• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap pelaksanaan Putusan PraPeradilan Tulis Ginting dan Arifin Edi Ginting (Studi Putusan Nomor 5/Pid.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap pelaksanaan Putusan PraPeradilan Tulis Ginting dan Arifin Edi Ginting (Studi Putusan Nomor 5/Pid."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Yuridis Terhadap pelaksanaan Putusan PraPeradilan

Tulis Ginting dan Arifin Edi Ginting (Studi Putusan Nomor

5/Pid.Pra/2017/PN STB)

Belra Mordhekai Tuahta Sembiring Meliala

(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: belra@koranburuh.com)

Dian Adriawan Dg Tawang

(Dosen Fakultas Hukum Trisakti) (Email: dian.adriawan@gmail.com)

ABSTRAK

Untuk menetapkan seorang menjadi tersangka di Indonesia tidak bisa dilakukan secara semena-mena, semua sudah diatur dalam undang-undang. Dalam melakukan upaya paksa, pihak kepolisian apabila melakukan prosedur penangkapan, penahanan melanggara undang-undang, bagi yang dikenakan upaya paksa tersebut dapat mengajukan praperadilan yang dimana praperadilan merupakan suatu lembaga untuk mengaja dan menghukum aparat negara yang melakukan kewajibannya dengan sewenang-wenang, yang dimana putusan praperadilan adalah bersifat final dan mengikat yang harus dihormati para pihak. Permasalahan yang akan dibahas ialah 1) Apakah Putusan Praperadilan No. 5/Pid.Pra/2017/PN STB telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan?, 2) Apakah tindakan kepolisian meneruskan kasus ke kejaksaan tanpa mempertimbangakan putusan putusan praperadilan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan?. Sebagai hasil penelitian adalah 1) Pertimbangan hakim terhadap kasus dalam Putusan Praperadilan No. 5/Pid.Pra/2017/PN STB dengan memutus menerima permohonan praperadilan dengan menegakkan keadilan dalam kasus tersebut di atas telah memenuhi kepastian hukum 2) tindakan penerusan kasus perkara ke pengadilan negeri walaupun permohonan praperadilan di terima oleh hakim, merupakan tindakan yang melanggar tujuan hukum, karena merebut hak-hak pemohon praperadilan.

Kata kunci : Hukum Acara Pidana, Praperadilan, Tujuan Putusan (Analisis

Yuridis Terhadap pelaksanaan Putusan PraPeradilan Tulis Ginting dan Arifin Edi Ginting (Studi Putusan Nomor 5/Pid.Pra/2017/PN STB)

(2)

I. PENDAHULUAN

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai hasil perwujudan Negara Republik Indonesia merupakan Negara hukum maka di susunlah Peraturan Perundang-undangan yang salah satu dari Peraturan Perundang-undangan tersebut adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur hal-hal beracara dalam Hukum Pidana. Negara Republik Indonesia telah memiliki Undang-undang Hukum Acara Pidana yaitu dengan diundangkannya Undang-undang No.8 tahun1981 Tentang Hukum Acara Pidana, sejak tanggal 31 Desember 1981.

Hukum tidak dapat bergerak sendiri untuk mencapai tujuannya, untuk itu diperlukan bantuan alat alat Negara yang menegakan hukum guna mencapai tujuan hukum seperti polisi dan jaksa. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, alat-alat negara dalam melakukan segala tindakan sudah diatur dengan peraturan perundang-undangan. Dalam suatu proses hukum, aparat penegak hukum diberikan kewenangan umtuk menegakkan hukum kepada siapa saja yang disangka melanggar hukum.1 tetapi dalam nyatanya,

ada juga terjadi kelalaian atau kesengajaan yang di lakukan oleh alat-alat Negara tersebut dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam menegakkan keadilan.

Secara harfiah pengertian praperadilan dalam KUHAP memiliki arti yang berbeda, Pra memilik arti “mendahului” dan “praperadilan” sama dengan pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan.2

Menurut pasal 1 butir 10 KUHAP, Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang :3

1 Putusan Nomor21/PUU-XI/2014. Hal.4

2 Andi Hamza,Hukum Acara Pidana Indonesia(Jakarta;Sinar Grafika,2008), Hal.187 3 Undang-undang No 81 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pasal 1 butir 10.

(3)

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan tersangka/ penyidik/ penuntut umum demi tegaknya hukum dan keadilan;

c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya, yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Prapradilan adalah bagian dari pengadilan negeri yang fungsinya adalah melakukan pengawasan terutama dalam hal upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka. Pengawasan tersebut adalah pengawasan bagaimana seorang aparat penegak hukum melaksanakan wewenangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga aparat penegak hukum tidak sewenang wenang dalam melaksanakan tugasnya.

Menurut Yahya Harahap mengenai pengertian praperadilan yakni sebagai tugas tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri selain tugas pokoknya mengadili dan memutus perkara pidana dan perdata untuk menilai sah tidaknya penahanan, penyitaan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, penahanan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik. Tujuan utama pelembagaan praperadilan dalam KUHAP yaitu untuk melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang.4

Adapun yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP adalah:5

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

4 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,(Jakarta: Sinar Grafika,2002), hal.2-4

(4)

a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Selain kewenangan praperadilan yang telah diatur dalan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kewenangan praperadilan telah diperluas sebagaimana telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan nomor 21/PUU-XII/2014 yang dibacakan pada tanggal 28 April 2015. Objek Praperadilan turut meliputi mengenai penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu bentuk kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Disamping itu, dilakukan juga pemeriksaan secara mendalam terhadap suatu faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecalahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan6.

Sifat penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif analisis penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara sistematis dan terperinci tentang permasalahan yang akan diteliti.7 Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau masalah aktual. Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah “data sekunder” Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari penelitian

6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 43.

7 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2012), hal. 43.

(5)

terdahulu (dalam bentuk buku) serta mempelajari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan topik penelitian skripsi ini.8

Data kepustakaan digolongkan dalam dua bahan hukum, yaitu bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan-bahan-bahan hukum sekunder, yaitu :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat (untuk indonesia)9, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tema penelitian, yaitu:

a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945;

b. Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

c. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

d. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR: 02 TAHUN 2012;

e. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014; f. Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor

5/Pid.Pra/2017/PN STB;

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer10, Bahan hukum sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah hasil karya-karya dari kalangan hukum yang dituangkan dalam literatur hukum yang berkaitan dengan obyek penelitian, yaitu literatur mengenai hukum acara pidana dan praktik dalam beracara pidana

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder11, yang diperoleh dari internet terkait mengenai objek penelitian.

8 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: Rajawali, 1987), hal. 93. 9 Soejono Soekanto,Op.cit. hal. 52.

10 Ibid. 11 Ibid.

(6)

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dikumpulkan melalui studi kepustakaan (studi dokumen) terhadap data sekunder, di mana data tersebut mengambil beberapa buku, peraturan perundang-undangan yang berkaitan, serta mengakses data melalui media internet. Studi kepustakaan dilakukan seperti, perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Trisakti, maupun mengakses melalui internet.12

Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, artinya data yang diperoleh disusun secara sistematis dalam bentuk uraian atau penjelasan untuk menggambarkan hasil penelitian sehingga mudah dipahami agar dapat diinformasikan kepada orang lain13.

Cara menarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah dengan cara deduktif, adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau jeneralisasi yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau generalisasi tersebut.14

III. PEMBAHASAN

A. Analisis Penjatuhan Putusan Praperadilan Sesuai Dengan Peraturan Perundang-undangan (Studi Putusan No. 5/Pid.Pra/2017/PN STB)

Kedudukan seorang yang menjadi tersangka dalam proses peradilan merupakan pihak yang lemah, mengingat yang bersangkutan menghadapi pihak yang lebih tegas yaitu negara lewat aparatur penegak hukumnya. Kedudukan lemah tersebut menjadikan kedudukannya tidak seimbang dan melahirkan suatu upaya untuk mencapaikan keadilan bahwa tersangka harus memperoleh keadilan hukum yang sebenarnya juga dalam upaya hukum rehabilitasi yang merupakan bentuk upaya mencari keadilan ketika aparat penegak hukum melakukan tindakan tidak prosedural.

Dalam studi kasus putusan No. 5/Pid.Pra/2017/PN STB, berawal ketika pemohon praperadilan, Tulis Ginting dan Arifin Edi Ginitng sedang

12 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 66

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 93.

(7)

melakukan perkerjaan mereka, yaitu memanen buah sawit ditanah perkebunan yang diklaim oleh Drs.Siang Ginting Manik yang diperoleh melalui Pelepasan hak atas tanah dengan ganti rugi tersebut, yang berbatasan dengan HGU no.3 PT. Serdang Hulu yang dipisahkan oleh batas alam yaitu sungai Tambunan. Ketika Tulis Ginting dan Arifin Edi Ginting sedang memanen buah sawit, pihak PT. Serdang Hulu datang menangkap mereka dengan alasan bahwa mereka sedang memanen buah sawit di wilayah PT. Serdang Hulu, dan lansgung menyerahkan Tulis Ginting san Arifin Edi Ginting kepada petugas Satreskim.

Ketika dalam penahanan, Tulis Ginting dan Arifin Edi Ginting mengajukan praperadilan mengenai sah atau tidaknya penangkapan yang dilakukan terhadap mereka. Dimana dalam putusan No. 5/Pid.Pra/2017/PN STB tentang pertimbangan hakim mengatakan bahwa dua alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu ;15

“Alat bukti yang sah ialah :

a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat;

d. petunjuk;

e. keterangan terdakwa;”

Tidak memenuhi Putusan Mahkamah kontstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, yang menyatakan minimal 2 alat bukti. Dijelaskan bahwa dalam persidangan tersebut, yang hakim melihat keterangan saksi Herwis Sinaga, saksi Sion Ginting, dan saksi Antoni Surbakti, merupakan satu alat bukti keterangan sasi menurut pasal 184 ayat (1) KUHAP. Dalam persidangan juga ada keterangan ahli Mahyu Danil S.ST .MH, selaku kepala seksi infrastruktur Kantor Pertanahan Kabupaten Langkat pada tanggal 24 Oktober 2017 yang menerangakan pada pokoknya lokasi para Pemohon memanen buah sawit termasuk dalam areal perkebunan HGU PT. Serdang Hulu tetapi tidak menjelaskan secara rinci titik kordinat tempat kejadian

(8)

perkara (TKP), sehingga hakim berpendapat bahwa keterangan ahli masih bersifat umum dan belum merinci dengan metode keilmuan yang dimiliki saksi tentang titik kordinat tempat kejadian perkara. Hakim berpendapat bahwa keterangan ahli tersebut belum termasuk alat bukti menurut pasal 184 ayat (1), dengan begitu hakim menimbang bahwa dengan belum terpebuhinya 2 alat bukti dalam perkara tersebut.

Melihat pertimbangan di atas hakim memutus perkara tersebut dengan amar putusan yang salah satunya menyatakan “surat perintah penangkapan terhadap Pemohon tidak sah”, “menghukum Terhomon II segera mengeluarkan Pemohon praperadilan I dan II dari tahanan”, dan “memulihkan hak para Pemohon Peradilan dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya semula”.

Apabila kita melihat amar putusan di atas, dimana putusan tersebut mengharuskan segera mengeluarkan Pemohon Praperadilan I dan II dari tahanan dan memulihkan hak para Pemohon Peradilan dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya semula, dimana dalam kasus ini, setelah di dinyatakannya putusan praperadilan tersebut pada tanggal 30 September 2017, pada tanggal 31 September 2017 Jaksa Penuntut Umum melimpahkan perkara tersebut ke PN Stabat dengan No perkara 912/Pid.Sus/2017/PN STB. Tindakan tersebut tidak mengindahkan apa yang telah di nyatakan oleh hakim di putusan praperadilan. Pemohon I dan II tidak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.

Putusan hakim tersebut diatas diadakan untuk menyelesaikan suatu sengketa atau perkara dalam menegakkan hukum dan keadilan, putusan hakim tidak berpihak dan tidak dikendalikan oleh situasi atau keadaan serta upaya pencitraan. Putusan hakim dalam perkara ini, menurut penulis lebih mengarah kepada pemenuhan unsur kepastian hukum. Francis Bacon berpendapat kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Karena frasa kepastian hukum tidak mampu menggambarkan kepastian perilaku terhadap hukum secara benar-benar.

(9)

B. Penerusan kasus ke Pengadilan Negeri tanpa mempertimbangkan Putusan Praperadilan

Penegakan hukum sebagai bentuk konkrit penerapan hukum, sangat mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, kepastian hukum, keabsahan hukum maupun keadilan hukum baik secara individual ataupun sosial. Karenanya, menegakan hukum sebagai salah satu aspek penerapan hukum adalah fungsi atau tindakan “mempertahankan hukum (hadhaving van het recht)” agar hukum ditaati, berjalan, atau dijalankan sebagaimana mestinya. Tujuan mempertahankan hukum itu sendiri adalah memberikan kepastian hukum bagi para pencari keadilan.

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep- konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.16

Ada dua aspek penting untuk mencapai penegakan hukum yang adil dan berkeadilan, yaitu : 1). Tata cara penegakan hukum (procedural justrice), 2). Isi atau hasil penegakan hukum (Substantive justice). Tata cara yang dimaksud disini adalah tata cara untuk mewujudkan keadilan, karena menurut Bagir Manan, tujuan mewujudkan keadilan hanya dapat dicapai dengan cara cara yang adil pula. Sementara itu, menurut Gustav Radburch, ada tiga unsur utama penegakan hukum, yaitu : 1). Keadilan, 2). Kepastian hukum, dan 3). Kemanfaatan. Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum.17

Menurut penulis penegakan hukum pada studi putusan nomor

16 Dellyana, Shant, “Konsep Penegakan Hukum”, (Jakarta, Liberty, 1998), hal.32. 17Sarah Serena,“TINJAUAN SEDERHANA TERHADAP PUTUSAN SETYA NOVANTO”

(On-Line), tersedia di:

https://www.academia.edu/34805456/TINJAUAN_SEDERHANA_TERHADAP_PUTUSA N_PRA_PERADILAN_SETYA_NOVANTO_Oleh?auto=download (20 januari 2019)

(10)

5/Pid.Pra/2017/PN STB tidak menunjukan rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian, apa yang seharusnya menjadi hak Tulis Gintibg dan Arifin Edi Ginting setalah permohonan praperadilannya di terima sebagian oleh hakim, dengan inti amar putusannya yang menyatakan bahwa penangkapan dan penahan tidak sah, mengeluarkan pemohon praperadilan I dan II dari tahanan, memulihkan hak para pemohon praperadilan dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat martabatnya semula, dimana hal-hal yang sebut di atas tidak dilaksanakan oleh pihak kepolisian dan malah melimpahkan perkara kepada pengadilan negeri. Penulis melihat apa yang terjadi di kasus tersebut adalah hanya untuk memenuhi rasa keadilan sepihak saja, tidak menurut undang-undang.

Aristoteles juga menyatakan, “keadilan adalah kebajikan yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Aristoteles menyatakan bahwa adil dapat berarti menurut hukum, dan apa yang sebanding, yaitu yang semestinya. Disini juga ditunjukkan, bahwa seseorang dikatakan berlaku tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya. Orang yang tidak menghiraukan hukum juga tidak adil karena semua hal yang didasarkan kepada hukum dapat dianggap sebagai adil.”18

Keadilan menurut Aristoteles tersebut menjelaskan bahwa adil adalah sesuai hak masing-masing yang semestinya, tidak lebih ataupun kurang. Apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing orang sudah ada bahkan sejak orang itu lahir, terlebih lagi dalam penegakan hukum, hak dan kewajiban setiap orang telah di atur oleh undang-undang.

IV. PENUTUP

Berdasarkan berbagai uraian-uraian penulis akan memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Putusan hakim terhadap kasus dalam Putusan Praperadilan No. 5/Pid.Pra/2017/PN STB dengan memutus menerima permohonan praperadilan dengan menegakkan keadilan dalam kasus tersebut di atas

18 W. Friedman, Legal Theory, Teori dan Filsafat Hukum-Idealisme Filosofis dan Problema

(11)

sudah sesuai, hakim menimbang bahwa dengan tidak tepenuhinya 2 alat bukti dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP membuat hakim menerima permohonan praperadilan yang dituangkan dalam amar putusannya. Persidangan yang telah melewati jangka waktu 7 hari seperti yang diatur dalam pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP, dilaksanakan demi mencari fakta yang sebenarnya agar terciptanya kepastian hukum.

2. Dalam putusan tersebut dinyatakan Tulis Ginting dan Arifin Edi Ginting seharusnya dikeluarkan dari tahanan pada tanggal 30 september 2017, namun setelah jatuhnya putusan mereka masih tetap dalam tahanan dan kasus tetap dilimpahkan ke pengadilan negeri pada tanggal 31 september 2017, tindakan kepolisian meneruskan kasus ke kejaksaan menurut analisis penulis tidaklah sesuai, dapat dilihat bahwa penegakan keadilan yang terjadi tidak melihat dari segi tujuan hukum yaitu Keadilan, Kepastian hukum, dan kemanfaatan seperti pandangan dari Gustav Radbruch. Dimana yang tejadi setelah sidang praperadilan tersebut para pihak berwenang yang memiliki kuasa untuk menegakan keadilan tidak menghormati putusan praperadilan tersebut, sehingga terciptanya ketidakpastian hukum.

A. Saran

Berdasarkan analisis diatas maka penulis akan memberikan saran terhadap apa yang sudah diuraikan. Penulis berpendapat terhadap kasus yang diangkat dalam penelitian ini yang merupakan kejadian penegakan hukum yang sangat disayangakan. Putusan hakim sudah susuai dengan peraturan perundang-undangan, seharusnya semua amar putusan tersebut dihormati semua pihak, terutama aparatur negara yang berfungsi untuk menegakkan keadilan. Untuk putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, sudah bersifat final, putusan terutama dalam praperadilan dalam melindungi hak asasi manusia karena hal-hal upaya paksa yang dilakukan untuk menegakan hukum. Untuk menciptakan tujuan hukum agar terpenuhi keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum, aparatur penegakan hukum seharusnya tidak semena-mena tatapi haruslah melihat dari rasa keadilan, agar terciptanya kepastian

(12)

hukum dan manfaat bagi masyarakat dalam melihat penegakan hukum di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Andi Hamza,Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta;Sinar Grafika,2008.

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2012.

Dellyana, Shant, “Konsep Penegakan Hukum”, Jakarta, Liberty, 1998.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Bandung: Alfabeta, 2010.

Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta: Rajawali, 1987.

W. Friedman, Legal Theory, Teori dan Filsafat Hukum-Idealisme Filosofis dan

Problema Keadilan (Susunan II), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika,2002.

(13)

Putusan Nomor21/PUU-XI/2014

Undang-undang No 81 Tahun18981 tentang hukum acara Pidana

ON-LINE DARI INTERNET

Sarah Serena,“TINJAUAN SEDERHANA TERHADAP PUTUSAN SETYA NOVANTO”

(On-Line), tersedia di:

https://www.academia.edu/34805456/TINJAUAN_SEDERHANA_TERHADAP_PUTUSA N_PRA_PERADILAN_SETYA_NOVANTO_Oleh?auto=download 20 januari 2019

Referensi

Dokumen terkait

Data diperoleh berdasarkan hasil ulangan harian setelah kegiatan pembelajaran dan dilaksanakan pada saat tindakan. Rata-rata kelas perolehan nilai matematika adalah

Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 dengan argumentasi bahwa kebijakan pemisahan usaha penyediaan tenaga listrik dengan sistem “unbundling” yang tercantum

Analisis Semiotika Roland Barthes pada Sampul Depan dan Belakang Majalah TIME Special Commemorative

Setelah menyelesaikan kuliahnya, seorang sarjana akuntansi harus mengeksplorasi diri untuk dapat menentukan pilihan karir apa yang akan mereka jalani selanjutnya, apakah ingin

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan segala rahmat dan anugrah-Nya, tidak lupa shalawat serta salam kita ucapkan kepada junjungan kita Nabi

Adapun jenis data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) ini meliputi Data tentang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Data

Secara turun temurun, fungsi PR dapat digambarkan sebagai pengontrol publik, mengarahkan apa yang dipikirkan atau dilakukan oleh orang lain dalam rangka

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sabut kelapa kering ( Cocos nucifera ) dapat menjadi media pertumbuhan jamur tiram putih dan mengetahui jumlah sabut