensi Siswa Berdasarkan Jenjang Pendidikan Di

Homeschooling Pena Surabaya. Dosen Pembimbing, Drs. H. Nur Kholis, M.Ed.Admin.Ph.D dan Machfud Bachtiyar M.Pd.I.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan manajemen kurikulum homeschooling dan dampaknya pada kompetensi siswa berdasarkan jenjang pendidikan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam dengan 9 orang informan, yaitu kepala homeschooling, kepala bagian akademik, 6 siswa dan 1 tutor. Manajemen kurikulum homeschooling yang dilakaukan di homeschooling Pena meliputi beberapa kegiatan yaitu: perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Perencanaan

kurikulum dimulai dari mempersiapkan pedoman pemerintah mengenai kurikulum

pendidikan non formal,hasil evaluasi dari kurikulum sebelumnya, mempersiapkan keperluan yang dibutuhkan untuk tahun ajaran baru. Kemudian pihak yang berwenang akan merumuskan mengenai tujuan, isi, dan metode kurikulum. Implementasi kurikulum homeschooling dilakukan berdasarkan pada kemampuan, potensi, bakat, dan minat siswa. Evaluasi yang yang dilakukan di homeschooling adalah evaluasi yang dilakukan secara keseluruhan tidak hanya mengenai kurikulum tetapi juga mengenai proses pembelajaran dan perkembangan peserta didik. Sedangkan berdasarkan laporan hasil belajar siswa mengindikasikan bahwa kompetensi siswa yang ada di homeschooling berdasarkan jenjang pendidikan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sudah termasuk ketegori baik dan sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.

(7)

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Konseptual ... 7

F. Keaslian Penelitian ... 8

G. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II KAJIAN TEORI A. Homeschooling a. Pengertian Homeschooling... 12

b. Sejarah Homeschooling ... 13

c. Dasar Hukum Homeschooling ... 15

d. Kesetaraan Homeschooling ... 16

(8)

f. Pendekatan Program Homeschooling ... 19

g. Syarat Penyelengaraan Homeschooling ... 20

B. Kurikulum Homeschooling a. Konsep Dasar Manajemen Kurikulum ... 22

b. Fungsi-Fungsi Manajemen Kurikulum ... 25

c. Manajemen Kurikulum Non Formal ... 33

d. Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Homeschooling ... 35

e. Kurikulum yang Digunakan Homeschooling ... 36

C. Kompetensi Siswa a. Pengertian Kompetensi Siswa ... 37

b. Macam-Macam Kompetensi Siswa... 38

c. Standar Kompetensi ... 48

D. Manajemen Kurikulum Homeschooling dan Kompetensi Siswa Berdasarkan Jenjang Pendidikan ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 52

B. Lokasi Penelitian ... 53

C. Sumber Data dan Informasi Penelitian ... 53

D. Cara Pengumpulan Data ... 59

E. Prosedur Analisis Data dan Interpretasi Data ... 62

F. Keabsahan Data ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 66

B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Hasil Temuan ... 67

2. Analisis Temuan Penelitian ... 97

C. Pembahasan ... 106

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 123

B. Saran ... 124

Daftar Pustaka ... 126

(9)

Daftar Gambar

Gambar 4.1 Hasil Kerajinan Siswa ... 94

Gambar 4.2 Piramida Kebutuhan Abraham Maslow ... 115

(10)

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Kompetensi Pengetahuan atau Kogninif Siswa ... 41

Tabel 2.2 Penjelasan Istilah Pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif... 42

Tabel 2.3 Kompetensi Sikap atau Afektif Siswa ... 46

Tabel 2.4 Kompetensi Keterampilan atau Psikomotorik Siswa ... 48

Tabel 3.1 Daftar Informan... 54

Tabel 3.2 Jadwal Wawancara ... 60

Tabel 4.1 Laporan Hasil Belajar Siswa Aspek Kognitif ... 87

Tabel 4.2 Laporan Hasil Belajar Siswa Aspek Afektif ... 91

(11)

Daftar Lampiran

Lampiran III-1 Pedoman Wawancara ... 128

Lampiran III-2 Transkip Wawancara ... 131

Lampiran III-3 Pedoman Dokumentasi ... 164

Lampiran III-4 Ceklis Dokumen ... 165

Lampiran III-5 Pedoman Obesrvasi ... 166

Lampiran III-6 Hasil Obsevasi ... 167

Lampiran IV-1 Profil Lembaga ... 168

Lampiran IV-2 Jumlah Siswa... 172

Lampiran IV-3 Jadwal Pelajaran ... 173

Lampiran IV-4 RPP dan Silabus ... 176

Lampiran IV-5 Laporan Hasil Belajar Siswa ... 219

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Definisi pendidikan sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas di atas,

mencerminkan bahwa proses pendidikan harus mengedepankan peran aktif

peserta didik yang berarti pula bahwa proses pendidikan sudah semestinya

menjadikan peserta didik sebagai subyek kurikulum, bukan sekedar objek

kurikulum. Sudah seharusnya setiap peserta didik diberi hak dan kesempatan

untuk ikut menentukan apa yang terbaik untuk dirinya. Ini mengandung

makna bahwa pendidikan mestinya memperhatikan minat dan kebutuhan

siswa dalam memilih dan menentukan kurikulum yang akan dijalaninya

sebagai bekal hidup yang diperlukan untuk mengukir masa depan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negaranya.2

1

Undang-undang Sisdiknas RI nomer 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1. 2

(13)

2

Selain itu, penyelenggaraan pendidikan sudah seharusnya mampu

memberikan suasana yang nyaman, aman dan menggairahkan bagi peserta

didik untuk senantiasa belajar guna memenuhi hasrat keingintahuannya.

Dengan demikian setiap peserta didik akan mampu tumbuh dan berkembang

sesuai minat, kebutuhan dan karakteristik gaya belajarnya masing-masing.

Namun, kenyataannya tidak semua sekolah memberikan rasa aman dan

nyaman pada anak didik. Misalnya, akhir-akhir ini dilaporkan banyak

kejadian pelecehan seksual dan bullying di tempat pendidikan.

Data yang dihimpun oleh ICRW (International Center on Research on Women) menyebutkan bahwa 84 % siswa pernah mengalami kekerasan di sekolah dan 75% siswa pernah melakukan kekerasan di sekolah. Sementara

UNICEF menyebutkan bahwa berdasarkan fakta di lapangan, 40% siswa usia

13-15 tahun melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman

sebaya. Sementara 50% siswa melaporkan mengalami penganiayaan

(bullying) di sekolah.3

Selain masalah kekerasan yang terjadi di sekolah salah satu masalah lain

dalam pendidikan formal yakni sekolah formal cenderung memperlakukan

beragam karakteristik siswa secara seragam. Setiap anak atau peserta didik

suka tidak suka, minat tidak minat dalam realitasnya mereka tetap harus

mengikuti aturan seragam tersebut dengan jadwal belajar yang sudah terpola

3Andi Hartik, “84 Persen Siswa Indonesia Alami Kekerasan di Sekolah”,Kompas.Com,29

(14)

3

dan sistematis lengkap dengan limit waktu yang harus ditempuh secara

seragam dengan pelaksanaan ujian yang seragam pula. Selain itu rata-rata

perbandingan rasio guru dengan murid yang ada pada sebagian besar sekolah

formal juga masih terlalu besar yakni 1:40. Secara logika dengan perbandingan

ini tidak memungkinkan guru untuk memperhatikan secara lebih bakat dan minat

anak secara individual. Akibatnya, banyak peserta didik yang merasa tak

tersalurkan bakat minat dan potensi kecerdasannya.4

Belum lagi banyaknya guru yang tidak mampu mengembangkan proses

pembelajaran yang inovatif dan kreatif sehingga gagal membangun

pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Hal ini tentu akan

berdampak pada rendahnya kualitas dan kompetensi pendidikan yang

dihasilkan. Satu dari alternatif pilihan untuk proses mendapatkan pendidikan

adalah homescholling. Homescholling adalah program pendidikan yang dilaksanakan dirumah dengan waktu dan tempat yang lebih fleksibel. Dengan

homeschooling diharapkan peserta didik dan orang tua dapat lebih leluasa menentukan apa yang ingin dicapai selama proses pembelajaran.

Meskipun program homescholling ini bukan termasuk dalam pendidikan formal, namun output yang dihasilkan juga mampu bersaing dengan output

dari pendidikan formal, meskipun hal tersebut juga tidak terlepas dari

beberapa faktor pendukung. Hal ini seperti yang dilansir dalam berita yang

dikeluarkan oleh liputan 6 pada tanggal 10 Juli 2007 dalam berita tersebut

4

(15)

4

disebutkan bahwa salah satu anak program homeschooling yang bernama Bilal berhasil meraih sepuluh besar olimpiade matematika tingkat sekolah

dasar. Untuk menciptakan lulusan yang unggul dan berkompeten pasti tidak

lepas dari proses pembelajaran yang dilakukan. Dalam proses pembelajaran

pasti ada kurikulum yang digunakan sebagai pedoman untuk melakukan

pembelajaran.

Meskipun homescholling bukan lembaga pendidikan formal namun

homescholling juga mempunyai suatu kurikulum yang digunakan dalam proses pembelajaran. Kurikulum yang ada di homescholling tentu berbeda

dengan kurikulum disekolah formal. Kurikulum homeschooling

dikembangkan secara fleksibel sesuai minat dan kebutuhan anak. Setiap

homeschooling memiliki penekanan kurikulum yang berbeda, tidak terstruktur secara seragam.5 Dilihat dari acuan kurikulum akademik yang digunakan secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: kurikulum versi pemerintah

Indonesia dan versi negara asing. Untuk kurikulum versi Indonesia:

Kurikulum homeschooling dikembangkan secara bervariasi dengan tetap mengacu kepada standar isi kurikulum depdiknas. Untuk versi asing:

Kurikulum homeschooling mengadopsi pada sekolah klasikal di negara maju seperti Amerika Serikat. 6

5

Ali Muhtadi, Pendidikan dan Pembelajaran di Sekolah Rumah, 13. 6

(16)

5

Dari paparan diatas, diketahui bahwa kurikulum yang digunakan di

homescholling sangat memperhatikan minat, bakat, dan kemampuan peserta didik. Karena kurikulum homeshooling disesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik, maka dapat diharapkan bahwa lulusannya akan lebih sesuai

dengan kompetensi masing-masing siswa.

Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian mengenai “Manajemen

Kurikulum Homeshooling dan Dampaknya pada Kompetensi Siswa Sesuai dengan Jenjang Pendidikan.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus penelitian yang akan

dibahas adalah:

1. Bagaimana manajemen kurikulum yang ada di homeshooling Pena Surabaya?

2. Bagaimana kompetensi siswa yang ada di homeschooling Pena

Surabaya?

3. Bagaimana dampak manajemen kurikulum pada kompetensi siswa

(17)

6

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui manajemen kurikulum yang ada di homeschooling

Pena Surabaya.

2. Untuk mengetahui kompetensi siswa di homeschooling Pena

Surabaya.

3. Untuk mengetahui dampak manajemen kurikulum pada kompetensi

siswa berdasarkan jenjang pendidikan di homeschooling Pena

Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

khazanah keilmuan di bidang lembaga pendidikan umumnya dan

untuk bimbingan di lembaga pendidikan homeschooling khususnya. 2. Praktis

a. Untuk Orang Tua dan Siswa

Penelitian ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan

pengetahuan mereka mengenai kurikulum homeschooling.

b. Untuk Guru atau Tenaga Pengajar

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam

membantu meningkatkan kemampuan dalam menyusun

(18)

7

c. Untuk Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai ilmu

yang berharga dalam kehidupannya. Dan dapat dijadikan acuan

ketika nanti terjun langsung di dunia pendidikan.

E. Definisi Konseptual

1. Manajemen Kurikulum Homeschooling

a. Pengertian Manajemen

Manajemen menurut Parker (Stoner dan Freeman,2000)

ialah seni melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang (the art of getting things done through people). Sedangkan manajemen dalam arti luas adalah perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengendalian.7

b. Pengertian Kurikulum

Kurikulum adalah keseluruhan program, fasilitas, dan

kegiatan suatu lembaga pendidikan atau pelatihan untuk

mewujudkan visi dan misi lembaganya.8

7

Husaini Usman,Manjemen:Teori,Praktik,dan Riset Pendidikan(Jakarta:Bumi Aksara),2010,5.

8

(19)

8

c. Pengertian Homeschooling

Homeschooling atau home education adalah pendidikan yang dilakukan secara mandiri oleh keluarga, dimana

materi-materinya dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan anak.9

d. Manajemen Kurikulum Homeschoolling

Manajemen kurikulum homescholling adalah pengelolaan atau penggunaan kurikulum yang ada pada homeschooling.

Kurikulum pembelajaran homeschooling adalah kurikulum

yang didesain sendiri namun tetap mengacu kepada kurikulum

nasional.

2. Kompetensi Siswa

Kompetensi siswa adalah integrasi pengetahuan, keterampilan,

nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasan berpikir dan

bertindak yang dimiliki oleh siswa.10

F. Keaslian penelitian

Penelitian yang akan dilakukan inin berbeda dengan penelitian yang sudah

ada. Letak perbedaan itu ada pada dampak kompetensi siswa berdasarkan

jenjang pendidikan.Penelitian-penelitian yang sudah ada hanya membahas

tentang manajemen kurikulum homeschoolingnya saja.

9

Maria Magdalena, Anakku Tidak Mau Sekolah Jangan Takut Cobalah Home Schooling,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), 2010,8.

10

(20)

9

Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang membahas tentang

manajemen kurikulum homeschooling:

1. Manajemen Kurikulum Homeschooling yang diteliti oleh Fajar Arian Oktavianto pada tahun 2016. Dalam penelitian tersebut dijelaskan

bahwa proses manajemen kurikulum dimulai dari proses perencanaan

sampai evaluasi. perencanaan kurikulum homeschooling dimulai dari mempersiapkan kurikulum dasar, informasi peserta didik, dan

pedoman pemerintah tentang pendidikan non formal. Bidang yang

berwenang akan merumuskan tujuan, isi, serta metode kurikulum.

Implementasi kurikulum homeschooling didasarkan pada potensi, minat bakat, perkembangan dan kondisi peserta didik. Evaluasi yang

dilaksanakan di homeschooling masih sebatas evaluasi hasil belajar peserta didik dan kinerja tenaga pengajar.

2. Implementasi Kurikulum Homeschooling Kak Seto Semarang (HSKS)

Semarang Pada Satuan SMA dan Kualitas Lulusannya pada tahun

2013. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa Kurikulum yang

digunakan pada lembaga homeschooling adalah kurikulum KTSP

dengan beberapa pengembangan homeschooling yang di rencanakan pada setiap awal semester. Kegiatan pengembangan homeschooling

untuk menumbuhkan kreatifitas dan pemahaman siswa dalam

(21)

10

pelajaran yang diberikan di homeschooling hanya berjumlah 7 mata pelajaran yang masuk pada Ujian Nasional jurusan IPA dan IPS.

Lulusan IPA SMA dari homeschooling memiliki Nilai Akhir (NA) diatas SMA Formal se-Kota Semarang pada mata pelajaran Bahasa

Inggris, Matematika dan Fisika dengan selisih 0,7 - 0,87. Nilai Akhir

(NA) pada lulusan IPS SMA Homeschooling masih berada di bawah

sekolah Formal se-Kota Semarang dengan selisih 0,74 - 1,02.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih memudahkan pembaca dalam memahami isi dari pada

laporan penelitian ini, serta isi laporan penelitian tersusun secara sistematis

sehingga dapat memenuhi kriteria penulisan secara ilmiah, maka peneliti

menganggap perlu untuk membuat sistematika pembahasan.

BAB I merupakan bab pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang

latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

definisi konseptual, dan sistematika pembahasan.

BAB II merupakan bab landasan teori. Bab ini menguraikan kajian

teori mengenai 1) Homeschooling, 2) Kurikulum Homeschooling 3)

Kompetensi Siswa 4) Manajemen Kurikulum Homeschooling dan

Dampaknya pada Kompetensi siswa berdasarkan jenjang pendidikan

BAB III merupakan bab metode penelitian. Bab ini menguraikan

(22)

11

Cara Pengumpulan Data, Prosedur Analisis dan Interpretasi Data, Keabsahan

Data

BAB IV merupakan bab hasil penelitian. Bab ini menguraikan 1)

Kurikulum Homeschooling 2) Kompetensi siswa di Homeschooling 3)

Manajemen Kurikulum Homeschooling dan Dampaknya pada Kompetensi

siswa berdasarkan jenjang pendidikan.

BAB V merupakan bab penutup. Bab ini memuat kesimpulan,

saran-saran, kemudian dilanjutkan dengan daftar pustaka serta lampiran-lampiran

(23)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Homeschooling

1. Pengertian Homeschooling

Homeschooling merupakan model pendidikan alternatif selain pendidikan di bangku sekolah. Dalam homeschooling secara mandiri keluarga memberikan pendidikan kepada anak-anak sesuai minat, bakat,

dan kebutuhan mereka. Ada beberapa istilah yang biasa digunakan untuk

model pendidikan homeschooling yaitu home education atau home-based learning dan dalam bahasa Indonesia disebut dengan sekolah rumah atau sekolah mandiri.

Homeschooling adalah pendidikan yang dilakukan secara mandiri oleh keluarga, dimana materi-materinya dipilih dan disesuaikan dengan

kebutuhan anak.11 Homeschooling memiliki asumsi dasar bahwa setiap keluarga memiliki hak untuk bersikap kritis terhadap definisi dan sistem

eksternal yang ditawarkan kepada keluarga.12 Kekhasan dan kekuatan

homeschooling paling besar adalah customized education, yakni pendidikan yang disesuaikan dengan potensi anak dan lingkungan yang

11

Maria Magdalena, Anakku Tidak Mau Sekolah Jangan Takut Cobalah Home Schooling,

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), 8.

12

(24)

13

ada disekitar. Dalam homeschooling keragaman anak dihargai dan seorang anak tidak dituntut untuk seragam dan serupa.13

Jadi yang dimaksud homeschooling adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dengan menyesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan, dan

potensi anak.

2. Sejarah Homeschooling

Filosofi berdirinya sekolah rumah ditulis John Cadlwel Holt dalam

bukunya yang berjudul How Children Fail pada tahun 1964. Filosofi tersebut adalah “manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang

belajar; kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang

membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha

menyelak, mengatur, atau mengontrolnya”. Dipicu oleh filosof tersebut,

pada tahun 1960-an terjadilah perbincangan dan perdebatan luas mengenai

pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak

dan pendidikan, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa

tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi

disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri.14 Setelah pemikirannya tentang

kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, Holt sendiri

kemudian menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education; Ways to Help People Do Things Better, pada tahun 1976 dan pada tahun 1977,

13

Sumardiono, Apa Itu Homeschooling?, 26.

14

(25)

14

Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi nama:

Growing Without Schooling.15

Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal

tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moore melakukan penelitian mengenai

kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa masuknya anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tak

efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak,

khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka.

Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi

pendukung dan konsultan penting homeschooling. Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan.16 Perkembangan homeschooling terus meluas hingga pada tahun 1996, di Amerika sudah lebih dari 1,2 juta anak homeshooler dengan pertumbuhan 15% setiap tahunnya. Dan pertumbuhan homeschooling juga terus meluas di Eropa dan Asia.17

Perkembangan homeschooling di Indonesia belum diketahui secara persis karena belum ada penelitian khusus tentang akar perkembangannya.

Istilah homeschooling merupakan khazanah relatif baru di Indonesia.

15

Homeschoolingyoo“Sejarah Homeschooling,” Desember 2012. diakses tanggal 18 Aprill 2017 http://homeschoolingyoo.blogspot.co.id/

16

Homeschoolingyoo “Sejarah Homeschooling,” Desember 2012. diakses tanggal 18 April

2017 http://homeschoolingyoo.blogspot.co.id/

17

(26)

15

Namun, jika dilihat dari konsep homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di sekolah formal atau otodidak, maka sekolah

rumah sudah tidak merupakan hal baru.18

Di negeri kita konsep sekolah rumah sudah diterapkan lama oleh

sebagian kecil masyarakat kita. Hal ini dapat dilihat di pondok-pondok

pesantren para Kiai secara khusus telah mendidik anak-anaknya sendiri

karena merasa lebih mengena dan puas bisa mengajarkan ilmu pada putra

sendiri daripada sekadar mempercayakan pada orang lain. Tokoh-tokoh

terkenal seperti KH Agus Salim, Ki Hajar Dewantoro atau Buya Hamka

juga mengembangkan cara belajar dengan sistem persekolahan di rumah

ini. Metode ini dijalankan bukan sekedar agar anak didik lulus ujian

kemudian mendapatkan ijazah, namun agar lebih mencintai dan punya

semangat yang tinggi dalam mengembangkan ilmu yang dipelajari.19

3. Dasar Hukum Homeschooling

Dasar legalitashomeschooling dalam payunghukum nasional adalah:20

a. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional

b. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan

c. PP Nomor 73 tentang Pendidikan Luar Sekolah

18

Homeschoolingyoo“Sejarah Homeschooling,” Desember 2012. diakses tanggal 18 April 2017 http://homeschoolingyoo.blogspot.co.id/

19Abu Dira Syifa “Sejarah Munculnya

Homeschooling” Juli 2008. diakses tanggal 18 April

2017 https://abudira.wordpress.com/2008/07/19/sejarah-munculnya-homeschooling/ 20

(27)

16

d. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

0131/U/1991 tentang paket A dan B

e. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 132/U/2004

tentang Paket C.

Selain itu dasar hukum penyelenggaraan homeschooling secara lebih rinci diatur dalam Permendikbud No.129 tahun 2014 tentang

sekolah rumah. Dalam Permendikbud No.129 tahun 2014 pasal 1 ayat

4 disebutkan bahwa sekolah rumah adalah proses layanan pendidikan

yang secara sadar dan terencana dilakukan oleh orangtua atau keluarga

di rumah atau tempat-tempat lain dalam bentuk tunggal, majemuk, dan

komunitas dimana proses pembelajaran dapat berlangsung dalam

suasana yang kondusif dengan tujuannya agar setiap potensi peserta

didik yang unik dapat berkembang secara maksimal. 21

4. Kesetaraan Homeschooling

Dalam UU Sisdiknas dikenal tiga jalur pendidikan, yaitu pendidikan

formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal. Program sekolah

rumah tunggal dan majemuk dapat dimasukkan sebagai model pendidikan

yang diklasifikasikan sebagai satuan pendidikan informal, berdasarkan

UU Sisdiknas, pasal 27 ayat 1 yang berbunyi: ”Kegiatan

pendidikaninformal yang dilakukan olehkeluarga dan lingkungan berbentukkegiatan belajar secara mandiri”. Dalam hal ini pemerintah

21

(28)

17

tidak mengintervensi dengan membuat peraturan tentang standar isi dan

proses pelayanannya. Pemerintah hanya memberlakukan standar penilaian

dan memberikan ijazah bagi lulusan homeschooling informal jika ingin disetarakan dengan pendidikan jalur formal dan nonformal. Sedangkan

Homeschooling komunitas sebagai pendidikan alternatif, dimasukkan sebagai model pendidikan yang diklasifikasikan sebagai satuan

pendidikan nonformal. Hal ini sesuai dengan pasal 26 ayat 4 UU Sisdiknas

yaitu ”Kelompok belajar ditetapkansebagai salah satu klasifikasi

modelpendidikan alternatif yang merupakansatuan pendidikan

nonfornmal”. Maka seperti pada homeschooling informal, pada

homeschooling nonformal pemerintah juga tidak mengintervensi dengan membuat peraturan tentang standar isi dan proses pelayanannya.22

Ketentuan mengenai pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan

lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri diatur dalam UU

No. 20 tahun 2003 pasal 27. Hasil pendidikan sebagaimana yang

dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan

nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional

pendidikan. Anak-anak yang belajar melalui homeschooling dapat memperoleh ijazah dengan cara mengikuti ujian kesetaraan yang

diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Ujian

kesetaran terdiri dari ujian Paket A yang setara dengan SD, Paket B yang

22

(29)

18

setara dengan SMP, dan Paket C yang setara dengan SMA, dengan

memiliki ijazah paket C seorang anak dapat melanjutkan ke Perguruan

Tinggi manapun yang diinginkan.23

5. Klasifikasi Homeschooling

Secara umum penyelenggaraan homeschooling dapat diklasifikasikan ke dalam tiga katergori, yaitu:24

a. Homeschooling tunggal

Homeschooling tunggal adalah homeschooling yang diselenggarakan oleh sebuah keluarga tanpa bergabung dengan

keluarga lain. Homeschooling macam ini biasanya diterapkan karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat

diketahui atau dikompromikan dengan komunitas homeschooling lain.

b. Homeschooling majemuk

Homeschooling majemuk adalah homeschooling yang diselenggarakan secara kelompok oleh dua atau lebih keluarga

untuk kegiatan tertentu berdasarkan kesamaan bakat dan minat,

sementara kegiatan pokoknya tetap dilaksanakan oleh orang tua

masing-masing.

23

Sumardiono, Apa Itu Homeschooling?,168.

24

(30)

19

c. Komunitas homeschooling

Komunitas homeschooling adalah gabungan dari beberapa model homeschooling majemuk dengan kurikulum yang lebih terstruktur sebagaimana pendidikan formal. Ada silabus, bahan

ajar, kegiatan pokok, sarana prasarana, dan jadwal pembelajaran.

Komitmen penyelenggaraan homeschooling biasanya 50% oleh keluarga dan 50% oleh komunitas.

6. Pendekatan Program Homeschooling

Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam program

homeschooling menurut Ramson25 yaitu: a. School at home

Pendekatan ini merupakan model pendidikan yang sama

dengan pendidikan yang diselenggarakan disekolah.

b. United studies

Pendekatan ini merupakan model pendidikan yang berbasis

tema. Siswa tidak belajar per mata pelajaran, tetapi belajar melalui

tema tertentu yang ditinjau dari berbagai mata pelajaran.

c. Charlotte mason atau The living book approach

Pendekatan ini merupakan model pendidikan melalui

pengalaman nyata.

25

(31)

20

d. Classical, Waldrorf, Montessori, dan Electic

Pendekatan classical merupakan model pendidikan yang menggunakan kurikulum berstruktur berdasarkan tiga tahap

perkembangan anak. Pendekatan Waldorf, merupakan model pendidikan yang berusaha menciptakan setting sekolah yang mirip keadaan rumah. Pendekatan Montessori merupakan model pendidikan dengan mempersiapkan lingkungan yang alami agar

dapat mendorong anak untuk berinteraksi dengan lingkungan.

Pendekatan electic, merupakan model pendidikan yang memberi kesempatan pada keluarga untuk mendesain sendiri program

homeschooling yang sesuai, dengan cara memilih atau menggabungkan sistem yang ada.

7. Syarat Penyelengaraan Homeschooling

DalamPermendikbud No.129 Tahun 2014 pasal 6 dijelaskan bahwa

syarat untuk mengadakan homeschooling berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut:26

a. Homeschooling Tunggal dan Majemuk

Penyelenggara Sekolahrumah tunggal dan majemuk wajib

mendaftar ke Dinas Pendidikan kabupaten/kota. Pendaftaran untuk

Sekolah rumah tunggal dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut:

26

(32)

21

1) Identitas diri orang tua dan peserta didik;

2) Surat pernyataan dari kedua orang tua yang menyatakan bahwa

orang tua bertanggungjawab untuk melaksanaan pendidikan di

rumah;

3) Surat pernyataan dari peserta didik yang telah berusia 13 (tiga

belas) untuk bersedia mengikuti pendidikan di Sekolahrumah; dan

4) Dokumen Program Sekolah rumah yang sekurang-kurangnya

mencantumkan rencana pembelajaran.

Sedangkan untuk Sekolah rumah majemuk dengan dilengkapi

persyaratan sebagai berikut:

1) Identitas diri orang tua dan peserta didik;

Surat pernyataan dari paling sedikit 2 (dua) keluarga dan paling

banyak 10 (sepuluh) keluarga yang masing-masing keluarga

menyatakan bahwa sebagai orangtua bertanggungjawab untuk

melaksanakan Sekolah rumah majemuk secara sadar dan

terencana;

2) Surat pernyataan dari peserta didik yang telah berusia 13 (tiga

belas) untuk bersedia mengikuti pendidikan di Sekolah rumah;

3) Dokumen program sekolah rumah yang sekurang-kurangnya

(33)

22

b. Homeschooling Komunitas

Sekolah rumah Komunitas wajib memperoleh izin pendirian

satuan pendidikan nonformal sebagai kelompok belajar dari Dinas

Pendidikan Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

B. Kurikulum Homeschooling

1. Konsep Dasar Kurikulum

a. Pengertian Kurikulum

Kurikulum dalam arti sempit adalah mata pelajaran yang diberikan

kepada peserta didik selama proses pembelajaran. Sedangkan dalam

arti luas kurikulum meliputi semua proses dan pengalaman yang

dialami siswa selama kegiatan belajar mengajar. Kurikulum pada

dasarnya adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi,

bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.27

Dalam pelaksanaan kurikulum, lembaga pendidikan diberikan

otonomi atau kewenangan untuk mengelola kurikulum secara mandiri

yang disesuaikan dengan kebutuhan dan ketercapaian visi dan misi

27

(34)

23

lembaga pendidikan, tetapi dengan tidak mengabaikan kebijakan

nasional yang telah ditetapkan.28

Terdapat tiga jenis organisasi kurikulum yaitu:29

1) Kurikulum terpisah (sparated subject curriculum) dimana bahan-bahan disajikan terpisah dan seolah-olah terdapat

pembatas antara bidang yang satu dengan yang lain.

2) Kurikulum berhubungan (correlated curriculum) yaitu

kurikulum yang menunkan adanya hubungan antara mata

pelajaran yang satu dengan yang lain.

3) Kurikulum terpadu (integrated curriculum) yaitu kurikulum

yang meniadakan batas-batas antara berbagai bidang dan di

dalam mata pelajaran tersebut terdaoat keterpaduan mata

pelajaran.

Jadi yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat rencana

yang memuat semua proses pembelajaran yang akan diberikan kepada

peserta didik yang berisi mata pelajaran, bahan pelajaran, serta cara

yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

belajar-mengajar.

Ada lima prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan

manajemen kurikulum, yaitu:30

28

Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta:Rajawali Pers,2012), 4.

29

(35)

24

1) Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan

kurikulum merupakan aspek yang harus dipertimbangkan

dalam manajemen kurikulum.

2) Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus

berasaskan demokrasi yang menempatkan pengelola,

pelaksana, dan subjek didik pada posisi yang seharusnya.

3) Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam

kegiatan manajemen kurikulum diperlukan kerjasama yang

positif dari berbagai pihak yang terlibat.

4) Efektifitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan manajemen

kurikulum harus mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi

untuk mencapai tujuan kurikulum sehingga kegiatan

manajemen kurikulum tersebut memberikan hasil yang

berguna dengan biaya, tenaga, dan waktu yang relative singkat.

5) Mengarahkan visi, misi, dan tujuan, proses manajemen

kurikulum harus dapat memperkuat dan mengarahkan visi,

misi, dan tujuan kurikulum.

b. Fungsi Manajemen Kurikulum

Ada beberapa fungsi dari manajemen kurikulum diantaranya

sebagai berikut:31

30

Rusman, Manajemen Kurikulum, 4.

31

(36)

25

1) Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum

2) Meningkatkan keadilan dan kesempatan pada siswa untuk

mencapai hasil yang maksimal

3) Meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai

dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan disekitar

peserta didik

4) Meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas

peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran

5) Meningkatkan efesiensi dan efektivitas proses belajar mengajar

6) Meningkatkan partisipasi masyarkat untuk membantu

mengembangkan kurikulum.

2. Fungsi-Fungsi Manajemen Kurikulum

Dalam proses mendesain kurikulum yang akan digunakan dalam

program homeschooling yang termasuk dalam jenis pendidikan non formal tidak jauh berbeda dengan kurikulum yang ada di sekolah formal

yakni di mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi.

a. Perencanaan Kurikulum

1) Pengertian perencanaan kurikulum

Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan serangkaian

keputusan untuk mengambil tindakan dimasa yang akan datang

(37)

26

Dalam perencanaan kurikulum ada pedoman umum yang

dikeluarkan oleh pemerintah, diantaranya adalah:32

a) Struktur program

b) Penyusunan jadwal pelajaran

c) Penyusunan kalender pendidikan

d) Pembagian tugas guru

e) Penyusunan rencana mengajar

2) Prinsip-prinsip perencanaan kurikulum

Semua jenis perencanaan kurikulum terjadi pada semua tingkat

pendidikan dan disesuaikan dengan tingkatan kelas. Secara umum

prinsip-prinsip perencanaan kurikulum adalah:33

a) Perencanaan kurikulum berkenaan dengan pengalaman

siswa.

b) Perencanaan kurikulum dibuat berdasarkan berbagai

keputusan tentang konten dan proses.

c) Perencanaan kurikulum mengandung keputusan-keputusan

tentang berbagai isu dan topic.

d) Perencanaan kurikulum melibatkan banyak kelompok.

e) Perencanaan kurikulum dilaksanakan pada berbagai

tingkatan.

32

Syamsul Maarif,dkk,Manajemen Lembaga Pendidikan Islam,37-38.

33

(38)

27

f) Perencanaan kurikulum adalah sebuah proses yang

berkelanjutan.

3) Asas-Asas Perencanaan Kurikulum

Berdasarkan pedoman umum, perencanaan kurikulum juga

disusun berdasarkan asas-asas sebagai berikut:34

a) Objektivitas

Perencanaan kurikulum memiliki tujuan yang jelas dan

spesifik berdasarkan tujuan pendidikan nasional, data input

yang nyata sesuai dengan kebutuhan.

b) Keterpaduan

Perencanaan kurikulum memadukan jenis dan sumber

dari semua disiplin ilmu, keterpaduan sekolah dan

masyarakat, keterpaduan internal, serta keterpaduan dalam

proses penyampaian.

c) Manfaat

Perencanaan kurikulum menyediakan dan menyajikan

pengetahuan dan keterampilan sebagai bahan masukan

untuk pengambilan keputusan dan tindakan, serta

bermanfaat sebagai acuan strategis dalam penyelenggaraan

pendidikan.

34

(39)

28

d) Efesiensi dan efektivitas

Perencanaan kurikulum disusun berdasarkan prinsip

efisiensi dana, tenaga, dan waktu dalam mencapai tujuan

dan hasil pendidikan.

e) Kesesuaian

Perencanaan kurikulum disesuaikan dengan sasaran

peserta didik, kemampuan tenaga kependidikan, kemajuan

IPTEK, dan perubahan atau perkembangan masyarakat.

f) Keseimbangan

Perencanaan kurikulum memperhatikan keseimbangan

antara jenis bidang studi, sumber yang tersedia, serta antara

kemampuan dan program yang akan dilaksanakan.

g) Kemudahan

Perencanaan kurikulum memberikan kemudahan bagi

para pemakainya untuk dijadikan sebagai pedoman berupa

bahan kajian dan metode untuk melaksanakan proses

pembelajaran.

h) Berkesinambungan

Perencanaan kurikulum ditata secara

berkesinambungan sejalan dengan tahap-tahap dan jenis

(40)

29

i) Pembakuan

Perencanaan kurikulum dibakukan sesuai dengan

jenjang dan jenis satuan pendidikan, sejak dari pusat,

provinsi, kabupaten.

j) Mutu

Perencanaan kurikulum memuat perangkat

pembelajaran yang bermutu sehingga turut meningkatkan

mutu proses belajar dan kualitas lulusan secara

keseluruhan.

4) Komponen perencanaan kurikulum

Komponen perencanaan kurikulum terdiri dari:35

a) Tujuan

Perumusan tujuan belajar ini diperlukan untuk

meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota

masyarakat, dalam mengadakan hubungan timbale balik

dengan lingkungan social budaya disekitarnya.

b) Konten

Konten merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yang meliputi

bahan kajian dan mata pelajaran.

35

(41)

30

c) Aktivitas belajar

Aktivitas belajar didefinisikan sebagai aktivitas yang

diberikan pada pembelajar dalam situasi belajar mengajar.

d) Sumber

Sumber ini digunakan untuk mencapai tujuan

pendidikan.

e) Evaluasi

Evaluasi adalah pengukuran untuk menentukan derajat

pencapaian tujuan.

b. Implementasi Kurikulum

1) Pengertian implementasi kurikulum

Dalam Oxford Advance Leaner’s Dictionary dikemukakan

bahwa implementasi adalah “put something into effect” atau

penerapan sesuatu yang memberikan efek. Implementasi

kurikulum juga dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum

tertulis (written curriculum) dalam bentuk pembelajaran.36 2) Tahap-tahap implementasi kurikulum

Implementasi kurikulum merupakan interaksi belajar mengajar

yang setidaknya melalui tiga tahap, yaitu:37

36

Oemar Hamalik,Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung:Rosdakarya,2013), 237-238.

37

(42)

31

a) Tahap persiapan pembelajaran, adalah kegiatan yang dilakukan

guru sebelum melakukan proses pembelajaran.

b) Tahap pelaksanaan pembelajaran, adalah kegiatan

pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa mengenai

pokok bahasan yang harus disampaikan.

c) Tahap penutupan, adalah kegiatan yang dilakukan setelah

penyampaian materi.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum

Dalam implementasi kurikulum ada bebrapa faktor-faktor yang

mempengaruhi implementasi kurikulum, diantaranya adalah:38

a) Karakteristik kurikulum, yang mencakup ruang lingkup

bahan ajar, tujuan, fungsi, sifat, dan sebaginya.

b) Strategi implementasi, yaitu strategi yang digunakan dalam

implementasi kurikulum.

c) Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi

pengetahuan, keteramplian, serta nilai dan sikap guru

terhadap kurikulum dalam pembelajaran.

4) Prinsip-prinsip implementasi kurikulum

Implementasi kurikulum juga terdapat prinsip-prinsip yang

menunjang tercapainya keberhasilan, yaitu:39

38

Oemar Hamalik,Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum,239.

39

(43)

32

a) Perolehan kesempatan yang sama

b) Berpusat pada anak

c) Pendekatan dan kemitraan

d) Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam

pelaksanaan.

c. Evaluasi Kurikulum

1) Pengertian evaluasi kurikulum

Evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang

manfaat, kesesuaian efektivitas dan efisiensi dari kurikulum yang

diterapkan. Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan

kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan,

isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.40

2) Prinsip evaluasi kurikulum

Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka evaluasi

kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip umum, yaitu:41

a) Kontinuitas

b) Komprehensif

c) Adil dan objektif

d) Kooperetif

40

Syamsul Maarif,dkk,Manajemen Lembaga Pendidikan Islam,40-41

41

(44)

33

3) Desain evaluasi kurikulum

Menurut Oemar Hamalik, desain evaluasi kurikulum meliputi

komponen-komponen sebagai berikut:42

a) Penetapan garis besar penilaian

b) Pengumpulan informasi

c) Organisasi informasi

d) Analisa informasi

e) Laporan informasi.

3. Manajemen Kurikulum Pendidikan Non Formal

Secara umum proses manajemen kurikulum baik di pendidikan formal

dan pendidikan nonformal hampir sama, yakni di mulai dari perencanaan,

implementasi sampai evaluasi. Namun dalam Permendiknas No 49 Tahun

2007, tentang standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan

nonformal, disebutkan bahwa dalam pengelolaan kurikulum dan/atau

rencana pembelajaran perlu memperhatikan:43

a. Satuan pendidikan nonformal menyusun kurikulum dan/atau

rencana pembelajaran dengan memperhatikan Standar Isi dan

Standar Kompetensi Lulusan.

b. Penyusunan kurikulum dan/atau rencana pembelajaran

memperhatikan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan

42

Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, 275-276.

43

(45)

34

kebutuhan dunia kerja dan/atau tujuan program yang

diselenggarakan.

c. Pengelola satuan pendidikan nonformal bertanggung jawab atas

tersusunnya kurikulum dan/atau rencana pembelajaran.

Dari pernyataan di atas pengelola satuan pendidikan nonformal sangat

penting kedudukannya dalam proses manajemen kurikulum. Pengelola

dituntut mampu menyusun kurikulum yang tidak hanya berdasarkan

kebutuhan saat ini peserta didik, namun juga harus memperhatikan

kebutuhan global saat ini dan yang akan datang. Kebutuhan global yang

dimaksud bisa berarti kebutuhan keterampilan, sikap, serta caraberpikir.44

Kurikulum dalam pendidikan nonformal memiliki kekhasan tersendiri,

yang membedakan dengan kurikulum pendidikan formal, kurikulum di

pendidikan nonformal akan berbeda-beda tergantung dari masing– masing

pengelola pendidikan ini.

Untuk mengatur agar kurikulum yang diberikan dalam pendidikan

nonformal tidak melenceng dari tujuan pendidikan nasional pemerintah

melalui Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2013 tentang Standar

Nasional Pendidikan dalam Pasal 77 L di jelaskan mengenai Struktur

Kurikulum Pendidikan Nonformal, yaitu:45

44

Fajar Arianto, “Manajemen Kurikulum Homeschooling, (Universitas Negeri Yogyakarta,2016), 51-52.

45

(46)

35

a. Struktur kurikulum pendidikan nonformal berisi program

pengembangan kecakapan hidup yang mencakup keterampilan

fungsional, sikap dan kepribadian profesional, dan jiwa wirausaha

mandiri, serta kompetensi dalam bidang tertentu.

b. Struktur kurikulum pendidikan nonformal terdiri atas struktur

kurikulum:

1) Satuan pendidikan nonformal; dan

2) Program pendidikan nonformal.

4. Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Homeschooling

Penilaian hasil belajar peserta didik yang menempuh homeschooling menurut Permendikbud No.129 Tahun 2014 adalah:46

a. Penilaian hasil pembelajaran peserta didik sekolahrumah yang

akan mengikuti UN/UNPK dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang undangan.

b. Penilaian digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta

didik.

c. Penilaian hasil pembelajaran peserta didik Sekolah rumah

dilakukan oleh:47

46

Permendikbud No.129 Tahun 2014 tentang Sekolah Rumah

47

(47)

36

1) Pendidik, penilaian oleh pendidik dilakukan secara

berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan

perbaikan hasil belajar.

2) Satuan pendidikan nonformal atau satuan pendidikan

formal, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan

nonformal atau satuan pendidikan formal bertujuan menilai

pencapaian standar kompetensi lulusan yang mencakup

pengetahuan, sikap dan keterampilan.

3) Penilaian oleh pemerintah, penilaian hasil belajar oleh

pemerintah dilakukan melalui UN/UNPK yang bertujuan

untuk menilai pencapaian kompentensi lulusan secara

nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok

mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

5. Kurikulum yang Digunakan Homeschooling

Kurikulum pembelajaran homeschooling adalah kurikulum yang didesain sendiri namun tetap mengacu kepada kurikulum nasional. Di

Indonesia baru ada kurikulum Diknas, sedangkan di luar negeri banyak

pilihan, dari yang gratis sampai yang termahal. Kurikulum dalam

(48)

37

Mayoritas homeschoolers memilih sendiri materi pengajaran dan kurikulumnya. Kemudian melakukan penyesuaian dengan kebutuhan

anak, keluarga dan pra syarat pemerintah, diantaranya menggunakan paket

kurikulum lengkap yang dibeli dari penyedia kurikulum. Dan sekitar 3%

menggunakan materi dari partner homeschooling yang dijalankan oleh lembaga setempat.

Sistem pendidikannya disesuaikan dengan kebutuhan anak dan

keluarga, manajemennya memakai kurikulum terbuka yang bisa dipilih.

Jadwal atau kegiatan belajarnya bersifat fleksibel sesuai dengan

kesepakatan bersama, peran orang tua sangat dilibatkan bahkan sebagai

penentu keberhasilan, serta model belajarnya tergantung komitmen dan

kreativitas orang tua/siswa dalam mendisain sesuai kebutuhan.48

C. Kompetensi Siswa

1. Pengertian Kompetensi Siswa

Kompetensi adalah integrasi pengetahuan, keterampilan, nilai dan

sikap yang direfleksikan dalam kebiasan berpikir dan bertindak.

Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus

memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki

48

(49)

38

pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai dasar untuk melakukan

sesuatu.49

Finch & Crunkilton menjelaskan kompetensi merupakan penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan

untuk menunjang yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal

tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan,

sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat

melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.

Dengan demikian, harus ada relevansi dan korelasi antara tugas-tugas

yang dipelajari peserta didik dengan standar kompetensi lulusan.50

2. Macam-Macam Kompetensi Siswa

Dalam diri setiap siswa terdapat beberapa kompetensi, diantaranya

adalah:

a. Kompetensi kognitif

Kognitif adalah semua aktivitas mental yang berhubungan

dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang

memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, pemecahan

masalah, dan semua proses psikologis yang berkaitan dengan

bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,

membayangkan, memeperkirakan, menilai, dan memikirkan

49

Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,(Bandung:Remaja Rosdakarya),2012,153.

50

(50)

39

lingkungannya.51 Blom52 membagi domain kognitif menjadi 6

tingkatan yaitu:

1) Pengetahuan ( knowledge )

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat

peristilahan, definisis, faktafakta, gagasan, pola, urutan,

metodologi, prinsip dasar, dsb.

2) Pemahaman (Comprehension)

Dalam tingkatan ini pemahaman diartikan sebagai

kemampuan memahami materi tertentu dalam bentuk

mengubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain (translasi),

menjelaskan atau merangkum materi (interpretasi), dan

memperpanjang atau memperluas arti atau memaknai

(ekstrapolasi).

3) Aplikasi (Application )

Pada tingkatan ini seseorang memiliki kemampuan untuk

menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di

kondisi yang nyata.

4) Analisis (Analysis )

Ditingkat analisis seseorang akan mampu menganalisis

informasi yang masuk dan membagi-bagi informasi kedalam

51

Desmita,Psikologi Perkembangan Peserta Didik,(Bandung:Rosdakarya),2012,97-98.

52

(51)

40

bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau

hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan factor

penyebab dan akibat dari sebuah scenario yang rumit.

5) Sintesis (Synthesis )

Seseorang ditingkat sintesa akan mampu menjelaskan

struktur atau pola dari sebuah scenario yang sebelumnya tdiak

terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus

didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan.

6) Evaluasi ( Evaluation )

Pada tingkatan ini, seseorang memiliki kemampuan untuk

memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi,

dsb dengan menggunakan criteria yang cocok atau standar

yang ada untuk memastikan nilai efektifitas atau manfaatnya.53

Sedangkan menurut Permendikbud No 20 tahun 2016

dijelaskan bahwa kompetensi pengetahuan atau kognitif siswa

meliputi:54

53

Mohammad Surya,Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi, 120-122.

54

(52)

[image:52.612.159.538.114.521.2]

41

Tabel 2.1 Kompetensi Pengetahuan atau Kogninif Siswa

Istilah Pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan

Metakognitif pada masing-masing satuan pendidikan dijelaskan pada

tabel berikut:55

55

Permendikbud no 20 tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah SD/MI/SDLB/ Paket A SMP/MTs/SMPLB/ Paket B SMA/MA/SMALB/ Paket C Memiliki

pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar berkenaan dengan: 1.ilmu pengetahuan, 2. teknologi,

3. seni, dan 4. budaya.

Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

Memiliki

pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis dan spesifik sederhana berkenaan dengan: 1.ilmu pengetahuan, 2. teknologi,

3. seni, dan 4. budaya.

Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.

Memiliki

pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks berkenaan dengan:

1.ilmu pengetahuan, 2. teknologi,

3. seni,

4. budaya, dan 5. humaniora.

Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, serta kawasan

regional dan

(53)

[image:53.612.154.552.121.702.2]

42

Tabel 2.2 Penjelasan Istilah Pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif

Penjelasan SD/MI/ SDLB/ Paket A SMP/MTs/SM PLB/ Paket B SMA/MA/SMAL B/ Paket C

Faktual Pengetahuan

dasar berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara. Pengetahuan teknis dan spesifik tingkat sederhana berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional. Pengetahuan teknis dan spesifik, detail dan kompleks berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional

(54)

43 alam sekitar, bangsa, dan negara. masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional. masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional

Prosedural Pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu atau kegiatan yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa dan negara. Pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu atau kegiatan yang terkait dengan pengetahuan teknis, spesifik, algoritma, metode tingkat sederhana berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional. Pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu atau kegiatan yang terkait dengan pengetahuan teknis, spesifik, algoritma, metode, dan kriteria untuk menentukan prosedur yang sesuai berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya, terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.

(55)

44 nya dalam mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa dan negara. ya dalam mempelajari pengetahuan teknis dan spesifik tingkat sederhana berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional. mempelajari pengetahuan teknis, detail, spesifik, kompleks, kontekstual dan kondisional berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.

b. Kompetensi sikap (Afektif)

Pembagian aspek afektif yang disusun Blom danDavid

Krathwol56 terdiri atas:

1) Penerimaan (Receiving/Attending)

Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di

lingkungannya.Dalam pengajaran bentuknya berupa

mendapatkan perhatian, memperahankannya dan

mengarahkannya.

56

(56)

45

2) Tanggapan (Responding)

Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di

lingkungannya.Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan

dalam memberikan tanggapan.

3) Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada

suatu objek, fenomena, atau tingkah laku.Penilaian

berdasarkan pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu

yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.

4) Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan

konflik, dan membentuk suatu system nilai yang konsisten.

5) Karakteristik Berdasarkan Nilai-Nilai (Characterization by a Value or Value Complex)

Memiliki system nilai yang mengendalikan tingkah

lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

Sedangkan menurut Permendikbud No 20 tahun 2016

dijelaskan bahwa kompetensi sikap atau afektif siswa meliputi:57

57

(57)

[image:57.612.157.541.129.537.2]

46

Tabel 2.3 Kompetensi Sikap atau Afektif Siswa SD/MI/SDLB/ Paket A SMP/MTs/SMPLB/ Paket B SMA/MA/SMALB/ Paket C Memiliki perilaku

yang mencerminkan sikap:

1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,

2. berkarakter, jujur, dan peduli,

3.bertanggungjawab, 4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani

sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap:

1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,

2. berkarakter, jujur, dan peduli,

3.bertanggungjawab, 4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani

sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.

Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap:

1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,

2. berkarakter, jujur, dan peduli,

3.bertanggungjawab, 4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani

sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.

c. Kompetensi keterampilan (Psikomotorik)

Pembagian ranah psikomotorik terdiri atas:58

1) Persepsi (Perception)

Pengangan alat indera untuk menjadi pegangan dalam

melakukan gerakan.

58

(58)

47

2) Kesiapan (Set)

Kesiapan fisik, mental,dan emosional untuk melakukan

gerakan.

3) Respon Terpimpin (Guide Response)

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang

kompleks, termasuk didalamnya imitasi dan gerakan

coba-coba.

4) Mekanisme (Mechanism)

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari

sehingga tampil dengan menyakinkan dan cakap.

5) Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response) Gerakan motoris yang terampil yang didalamnya terdiri

daro pola-pola gerakan yang kompleks.

6) Penyesuaian (Adaptation)

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat

disesuaikan dalam berbagai situasi.

7) Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan

(59)

48

Sedangkan menurut Permendikbud No 20 tahun 2016 dijelaskan

[image:59.612.156.538.166.509.2]

bahwa kompetensi keterampilan atau psikomotorik siswa meliputi:59

Tabel 2.4 Kompetensi Keterampilan atau Psikomotorik Siswa SD/MI/SDLB/ Paket A SMP/MTs/SMPLB/ Paket B SMA/MA/SMALB/ Paket C Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: 1. kreatif, 2. produktif, 3. kritis, 4. mandiri,

5. kolaboratif, dan 6. komunikatif melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan tahap perkembangan anak yang relevan dengan tugas yang diberikan Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: 1. kreatif, 2. produktif, 3. kritis, 4. mandiri,

5. kolaboratif, dan 6. komunikatif melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain secara mandiri Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: 1. kreatif, 2. produktif, 3. kritis, 4. mandiri,

5. kolaboratif, dan 6. komunikatif melalui pendekatan ilmiah sebagai pengembangan dari yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain secara mandiri

d. Standar Kompetensi

Standar yang perlu diterapkan dalam sistem pendidikam nasional

adalah standar kompetensi lulusan (SKL). Berdasarkan jenis dan

jenjang pendidikan nasional, maka standar kompetensi lulusan dapat

diperinci sebagai berikut:60

59

Permendikbud No 20 tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah

60

(60)

49

a. Pada jenjang sekolah dasar, bertujuan untuk meletakkan dasar

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut.

b. Pada jenjang sekolah menengah, bertujuan untuk meningkatkan

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut.

c. Pada jenjang pendidikan menengah kejuruan, bertujuan untuk

meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia

serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan

lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

d. Pada jenjang perguruan tinggi, bertujuan untuk menyiapkan

peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia,

memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian dan sikap untuk

menemukan, mengembangkan serta menerapkan ilmu, teknologi

dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.

D. Manajemen Kurikulum Homeschooling dan Dampaknya pada

Kompetensi Siswa

Kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

(61)

50

antara pendidik dan peserta didik. Paduan interaksi antara pendidik dan

peserta didik biasanya disebut pembelajaran. Pembelajaran akan lebih optimal

jika didukung kurikulum sebagai pedoman atau panduannya.61 Kurikulum

pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip

diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta

didik.62

Kurikulum dalam pendidikan nonformal memiliki kekhasan tersendiri,

yang membedakan dengan kurikulum pendidikan formal, kurikulum di

pendidikan nonformal akan berbeda-beda tergantung dari masing – masing

pengelola pendidikan. Dalam penyusunan kurikulum homeschooling yang merupakan pendidikan non formal, pengelola dituntut mampu menyusun

kurikulum yang tidak hanya berdasarkan kebutuhan saat ini peserta didik,

namun juga harus memperhatikan kebutuhan global saat ini dan yang akan

datang. Kebutuhan global yang dimaksud bisa berarti kebutuhan

keterampilan, sikap, serta cara berpikir.63

Dalam pengembangan kurikulum, nantinya guru akan mengadakan

kegiatan evaluasi, termasuk menilai proses dan hasil belajar yang berupa

dampak pembelajaran. Peran peserta didik adalah melakukan kegiatan belajar,

mencapai hasil belajar, dan menggunkan hasil belajar yang digolongkan

61

Teguh Triwiyanto, Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran,(Jakarta:Bumi Aksara),2015,7.

62

Teguh Triwiyanto, Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran,10.

63Fajar Arianto, “Manajemen Kurikulum

(62)

51

sebagai damapak pengiring. hasil belajar merupakandampak tindakan guru,

sebagai bentuk penguasaan kompetensi. Jika kegiatan kurikulum berakhir,

berarti peserta didik memperoleh hasil belajar yang merupakan hasil interaksi

tindak belajar dan mengajar. Dampak

Gambar

Gambar 4.2 Piramida Kebutuhan Abraham Maslow .................................... 115
Tabel 2.3 Kompetensi Sikap atau Afektif Siswa ...........................................
Tabel 2.1 Kompetensi Pengetahuan atau Kogninif Siswa
Tabel 2.2 Penjelasan Istilah Pengetahuan Faktual, Konseptual,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap penelitian efektivitas model pembelajaran POE dalam meningkatkan kemampuan berpikir luwes siswa pada materi

Hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Sudaryanto (2013) dengan judul spiritualitas lanjut usia di Unit Pelayanan Teknis Panti Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU)

6/2014 tentang Desa, maka, kondisi ini diyakini dapat dijadikan landasan governance sounds Musrenbang Desa untuk menghasilkan RPJM Desa dan RKP Desa yang berkualitas ---

Diperkirakan ada implikasi politik termasuk reshufle kabinet terkait hasil pandangan fraksi// Namun hasil dari pansus Century tersebut sejauh ini belum mempengaruhi

Sebuah penelitian observasi klinik telah dilakukan di Klinik Saintifikasi Jamu “Hortus Medicus” Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu

Dengan adanya kejadian seperti ini maka Hotel Inna Bali perlu meningkatkan efektivitas pengendalian internal yang merupakan kelanjutan dari audit operasional yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi lateks terbanyak diperoleh dari tanaman karet umur 37 tahun yang terlihat pada parameter pengamatan berat lateks sebelum,

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data pada bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran