• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPONS KEKEBALAN HUMORAL DAN SELULER ANJING YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN ORAL SAG2, VAKSIN PARENTERAL RABISIN, DAN VAKSIN RABIVET SUPRA 92

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPONS KEKEBALAN HUMORAL DAN SELULER ANJING YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN ORAL SAG2, VAKSIN PARENTERAL RABISIN, DAN VAKSIN RABIVET SUPRA 92"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

i

RESPONS KEKEBALAN HUMORAL DAN SELULER

ANJING YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN

ORAL SAG2, VAKSIN PARENTERAL

RABISIN, DAN VAKSIN RABIVET SUPRA 92

FAIZAH

NIM 0890271005

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2012

DISERTASI

DIAJUKAN UNTUK UJIAN

(2)

ii

RESPONS KEKEBALAN HUMORAL DAN SELULER

ANJING YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN

ORAL SAG2, VAKSIN PARENTERAL

RABISIN, DAN VAKSIN RABIVET SUPRA 92

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor

pada Program Doktor Program Studi Ilmu Kedokteran, Program Pascasarjana Universitas Udayana

FAIZAH

NIM 0890271005

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

Lembar Pengesahan

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 17 Januari 2012

Promotor

Prof. drh. I Nyoman Mantik Astawa, Ph.D NIP 196012311988031003

Kopromotor I, Kopromotor II,

Drh. Anak Agung Gde Putra, M.Sc., Ph.D Dr.drh. Suwarno, M.Si NIP 195303131981011001 NIP 196105151989031002

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP 19570513 198601 1 001 NIP 19590215 198510 2 001

(4)

iv

Disertasi Ini telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 12 Januari 2012

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No :0024/UN14.4/HK/2012 Tanggal 2 Januari 2012

Panitia Ujian Tahap I (Tertutup) Naskah Disertasi adalah :

Ketua : Prof. Dr. drh. I Nyoman Sadra Dharmawan, MS

Anggota :

1. Prof. Drh. I Nyoman Mantik Astawa, Ph.D 2. Drh. Anak Agung Gde Putra, M.Sc, Ph.D 3. Dr. drh. Suwarno, M.Si

4. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And 5. Prof. Dr. Ir. I Made Narka Tenaya, MS

6. Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si 7. Prof. Dr. drh. Iwan Harjono Utama, MS

(5)

i

(6)

ii

(7)

iii

(8)

iv

(9)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah dan hidayahNya, disertasi ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. drh. I Nyoman Mantik Astawa, Ph.D selaku Promotor yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program doktor, khususnya dalam penyelesaian disertasi ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada drh. Anak Agung Gde Putra, M.Sc., Ph.D dan Dr. drh. Suwarno, M.Si selaku ko-promotor I dan II atas segala arahan, bimbingan, dan motivasinya untuk menyelesaikan penelitian disertasi ini.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Made Bakta Sp.PD. (KHOM), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Doktor di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A atas saran yang diberikan. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada mantan Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar drh. Soegiarto, M.Sc., Ph.D dan drh. Enuh Rahardjo Djusa, Ph.D dan Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar drh. I Ketut Diarmita, M.P serta Kepala Balai Besar Veteriner Maros drh. Bagoes Poermadjadja, M.Sc atas ijin dan fasilitas laboratorium yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Doktor, Ucapan terimakasih disampaikan pula kepada Kepala Pusat Veterinaria Farma Surabaya, atas ijin penggunaan sarana laboratoriummya selama penulis melakukan penelitian program Doktor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada penguji disertasi, Prof. Dr. drh. I Nyoman Sadra Dharmawan, MS, Prof. Dr. Ir. I Made Narka Tenaya, MS., Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc.,

(10)

vi

Sp. And., Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si serta Prof. Dr. drh. Iwan Harjono Utama, MS atas arahan, saran, koreksi, dan pendapatnya untuk kesempurnaan disertasi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Departemen Pertanian, Pemerintah Australia memberikan beasiswa melalui ACIAR Project AH-166 2006 sebagai Team Leader Dr. Helen Scott-Orr, Koordinator research drh. Anak Agung Gde Putra, M.Sc., Ph.D atas arahan dan bimbingan kepada penulis dan Koordinator Administrasi drh. Noeri Widowati, M.Sc serta Pak Gde Anjasmara sehingga meringankan beban material penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh guru yang telah membimbing penulis dari Sekolah Dasar sampai Peguruan Tinggi, keluarga besar, Ayah dan Ibu yang telah membesarkan, membimbing dan memberikan motivasi pada penulis, ucapan terimakasih disampaikan pula kepada suami tercinta drh. Soegiarto, M.Sc., Ph.D., putri-putri tersayang Sila Farsidia Putri dan Tiza Wuri Mawaddah, kakak kandung dan adik-adik kandung atas dukungan moral dan materialnya dalam menyelesaikan pendidikan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman di Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Universitas Udayana, khususnya teman-teman Angkatan 2008, Bu Putu Wrasiati, Chandra, Pak Dewa dan Pak Wijaya atas motivasi, semangat dan kebersamaannya, Ucapan terimakasih disampaikan juga kepada teman-teman Laboratorium Virologi Balai Besar Veteriner Maros drh. Dini, drh. Ferra, Pak Benyamin, Ratna, Supri, dan Suanti yang telah memberi bantuan pada pengujian virologi, teman-teman Laboratorium Patologi drh. Yuni, drh. Enggar, Pitriani, Suwardi, Yunus dan Sukri yang telah membantu pada pengujian Patologi, teman-teman Laboratorium Parasitologi drh. Hadi, drh. Rani dan Aminah yang telah membantu pada pengujian parasitologi, ucapan yang sama ditujukan kepada Bakri dan Pak Kasim dan Firman yang telah membantu khususnya dalam koleksi dan pemeliharaan anjing percobaan, Ucapan yang sama pula penulis tujukan kepada teman-teman Laboratorium Bioteknologi Dr. Masa

(11)

vii

Tenaya, drh. NLP Agustini, Pak Eka dan Pak Mundre telah membantu dan diajak diskusi. Ucapan yang sama pula kepada bapak Prof. Dr. Ir. I Made Narka Tenaya, MS yang seringkali penulis ajak berdiskusi untuk menyelesaikan masalah statistika, Ucapan yang sama pula penulis haturkan kepada drh. Mardiatmi (Bu Ami), berserta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan kerjasamanya selama menjalani pendidikan program Doktor ini.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmatNya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian disertasi ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, 31 Oktober 2011

(12)

viii

ABSTRAK

RESPONS KEKEBALAN HUMORAL DAN SELULER ANJING YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN ORAL SAG2 DAN VAKSIN

PARENTERAL RABISIN DAN RABIVET SUPRA 92

Penyakit rabies merupakan penyakit zoonosis dan bersifat fatal jika menyerang hewan berdarah panas termasuk manusia. Pada saat ini, penyakit rabies terus menyebar dan sulit sekali untuk dikendalikan, bukan hanya di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya, tetapi juga di negara maju seperti Amerika, Perancis dll. Sampai saat ini, metode yang digunakan untuk mengendalikan penyakit rabies adalah vaksinasi menggunakan vaksin parenteral (injeksi). Tampaknya vaksinasi dengan rute parenteral (injeksi) masih menemui berbagai kendala antara lain sulitnya mengaplikasikan pada anjing-anjing yang dipelihara secara dilepas (free range dog) sehingga sulit mencapai cakupan vaksinasi yang lebih besar dari 70%.

Saat ini, vaksinasi secara oral telah dipakai untuk mengendalikan dan memberantas penyakit rabies pada hewan liar dan anjing dan badan kesehatan dunia yaitu World Health Organisation (WHO) merekomendasikan dua jenis vaksin oral yaitu Virus Rabies Glycoprotein (VRG) dan Street Alabama Dufferin

Gif 2 (SAG2). Penggunaan vaksin oral di Indonesia diharapkan dapat

meningkatkan cakupan vaksinasi lebih dari 70% dan penggunaannya di lapangan sangat praktis karena tidak memerlukan tenaga vaksinator yang banyak untuk mengaplikasikan di lapangan khususnya pada hewan liar dan anjing-anjing yang dipelihara secara dilepas dan susah untuk ditangkap.

Sampai saat ini, di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian terhadap penggunaan vaksin oral khususnya untuk anjing kampung yang tidak dipeliahara dengan baik. Karena itu, perlu dilakukan penelitian yang mendalam tantang uji keamanan, efikasi, kemampuan memakan umpan dan mengunyah vaksin, titer antibodi humoral, dan cell mediated immunity dalam hal ini produksi sitokin berupa interferon gamma dan interleukin-2. Oleh sebab itulah diperlukan penelitian yang mendalam mengenai efikasi vaksin oral SAG2 pada tingkat laboratorium.

Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui respons antibodi vaksin oral SAG2 yang sama tingginya dengan respons antibodi vaksin parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92 pada anjing, (2) Untuk mengetahui peran respon kekebalan seluler (IFN-γ dan IL-2) pada anjing yang telah divaksin dengan vaksin oral SAG2 dan vaksin parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92.

Penelitian ini terdiri atas penelitian observasional dan eksperimental. Penelitian observasional yang dilakukan meliputi penentuan dosis challenge, akseptibilitas umpan bagi anjing lokal dan kemampuannya untuk mengunyah vaksin, serta keamanan vaksin oral pada anjing lokal. Penelitian true

eksperimrntal (eksperimental sungguhan) digunakan untuk mengamati respon

antibodi, antibodi netralisasi, IFN-γ dan IL-2 dengan empat perlakuan yaitu perlakuan pertama adalah sebagai kontrol, perlakuan kedua pemberian vaksin oral

(13)

ix

jenis SAG2, perlakuan ketiga pemberian vaksin parenteral Rabisin, dan perlakuan keempat pemberian parenteral Rabivet Supra 92.

Respons antibodi yang diinduksi oleh vaksin oral tampaknya muncul lebih lambat, tetapi bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan vaksin parenteral. Pada hari ke-21 setelah vaksinasi rataan titer antibodi vaksin oral SAG2 (0,501 IU/ml ) jauh di bawah rataan titer antibodi vaksin injeksi Rabisin (3,504 IU/ml ) dan Rabivet Supra 92 (2,545 IU/ml.) Namun, pada hari ke-119 setelah vaksinasi rataan titer antibodi pada kelompok vaksin oral SAG2 (0,889 IU/ml) nyata lebih (p < 0,05) dibandingkan dengan kelompok vaksin Rabisin (0.625 IU/ml ) dan kelompok vaksin Rabivet Supra 92 (0,223 IU/ml) dan begitu pula pada satu minggu setelah pemberian dosis challange atau pada hari ke-161 setelah vaksinasi titer antibodi yang diinduksi olah vaksin oral SAG2 (2,694 IU/ml) nyata (p < 0,05) lebih tinggi vaksin parenteral Rabisin (0,443 IU/ml) dan Rabivet Supra92 (0,505 IU/ml).

Vaksin oral SAG2 juga aman untuk digunakan pada anjing lokal dan mampu menginduksi respons kekebalan seluler (interleukin-2 dan interferon gamma) yang tidak berbeda dengan vaksin parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin oral SAG2 berpotensi untuk digunakan sebagai vaksin alternatif untuk penanggulangan rabies di Indonesia. Kata kunci: Rabies, Cell Mediated Immunity, titer antibodi, interleukin-2,

(14)

x

ABSTRACT

CELLULER AND HUMORAL IMMUNE RESPONSE OF DOG WHICH VACCINATED WITH SAG2 ORAL, PARENTERAL RABISIN AND

RABIVET SUPRA 92

Rabies is a fatal zoonotic disease attacking all warm blooded animals including humans. At this time the rabies continues to spread and difficult to control, not only in Indonesia as developing country but also in developed countries such as in America, France, and others.. Until now the methods used to control rabies is vaccination, mostly by parenteral routes. Vaccination by using parenteral route still faces many problems when appled to dogs kept free range. Such problems cause difficulties in achieving vaccination coverage of greather than 70%.

Recently oral vaccination, has been recommended by the World Health Organization (WHO) and have been successfully used to eradicate rabies from many countries, especially for control of rabies in wild animals and dogs. Oral vaccines that has been guaranteed for its safety are the Rabies Virus Glycoprotein (VRG) and Street Alabama Dufferin Gif 2 (SAG2). The use of oral vaccines in Indonesia is expected to improve vaccination coverage by more than 70% and its use in the field appears to be very practical as it does not require many vaccinators in the field, especially in wild animals and dogs that are kept are removable and hard to catch.

Up to now, research on the use of oral vaccines to control rabies in free range dog in Indonesia has never been conducted. It is therefore necessary to conduct a study on the acceptability bait for local dogs and their ability of chew vaccines, humoral antibody, and cell mediated immunity (gamma interferon and interleukin-2). Such depth research is needed to determine the efficacy of SAG2 oral vaccine in local dogs in Indonesia.

The aims of this study were (1) to determine whether SAG2 oral vaccine induce antibody response as high as that of parenteral vaccine (Rabisin and Rabivet Supra 92). (2). to determine the role of cellular immune responses (IFN-γ and IL-2) in dogs vaccinated with SAG2 oral vaccine and parenteral vaccines Rabisin and Rabivet Supra 92.

This study consisted of descriptive and experimental research. Descriptive studies performed included the acceptiblity of bait for local dogs and their ability to chew vaccine, determination of challenge doses of Maros isolate of rabies virus and safety of oral SAG2 vaccine for local dogs. True experimental studies were conducted to determine the antibody responses,, IFN-γ and IL-2 , and the efficacy of the vaccines. This study included four treatments , (A; oral vaccine ( SAG2), B: parenteral (Rabisin), C: parenteral (Rabivet Supra 92) and D: control without vaccination

The antibody titer induced by oral SAG2 vaccine rised more slowly but persisted longer than parenteral vaccine. On day 21 after vaccination, the average antibody titers induced by oral SAG2 vaccines (0.501 IU/ml) was still

(15)

xi

significantly lower than those induced by parenteral Rabisin (3.504 IU/ml) and Rabivet Supra92 (2.545 IU/ml). However, by day 119 after vaccination the average antibody titer induced by SAG2 oral vaccine (0.889 IU/ml) was significantly higher (p <0.05) as compared to those of parenteral Rabisin (0.625 IU/ml) and Rabivet Supra 92 (0.223 IU/ml). A week after challenge or at day 161 after vaccination the titer of antibody induced by oral SAG2 vaccine (2.694 IU/ml) was also significantly higher (p <0.05). than those of the parenteal Rabisin (0.443 IU/ml) and Rabivet Supra92 (0.505 IU/ml). Tha oral SAG2 vaccine was also able to induce cellular immunity as high as those of parenteral vaccines. This study also showed that the SAG2 oral vaccine is safe and can be used as an alternative vaccine to combat rabies in animals, especially for dogs kept in free range. The results showed that SAG2 oral vaccine has the potential to be used as an alternative vaccine to control rabies in Indonesia.

Key words: Rabies, Cell Mediated Immunity, titer antibodi, interleukin-2, interferongamma

(16)

xii

RINGKASAN

Penyakit rabies atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit anjing gila merupakan penyakit zoonosis yang menyerang susunan syaraf pusat. Rabies sangat berbahaya baik bagi hewan maupun bagi manusia, karena selalu menyebabkan kematian bila gejala klinisnya telah muncul. Rabies pada anjing, secara geografi, terus menyebar dan mengancam kesehatan masyarakat, utamanya di negara-negara yang sedang berkembang. Di dunia, diperkirakan terdapat 55.000 kasus kematian karena rabies pada manusia setiap tahunnya dan hampir 95% terjadi di kawasan Asia dan Afrika (Song et al., 2009). Kematian akibat rabies hampir sekitar 60% terjadi di kawasan Asia Timur Selatan. Dari persentase sebesar 60%, diperkirakan terdapat 25.000 kasus kematian karena rabies terjadi di kawasan Asia Timur Selatan, kasus tertinggi kematian karena rabies pada manusia adalah di India yaitu sekitar 19.000 kasus dan Bangladesh yaitu sekitar 2000 kasus. Untuk Myanmar, Nepal, Indonesia, Sri Lanka, dan Thailand diperkirakan kasus kematian karena rabies pada manusia rata-rata kurang dari 100 kasus setiap tahunnya (WHO, 2005b).

Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara yang sedang berkembang dan belum bebas dari rabies. Selain kucing dan kera, anjing merupakan hewan penular rabies utama di Indonesia yaitu sekitar lebih dari 95% (Warman, 1984; Putra, 2009). Hampir di banyak daerah di Indonesia, diketahui bahwa ada hubungan yang erat antara masyarakat dengan anjing. Hubungan ini nampak begitu intens di beberapa daerah di Indonesia seperti di Bali, Flores, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan mungkin di beberapa daerah lainnya (Hardjosworo, 1984; Putra dan Gunata, 2009). Secara umum anjing berfungsi sebagai: penjaga rumah, penjaga kebun, hewan kesayangan, dan hewan untuk berburu. Di bebarapa tempat, bahkan daging anjing dikonsumsi oleh masyarakatnya sehingga anjing menjadi komoditi perdagangan (Hardjosworo, 1984; Putra, 2009). Di beberapa daerah tertentu seperti di Bali (Dharmawan, 2009; Putra, 2009) dan Flores (Putra, 2009) anjing dengan tanda-tanda tertentu digunakan sebagai sarana upacara tradisional.

Sekalipun ada pertalian yang erat antara anjing dalam suatu masyarakat, anjing umumnya dipelihara secara dilepas sehingga sulit dipegang, tidak jarang anjing harus mencari makan sendiri dan beberapa di antaranya memiliki status kesehatan yang kurang memadai (Putra dan Gunata, 2009; Putra, 2009). Apabila virus rabies menulari populasi anjing seperti yang telah disebutkan, maka penanggulangan rabies akan menjadi sangat sulit, karena sulit melakukan vaksinasi lewat suntikan, seperti sekarang dialami di Bali (Putra, 2009) dan di Flores (Bingham, 2001) yang memiliki densitas populasi anjing per km2 sangat tinggi. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa strategi penanggulangan rabies yang utama adalah dengan melakukan vaksinasi (Putra, 2009; WHO, 2005a). Lebih lanjut, vaksin yang beredar saat ini di Indonesia untuk penanggulangan rabies pada hewan penular rabies, adalah vaksin yang aplikasinya lewat suntikan (parenteral). Menghadapi pola umum cara pemeliharaan anjing yang dilepas (free

range dog) sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, nampak jelas bahwa cara

(17)

xiii

yang telah ditetapkan, yaitu minimal 70%. Lebih dari itu, hambatan praktis lainnya adalah jika harus melakukan booster vaksinasi tiga sampai dengan empat bulan dari vaksinasi pertama (Putra et al., 2009).

Hambatan praktis lainnya adalah kesulitan memegang anjing yang juga berdampak pada sulitnya membawa anjing ke pos vaksinasi. Dengan demikian, untuk melakukan vaksinasi terhadap jenis anjing seperti ini, umumnya dilakukan pendekatan vaksinasi ”door to door” (dari rumah ke rumah) sehingga membutuhkan jumlah vaksinator yang lebih banyak serta waktu yang lebih lama.

Sampai saat ini vaksin yang digunakan untuk mengendalikan kasus rabies di Indonesia, termasuk di Pulau Flores dan Bali, adalah vaksin jenis parenteral. Vaksin ini diketahui mampu mengendalikan kasus rabies di Pulau Flores dan Bali pada captive dog, tetapi kurang efektif penggunaannya pada free range dog. Di Pulau Flores, cakupan vaksinasi rabies tidak pernah mencapai target yang diharapkan, yaitu minimal kurang dari atau sama dengan 70% (Dibia, 2007). Hal yang sama sekarang sedang dialami juga di Bali, yang mana cakupan vaksinasi diperkirakan baru mencapai sekitar 45% (Putra et al., 2009).

Vaksin oral umumnya dibuat dan berasal dari virus aktif yang dilemahkan atau virus rekombinan aktif. Vaksin jenis ini umumnya diproduksi dalam bentuk cair yang dimasukkan ke dalam kapsul kemudian dimasukkan ke dalam suatu umpan. Pada saat hewan mengunyah umpan yang berisi kapsul, cairan vaksin akan keluar dan vaksin menyebar di daerah mukosa mulut dan tonsil. Pada saat ini

World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan dua jenis vaksin

oral yaitu Street Alabama Dufferin (SAD) Mutant Gif (SAG2) dan

Vaccinia-Rabies Glycoprotein Recombinant (VRG) yang digunakan untuk memvaksinasi

hewan liar.

Vaksin SAG2 merupakan vaksin hidup yang dilemahkan dan diberikan secara oral. Virus ini berasal dari strain SAD Berne yang diseleksi dengan dua antibodi monoklonal. Virus mengalami substitusi ganda pada kodon nukleotida 333 yang mengubah asam amino arginin menjadi lisin dan kemudian menjadi glutamat (Orciari et al., 2001; WHO, 2005a). Virus mutan ini bersifat avirulen pada tikus dewasa yang disuntik secara intraserebral dan intramuskuler (Fekadu et

al., 1996).

Untuk uji keamanan vaksin, uji deteksi cepat virus SAG2 pada anjing tiga jam pascavaksinasi secara oral telah dilakukan. Orciari et al., (2001) menyatakan bahwa virus vaksin SAG2 yang diberikan secara oral segera bereplikasi secara lokal pada jaringan rongga mulut dan selanjutnya memicu terbentuknya antibodi protektif. Dari hasil penelitian Follman et al., (2004) pada rubah di Alaska, yang menggunakan vaksin rabies SAG2 kering beku, memperlihatkan bahwa tidak ditemukan virus vaksin pada air liur rubah selama satu sampai dengan 72 jam pasca penggunaan vaksin oral. Dua minggu setelah vaksinasi, semua rubah memperlihatkan peningkatan titer antibodi netralisasi pada tingkat 0,2 sampai dengan 3,1 International Unit (IU/ml). Semua rubah masih hidup sampai minggu ke-17 setelah uji tantang yang dilakukan empat minggu pasca oral vaksinasi. Lebih lanjut dilaporkan bahwa otak rubah tidak mengandung virus rabies pada uji

(18)

xiv

Jenis vaksin oral yang kedua adalah vaksin live recombinant. Rekombinan vaccinia virus ini mengekspresikan glikoprotein virus rabies yang dibuat dengan cara menyisipkan cDNA glikoprotein dari strain (Evelyn Rokitniki

Abelseth) ERA ke dalam gen thymidine kinase dari virus vaccinia (Copenhagen strain). Dengan dosis 108 TCID50. Vaccinia-Rabies Glycoprotein Recombinant

(VRG) tersebut menghasilkan antibodi netralisasi dan memberikan respon kekebalan yang mampu melindungi sejumlah karnivora misalnya serigala, serigala kutub, anjing hutan, rakun, anjing domestik, dan serigala emas setelah dilakukan uji tantang. Pada kondisi lapangan, vaksin ini stabil pada suhu di atas 56oC, sedangkan pembungkus umpannya meleleh pada suhu di atas 60oC, meskipun

demikian titer virus tetap stabil (WHO, 2005a).

Vaksin rekombinan rabies jenis VRG bersifat tidak patogen, tetapi memiliki protein dasar yang sama dengan human smallpox. Uji keamanan yang telah dilakukan pada lebih 50 jenis mamalia dan sepuluh ekor unggas yang sebagian besar adalah vektor rabies, tidak menunjukkan sifat keganasan. Lebih lanjut dilaporkan bahwa vaksin rekombinan jenis VRG dapat menulari manusia jika ada luka yang tepapar oleh virus vaccinia rabies glikoprotein. Hal ini kemungkinannya sangat kecil, namun pernah dilaporkan terjadi pada wanita berumur 28 tahun di Ohio Amerika Serikat (Rupprecht et al., 2001).

Selain melihat keamanan kedua jenis vaksin telah dilakukan juga percobaan terhadap respons humoral dan selular pada serigala yang divaksinasi dengan vaksin SAG2 dan VRG secara oral. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan (Lambot et al., 2001) memperlihatkan bahwa kedua vaksin tersebut mampu menginduksi kekebalan humoral dan selular. Secara in vitro limfosit berproliferasi sebagai respons terhadap antigen SAD yang dibuktikan dengan terdeteksinya sel T di dalam darah enam bulan setelah vaksinasi. Demikian juga halnya dengan sitokin, terdeteksi dengan uji reverse transcription polymerase

chain amplification pada peripheral blood mononuclear cell (PBMC) setelah

diberikan antigen SAD. Lebih lanjut dilaporkan bahwa jenis sitokin yang terdeteksi adalah (Interleukin-2) IL-2, (Interleukin-4) IL-4, (Interleukin-10) IL-10, (Interleukin-12) IL-12, dan Interferon (IFN-gamma) pada PBMC serigala yang telah divaksinasi dan tidak mengalami perubahan. Sebagaimana pada penelitian terdahulu bahwa dengan pemberian antigen SAD pada beberapa spesies mamalia dapat menghasilkan enam sitokin yang berperan dalam kekebalan seluler yaitu IL-2, IFN-gamma, IL-4, IL-10, IL-12 dan Tumour Necrosis Factor (TNF-α). Di Indonesia, sampai saat ini penggunaan vaksin oral untuk mengendalikan rabies pada free-range dogs belum pernah dilaporkan. Efikasi vaksin, biasanya diukur dengan mengamati terbentuknya titer antibodi protektif pada periode tertentu, antibodi netralisasi terhadap virus rabies, dan protektivitasnya terhadap uji

challange.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk mengetahui respon antibodi vaksin oral SAG2 yang sama tingginya dengan respon antibodi vaksin parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92 pada anjing, (2) Untuk mengetahui peran respon kekebalan seluler (IFN-γ dan IL-2) pada anjing yang telah divaksin dengan vaksin oral SAG2 dan vaksin parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92.

(19)

xv

Penelitian ini terdiri atas penelitian observasional dan eksperimental. Penelitian observasional yang dilakukan meliputi penentuan dosis challenge, akseptibilitas umpan bagi anjing lokal dan kemampuannya untuk mengunyah vaksin, serta keamanan vaksin oral pada anjing lokal. Penelitian true

eksperimrntal (eksperimental sungguhan) digunakan untuk mengamati respon

antibodi, antibodi netralisasi, IFN-γ dan IL-2 dengan empat perlakuan yaitu perlakuan pertama adalah sebagai kontrol, perlakuan kedua pemberian vaksin oral jenis SAG2, perlakuan ketiga pemberian vaksin injeksi Rabisin, dan perlakuan keempat pemberian injeksi Rabivet Supra 92.

Sebelum perlakuan terlebih dahulu anjing hewan percobaan yang berjumlah 36 ekor di karantina kurang lebih dua minggu, kemudian dicek kondisi kesehatannya, diberikan vitamin, obat cacing, dan diberikan vaksinasi untuk pencegahan terhadap penyakit distemper, parvovirus, hepatitis, dan parainfluenza. Setelah itu pengambilan spesimen berupa: Darah utuh (dengan antikoagulan), untuk mengetahui produksi sitokin dan pemeriksaan terhadap parasit darah, Darah tanpa antikoagulan (serum), untuk mengetahui ada tidaknya antibodi humoral terhadap rabies, dan serum netralisasi, feses, untuk pemeriksaan parasit gastrointestinal. Selanjutnya vaksinasi, uji tantang, dan pengambilan spesimen: Dari 36 ekor anjing yang telah dibagi menjadi empat perlakuan yaitu untuk perlakuan kontrol sebanyak sembilan ekor, perlakuan kedua pemberian vaksin oral sebanyak sembilan ekor, perlakuan ketiga dengan pemberian vaksin injeksi Rabisin sebanyak sembilan ekor, dan perlakuan keempat dengan pemberian vaksin injeksi Rabivet Supra 92 sebanyak sembilan ekor. Masing-masing perlakuan ditempatkan dalam kandang individu. Dosis vaksinasi untuk perlakuan vaksinasi per oral sebanyak 1,75 ml, sedangkan perlakuan dengan injeksi diberi vaksinasi per injeksi sebanyak 0,5 ml, disuntik secara intramuskuler pada otot paha. Untuk kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan vaksinasi tetapi diberikan placebo berupa aquades steril atau PBS steril. Waktu pemberian vaksinasi adalah hari ke-0, sedangkan uji tantang dilaksanakan pada hari ke-152 (minggu ke-21) pasca vaksinasi. Lokasi penyuntikan untuk uji tantang yaitu di bagian otot masseter. Selanjutnya pengambilan spesimen setelah perlakuan: Pengambilan spesimen serum darah untuk pengujian titer antibodi dan titer antibodi netralisasi dilakukan pada minggu ke-3, ke-8, ke-12, ke-17, ke-21, ke-23 ke-25, dan ke-27. Untuk melihat proliferasi limfosit dan produksi sitokin (IFN-gamma dan IL-2) pengambilan sampel darah utuh dengan EDTA dilakukan pada minggu ke-4, ke-12, dan ke-25.

(20)

xvi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons antibodi yang diinduksi oleh vaksin oral tampaknya muncul lebih lambat, tetapi bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan vaksin injeksi. Pada hari ke-21 setelah vaksinasi rataan titer antibodi vaksin oral SAG2 (0,501 IU/ml ) jauh di bawah rataan titer antibodi vaksin injeksi Rabisin (3,504 IU/ml ) dan Rabivet Supra 92 (2,545 IU/ml.) Namun, pada hari ke-119 setelah vaksinasi rataan titer antibodi pada kelompok vaksin oral SAG2 (0,889 IU/ml) nyata lebih (p < 0,05) dibandingkan dengan kelompok vaksin Rabisin (0.625 IU/ml ) dan kelompok vaksin Rabivet Supra 92 (0,223 IU/ml) dan begitu pula pada satu minggu setelah pemberian dosis

challange atau pada hari ke-161 setelah vaksinasi titer antibody yang diinduksi

olah vaksin oral SAG2 (2,694 IU/ml) nyata (p < 0,05) lebih tinggi vaksin injeksi Rabisin (0,443 IU/ml) dan Rabivet Supra92 (0,505 IU/ml).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Vaksin oral bahwa SAG2 aman dan dapat dijadikan sebagai alternatif vaksin untuk menanggulangi rabies pada hewan, khususnya anjing-anjing yang dipelihara secara dilepas. Vaksin oral SAG2 dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam rangka mengendalikan kasus rabies di Indonesia. Vaksin oral SAG2 mampu membentuk respon antibodi humoral yang sama tingginya dengan kedua vaksin parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92. Vaksin oral SAG2, vaksin parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92 mampu membentuk respon kekebalan seluler yaitu interleukin-2 dan interferon gamma, hanya saja interleukin-2 lebih dominan yang dihasilkan.

(21)

xvii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... x

RINGKASAN ... xiii

DAFTAR ISI ... xviii

DAFTAR TABEL ... xxii

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... xxiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xxvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 2 1.2 Rumusan Masalah ... 7 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.3.1 Tujuan umum ... 7 1.3.2 Tujuan khusus ... 8 1.4 Manfaat Penelitian ... 8 1.4.1 Manfaat teoritis ... 8 1.4.2 Manfaat praktis... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1 Vaksin dan Vaksinasi ... 9

2.1.1 Vaksin rekombinan ... 10

2.1.2 Vaksin oral jenis SAG2 ... 11

2.1.3 Vaksin parenteral ... 13

2.2 Epidemiologi Rabies ... 14

2.3 Karakteristik Virus Rabies ... 16

2.3.1 Klasifikasi ... 16

2.3.2 Struktur virion ... 17

2. 4 Interaksi Virus Rabies dengan Host ... 18

2.4.1 Patogenesa ... 18

2. 5 Respon Kekebalan ... 20

2.5.1 Mekanisme tanggap kebal infeksi virus rabies ... 25

2.5.2 Respons kekebalan humoral ... 26

2.5.3 Respons kekebalan seluler ... 27

2.6 Limfosit T ... 28

2.7 Diagnosa Laboratorium Rabies ... 30

(22)

xviii

2.7.2 Isolasi virus ... 33

2.7.3 Deteksi serum netralisasi ... 35

2. 8 Strain Fixed Virus Rabies ... 36

2.8.1 Strain laboratorium... 36

2.8.2 Vaksin antirabies dan strain vaksin ... 37

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 43

3.1 Kerangka Berpikir ... 43

3.2 Konsep Penelitian... 44

3.3 Hipotesis Penelitian ... 46

BAB IV METODE PENELITIAN ... 47

4.1 Rancangan Penelitian ... 47

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

4.3 Penentuan Sumber Data...49

4.3.1 Populasi dan sampel ... 49

4.3.2 Kriteria subjek ... 49

4.3.3 Jumlah sampel ... 50

4.3.4 Teknik alokasi sampel ... 51

4.4 Variabel Penelitian ... 51 4.4.1 Variabel bebas ... 51 4.4.2 Variabel tergantung ... 51 4.4.3 Variabel kendali ... 51 4.5 Definisi Operasional... 51 4.6 Bahan Penelitian... 53

4.6.1 Bahan untuk uji serum mouse netralisasi test ... 53

4.6.2 Bahan untuk uji Elisa ... 54

4.6.3 Bahan untuk uji challange ... 54

4.6.4 Bahan untuk FAT ... 56

4.6.5 Jenis vaksin ... 57

4.6.6 Bahan untuk Mouse Inoculation Test (MIT) ... 58

4.7 Metode Uji ... 58

4.7.1 Uji serum netralisasi ... 58

4.7.2 Uji challange virus rabies ... 58

4.7.3 Uji Elisa ... 59

4.7.4 Uji serum netralisasi ... 59

4.7.5 Uji Elispot ... 59

4.8 Instrumen Penelitian... 61

4.8.1 Pengambilan spesimen darah anjing ... 61

4.8.2 Peralatan untuk kultur sel neuroblastoma dan kultur sel limfosit anjing ... 61

4.8.3 Peralatan untuk uji Elisa antibodi humoral ... 62

4.8.4 Peralatan untuk uji Elispot produksi sitokin ... 62

4.8.5 Peralatan untuk uji FAT ... 62

(23)

xix

4.9 Tata Cara Penelitian ... 63

4.9.1 Sebelum perlakuan ... 63

4.9 Analisis Data ... 66

BAB V HASIL PENELITIAN ... 67

5.1. Penemuan Dosis Challange dan Uji Patogenitas Virus Rabies Isolat Maros ... 67

5.2 Akseptabilitas Anjing untuk Memakan Umpan dan Menguyah Vaksin Oral SAG2 ... 72

5.3. Keamanan Vaksin SAG2 pada Anjing Kampung ... 73

5.4. Respons Kekebalan Humoral (Humoral Immunity) Terhadap Virus Rabies ... 73

5.4.1 Titer antibodi pasca vaksinasi dan pasca challenge ... 73

5.4.2 Respons antibodi protektif pasca vaksinasi dan pasca challenge ... 78

5.5. Respons Kekebalan Seluler (Cell Mediated Immunity/CMI) ... 80

5.6 Efikasi Vaksin Oral SAG2, Parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92 pada Anjing Kampung ... 83

5.6.1 Peran kekebalan humoral dan atau seluler pasca vaksinasi Oral SAG2, Rabisin, dan Rabivet Supra 92 diindikasikan oleh tingkat perlindungannya pada anjing pasca challange dengan virus rabies ... 84

5.6.2 Hasil pelacakan virus pada otak anjing yang hidup pasca uji challange ... 86

BAB VI PEMBAHASAN ... 90

6.1 Penemuan Dosis Challange dan Uji Patogenitas Isolat Maros ... 90

6.2 Akseptabilitas Anjing untuk Memakan Umpan dan Menguyah Vaksin Oral SAG2 ... 91

6.3 Keamanan Vaksin Oral SAG2 pada Anjing Kampung ... 93

6.4 Respons Kekebalan Humoral ... 94

6.4.1 Titer antibodi rabies dan respon antibodi protektif pasca vaksinasi dan pasca challange ... 94

6.5 Vaksin Oral dan Vaksi Injeksi Mampu Menginduksi Kekebalan Seluler Khas Rabies ... 99

6.6. Efikasi Vaksin Oral SAG2, Parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92 pada Anjing Kampung ... 101

6.6.1 Peran kekebalan humoral dan seluler pasca vaksinasi oral SAG2, parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92 diindikasikan dengan tingkat perlindungan pada anjing kampung pasca challange ... 101

6.6.2 Pelacakan virus rabies pada otak anjing hidup pasca challange ... 103

(24)

xx

BAB. VII SIMPULAN DAN SARAN ... 105

7. 1 SIMPULAN ... 105

7. 2 SARAN ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(25)

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Perbandingan Vaksin Aktif dan Inaktif ... 10 Tabel 2. 2. Analisis Perbandingan Formulasi Beberapa Jenis Vaksin ... 25 Tabel 5. 1 Patogenitas Isolat Rabies Strain Maros Sulawesi Selatan Pada

Anjing Kampung ... 69 Tabel 5. 2 Pengamatan Muncul Gejala Klinis sampai Terjadi Kematian

Setelah Uji Challange ... 70 Tabel 5. 3 Persentase Gejala Klinis Pada Hewan Kontrol dan Perlakuan ... 72 Tabel 5. 4 Rerata Titer Antibodi Antivirus Rabies pada Hari ke-0

(Sebelum Vaksinasi) dan Hari ke-21, ke-56, ke-84, ke-119, dan ke-147 Pasca Vaksinasi (Sebelum Challange) ... 77 Tabel 5. 5 Titer Antibodi Antivirus Rabies pada Hari ke-161, 175, dan ke-

189 Pasca Vaksinasi, atau Hari ke-9, 23 dan 37 (Pasca

Challange) ... 77

Tabel 5. 6 Rerata Tingkat Protektivitas Antibodi Humoral pada Anjing yang Divaksinasi dengan Vaksin Oral SAG2, Vaksin Injeksi Rabisin dan Rabivet Supra 92 sebelum dan Sesudah Challenge terhadap Mortalitas Anjing ... 81 Tabel 5. 7 Rerata Nilai Sekresi Interferon Gamma Anjing yang

Divaksinasi dengan Vaksin Oral SAG2, Vaksin Injeksi Rabisin dan Vaksin Injeksi Rabivet Supra 92 pada Hari ke-28 dan 84 Pasca Vaksinasi (Sebelum Challenge), dan Hari ke-175 Pasca

Vaksinasi atau Hari ke-23 Pasca Challenge... 81 Tabel 5. 8 Rerata Nilai Sekresi Interleukin-2 Anjing yang Divaksinasi

dengan Vaksin Oral SAG2, Vaksin Injeksi Rabisin dan Vaksin Injeksi Rabivet Supra 92 pada Hari ke-28 dan 84 Pasca

Vaksinasi (Sebelum Challange), dan Hari ke-175 Pasca

Vaksinasi atau Hari ke-23 Pasca Challenge ... 82 Tabel 5. 9 Jumlah Mortalitas Anjing dan Kaitannya Dengan Rerata

Tingkat Protektivitas Antibodi Humoral dan Selular pada Anjing yang Divaksinasi dengan Vaksin Oral SAG2, Vaksin Injeksi Rabisin dan Rabivet Supra 92 Sebelum dan Sesudah Uji

(26)

xxii

Tabel 5. 10 Hubungan Antara Titer Antibodi Humoral dan Seluler yang Terbentuk karena divaksinasi dengan Oral SAG2, Rabisin, Rabivet Supra 92 dan Kaitannya dengan Mortalitas Anjing

Pasca Challenge ... 88 Tabel 5.11 Hubungan Antara Titer Antibodi Humoral dan Seluler yang

Terbentuk karena divaksinasi dengan Vaksin oral SAG2, Rabisin, dan Rabivet Supra 92 dan Kaitannya dengan

Mortalitas serta Ketahanan Anjing Terhadap Virus Challange

(27)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Virion Virus Rabies (http://www.bio.davidson.edu /courses

/immunology /Students /spring2006/Jameson/Rabies.html ... 17 Gambar 2. 2 Penyebaran Virus Rabies dari Daerah Gigitan ke Susunan

Saraf Pusat (Bacon dan Macdonald, 1980) ... 20 Gambar 3. 1 Konsep Penelitian... 45 Gambar 4. 1 Diagram Rancangan Penelitian ... 47 Gambar 4. 2 Konfigurasi Mekanisme Reaksi Elispot (Suwarno et al.,

2010) ... 59 Gambar 4. 3 Hasil Pembacaan (Sebelah Kiri Spot yang Terbaca, Sebelah

Kanan Kontrol Negatip) (Suwarno et al., 2010) ... 60 Gambar 4. 4 Alur Penelitian ... 64 Gambar 5. 1 Terlihat Warna Kuning dan Putih Bening pada Mikroplat.

Warna Putih Bening Menunjukkan Hasil Negatip dan Warna Kuning Menunjukkan Hasil Positip ... 75 Gambar 5. 2 Rerata Nilai Titer Antibodi Anjing yang Divaksinasi dengan

Vaksin Oral SAG2, Vaksin Injeksi Rabisin dan Vaksin Injeksi Rabivet Supra 92 pada Hari ke-0, 21, 56,85,119, dan Hari ke-147 Pasca Vaksinasi (Sebelum Challange), dan Hari ke-161, 175 dan ke-189 Pasca Vaksinasi (Hari ke -9, 23, dan Hari-37 Pasca Challenge). Tanda panah warna merah

menunjukkan waktu pelaksanaan uji challange ... 78 Gambar 5. 3 Variasi Warna Biru Keunguan Hasil Uji Elispot pada

Mikroplat. Tingkat Warna Biru Keunguan antar Sumuran

Mikroplat, Menunjukkan Variasi Jumlah Spot ... 82

(28)

xxiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

APC : Antigen presenting cell BHK : Baby hamster kidney BPL : Beta propiolacton

cDNA : complementary Deoxy ribonucleic acid CVS : Challenge virus standard

CEO : Chick embryo origin CD : Cluster differentiation CCID : Cell culture infective dose

DMEM : Dulbecco’s modified eagle’s medium ERA : Evelyn rokitnicki abelseth

ELISA : Enzyme linked immunosorbent assay EDTA : Ethylene diamine tetraacetic acid

FAVN : Flourescent antibody virus neutralization FCS : Foetal calf serum

FAT : Flourescent antibody technique HPR : Hewan penular rabies

HIV : Human immunodefisiensi virus

Ig : Imunoglobulin

IL : Interleukin

IFN : Interferon

IU : International unit LAT : Latex agglutination test MHC : Major histocompability MoAb : Monoclonal antibody MIT : Mouse inoculation test

MICLD50 : Mouse intracerebral lethal dosis 50%

MNT : Mouse neutralization test

NA : Neuroblastoma

NK : Natural killer

PCR : Polymerase chain reaction PMPV : Pitman moore Pasteur virus PV : Pasteur virus

PBS : Phosphat buffer saline

RFFIT : Rapid fluorescent focus inhibition test RREID : Rapid rabies enzyme immunodiagnosis SAG2 : Street Alabama gif 2

SAD : Street Alabama dufferin SMB : Suckling mouse brain

Th : T helper

Tc : T cytotoxic

TCR : T cell reseptor

TCID50 : Tissue culture infectious dose 50

(29)

xxv

(30)

xxvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Isolasi Limfosit Anjing ... 116

Lampiran 2. Prosedur Keamanan Kerja dalam Pengambilan, Penanganan dan Pengujian Spesimen Rabies di Laboratorium ... 117

Lampiran 3. Prosedur Penanganan Anjing Perlakuan setelah Uji Tantang (Challenge Test) ... 120

Lampiran 4. Prosedur Penerapan Prinsip-Prinsip Kesejahteraan Hewan pada Anjing Perlakuan ... 122

Lampiran 5. Prosedur Penanganan pada Pelaksanaan Penelitian ... 124

Lampiran 6. Prosedur Cara Pengambilan Darah Anjing ... 125

Llampiran 7. Prosedur Elispot ... 126

Llampiran 8. Hasil Perhitungan Dosis Challenge ... 127

Lampiran 9. Prosedur Pelaksanaan Uji Tantang... 128

Lampiran 10. Rerata Nilai Titer Antibodi Anjing yang Divaksinasi dengan Vaksin Oral SAG2, Vaksin Injeksi Rabisin dan Vaksin Injeksi Rabivet Supra 92 pada Hari ke-0, 21, 56,85,119,147,161,175, dan 189 ... 129

Lampiran 11. Hasil Produksi Interleukin-2 ... 130

Lampiran 12. Hasil Produksi Interferon Gamma ... 131

Lampiran 13. Tingkat Protektivitas Anjing yang Divaksinasi Oral SAG2, Parenteral Rabisin dan Rabivet Supra 92 hari 84 dan ke-147 sebelum Challenge Dihubungkan dengan Mortalitas Anjing ... 132

Lampiran 14. Persamaan Regresi Rerata Nilai Anjing Yang Divaksinasi dengan Vaksin Oral SAG2 pada Minggu ke-0 (Hari ke-0) sampai dengan Minggu ke-21 (Hari ke-147)... 137

Lampiran 15. Persamaan Regresi Rerata Nilai Anjing Yang Divaksinasi dengan Vaksin Rabisin pada Minggu ke-0 (Hari ke-0) sampai dengan Minggu ke-21 (Hari ke-147)... 137

(31)

xxvii

Lampiran 16. Persamaan Regresi Rerata Nilai Anjing Yang Divaksinasi dengan Vaksin Rabivet Supra 92 pada Minggu ke-0 (Hari ke-0) sampai dengan Minggu ke-21 (Hari ke-147)...138 Lampiran 17. Persamaan Regresi Rerata Nilai Anjing Yang Divaksinasi dengan

Vaksin Oral SAG2 pada Minggu 23 (Hari 161), Minggu ke-25 (Hari ke-175) Minggu ke-27 (Hari ke-189)...138 Lampiran 18. Persamaan Regresi Rerata Nilai Anjing Yang Divaksinasi dengan

Vaksin Rabisin pada Minggu ke-23 (Hari ke-161), Minggu ke-25 (Hari ke-175) Minggu ke-27 (Hari ke-189)...139 Lampiran 19. Persamaan Regresi Rerata Nilai Anjing Yang Divaksinasi dengan

Vaksin Rabivet Supra 92 pada Minggu ke-23 (Hari ke-161), Minggu ke-25 (Hari ke-175) Minggu ke-27 (Hari ke-189)...139 Lampiran 20. Persamaan Regresi Rerata Nilai Anjing Yang Divaksinasi dengan

Vaksin Oral SAG2 pada Minggu ke-0 (Hari ke-0) sampai dengan Minggu ke-27 (Hari ke-189)...140 Lampiran 21. Persamaan Regresi Rerata Nilai Anjing Yang Divaksinasi dengan

Vaksin Rabisin pada Minggu ke-23 (Hari ke-161), Minggu ke-25 (Hari ke-175) Minggu ke-27 (Hari ke-189)...140 Lampiran 22. Persamaan Regresi Rerata Nilai Anjing Yang Divaksinasi dengan

Vaksin Rabivet Supra 92 pada Minggu ke-23 (Hari ke-161), Minggu ke-25 (Hari ke-175) Minggu ke-27 (Hari ke-189)...141

(32)

Referensi

Dokumen terkait

SUIIARDJON0

Sedangkan untuk lapisan bagian dalam yaitu length core dan cross core, masing-masing dapat menggunakan segala jenis kayu yang umum untuk pembuatan kayu lapis seperti meranti,

RESELLER bertugas sebagai perantara yang berhubungan langsung dengan calon konsumen dari dalam kota atau luar kota untuk melakukan penawaran produk yang

Usaha-usaha tersebut tidak terlepas dari budaya perusahaan yang dijalankan dalam menghadapi kemajuan teknologi yang ada dewasa ini, diharapkan akan dapat

dagangan (persediaan). Perkiraan nilai wajar dari agunan yang digunakan oleh Bank didasarkan pada nilai agunan yang dinilai oleh penilai internal maupun eksternal. Terkait

Pengujian terhadap perbedaan reaksi yang diberikan pasar modal melalui rata-rata aktivitas volume perdagangan saham yang terjadi antara sebelum dan setelah

Kayu agathis memiliki berat jenis 0,48 (&lt; 0,7) dan kadar selulosa tergolong tinggi, sehingga diduga jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dengan

Faktor-faktor tersebut meliputi sebagai berikut: Pendidikan dan latihan, Gizi dan Kesehatan, Motivasi internal, Kesempatan kerja, Kemampuan manajerial pimpinan,