• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Sikap Peduli Lingkungan - UPAYA MENINGKATKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI KELAS IV SD NEGERI 1 KALITINGGAR KIDUL - repos

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Sikap Peduli Lingkungan - UPAYA MENINGKATKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI KELAS IV SD NEGERI 1 KALITINGGAR KIDUL - repos"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Sikap Peduli Lingkungan

Manusia dalam kehidupannya tidak terlepas dari Sikap. Manusia akan senantiasa menunjukkan sikapnya jika dihadapkan dengan berbagai kondisi. Sikap yang ditunjukkan oleh seseorang mencerminkan perasaan yang sedang dialaminya. Trow, Popham dan Allport dalam Adisusilo (2014: 67-68) mengemukakan tentang sikap sebagai:

suatu kesiapan mental atau emosional dalam berbagai jenis tindakan pada situasi yang tepat dan merupakan sebagian dari ranah afektif yang di dalamnya mencakup perilaku seperti perasaan, minat, emosi dan sikap. Kesiapan mental dan saraf tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung kepada respon individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu kesiapan mental dan saraf yang tersusun melalui pengalaman dan dapat mempengaruhi tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap lingkunganya tergantung pada kesiapan mental orang itu sendiri.

(2)

sebaliknya, lingkungan yang buruk juga akan menimbulkan bahaya bagi penghuninya sendiri.

Banyak bahaya yang senantiasa mengancam kelestarian lingkungan dari waktu ke waktu, diantaranya adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pasal 1 ayat 12 UU No. 23 Tahun 1997 dalam (Erwin, 2009: 35) menjelaskan pencemaran lingkungan merupakan:

masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi sesuai peruntukannya.

Lingkungan merupakan ruang lingkup yang bersinggungan langsung dengan manusia. Manusia harus menjaga dan melestarikan lingkungan hidupnya. Begitupun dalam lingkungan sekolah peran warga sekolah sangatlah berpengaruh, tak terkecuali dengan siswa yang berkewajiban menjaga dan melestarikan lingkungan sekolahnya agar tetap bersih, indah dan sehat. Hal ini dapat diwujudkan dengan menjaga kebersihan kelas, menjaga kebersihan sekolah, tidak membuat sampah sembarangan serta tidak merusak fasilitas yang dimiliki sekolah.

(3)

Sikap peduli lingkungan perlu ditanamkan di dalam diri siswa, agar siswa dapat ikut serta menjaga kelestarian lingkungan.

Sikap peduli lingkungan perlu ditanamkan dalam diri siswa dan dilatih sesering mungkin sehingga menjadi kebiasaan. Kurikulum karakter di negara bagian Georgia (Samani & Hariyanto, 2012: 53-54) menyatakan bahwa “respect for environment maknanya adalah menghargai alam lingkungan dengan berkewajiban melestarikan fungsinya agar terjadi kehidupan yang berkelanjutan, jauh dari pencemaran lingkungan”. Berdasarkan pernyataan di atas peduli

lingkungan merupakan sikap menghargai lingkungan sebagai suatu sumber daya yang harus dijaga dan dipelihara fungsinya agar dapat terus dimanfaatkan dalam kehidupan manusia dan berkelanjutan.

a. Pendidikan Lingkungan di Sekolah

Sekolah merupakan tempat anak memperoleh pendidikan selain di lingkungan keluarga dan masyarakat. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting diberikan oleh manusia sejak dini. Pendidikan menurut Sagala (2012: 6) adalah “usaha sadar untuk menyiapkan siswa melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi perannanya di masa yang akan datang”. Dewey dalam Muslich (2011:67) mengatakan

bahwa “pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan

fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia”. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan

(4)

terencana untuk menyiapkan siswa agar mampu mengubah perilaku mereka sebaik mungkin dan mampu untuk menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang ada di lingkunganya serta mempersiapkan keikutsertaannya di masa yang akan datang.

Makhluk hidup erat kaitannya dengan lingkungan. Makhluk hidup senantiasa akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Menurut Sharma dan Tan dalam (Tumisem, 2012: 10) mendefinisikan lingkungan sebagai berikut:

is not the sum of all the material things that constantly interact with each other which make up the mosaic of the countryside landscape. It is much more than this. It also include the economic structures and the outlook and habits of people in different parts of the world.

Definisi di atas menjelaskan secara keseluruhan yang mencakup faktor fisik, ekonomi dan budaya. Lingkungan dipandang sebagai interaksi kontekstual antara komponen sosial, teknologi, politik, ekonomi dan biofisik.

(5)

Menciptakan kesadaran seseorang terhadap lingkungan bukanlah hal yang mudah. Adisusilo (2014: 67) mengungkapkan bahwa “sikap itu tidak muncul seketika, tetapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh langsung kepada respon seseorang”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan lingkungan merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan kepada siswa karena dapat memberikan pembelajaran untuk mengenal lingkungan dan meningkatkan kesadaran siswa tehadap lingkungan. Karakter anak usia SD lebih mudah dibentuk menjadi pribadi yang baik, sehingga pendidikan lingkungan yang diajarkan saat anak usia SD akan lebih tepat dan mudah dilaksanakan untuk menanamkan sikap peduli lingkungan dalam diri siswa.

b. Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan di Sekolah

Manusia senantiasa menunjukkan sikapnya jika dihadapkan dengan kondisi tetentu. Sikap manusia dapat berupa sikap negatif atau positif. Sikap manusia yang dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan manusia yang terlihat dan menjadi ciri khasnya itulah yang disebut dengan karakter.

Scerenko dalam Samani & Hariyanto (2012: 43) mendefinisikan karakter sebagai “atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan

(6)

160) “karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu

sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan”. Pendapat lain dikemukakan oleh Fasli Jalal dalam Zubaidi (2011: 12) yang mendefinisikan karakter sebagai “nilai-nilai

yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terjawantahkan dalam perilaku”. Berdasarkan

pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan sifat kepribadian seseorang yang membedakan orang tersebut dengan kepribadian orang lain dan dapat dibentuk dan diarahkan menjadi perilaku yang baik.

Pemerintah Indonesia khususnya dinas pendidikan telah merumuskan program pendidikan karakter di sekolah-sekolah untuk membentuk karakter yang baik. Program ini dimulai dari tingkatan pendidikan paling rendah yaitu pendidikan usia dini, sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi.

Karakter merupakan hal yang sangat penting untuk ditanamkan pada manusia. Karakter perlu dimasukkan ke dalam pendidikan sehingga siswa tidak hanya menerima pengetahuan umum, melainkan siswa juga ditanamkan karakter melalui pendidikan karakter. Menurut Winton dalam Samani & Hariyanto (2012: 43) mengatakan bahwa “pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari

(7)

Raharjo dalam Zubaedi (2011: 16) mengatakan pendidikan karakter adalah:

suatu proses pendidikan secara holistik yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pengertian pendidikan karakter di atas dapat disimpulkan sebagai pendidikan yang diberikan guru kepada siswanya dalam rangka mengajarkan nilai-nilai moral kepada siswa agar siswa dapat tumbuh menjadi generasi yang berkualitas.

Pendidikan karakter dikatakan berhasil atau tidaknya dapat dilihat dari indikator keberhasilan pendidikan karakter. Siswa yang memiliki sikap peduli lingkungan akan menunjukkan sikapnya sesuai dengan indikator yang telah ditentukan. Narwanti (2012: 69) menjelaskan bahwa:

indikator pendidikan karakter peduli lingkungan di kelas antara lain: kebersihan ruang kelas, menyediakan tong sampah organik dan anorganik, hemat dalam penggunaan bahan praktik, dan penanganan limbah bahan kimia dari kegiatan praktik.

(8)

dapat melatih dan menanamkan sikap peduli siawa terhadap lingkungan sekitar.

2. Prestasi Belajar

Kata prestasi sering dijumpai dalam dunia pendidikan. Prestasi akan terus diupayakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Manusia dalam hidupnya akan senantiasa mengejar prestasi sesuai bidang keahliannya. Arifin (2013: 12) menjelaskan bahwa:

prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, sedangkan dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berari “hasil usaha”. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain kesenian, olahraga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran. Prestasi merupakan buah hasil dari usaha atau kerja yang dilakukan seseorang. Prestasi bagi siswa berkaitan dengan hasil dari usaha jerih payahnya dalam belajar yang telah dilakukan.

Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil usaha setelah melakukan kegiatan belajar. Pestasi akan mengiringi jika seseorang melakukan kegiatan belajar.

Prestasi selalu diiringi dengan belajar. Prestasi yang baik tidak muncul begitu saja, melainkan terdapat usaha-usaha yang dilakukan sebelumnya yaitu belajar. Skinner dalam Sagala (2010:14) berpendapat “belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif”. Abdilah (Aunurrahman, 2011:35)

mengatakan bahwa “belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukuan

(9)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha sadar yang dilakukan individu dalam bentuk tingkah laku sebagai hasil pengalamannya untuk dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa di sekolah akan memberikan pengalaman dan pengetahuan baru bagi mereka. Siswa melakukan sebuah usaha yaitu belajar, maka siswa akan mendapatkan hasil dari kegiatan belajarnya itu berupa ilmu pengetahuan dan nilai. Nilai yang diperoleh siswa dari kegiatan belajar tersebut seringkali disebut sebagai sebuah prestasi belajar.

Istilah pestasi belajar dan hasil belajar erat kaitannya dalam dunia pendidikan. Pengertian prestasi belajar berbeda dengan hasil belajar. Arifin (2013: 12-13) mengatakan perbedaan prestasi belajar dan hasil belajar yaitu:

prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak siswa. Kegunaan prestasi belajar banyak ragamnya, antara lain sebagai umpan balik bagi guru dalam mengajar, untuk keperluan diagnostik, untuk keperluan penempatan atau penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk menentukan kebijakan sekolah.

(10)

3. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

a. Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang diberikan mulai dari tingkat Sekolah Dasar. IPA merupakan pengetahuan yang membahas tentang manusia dan alam sekitarnya. Suriasumantri dalam (Trianto, 2010: 136) menjelaskan IPA merupakan:

bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa Inggris ‘science’. Kata ‘science’ sendiri berasal dari kata dalam bahasa latin „scientia’ yang berarti saya tahu. ‘Science’ terdiri dari social sciences (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural sciences (Ilmu Pengetahuan Alam). Perkembangan science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Susanto (2015: 167) menjelaskan bahwa “sains atau IPA adalah

usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur serta dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapat suatu kesimpulan”. Berdasarkan uraian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari keadaan alam dengan cara mengamati sesuai dengan prosedur sampai memperoleh hasil.

Prihatno Laksmi dalam Trianto (2010: 141-142) mengatakan bahwa pembelajaran IPA di sekolah terdapat nilai-nilai yang dapat ditanamkan saat proses pembelajaran, antara lain:

(11)

2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.

3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitanya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.

Proses pembelajaran IPA di tingkat sekolah harus menekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya akan berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Proses pembelajaran IPA memerlukan penggunaan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide dan pengetahuan yang dimilikinya.

b. Materi Perubahan Daratan dan Pengaruhnya

(12)

pengaruh perubahan lingkungan dan upaya yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan kerusakan lingkungan.

4. Model Problem Based Learning (PBL) a. Pengertian PBL

Model pembelajaran dalam pendidikan memiliki banyak jenis, salah satunya adalah PBL. PBL merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa untuk menyelesaikan masalah. Pengertian PBL menurut Barrows dan Kelson dalam Amir (2009: 21) adalah:

kurikulum dan proses pembelajaran. Kurikulum tersebut berisi masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan untuk berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajaran PBL menggunakan pendekatan yang sistematis untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Suyadi (2013: 129) mengemukakan bahwa PBL adalah “suatu

pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk menyelesaikannya”. Tan dalam

Rusman (2011: 229) mengatakan PBL merupakan:

inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBL kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memperdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

(13)

di kehidupan siswa dengan memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya dan mencari pengetahuan baru agar siswa mampu untuk memecahkan masalah.

b. Karakteristik PBL

Model pembelajaran dalam dunia pendidikan memiliki bermacam-macam jenis. Masing-masing jenis model pembelajaran memiliki karaktersitik yang berbeda-beda. Taufiq (2009: 22) merangkum karakteristik yang tercakup dalam proses PBL, antara lain:

1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.

2) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured).

3) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya menuntut siswa menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab pelajaran atau lintas ilmu ke bidang lainnya.

4) Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru.

5) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).

6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting. 7) Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif.

(14)

Pembelajaran tersebut melatih kemandirian siswa dalam berpikir untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

c. Langkah-langkah model PBL

Menurut Hamruni dalam Suyadi (2013: 137-140), terdapat enam langkah untuk dapat menerapkan pembelajaran berbasis masalah ini, yaitu:

1) Menyadari Adanya Masalah

Pembelajaran ini awalnya harus dimulai dari membangun kesadaran kritis siswa akan adanya masalah yang akan dipecahkan. Pada tahap ini, guru dapat menunjukan adanya gap atau kesenjangan antara realitas yang terjadi dengan idealitas atau yang dikehendaki.

2) Merumuskan Masalah

Langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah. Setelah materi disajikan secara problematik, dan siswa mampu menangkap gap atau kesenjangan pada masalah tersebut, maka guru perlu membantu siswa untuk merumuskan masalah sehingga menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih fokus dan spesifik. Dalam hal ini, siswa menggunakan seluruh pengetahuan yang dimilikinya, kemudian mengakumulasi dengan pengetahuan-pengetahuan baru dan mengkristal pada rumusan masalah yang layak diangkat.

3) Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah hubungan sebab akibat yang sifatnya sementara dan belum teruji kebenarannya, namun memenuhi syarat logis rasional dan empiris.

4) Mengumpulkan Data

Sebagai konsekuensi proses berpikir empiris, kebenaran data dalam kerangka berpikir ilmiah sangat dibutuhkan. Data akan berpengaruh pada hipotesis yang disajikan. Dalam tahap ini siswa diharap mampu mengumpulkan data yang relevan secepat mungkin, kemudian mengorganisasikan serta menyajikan secara skematis atau terpetakan sehingga mudah dipahami.

5) Menguji Hipotesis

(15)

dibuktikan secara empiris, serta menolak hipotesis yang lain.

6) Menentukan Pilihan Penyelesaian

Tahap terakhir adalah memilih salah satu solusi yang diambil dari hipotesis yang telah diuji kebenaranya sebagai sebuah pilihan. Dengan demikian, kemampuan yang diharapkan pada tahap terakhir adalah kecakapan siswa dalam memilih alternatif penyelesaian masalahsecara bijaksana.

Langkah-langkah di atas merupakan suatu keterpaduan yang harus ada. Adanya masalah yang harus diselesaikan merupakan hal yang pokok dan harus ada dalam dalam penerapan model pembelajaran ini, kemudian berlanjut ke langkah berikutnya sehingga masalah tersebut terselesaikan.

d. Keunggulan model PBL

Model pembelajaran PBL memiliki banyak keunggulan. Menurut Suyadi (2013: 142) keunggulan dari model PBL antara lain:

1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa, sehingga memberikan keluasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa.

3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan.

6) Siswa mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan.

(16)

8) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

9) PBM dapat mengembangkan minat siswa untuk mengembangkan konsep belajar secara terus menerus, karena dalam praktiknya masalah tidak akan pernah selesai. Artinya, ketika satu masalah diatasi, masalah lain muncul dan membutuhkan penyelesaian secepatnya. Banyak keunggulan dari penerapan model PBL di dalam proses pembelajaran. Karakter siswa juga dimunculkan dalam proses pembelajaran, sehingga siswa tidak hanya melakasanakan pembelajaran saja, namun mendapatkan hikmah yang bisa diterapkan dalam berkehidupan di luar kelas.

B. Penelitian yang Relevan

Penggunaan model PBL sebelumnya sudah pernah dilakukan untuk penelitian oleh Tatang Herman dalam jurnal Educationist No. 1 Vol. 1 (2007) yang berjudul “Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama” dengan hasil penelitian sebagai berikut

(17)

sekolah dengan peringkat cukup dan kurang untuk masing-masing Tes-1, Tes-2, maupun Tes-G. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor peringkat sekolah berpengaruh terhadap kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi.

2. PBM terbuka dan PBM terstruktur secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa dibanding pembelajaran konvensional.

(18)

C. Kerangka Berpikir

Kondisi awal yang menjadi permasalahan di SD Negeri 1 Kalitinggar Kidul yaitu sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA yang masih rendah. Proses pembelajaran IPA belum mampu memberikan dorongan bagi siswa untuk mengaplikasikan ilmu yang mereka dapat ke dalam kehidupan nyata. Siswa kurang memiliki sikap peduli terhadap lingkungan sekitar. Siswa juga kurang memahami dan menguasai materi pelajaran IPA yang menyebabkan prestasi belajar IPA siswa rendah.. Sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA dikelas IV SD Negeri 1 Kalitinggar Kidul dapat meningkat, maka perlu dilakukan adanya tindakan yang berasal dari guru.

(19)

prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya di kelas IV SD Negeri 1 Kalitinggar Kidul.

Gambar 2.1. Kerangka Pikir D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan pada penelitian ini yaitu:

1) Penerapan model PBL diduga dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa pada materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya di kelas IV SN Negeri 1 Kalitinggar Kidul.

2) Penerapan model PBL diduga dapat meningkatkan prestasi belajar pada materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya di kelas IV SN Negeri 1 Kalitinggar Kidul.

Model pembelajaran PBL dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar siswa Siklus I

Kondisi Akhir

Menggunakan Model PBL Tindakan

Siklus II

Belum

menggunakan Model PBL

Rendahnya sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar siswa

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Model pembelajaran PBL dapat

Referensi

Dokumen terkait

a. Pendidikan dan latihan. Pendidikan dan latihan membentuk dan menambah pengetahuan dan keterampilan seorang tenaga kerja untuk mampu mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan

Faktor produksi adalah input yang digunakan untuk menghasilkan barang barang dan jasa (Steenis, 1987) atau dalam hal ini, pengertian faktor produksi. adalah

Anova H asil Analisa Pengaruh Pupuk Majemuk Pelet Dari Bahan Organik Legum Cover Crop (LCC) Terhadap Variabel Tinggi Tanaman Umur 49 HST (cm) Pada Padi Varietas IR

Didalam submenu Belanja Bansos yang ada pada menu Belanja Tidak Langsung, berisi pilihan untuk input, edit, tampil, dan pencarian. Tampilan submenu Belanja Bansos :.. Tampilan

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai jenis pati pengental seperti tapioka, maizena, pati ubi jalar dan pati beras pada pembuatan saus cabai

Oleh karena fraksi energi partikel beta yang dapat diubah menjadi foton dalam proses b r e hm s t ra hlun g berbanding lurus dengan nomor atom materi yang dilewati, maka digunakan

Seperti apa yang telah dituturkan oleh Abdurrasyid bahwa para penguasa Islam senantiasa terlibat langsung dalam persoalan pendidikan, menurutnya ada dua alasan