PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa unt uk meningkat kan upaya pembaharuan hukum nasional dalam Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka dianggap perlu unt uk lebih memant apkan kedudukan dan peranan Kej aksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerint ahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penunt ut an dalam t at a susunan kekuasaan badanbadan penegak hukum dan keadilan;
b. bahwa Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 t ent ang ket ent uan-ket ent uan Pokok Kej aksaan Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 t ent ang Pembent ukan Kej aksaan Tinggi, sudah t idak sesuai lagi dengan pert umbuhan dan perkembangan hukum sert a ket at anegaraan Republik Indonesia, dan oleh karena it u perlu dicabut ;
c. bahwa oleh karena it u perlu dibent uk undang-undang yang baru sebagai penggant i kedua undang-undang sebagaimana dimaksud pada huruf b;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951);
Dengan perset uj uan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menet apkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pert ama Pengert ian
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaksa adalah pej abat yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini unt uk bert indak sebagai penunt ut umum sert a melaksanakan put usan pengadilan yang t elah memperoleh kekuat an hukum t et ap.
2. Penunt ut umum adalah j aksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini unt uk melakukan penunt ut an dan melaksanakan penet apan hakim.
3. Penunt ut an adalah t indakan penunt ut umum unt uk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diat ur dalam Hukum Acara Pidana dengan permint aan supaya diperiksa dan diput us oleh Hakim di sidang pengadilan.
memungkinkan kelancaran pelaksanaan t ugas kej aksaan.
Bagian Kedua Kedudukan
Pasal 2
(1) Kej aksaan Republik Indonesia, selanj ut nya dalam Undang-undang ini disebut kej aksaan, adalah lembaga pemerint ahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penunt ut an.
(2) Kej aksaan adalah sat u dan t idak t erpisah-pisahkan dalam melakukan penunt ut an.
Pasal 3
Pelaksanaan kekuasaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diselenggarakan oleh Kej aksanaan Agung, Kej aksaan Tinggi, dan Kej aksaan Negeri.
Bagian Ket iga Tempat Kedudukan
Pasal 4
(1) Kej aksaan Agung berkedudukan di Ibukot a Negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliput i wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia.
(2) Kej aksaan Tinggi berkedudukan di Ibukot a propinsi dan daerah hukumnya meliput i wilayah propinsi.
kot amadya at au di kot a administ rat if dan daerah hukumnya meliput i wilayah kabupat en at au kot amadya dan at au kot a administ rat if .
BAB II
SUSUNAN KEJAKSAAN
Bagian Pert ama Umum
Pasal 5
Susunan kej aksaan t erdit i dari Kej aksaan Agung, Kej aksaan Tinggi, dan Kej aksaan Negeri.
Pasal 6
(1) Susunan organisasi dan t at a kerj a kej aksaan dit et apkan dengan Keput usan Presiden.
(2) Kej aksaan Tinggi dan Kej aksaan Negeri dibent uk dengan Keput usan Presiden.
Pasal 7
(1) Dalam daerah hukum Kej aksaan Negeri dapat dibent uk Cabang Kej aksaan Negeri.
Bagian Kedua Jaksa
Pasal 8
(1) Jaksa adalah pej abat f ungsional yang diangkat dan diberhent ikan oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam melakukan penunt ut an j aksa bert indak unt uk dan at as nama negara sert a bert anggung j awab menurut saluran hierarki.
(3) Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ket uhan Yang Maha Esa, j aksa melakukan penunt ut an dengan keyakinan berdasarkan alat bukt i yang sah.
(4) Dalam melaksanakan t ugas dan wewenangnya, j aksa senant iasa bert indak berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan sert a waj ib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat .
Pasal 9
Syarat -syarat unt uk dapat diangkat menj adi j aksa adalah:
a. warganegara Indonesia;
b. bert aqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. set ia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e. pegawai negeri;
f . sarj ana hukum;
g. berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) t ahun;
h. berwibawa, j uj ur, adil, dan berkelakuan t idak t ercela;
i. lulus pendidikan dan lat ihan pembent ukan j aksa.
Pasal 10
(1) Sebelum memangku j abat annya, j aksa waj ib mengucapkan sumpah at au j anj i menurut agama at au kepercayaannya, yang berbunyi: "Sayabersumpah/ berj anj i dengan sungguh-sungguh bahwa saya, unt uk memperoleh j abat an saya ini, langsung at au t idak langsung dengan menggunakan nama at au cara apapun j uga, t idak memberikan at au menj anj ikan barang sesuat u kepada siapapun j uga". "Saya bersumpah/ berj anj i bahwa saya, unt uk melakukan at au t idak melakukan sesuat u dalam j abat an ini, t idak sekali-kali akan menerima langsung at au t idak langsung dari siapapun j uga suat u j anj i at au pemberian" "Saya bersumpah/ berj anj i bahwa saya, akan set ia kepada dan akan mempert ahankan sert a mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang sert a perat uran lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia". "Saya bersumpah/ berj anj i bahwa saya, senant iasa akan menj alankan j abat an saya ini dengan j uj ur, seksama, dan dengan t idak membedabedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewaj iban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sepert i layaknya bagi seorang j aksa yang berbudi baik dan j uj ur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
Pasal 11
(1) Kecuali dit ent ukan lain oleh at au berdasarkan undang-undang, j aksa t idak boleh merangkap :
a. menj adi pengusaha; at au
b. menj adi penasihat hukum; at au
c. melakukan pekerj aan lain yang dapat mempengaruhi mart abat j abat annya.
(2) Jabat an/ pekerj aan yang t idak boleh dirangkap oleh j aksa selain j abat an/ pekerj aan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 12
Jaksa diberhent ikan dengan hormat dari j abat annya karena :
a. permint aan sendiri; at au
b. sakit j asmani at au rohani t erus-menerus; at au
c. t elah berumur 58 (lima puluh delapan) t ahun dan 60 (enam puluh) t ahun bagi Kepala Kej aksaan Tinggi dan Wakil Kepala Kej aksaan Tinggi alau j abat an yang dipersamakan dengan Kepala Kej aksaan Tinggi dan Wakil Kepala Kej aksaan Tinggi; at au
d. t ernyat a t idak cakap menj alankan t ugas; at au
e. meninggal dunia.
Pasal 13
(1) Jaksa diberhent ikan t idak dengan hormat dari j abat annya dengan alasan :
at au
b. t erus menerus melalaikan kewaj iban dalam menj alankan t ugas/ pekerj aannya; at au
c. melanggar larangan yang dimaksud dalam Pasal 11; at au
d. melanggar sumpah at au j anj i j abat an; at au
e. melakukan perbuat an t ercela.
(2) Pengusulan pemberhent ian t idak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, c, d, dan e, dilakukan set elah j aksa yang bersangkut an diberi kesempat an secukupnya unt uk membela diri dihadapan Maj elis Kehormat an Jaksa.
(3) Pembent ukan, susunan, dan t at a kerj a Maj elis Kehormat an Jaksa sert a t at acara pembelaan diri dit et apkan oleh Jaksa Agung.
Pasal 14
(1) Jaksa yang diberhent ikan dari j abat an f ungsional j aksa, t idak dengan sendirinya diberhent ikan sebagai pegawai negeri.
(2) Sebelum diberhent ikan t idak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), j aksa yang bersangkut an dapat diberhent ikan sement ara dari j abat annya oleh Jaksa Agung.
(3) Set elah seorang j aksa diberhent ikan sement ara dari j abat an f ungsionalnya berlaku pula ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) t ent ang kesempat an unt uk membela dari.
Pasal 15
diberhent ikan sement ara dari j abat annya oleh Jaksa Agung.
(2) Pemberhent ian sement ara dapat dilakukan oleh Jaksa Agung dalam hal j aksa dit unt ut di muka pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t anpa dit ahan.
Pasal 16
Ket ent uan lebih lanj ut mengenai t at a cara pemberhent ian dengan hormat , pemberhent ian t idak dengan hormat , dan pemberhent ian sement ara, sert a hak-hak j abat an f ungsional j aksa yang t erkena pemberhent ian diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 17
Tunj angan j abat an f ungsional j aksa diat ur dengan Keput usan Presiden.
Bagian Ket iga
Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Agung Muda
Pasal 18
(1) JaksaAgungadalahpimpinan dan penanggungj awab t ert inggi kej aksaan yang mengendalikan pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan.
(2) Jaksa Agung dibant u oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
(3) Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan kesat uan unsur pimpinan.
Pasal 19
Jaksa Agung diangkat dan diberhent ikan oleh sert a bert anggung j awab kepada Presiden.
Pasal 20
(1) Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhent ikan oleh Presiden at as usul Jaksa Agung.
(2) Wakil Jaksa Agung bert anggung j awab kepada Jaksa Agung.
(3) Yang dapat diangkat menj adi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda.
Pasal 21
(1) Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhent ikan oleh Presiden at as usul Jaksa Agung.
(2) Yang dapat diangkat menj adi Jaksa Agung Muda adalah Jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, yang berpengalaman sebagai Kepala Kej aksaan Tinggi at au j abat an yang dipersamakan dengan j abat an Kepala Kej aksaan Tinggi.
(3) Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan kej aksaan dengan syarat mempunyai keahlian t ert ent u.
(4) Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhent ikan dengan hormat dari j abat annya karena :
a. permint aan sendiri; at au
b. sakit j asmani at au rohani t erus menerus; at au
d. t ernyat a t idak cakap menj alankan t ugas; at au
c. meninggal dunia.
Pasal 22
(1) Dalam hal Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda dinilai melakukan perbuat an yang dapat menyebabkan pemberhent ian t idak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Presiden at as usul Jaksa Agung dapat memberhent ikan unt uk sement ara dari j abat annya sebelum diambil t indakan pemberhent ian t ersebut .
(2) Ket ent uan t ent ang pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), berlaku pula t erhadap Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda.
Bagian Keempat
Kepala Kej aksaan Tinggi, Wakil Kepala Kej aksaan Tinggi,
Kepala Kej aksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kej aksaan Negeri
Pasal 23
(1) Kepala Kej aksaan Tinggi adalah pimpinan Kej aksaan Tinggi yang mengendalikan pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan di daerah hukumnya sert a melaksanakan kebij akan yang dit et apkan oleh Jaksa Agung.
Pasal 24
(1) Kepala Kej aksaan Negeri adalah pimpinan Kej aksaan Negeri yang mengendalikan pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan di daerah hukumnya.
(2) Kepala Kej aksaan Negeri dibant u oleh beberapa orang unsur pembant u pimpinan dan unsur pelaksana.
(3) Kepala Cabang Kej aksaan Negeri adalah pimpinan Cabang Kej aksaan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, yang mengendalikan pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan di sebagian daerah hukum Kej aksaan Negeri yang membawahkannya.
(4) Kepala Cabang Kej aksaan Negeri dibant u oleh beberapa orang unsur pelaksana.
Pasal 25
Yang dapat diangkat menj adi Kepala Kej aksaan Tinggi, Wakil, Kepala Kej aksaan Tinggi, Kepala Kej aksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kej aksaan Negeri adalah j aksa yang memenuhi syarat -syarat yang dit et apkan lebih lanj ut oleh Jaksa Agung.
Bagian Kelima
Tenaga Ahli dan Tenaga Tat a Usaha Pasal 26
(2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diangkat sebagai t enaga ahli at au t enaga t at a usaha unt uk mendukung pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG Bagian Pert ama
Umum
Pasal 27
(1) Di bidang pidana, kej aksaan mempunyai t ugas dan wewenang
a. melakukan penunt ut an dalam perkara pidana;
b. melaksanakan penet apan hakim dan put usan pengadilan,
c. melakukan pengawasan t erhadap pelaksanaan keput usanlepas bersyarat ;
d. melengkapi berkas perkara t ert ent u dan unt uk it u dapat melakukan pemeriksaan t ambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
(2) Di bidang perdat a dan t at a usaha negara, kej aksaan dengan kuasa khusus dapat bert indak di dalam maupun di luar pengadilan unt uk dan at as nama negara at au pemerint ah.
(3) Dalam bidang ket ert iban dan ket ent eraman umum, kej aksaan t urut menyelenggarakan kegiat an:
a. peningkat an kesadaran hukum masyarakat ;
b. pengamanan kebij akan penegakan hukum;
c. pengamanan peredaran barang cet akan;
masyarakat dan negara;
e. pencegahan penyalahgunaan dan/ at au penodaan agama;
f . penelit ian dan pengembangan hukum sert a st at ist ik kriminal.
Pasal 28
Kej aksaan dapat memint a kepada hakim unt uk menempat kan seorang t erdakwa di rumah sakit at au t empat perawat an j iwa at au t empat lain yang layak karena yang bersangkut an t idak mampu berdiri sendiri at au disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan at au dirinya sendiri.
Pasal 29
Di samping t ugas dan wewenang t ersebut dalam Undang-undang ini, kej aksaan dapat diserahi t ugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Pasal 30
Dalam melaksanakan t ugas dan wewenangnya, kej aksaan membina hubungan kerj asama dengan badan-badan penegak hukum dan keadilan sert a badan negara at au inst ansi lainnya.
Pasal 31
Bagian Kedua Khusus
Pasal 32
Jaksa Agung mempunyai t ugas dan wewenang:
a. menet apkan sert a mengendalikan kebij akan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup t ugas dan wewenang kej aksaan;
b. mengkoordinasikan penanganan perkara pidana t ert ent u dengan inst ansi t erkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan koordinasinya dit et apkan oleh Presiden;
c. menyampingkan perkara demi kepent ingan umum;
d. mengaj ukan kasasi demi kepent ingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdat a, dan t at a usaha negara;
e. mengaj ukan pert imbangan t eknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f . menyampaikan pert imbangan kepada Presiden mengenai permohonan grasi dalam hal pidana mat i;
g. mencegah at au melarang orang-orang t ert ent u unt uk masuk ke dalam at au meninggalkan wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia karena ket erlibat annya dalam perkara pidana.
Pasal 33
(1) Jaksa Agung memberikan izin kepada seorang t ersangka at au t erdakwa dalam hal t ert ent u unt uk berobat at au menj alani perawat an di rumah sakit baik di dalam maupun di luar negeri.
perawat an di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.
(3) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), hanya diberikan at as dasar rekomendasi dokt er, dan dalam hal diperlukannya perawat an di luar negeri rekomendasi t ersebut dengan j elas menyat akan kebut uhan unt uk it u yang dikait kan dengan belum mencukupinya f asilit as perawat an t ersebut di dalam negeri.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua perat uran pelaksanaan yang t elah ada mengenai kej aksaan dinyat akan t et ap berlaku selama ket ent uan baru berdasarkan Undang-undang ini belum dikeluarkan dan sepanj ang perat uran it u t idak bert ent angan dengan Undang-undang ini.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Pasal 36
Undang-undang ini mulai berlaku pada t anggal diundangkan
Agar set iap orang menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempat annya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakart a pada t anggal 22 Juli 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
t t d
SOEHARTO
Diundangkan di Jakart a pada t anggal 22 Juli 1991
MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
t t d
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1991
TENTANG
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM
Pembangunan hukum nasional adalah bagian yang t ak t erpisahkan dari upaya mewuj udkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam rangka pembangunan hukum, upaya pembaharuan hukum dan pemant apan kedudukan sert a peranan badan-badan penegak hukum secara t erarah dan t erpadu dibut uhkan unt uk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan t unt ut an pembangunan sert a kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat .
Sehubungan dengan it u berbagai perat uran perundang-undangan dan perangkat hukum yang dipandang sudah t idak sesuai lagi, baik dengan kebut uhan pembangunan dan kesadaran hukum sert a dinamika yang berkembang dalam masyarakat maupun dengan prinsip negara berdasarkan at as hukum, perlu dit inj au dan diperbaharui.
Demikian j uga sej umlah t ugas dan wewenang kej aksaan di bidang pidana mengalami perubahan yang mendasar dalam kait an dengan sist em peradilan pidana t erpadu sebagaiman diat ur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana.
Berdasarkan kenyat aan-kenyat aan t ersebut , maka Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan Pokok Kej aksaan Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 t ent ang Pembent ukan Kej aksaan Tinggi yang semangat dan mat eri muat annya t idak lagi mencerminkan kenyat aan yang ada dan sudah t idak memenuhi kebut uhan pembangunan perlu diperbaharui.
Pembaharuan Undang-undang Kej aksaan Republik Indonesia diarahkan dan dimaksudkan unt uk memant apkan kedudukan dan peranan kej aksaan agar lebih mampu dan berwibawa dalam melaksanakan t ugas dan wewenangnya dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila, sebagai negara yang sedang membangun.
pemerint ah dan negara sert a melindungi kepent ingan rakyat melalui penegakan hukum.
Dalam rangka memant apkan kedudukan dan peranan kej aksaan sesuai dengan sist em pemerint ahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, maka Undang-undang ini menegaskan bahwa kedudukan kej aksaan adalah lembaga pemerint ahan yang melaksanakan kekuasaan negara t erut ama di bidang penunt ut an di lingkungan peradilan umum.
Kej aksaan sebagai lembaga pemerint ahan t erdiri dari Kej aksaan Agung, Kej aksaan Tinggi dan Kej aksaan Negeri. Kej aksaan adalah sat u dan t idak t erpisah-pisahkan yang dalam melaksanakan t ugas dan wewenangnya bert indak demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ket uhanan Yang Maha Esa dan senant iasa menj unj ung t inggi prinsip bahwa set iap orang bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
Kej aksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang mengendalikan pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan. Dalam pelaksanaan t ugas dan wewenangnya, Jaksa Agung dibant u oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
Guna memungkinkan t erlaksananya t ugas dan wewenang kej aksaan dengan lebih baik dan unt uk lebih mengembangkan prof esionalisme j aksa, maka j aksa dit et apkan sebagai pej abat f ungsional. Dengan adanya j abat an f ungsional memungkinkan j aksa berdasarkan prest asinya mencapai pangkat puncak.
Disamping memant apkan kedudukan, organisasi, j abat an, t ugas dan wewenang kej aksaan, Undang-undang ini menet apkan pula :
pembat asan-pembat asan t ert ent u.
Pemeriksana t ambahan dilakukan unt uk memperoleh kepast ian penyelesaian perkara dalam rangka pelaksanaan asas peradilan cepat , sederhana, dan dengan biaya ringan sert a menj amin kepast ian hukum, hak-hak asasi pencari keadilan, baik t ersangka, t erdakwa, saksi korban, maupun kepent ingan umum.
2. Di bidang perdat a dan t at a usaha negara, kej aksaan dengan kuasa khusus dapat bert indak unt uk dan at as nama negara at au pemerint ah di dalam at au di luar pengadilan. Sebagai negara hukum yang menyelenggarakan kesej aht eraan masyarakat akan banyak dit emukan ket erlibat an dan kepent ingan hukum dari negara at au pemerint ah di bidang perdat a dan t at a usaha negara, baik dalam kedudukan sebagai t ergugat maupun penggugat at au sebagai pihak yang mempunyai kepent ingan hukum di luar pengadilan yang dapat diwakilkan kepada kej aksaan.
3. Di bidang ket ert iban dan ket ent eraman umum, kej aksaan t urut menyelenggarakan kegiat an sepert i upaya meningkat kan kesadaran hukum masyarakat dan pengamanan kebij akan penegakan hukum. Upaya peningkat an kesadaran hukum masyarakat dilakukan ant ara lain dengan penyuluhan dan penerangan hukum. Sedangkan pengamanan kebij akan penegakan hukum dapat dilakukan dengan t indakan-t indakan prevent if dan represif melalui dukungan int elij en yust isial kej aksaan.
4. Kej aksaan dapat diserahi t ugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.
yang berkait an dengan pemberian pert imbangan t eknis hukum dalam penyelesaian kasasi, grasi, dan pencegahan at au larangan t erhadap orang-orang t ert ent u unt uk masuk ke dalam at au meninggalkan wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia karena ket erlibat annya dalam perkara pidana. Selain it u karena j abat annya, Jaksa Agung berwenang mengkoordinasikan penanganan perkara pidana t ert ent u dengan inst ansi t erkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan koordinasinya dit et apkan oleh Presiden, dengan memperhat ikan asas hukum yang berlaku.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup j elas
Pasal 2
Ayat (1)
Kej aksaan adalah sat u-sat unya lembaga pemerint ahan pelaksana kekuasaan negara yang mempunyai t ugas dan wewenang di bidang penunt ut an dalam penegakan hukum dan keadilan di lingkungan peradilan umum.
Ayat (2)
t at a laku, dan t at a kerj a kej aksaan.
Oleh karena it u kegiat an penunt ut an di pengadilan oleh kej aksaan t idak akan berhent i hanya karena j aksa yang semula bert ugas berhalangan. Dalam hal demikian t ugas penunt ut an oleh kej aksaan akan t et ap berlangsung sekalipun unt uk it u dilakukan oleh j aksa lainnya sebagai penggant i.
Pasal 3
Cukup j elas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup j el as
Ayat (2)
Kej aksaan Tinggi Daerah Khusus Ibukot a Jakart a berkedudukan di Jakart a.
Ayat (3)
Cukup j el as.
Pasal 5
Cukup j el as
Pasal 6
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup j el as
Pasal 7
Ayat (1)
Pembent ukan Cabang Kej aksaan Negeri dalam sat u daerah hukum Kej aksaan Negeri dilakukan apabila dipandang perlu dalam rangka memberikan pelayanan hukum dan keadilan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat . Hal ini didasarkan at as pert imbangan perkembangan dan luas wilayah sert a pert ambahan penduduk.
Ayat (2)
Perset uj uan t ersebut diberikan secara t ert ulis oleh Ment eri yang bet anggung j awab di bidang aparat ur negara.
Pasal 8
Ayat (1)
Jabat an Jaksa sebagai j abat an f ungsional, t erkait dengan f ungsi yang secara khusus dij alankan oleh j aksa dalam bidang penunt ut an sehingga memungkinkan organisasi kej aksaan menj alankan t ugas pokoknya.
Ayat (2)
Dalam melaksanakan t ugas yang diembannya, j aksa bert anggung j awab kepada pej abat kej aksaan yang secara organisat oris menj adi at asan langsung j aksa t ersebut . Dalam hubungan ini Kepala Cabang Kej aksaan Negeri bert anggung j awab kepada Kepala Kej aksaan Negeri, Kepala Kej aksaan Negeri bert anggung j awab kepada Kepala Kej aksaan Tinggi, dan Kepala Kej aksaan Tinggi bert anggung j awab kepada Jaksa Agung.
Ayat (3)
Cukup j el as
Ayat (4)
Cukup j el as
Pasal 9
Penilaian t erhadap pemenuhan syarat -syarat yang dicant umkan dalam huruf h Pasal ini, diberikan oleh pej abat yang berwenang menurut perat uran perundang-udangan dalam bidang kepegawaian.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup j el as
Ayat (2)
Apabila Jaksa Agung berhalangan, pengucapan sumpah at au j anj i dapat dilakukan di hadapan pej abat lain yang dit unj uknya.
Ayat (1)
Huruf a
Cukup j el as
Huruf b
Yang dimaksud dengan penasihat hukum t ermasuk j uga konsult an hukum.
Huruf c
Cukup j el as
Ayat (2)
Cukup j el as
Pasal 12
Yang dimaksud dengan "j abat annya" dalam Pasal ini ialah j abat an f ungsional.
Huruf a
Cukup j el as
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sakit j asmani at au rohani t erus menerus" ialah sakit yang menyebabkan si penderit a t idak mampu lagi melakukan t ugas kewaj ibannya dengan baik sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Huruf c
Huruf d
Yang dimaksud dengan "t idak cakap" ialah misalnya yang bersangkut an banyak melakukan kesalahan besar dalam menj alankan t ugasnya.
Huruf c
Cukup j elas.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "dipidana" ialah dij at uhi pidana penj ara sekurang-kurangnya 3 (t iga) bulan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "t erus-menerus melalaikan kewaj ibakan t ugas pekerj aan"ialah apabila dalam j angka wakt u t ert ent u sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku, yang bersangkut an t idak menyelesaikan t ugas yang dibebankan kepadanya t anpa suat u alasan yang sah.
Huruf c
Cukup j el as
Huruf d
Cukup j el as
Huruf e
saat bert ugas maupun t idak bert ugas merendahkan mart abat j aksa at au kej aksaan.
Ayat (2)
Cukup j el as
Ayat (3)
Cukup j el as
Pasal 14
Ayat (1)
Dalam hal keput usan pemberhent ian sebagai j aksa dengan kualif ikasi dengan hormat , maka yang bersangkut an diberhent ikan st at usnya sebagai j aksa. Pemberhent ian t ersebut t idak menut up kemungkinan diambilnya t indakan susulan dalam bent uk pemberhent ian sebagai pegawai negeri.
Dalam hal keput usan pemberhent ian sebagai j aksa dengan kualif ikasi t idak dengan hormat , maka j aksa yang bersangkut an diberhent ikan pula sebagai pegawai negeri, sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pemberhent ian sement ara" ialah t indakan memberhent ikan sement ara wakt u sebagai j aksa, sampai adanya keput usan def init if dari Jaksa Agung berdasarkan put usan pengadilan yang t elah mempunyai kekuat an hukum t et ap at au keput usan Maj elis Kehormat an Jaksa at as kesalahan j aksa yang bersangkut an.
Ayat (3)
Pasal 15
Ayat (1)
Dengan adanya surat perint ah penangkapan dan penahanan oleh pihak yang berwenang, maka Jaksa Agung segera menyusuli dengan surat keput usan pemberhent ian sement ara.
Ayat (2)
Pasal 21 ayat (4) huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana menet apkan t indak pidana t ert ent u yang memberi wewenang kepada penyidik, penunt ut umum at au pengadilan unt uk melakukan t indakan penahanan at as pelaku t indak pidana t ersebut . Dalam hal seorang Jaksa dit unt ut di muka pengadilan karena melakukan salah sat u t indak pidana t ersebut , walaupun yang bersangkut an t idak dit ahan, ia dapat dikenakan t indakan pemberhent ian sement ara.
Pasal 16
Cukup j el as
Pasal 17
Cukup j el as
Pasal 18
Ayat (1)
penunt ut an.
Ayat (2)
Cukup j el as
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kesat uan unsur pimpinan" ialah wuj ud ket erpaduan dan kebersamaan ant ara Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung dalam melaksanakan kebij akan yang dit et apkan oleh Jaksa Agung.
Ayat (4)
Cukup j el as
Pasal 19
Cukup j el as
Pasal 20
Ayat (1)
Adanya j abat an Wakil Jaksa Agung akan sangat membant u Jaksa Agung khususnya dalam pembinaan administ rasi
sehari-hari dan segi-segi t eknis operasional lainnya. Karena sif at t ugasnya t ersebut , maka j abat an Wakil Jaksa Agung merupakan j abat an karier dalam lingkungan kej aksaan.
Pengusulan pencalonan oleh Jaksa Agung harus memperhat ikan pembinaan karier di lingkungan kej aksaan.
Ayat (2)
Cukup j el as
Ayat (3)
Cukup j el as
Ayat (1)
Cukup j el as
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "j abat an yang dipersamakan dengan j abat an Kepala Kej aksaan Tinggi" adalah j abat an Kepala Direkt orat , Kepala Biro, at au j abat an lainnya yang set ingkat .
Ayat (3)
Pada dasarnya j abat an Jaksa Agung Muda adalah j abat an karier. Ket ent uan dalam ayat ini memberikan kemungkinan pengangkat an seorang Jaksa Agung Muda dari luar lingkungan kej aksaan. Sif at nya sangat selekt if dan berdasarkan kebut uhan sert a pej abat t ersebut mempunyai keahlian t ert ent u yang bermanf aat bagi pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan.
Ayat (4)
Lihat penj elasan Pasal 12 huruf b, c, dan d.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup j el as
Ayat (2)
Cukup j el as
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup j el as
Ayat (2)
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup j el as
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur pembant u pimpinan" dalam Pasal ini adalah Kepala Seksi at au pej abat yang set ingkat , sedangkan unsur pelaksana adalah j aksa sesuai dengan t ugas dan wewenangnya.
Ayat (3)
Cukup j el as
Ayat (4)
Cukup j el as
Pasal 25
Cukup j el as
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam kedudukan sebagai pegawai negeri, kepadanya diberlakukan ket ent uan mengenai pangkat , penghasilan, hak sert a kewaj iban lainnya sebagaimana diat ur dalam perat uran perundang-undangan mengenai pegawai negeri.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "t enaga ahli" ialah ahli-ahli dalam berbagai disiplin ilmu dan t idak dimaksudkan unt uk memberikan "ket erangan ahli" dalam suat u persidangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 but ir 28 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana.
Ayat (1)
Huruf a
Cukup j el as
Huruf b
Dalam melaksanakan put usan pengadilan dan penet apan hakim, kej aksaan memperhat ikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila t anpa menyampingkan ket egasan dalam bersikap dan bert indak.
Melaksanakan put usan pengadilan t ermasuk j uga melaksanakan t ugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mat i dan put usan pengadilan t erhadap barang rampasan yang t elah dan akan disit a unt uk selanj ut nya dij ual lelang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keput usan lepas bersyarat " adalah keput usan yang dikeluarkan oleh Ment eri Kehakiman.
Huruf d
Unt uk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan t ambahan dilakukan dengan memperhat ikan hal-hal sebagai berikut :
1) t idak dilakukan t erhadap t ersangka;
2) hanya t erhadap perkara-perkara yang sulit pembukt iannya, dan/ at au dapat meresahkan masyarakat , dan/ at au yang dapat membayakan keselamat an Negara;
3) harus dapat diselesaikan dalam wakt u 14 (empat belas) hari set elah dilaksanakan ket ent uan Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2) Kit ab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
Ayat (2)
Cukup j el as
Ayat (3)
Tugas dan wewenang kej aksaan dalam ayat ini bersif at prevent if dan/ at au edukat if sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang belaku.
Yang dimaksud dengan "t urut menyelenggarakan" adalah mencakup kegiat an-kegiat an membant u, t urut sert a, dan bekerj a sama.
Dalam t urut menyelenggarakan t ersebut , kej aksaan senant iasa memperhat ikan koordinasi dengan inst ansi t erkait .
Pasal 28
Cukup j elas
Pasal 29
Cukup j elas
Pasal 30
Adalah menj adi kewaj iban bagi set iap badan negara t erut ama dalam bidang penegakan hukum dan keadilan unt uk melaksanakan dan membina kerj a sama yang dilandasi semangat ket erbukaan, kebersamaan, dan ket erpaduan dalam suasana keakraban guna mewuj udkan sist em peradilan pidana t erpadu.
Pasal 31
Cukup j elas
Pasal 32
Huruf a
Cukup j el as
Huruf b
1) Yang dimaksud dengan "perkara pidana t ert ent u" adalah perkara-perkara pidana yang dapat meresahkan masyarakat luas, dan/ at au dapat membahayakan keselamat an negara, dan/ at au dapat merugikan perekonomian negara;
2) Yang dimaksud dengan "inst ansi t erkait " adalah inst ansi yang secara f ungsional t erkait dengan penangan perkara pidana t et ent u, baik badan penegak hukum maupun inst ansi pemerint ah lainnya, dalam hal ini t idak t ermasuk badan peradilan;
3) Penet apan oleh Presiden t ent ang pelaksanaan koordinasi sama sekali t idak mengurangi asas kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 dan t et ap memperhat ikan asas-asas hukum yang berlaku demi kepast ian hukum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "kepent ingan umum" adalah kepent ingan bangsa dan negara dan/ at au kepent ingan masyarakat luas.
pendapat dari badan-badan kekuasan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah t ersebut .
Sesuai dengan sif at dan bobot perkara yang disampingkan t ersebut , Jaksa Agung dapat melaporkan t erlebih dahulu rencana penyampingan perkara kepada Presiden, unt uk mendapat kan pet unj uk.
Huruf d
Pengaj uan kasasi demi kepent ingan hukum ini adalah sesuai dengan ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 t ent ang Mahkamah Agung.
Huruf e
Cukup j el as
Huruf f
Pert imbangan Jaksa Agung kepada Presiden melalui Mahkamah Agung sesuai dengan ket ent uan yang diat ur dalam Pasal 8 ayat ( 6) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 t ent ang Permohonan Grasi.
Huruf g
Tugas dan wewenang yang diat ur dalam ayat ini semat a-mat a dalam perkara pidana. Mengingat pelaksanaan wewenang t ersebut berkait an dengan inst ansi lainnya sepert i keimigrasian, maka harus dikoordinasikan dengan inst ansi yang bersangkut an.
Pasal 33
Ayat (1)
permohonan secara t ert ulis kepada Jaksa Agung at au pej abat yang dit unj uk sesuai dengan keput usan Jaksa Agung. Yang dimaksud dengan "t ersangka at au t erdakwa" adalah t ersangka at au t erdakwa yang berada dalam t anggung j awab kej aksaan.
Ayat (2)
Cukup j el as
Ayat (3)
Cukup j el as
Pasal 34
Cukup j elas
Pasal 35
Cukup j elas
Pasal 36