• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bandung yang dengan luas wilayah Kecamatan Dayeuhkolot adalah Ha.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bandung yang dengan luas wilayah Kecamatan Dayeuhkolot adalah Ha."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Dayeuhkolot 4.1.1 Kondisi Fisik

4.1.1.1 Letak dan Luas

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung yang dengan luas wilayah Kecamatan Dayeuhkolot adalah 1.125 Ha. Berdasarkan Peta Rupa Bumi lembar Bandung dan Ujungberung letak astronomis 107o35’30” BT -107o38’30” BT dan 06o57’30” LS – 06o59’24” LS. Secara geografis Kecamatan Dayeuhkolot berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kotamadya Bandung Sebelah Selatan : Kecamatan Baleendah Sebelah Timur : Kecamatan Bojongsoang Sebelah Barat : Kecamatan Margahayu

Kecamatan Dayeuhkolot terdiri atas 5 desa dan 1 kelurahan yang meliputi Desa Cangkuang Wetan, Desa Cangkuang Kulon, Desa Sukapura, Desa Citeureup, Desa Dayeuhkolot dan Kelurahan Pasawahan

Secara geografis letak Kecamatan Dayeuhkolot sangat strategis karena merupakan salah satu daerah penyangga antara pusat kota dengan daerah di sekitarnya. Jarak pusat pemerintahan wilayah kecamatan dengan ibu Kota Kabupaten adalah 15 km (45 menit); dan jarak dengan ibu Kota Propinsi adalah 23 km (1 jam). Peta wilayah administrasi Kecamatan Dayeuhkolot disajikan pada Gambar 4.3. Adapun luas dan ketinggian desa/kelurahan di Kecamatan Dayeuhkolot ditunjukkan pada Tabel 4.1

(2)
(3)

Tabel 4.1

Luas dan Ketinggian Desa/Kelurahan di Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung

No Desa/Kelurahan Rata-rata Ketinggian (m dpl) Luas Wialayah (Ha) 1 Cangkuang Kulon 685 234,05 2 Cangkuang Wetan 682 216,64 3 Sukapura 684 171,15 4 Citeureup 683 188,71 5 Dayeuhkolot 681 91,22 6 Pasawahan 678 201,15 Total 1.102,91

Sumber: Kabupaten Bandung dalam Angka, 2010.

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa daerah penelitian ini termasuk daerah dengan topografi datar, artinya rata-rata ketinggian antara satu desa/kelurahan dengan desa/kelurahan lainnya hampir memiliki ketinggian yang sama (lihat Gambar 4.2). Adapun luas wilayah antara satu desa/kelurahan dengan desa/kelurahan lainnya pun berbeda-beda (lihat Gambar 4.3).

Sumber: Kabupaten Bandung dalam Angka, 2010.

Gambar 4.2

Grafik Rata-rata Ketinggian Desa/Kelurahan di Kecamatan Dayeuhkolot 685 682 684 683 681 678 674 676 678 680 682 684 686 Cangkuang Kulon Cangkuang Wetan

Sukapura Citeureup Dayeuhkolot Pasawahan Ketinggian …

(4)

Sumber: Kabupaten Bandung dalam Angka, 2010.

Gambar 4.3

Perbandingan Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Dayeuhkolot

Pada Tabel 4.1 menunjukan rata-rata ketinggian desa/kelurahan di Kecamatan Dayeuhkolot relatif datar yaitu berkisar 600 - 700 m dpl. Adapun berdasarkan luasnya, Kecamatan Dayeuhkolot adalah 1.102,91 Ha (lihat Gambar 4.3). Wilayah terluas adalah Desa Cangkuang Kulon dengan luas 234,05 Ha, sedangkan wilayah yang meiliki luas tersempit adalah Desa Dayeuhkolot dengan luas 91,22 Ha.

4.1.1.2 Kondisi Iklim

Iklim merupakan rata-rata cuaca disuatu wilayah yang meliputi daerah luas untuk jangka waktu yang relatif lama. Suatu daerah yang memiliki karakteristik yang sama dan berada pada satu zone atau kawasan yang sama, kemungkinan besar akan memiliki iklim yang sama pula. Unsur-unsur iklim terdiri atas penyinaran matahari, suhu (temperature), curah hujan, tekanan

Cangkuang Kulon; 234,05 Cangkuang Wetan; 216,64 Sukapura; 171,15 Citeureup; 188,71 Dayeuhkolot; 91,22 Pasawahan; 201,15

(5)

udara, kelembapan udara, angin dan keawanan. Adapun faktor yang mempengaruhi keadaan iklim suatu daerah adalah rotasi dan revolusi bumi, letak lintang geografis serta letak relief dan kondisi geografik lokal. Terdapat beberapa cara pengklasifikasian untuk menentukan tipe iklim suatu daerah, diantaranya adalah: sistem klasifikasi Junghun, Koppen, Schmidt-ferguson (SF), Thornwite dan lain sebagainya.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sistem klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson dan Koppen. Sistem klasifikasi ini dipilih karena perhitunganya sederhana dan cocok dengan daerah penelitian terutama untuk daerah tropis.

4.1.1.2.1. Sistem Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson

Sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson membagi iklim menjadi delapan tipe dengan lambang huruf A sampai dengan H. Dasar-dasarnya dibuat atas analisis kuantitatif-statistika yakni hanya memperhitungkan kriteria bulan kering dan bulan basah dalam kurun waktu tertentu, yakni 10 tahun atau lebih. Rasio rata-rata bulan kering dan bulan basah menghasilkan nilai Q. Ketentuan dalam klasifikasi ini, suatu bulan dikatakan bulan kering (d) apabila endapan hujannya kurang dari 60 mm, dikatakan bulan lembab (h) bila endapan hujannya 60-100 mm, sedangkan dapat dikatan bulan basah (w) apabila endapan hujannya lebih dari 100 mm.

Rumus yang digunakan untuk menentukan tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson adalah sebagai berikut:

Q = 𝑀𝑑

(6)

Dimana:

Q = Tipe iklim Schmidt-Ferguson Md = Rata-rata bulan kering

Mw = Rata-rata bulan basah (Rafi’i, 1995:295)

Nilai Q untuk penentuan tipe iklim suatu daerah menurut Schmidt-Ferguson ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2

Nilai Q untuk Tipe Iklim Schmidt-Ferguson

No Nilai Q (%) Tipe Iklim Sifat

1 0,0 – 14,0 A Sangat basah 2 14,0 – 33,3 B Basah 3 33,3 – 60,0 C Agak basah 4 60,0 – 100,0 D Sedang 5 100,0 – 167,0 E Agak kering 6 167,0 – 300,0 F Kering 7 300,0 – 700,0 G Sangat kering 8 >700 H Ekstrim kering Sumber: Rafi’i, 1995.

Berdasarkan tabel di atas, tipe iklim ini terbagi menjadi delapan tipe yang sifatnya terdiri atas sangat basah, basah, agak basah, sedang, agak kering, kering, sangat kering dan ekstrim kering. Untuk daerah penelitian dapat dihitung berdasarkan tipe iklim Schmidt-Ferguson terlebih dahulu harus memperhatikan curah hujan bulanan selama 10 tahun. Setelah diketahui curah hujannya selama 10 tahun, selanjutnya dihitung jumlah bulan basah, bulan lembab dan bulan kering pada tahun-tahun tersebut. Berikut ini disajikan data curah hujan Kecamatan Dayeuhkolot yang diperoleh dari Kantor BMG Stasiun Geofisika kelas 1 Bandung Tahun 2001 – 2010. Data tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.3. Adapun jumlah bulan basah, bulan lembab dan bulan kering daerah penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.4.

(7)

Tabel 4.3

Data Curah Hujan Kecamatan Dayeuhkolot Tahun 2001 – 2010

Tahun Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2001 297 156 228 430 227 88 146 32 42 336 582 198 2002 389 93 338 207 28 21 34 0 0 0 23 79 2003 87 213 124 202 51 29 0 27 41 282 255 212 2004 413 116 308,5 161 298 33 61 0 72 24 0 0 2005 222 389 395 175 39 93 0 86 79 0 68 243 2006 230 268 177 238 86 24 22 5 45 21 108 194 2007 255 306 315 495 112 126 59 34 52 260 331 413 2008 165 103 448 146 25 5 0 18 22 104 557 352 2009 194 221 314 43 157 6 8 71 33 168 210 122 2010 284 485 538 142 245,5 127,5 169 62,5 308 176 364 310 Jumlah 2.536 2.350 3.185.5 2.239 1.023 552.5 499 335.5 694 1.371 2.498 2.123 Rerata 253.6 235 318.55 223.9 102.3 55.25 49.9 33.55 69.4 137.1 249.8 212.3

Sumber: BMG Stasiun Geofisika kelas 1 Bandung Tahun 2001 – 2010.

Tabel 4.4

Frekuensi Bulan Basah, Bulan Lembab dan Bulan Kering Kecamatan Dayeuhkolot Tahun 2001 – 2010

Tahun Jumlah Bulan Bulan Basah Bulan Lembab Bulan Kering 2001 9 1 2 2002 3 2 7 2003 6 1 5 2004 5 2 5 2005 5 4 3 2006 6 1 5 2007 9 0 3 2008 7 0 5 2009 7 1 4 2010 11 1 0 Jumlah 68 12 39 Rerata 6.8 1.2 3.9

Sumber: Hasil perhitungan, 2011.

(8)

Sumber: Hasil perhitungan, 2011.

Gambar 4.4

Grafik Frekuensi Bulan Basah, Bulan Lembab dan Bulan Kering Kecamatan Dayeuhkolot Tahun 2001 – 2010

Tabel 4.3 menunjukkan besarnya curah hujan Kecamatan Dayeuhkolot selama 10 tahun dari tahun 2001 – 2010. Data tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Dayeuhkolot memiliki curah hujan rata-rata selama 10 tahun adalah 212,3. Adapun untuk mengetahui tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson terlebih dahulu harus diketahui jumlah rata-rata bulan basah dan bulan kering. Data tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.4. Pada Gambar 4.4 menunjukan grafik frekuensi bulan basah, bulan lembab dan bulan kering di daerah penelitian selama 10 tahun, yaitu tahun 2001 – 2010. Untuk mengetahui tipe iklim berdasarkan Schmidt-Ferguson dapat dihitung dengan memasukan rata-rata bulan basah dan bulan kering ke dalam rumus sebagai berikut:

(9)

Q = 𝑀𝑑

𝑀𝑤 X 100%

Q = 3,9

6,8 X 100% Q = 57,352 %

Hasil perhitungan di atas menunjukan bahwa Q adalah 57,352 %. Angka ini menunjukan bahwa Kecamatan Dayeuhkolot termasuk iklim C yang bersifat agak basah.

4.1.1.2.2. Sistem klasifikasi iklim menurut Koppen

Adapun klasifikasi iklim menurut Koppen dikelompokan ke dalam lima iklim utama di muka bumi berdasarkan lima prinsip kelompok nabati. Kelima kelompok iklim tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5

Klasifikasi Iklim Koppen

No Lambang Jenis Karakteristik

1 A Iklim hujan tropik (Tropical rainy climates)

Iklim hujan tropik dengan suhu pada bulan-bulan terdinginnya >18° C. Terdapat dua subregion yang khas yaitu Af (tipe iklim tropik basah) dan Aw (tipe iklim basah dan kering tropik) yang ekstrem, sedangkan di antaranya terletak subregion Am (peralihan Af dan Aw).

2 B Iklim kering (Dry climates) Kemampuan penguapan lebih besar daripada endapan hujan. Tidak terdapat surplus air yang tersisa, baik di dalam maupun permukaan tanah.

3 C Iklim lintang sedang yang dipengaruhi lautan (Middle latitude rainy climates)

Iklim hujan sedang hangat. Rata-rata suhu bulan-bulan terdingin -3° C sampai 18° C, sedangkan rata-rata suhu bulan-bulan panasnya >10° C.

4 D Iklim lintang sedang yang dipengaruhi daratan

Iklim hutan bersalju dingin. Rata-rata suhu bulan-bulan terdingin <-3° C dan rata-rata suhu bulan-bulan terpanas >10° C.

5 E Iklim kutub (Polar climates) Rata-rata suhu pada bulan-bulan terpanas <10° C. di daerah yang tinggi sekali suhu udaranya jauh di bawah nol dan seringkali tanahnya membeku.

(10)

Tabel 4.5 menunjukan karakteristik dari setiap tipe iklim. Untuk mengetahui tipe iklim Koppen yang terdapat di daerah penelitian, terlebih dahulu harus memperhitungkan suhu udaranya. Adapun suhu udara di daerah penelitian selama 10 tahun ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6

Suhu Udara Tahun 2001-2010 di Dayeuhkolot

Bulan Tahun Jumlah

Rata-rata 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 22.7 22.7 22.7 23.9 23.8 23.3 23.1 23.1 23.3 23.3 231.9 23.2 Februari 22.8 22.7 22.9 23.3 23.1 23.1 23.5 22.9 22.5 22.5 229.3 22.9 Maret 23.1 23.1 23.5 23.4 23.8 23.6 23.9 23.0 22.8 22.8 233 23.3 April 22.3 23.3 23.7 24.1 23.9 23.7 23.5 23.4 22.9 22.9 233.7 23.4 Mei 23.6 23.5 23.9 24.2 24.6 23.8 23.3 23.4 23 23 236.3 23.6 Juni 22.8 23.1 23.4 23.5 22.3 23.4 22.7 23.4 22.7 22.7 230 23.0 Juli 22.9 22.4 23.2 22.9 22.9 22.8 23 23.0 22.7 22.7 228.5 22.9 Agustus 23 23.2 22.9 23.4 23.1 23.4 22.6 23.6 23.1 23.1 231.4 23.1 September 23.2 23.8 23.7 23.6 23.5 23.6 23.6 24.4 24.2 24.2 237.8 23.8 Oktober 23.7 22.7 24.9 23.7 24.5 23.5 24.4 23.4 24 24 238.8 23.9 November 23.3 24 24.3 23.7 23.9 23.4 24.8 23.3 23.1 23.1 236.9 23.7 Desember 23.9 23.1 23.6 23.7 23 23.2 23.2 23.5 23.4 23.4 234 23.4 Jumlah 277.3 277.6 282.7 283.4 282.4 280.8 281.6 280.4 277.7 277.7 2801.6 280.2 Rata-rata 23.1 23.1 23.6 23.6 23.5 23.4 23.5 23.4 23.1 23.1 233.5 23.3

Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Bandung Tahun 2001-2010.

Berdasarkan Tabel 4.6, suhu udara rata-rata daerah penelitian di Kecamatan Dayeuhkolot selama 10 tahun adalah 23,3° C. Angka ini menunjukan bahwa 23,3° C lebih besar dari 18°C sehingga masuk pada tipe iklim A. Adapun ciri tipe iklim ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Y = 100 – 0,04X Keterangan:

Y = Endapan hujan dalam bulan atau periode terkering. X = Endapan hujan tahunan di daerah yang bersangkutan.

(11)

Jika Y < 100 – 0,04X maka tipe iklimnya adalah Aw. Jika Y > 100 – 0,04 X maka tipe iklimnya Am. Adapun jika Y = 100 – 0,04X maka tipe iklimnya antara Af.

.Kondisi yang terdapat di daerah penelitian, endapan hujan tahunannya mencapai 1.523 mm/tahun. Sedangkan jumlah endapan pada bulan terkering adalah 29,6 mm. Maka dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.

Y = 100 – 0,04 X 29,6 = 100 – 0,04 x 1.523 29,6 = 100 – 60,92 29,6 < 39,08

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa Y < 100 – 0,04X. Hal ini menunjukan bahwa daerah ini termasuk tipe iklim Aw. Tipe iklim Aw menurut Rafi’i (1995:200) ialah tipe iklim basah dan kering tropik (tropical wet

and dry climate). Huruf w menandakan adanya musim kering dalam periode

musim dingin yaitu periode pada kedudukan matahari rendah. Ciri khasnya ialah curahan hujan sekurang-kurangnya satu bulan mempunyai endapan hujan lebih kecil dari 60 mm.

4.1.1.3 Kondisi Geologi

Proses geologi merupakan proses perubahan pada bumi, baik perubahan struktur batuan pembentuk kulit bumi, maupun perubahan yang terjadi pada bentuk lahan di permukaan bumi. Proses geologi pada suatu wilayah pada hakikatnya menentukan formasi batuan yang tersusun pada wilayah tersebut.

(12)

Batuan merupakan bagian lahan yang berperan dalam menentukan ketersediaan air dalam tanah. Batuan yang kompak sangat sulit di tembus air sedangkan batuan yang tidak kompak mudah menyerap air. Menurut Van Bemmelen (1949), berdasarkan kondisi geologisnya, jawa Barat dikelompokkan menjadi empat zone, yaitu:

a. Zone dataran rendah Jakarta, meliputi Serang dan Rangkasbitung di banten sampai dengan Cirebon.

b. Zone bogor, meliputi Jasinga hingga Kali Pemali dan bumiayu Jawa Tengah. c. Zone Bandung, yaitu depresi antar Montana mulai dari Pelabuhan Ratu,

melalui lembah Ci Mandiri, dataran tinggi Cianjur, dataran tinggi Bandung, dataran tinggi Garut, lembah Ci Tanduy dan berakhir di Sagara Anakan. d. Zone pegunungan Selatan, terbentang dari Teluk Pelabuhan ratu sampai

dengan Nusa Kambangan di sebelah selatan Sagara Anakan dan Cilacap.

Pembagian stratigafi daerah Bandung telah dilakukan oleh beberapa ahli geologi, diantaranya Van Bemmelen (1934) dan Sitonga (1973) yang membagi wilayah Geologi Bandung dan sekitarnya dalam Tabel 4.7 (Tabel Stratigrafi Daerah Bandung).

Tabel 4.7

Stratigrafi Daerah Bandung

Umur Van Bemmelen (1934) Sitonga (1973)

Resen Aluvium sungai dan endapan danau Aluvium endapan danau dan koluvium

(13)

Erupsi C Hasil gunungapi tua pasir

Erupsi B Hasil gunungapi muda lava

Erupsi A Hasil gunungapi muda tufa berbatuapung

Hasil gunungapi tua tak teruraikan Hasil gunungapi tua

Plistosen Hasil gunung api lebih tua Hasil gunungapi lebih tua

Pliosen

Breksi dan tuf Breksi tufaan, lava, konglomerat

- Formasi Citalang

- Formasi Kaliwangu

Miosen Tjilanang Lagen Formasi Cilanang dan Formasi Subang

Sumber: Bemmelen (1934) dan Sitonga (1973)

Selain Van Bemmelen (1934) dan Sitonga (1973), Hartono (1980) membagi daerah Bandung menjadi beberapa formasi yang dilengkapi dengan jenis batuan dan ketebalan dari masing-masing formasi tersebut, pembagian tersebut dapat di lihat pada tabel 4.7 (Tabel stratigrafi daerah Bandung, Hartono).

Berdasarkan penejelasan diatas dapat disimpulkan bahwa lokasi penelitian termasuk dalam zone Bandung. Zone Bandung ini merupakan depresi struktural dari Geantiklinal Jawa yang telah hancur pada zaman akhir zaman tersier. Secara Geologis, Kecamatan Dayeuhkolot berasal dari hasil gunungapi yang teruraikan dan endapan Danau Bandung. Unit geologi di Kecamatan Dayeuhkolot merupakan endapan danau dengan luas 1.102,91 ha (setara dengan luas wilayah). Lebih jelasnya lihat pada Gambar 4.5.

Daerah penelitian merupakan titik terendah di Kawasan Bandung sehingga air mengalir ke daerah ini, yang akhirnya daerah tersebut sangat rawan terkena banjir dari luapan sungai yang pada akhirnya akan mengkontaminasi-

(14)
(15)

kualitas airtanah akibat larutan atau zat yang terangkut oleh aliran sungai yang meluap.

Tabel 4.8

Stratigrafi daerah Bandung

Umur Satuan Stratigrafi Tebal (m) Keterangan Holosen Endapan sungai ± 5

Bahan Lepas tidak terkonsolidasi, berukuran lempung sampai bongkah

Bidang Erosi Formasi

Cikidang 0 – 6

Lava basalt berstruktur kekar kolam, konglomerat vulkanik, tufa kasar berlapis sejajar dan breksi vulkanik yang kadang-kadang berwarna coklat tua

Plistosen Atas

Formasi

Kosambi 0 – 80

Batu lempung, vulkanik, batu lanau vulkanik dan batu pasir vulkanik, mengandung sisa tumbuhan, setempat-setempat dijumpai struktur pelapisan sejajar dan silang siur.

Formasi

Cibeureum 0 – 180

Perubahan urut-urutan breksi tufa, fragmen skoria andesit basalt dan batu apung.

Bidang Erosi Plistosen

Bawah

Formasi

Cikapundung ± 0 – 350

Konglomerat vulkanik, breksi vulkanik, tufa dan sisipan lava andesit, umumnya berwarna lebih terang dari formasi lainnya, fragmen piroksen andesit.

Sumber: Hartono, 2009

Secara keseluruhan, kondisi geologi di lokasi penelitian terdiri dari endapan danau yang membentuk lapisan mendatar dengan sisipan breksi, mengandung sisa-sisa tumbuhan, moluska air tawar dan vertebrata. Endapan ini membentuk dataran Bandung dan tebalnya mencapai lebih dari 100 m. terdiri dari lempung, lanau, pasir halus hingga kasar, krikil dan bongkahan batuan beku dan sedimen.

Unit geologi yang menyusun Kecamatan Dayeuhkolot adalah Ql (endapan danau); membentuk lapisan mendatar dengan sisipan breksi. Mengandung sisa-sisa tumbuhan, moluska air tawar dan vertebrata. Endapan ini membentuk dataran bandung dan tebalnya mencapai lebih dari 100 m. terdiri dari lempung, lanau, pasir halus hingga kasar, kerikil dan bongkahan batuan beku dan sedimen.

(16)

4.1.1.4 Kondisi Geomorfologi

Geomorfologi merupakan ilmu yang menafsirkan berbagai bentukan dengan perubahannya dalam suatu hubungan sistem keruangan di permukaan bumi, serta manfaatnya bagi kehidupan manusia. Menurut Tisnasomantri (1995:5) Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari dan menafsirkan berbagai bentukan dengan perubahannya dalam suatu hubungan sistem keruangan dipermukaan bumi, serta manfaatnya bagi kehidupan manusia. Keadaan Geomorfologi di Kecamatan Dayeuhkolot umumnya relatif datar dengan kemiringan lereng antara 0 – 2 % (Kelas I). Dapat dilihat pada peta kemiringan lereng Gambar 4.6.

Dalam menentukan kondisi geomorfologi daerah penelitian, perlu diketahui terlebih dahulu variasi tingkat kemiringan lerengnya. Kemiringan lereng dapat diketahui dengan cara melihat kerapatan antar konturnya.

Ketinggian lokasi penelitian rata-rata adalah 682 m dpl dengan titik terendah di daerah penelitian adalah 678 m dpl berada di Kelurahan Pasawahan dan titik tertinggi adalah 688 m dpl berada di Desa Cangkuang Kulon. Berdasarkan hasil intepretasi peta rupabumi dan penelitian dilapangan maka diketahui bahawa kondisi morfologi di Kecamatan Dayeuhkolot secara keseluruhan relatif datar dan berada pada kelas kemiringan lereng I atau antara 0 – 2 %. Berdasarkan bentuk geomorfologinya, Kecamatan Dayeuhkolot secara

(17)
(18)

keseluruhan tergolong ke dalam bentuk asal fluvial (form of flufial origin). Bentukan ini merupakan hasil proses fluvial dengan batuan induk berupa alluvium sampai kolovium serta berumur relatif muda.

4.1.1.5. Kondisi Tanah

Tanah merupakan bahan mineral yang tidak padat, terletak di permukaan bumi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan induk, iklim, organisme dan topografi pada suatu periode waktu tertentu. Tanah dipandang sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk lapisan partikel halus. Selain daripada itu tanah juga merupakan salah satu unsur untuk mengetahui kondisi air, baik tingkat kemudahan maupun kesukaran air masuk kedalam tanah sehingga menjadi airtanah. Tingkat kelolosan air akan lebih tinggi jika tanah memiliki pori yang cukup besar, sedangkan jika tanah berpori kecil dan berstruktur gumpal maka akan meiliki tingkat kelolosan air yang rendah.

Tanah adalah benda yang berwujud padat (solid), cair (liquid), dan gas yang tersusun oleh bahan inorganik dan bahan organik yang terdapat dalam lahan atau land (Rafi’i, 1982 : 9). Jenis tanah yang tersebar di daerah penelitian terdiri dari dua jenis tanah, yaitu alluvial dan latosol. Komposisi jenis tanah di daerah penelitian disajikan pada Tabel 4.9.

(19)

Tabel 4.9

Komposisi Luas Jenis Tanah

No Jenis Tanah Luas

(Ha) Persentase (%) 1. Alluvial 1.044,5 92,8 2. Latosol 80,5 7,8 Jumlah 1.125,0 100,0

Sumber : Peta Jenis Tanah Basemap Indonesia dan hasil perhitungan peneliti 2011

Sumber: Hasil perhitungan peneliti,2011.

Gambar 4.7

Grafik Luas Jenis Tanah di Kecamatan Dayehukolot

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui komposisi jenis tanah di daerah penelitian. Penjelasan mengenai jenis tanah di daerah penelitian dijelaskan sebagai berikut :

1. Tanah Latosol

Tanah latosol yaitu tanah yang memiliki lapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal antara 130 cm – 5 m bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas. Warnanya merah, cokelat sampai kekuning-kuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9% atau rata-rata sekitar 5%.

93% 7%

Luas (Ha)

(20)

Reaksi tanah berkisar antara pH 4,5 – 6,5 yaitu dari asam sampai agak asam. Struktur remah, tekstur liat-liat berpasir dan konsistensi adalah gembur. Dari warna bisa dilihat kandungan unsur haranya dari rendah sampai sedang. Mudah sampai agak sukar merembeskan air. Umunya tanah latosol memiliki sifat mudah meloloskan air.

2. Tanah Aluvial

Tanah ini merupakan perkembangan dari bahan alluvium (endapan muda) mempunyai susunan berlapis atau kadar c-organik tidak teratur dan tidak mempunyai horizon diagnostik, kadar fraksi pasir berkurang 60% pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan tanah, terdapat di daerah yang mempunyai bentuk wilayah datar, tekstur bervariasi, struktur lempung liat berpasir, lempung berdebu, dan remah, konsistensi tidak teguh, tidak melekat sampai agak melekat dan pH agak masam. Secara umum, sifat jenis tanah ini mudah digarap, dapat menyerap air dan permeabel. Jenis tanah ini memiliki kemampuan lebih rendah untuk meloloskan air apabila dibandingkan dengan tanah latosol.

Berdasarkan Gambar 4.7, jenis tanah alluvial merupakan jenis tanah yang paling banyak terdapat di daerah penelitian. Jenis tanah ini tersebar di sebagian besar di daerah utara, barat dan timur Kecamatan Baleendah, sedangkan latosol terdapat di sebagian kecil bagian selatan. Untuk lebih jelasnya lihat Peta jenis tanah pada Gambar 4.8.

(21)
(22)

4.1.1.6. Kondisi Hidrologi

Hidrologi menurut Manan (1976:6) merupakan “suatu ilmu yang mempelajari tentang air dalam segala bentuknya, baik di atas, di dalam, maupun di permukaan tanah”. Masalah yang dibahas meliputi distribusi, sirkulasi, sifat-sifat kimiawi dan sifat-sifat-sifat-sifat fisik serta reaksi dari lingkungan yang mati maupun yang hidup terhadap air.

Kecamatan dayeuhkolot berada di Cekungan Bandung yang merupakan daerah potensial tempat akumulasi air tanah. Dilihat dari posisinya, air mengalir dari arah selatan ke utara yaitu ke Ci Tarum, maka sungai ini diperkirakan sebagai aliran dasar (base flow) atau mengikuti kemiringan, baik itu berupa air permukaan maupun air tanah. Sebagian besar air tanah di daerah perbukitan di pasok oleh air sungai (efflient stream).

4.1.1.7. Hidrogeologi

Hidrogeologi mempelajari tentang batuan yang mempengaruhi kelolosan air kedalam tanah. suatu Suatu daerahdengan daerah lain memiliki tingkat produktivitas akuifer yang berbeda pula, hal ini ditentukan atas dasar topografi, penggunaan lahan dan jenis batuan.

Kondisi hidrogeologi di Cekungan Bandung memungkinkan terjadinya airtanah yang sangat besar di bagian kaki gunung muda, dan bagian tepi dari suatu depresi seperti Dataran Bandung. Dalam pemanfaatan sumberdaya airtanah di Cekungan Bandung terdapat dua aspek penting yang harus diperhatikan yaitu keterdapatan sumberdaya airtanah untuk pemenuhan kebutu-

(23)

Gambar

Tabel  4.5  menunjukan  karakteristik  dari  setiap  tipe  iklim.  Untuk  mengetahui tipe iklim Koppen yang terdapat di daerah penelitian, terlebih dahulu  harus  memperhitungkan  suhu  udaranya

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa indonesia adalah terwujudnya suatu bangsa yang merdeka, bersatu, adil, dan makmur, serta untuk mewujudkan pemerintahan Negara

“Peningkatan kualitas lingkungan hidup perkotaan sesuai dengan baku mutu” dengan indikator kinerjanya adalah “peningkatan luasan RTH kota dan peningkatan pengelolaan ruang

Mereka berolahraga mulai dari lintasan jogging yang ada di lapangan sepakbola, tugu monument “Bandung Lautan Api” lintasan luar lapangan tegalega, dan dari

Dari hasil identifikasi koridor Jalan Pejanggik, lokasi yang paling diminati oleh PKL untuk berdagang yaitu menempati ruang yang dirasa cukup untuk membuka lapak

Berbagai aktivitas pasar sangat didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana transportasi. Sarana prasarana yang dimaksud adalah ada tidaknya sarana transportasi yang

Berdasarkan pedoman wawancara masyarakat Kecamatan Kalijati memilih menyekolahkan anaknya yang mudah di jangkau, walaupun sekolah dekat dengan tempat tinggal tetapi

Wawancara dengan Ibu Fauziah, Orang Tua dari Rijani, yang berusia 12 Tahun, Lok Besar, Minggu 10 Januari 2020, Pukul 16.. keteladanan dengan memberikan contoh langsung

kukan oleh Kepala Kecamatan Tuntang dan pihak penilai atau atasan dari pihak yang dinilai. Penilaian kerjasama biasanya dilihat dari sikap, tingkah laku dan