• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bioassay Toxoplasma Gondii pada Kucing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bioassay Toxoplasma Gondii pada Kucing"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bioassay Toxoplasma Gondii pada Kucing

Agus manahan manik, Ida bagus made oka, I made dwinata

Lab Parasitologi

Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. P.B.Sudirman Denpasar Bali tlp, 0361-223791

Email : amm_ciantar@yahoo.com

ABSTRAK

Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler dari golongan protozoa dan bersifat

parasit obligat dengan hospes definitif adalah kucing dan family felidae lainnya, sedangkan hospes intermediernya adalah semua hewan berdarah panas seperti ayam, sapi, kambing, babi, domba dan belakangan ini diketahui dapat menginfeksi burung, rodensia, ikan paus dan juga bisa menginfeksi manusia. Kebanyakan kasus Toxoplasmosis disebabkan karena mengkonsumsi daging yang mengandung kista (berisi bradizoit), takizoit (bentuk proliferatif) yang proses pemasakannya kurang sempurna atau daging mentah. Selain itu kontak langsung dengan tanah, air atau makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh feses kucing yang mengandung ookista infektif. Penelitian ini dilakukan untuk menegakkan diagnosa Toxoplasma gondii pada ayam dengan cara bioassay, pada kucing melalui pemeriksaan ookista pada fesesnya. Diperiksa 5 ekor kucing yang bebas dari infeksi Toxoplasmosis masing – masing kucing selanjutnya diberikan organ ( hati, jantung, paru – paru, otak ) 25 ekor ayam kampung yang diperoleh dari Kabupaten Badung, Tabanan, Buleleng, Gianyar dan Karangasem. Penelitian dilakukan di Laboratorium Central For Studies on Animal Disease Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dengan menggunakan metode pengapungan. Dalam penelitian ini, hasil pemeriksaan feses 5 ekor kucing yang diberikan makan 25 organ ayam berupa hati, jantung, paru – paru, otak yang berasal dari Kabupaten Badung, Tabanan, Buleleng, Gianyar, dan Karangasem, hanya yang berasal dari Kabupaten Badung dan Gianyar didalamnya ditemukan

(2)

ookista. Ookista dikeluarkan oleh kucing mulai hari ke 6 sampai hari ke 11 dengan kisaran 200 butir/gram sampai 4350 butir/gram.

Kata – kata kunci : Bioassay, Toxoplasma gondii, kucing

PENDAHULUAN

Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang menyebabkan dampak merugikan terhadap hewan dan manusia

diseluruh dunia (Dubey et al., 2004). Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler dari golongan protozoa dan bersifat parasit obligat dengan hospes definitif adalah kucing dan famili felidae lainnya, sedangkan hospes intermediernya adalah semua hewan berdarah panas seperti ayam, sapi, kambing, babi, domba (Dubey, 1999) dan belakangan ini diketahui dapat juga menginfeksi burung, rodensia, ikan paus (Carruthers, 2002) dan juga bisa menginfeksi manusia. Ayam merupakan indikator yang baik untuk mengetahui pencemaran lingkungan oleh ookista Toxoplasma gondii, karena kebiasaan ayam yang mencari makanan dengan menggaruk tanah, mengais sampah atau kotoran, sehingga memudahkan ookista termakan oleh ayam (Dubey et al., 1997).

Hospes definitif dan hospes intermedier dapat terinfeksi Toxoplasmosis karena menelan ookista infektif dan atau daging yang dimasak kurang sempurna yang mengandung kista bradizoit. Jika ookista atau kista bradizoit tertelan, oleh enzim pencernaan dinding kista akan tercerna dan terbebaslah sporozoit (ookista) dan atau bradizoit (kista bradizoit). Sporozoit dan atau bradizoit selanjutnya akan menembus dinding usus dan menginfeksi sel – sel organ untuk berkembang menjadi bentuk proliferatif yaitu takizoit. Takizoit kemudian secara aktif akan menyebar ke seluruh sel dalam tubuh lewat aliran darah dan memperbanyak diri

secara schizogony (Shakespeare, 1998). Toxoplasmosis pada hewan dapat

menyebabkan terjadinya aborsi atau kematian pada anak domba (Carruthers, 2002), dan pada manusia menyebabkan gejala abortus, kelahiran prematur, ensefalitis pada janin dan mumifikasi (Gandahusada, 1995).

(3)

Diagnosa terhadap Toxoplasmosis dapat dilakukan dengan beberapa cara, secara langsung melalui pemeriksaan digesti dan CT scan dan secara tidak langsung dengan cara serologi: ELISA. Pemeriksaan dengan digesti dilakukan pemeriksaaan terhadap jaringan/organ, sedangkan pemeriksaan serologi dilakukan terhadap serum. Diagnosa secara digesti mempunyai kekurangan yaitu dimana pada intensitas infeksi rendah hasilnya kurang memuaskan (Indrawati, 2002) sehingga perlu dilakukan bioassay. Diagnosa secara tidak langsung dengan serologi dimana pada infeksi baru hasilnya kurang baik, sedangkan pada infeksi kronis dimana kista bradizoit sudah mengalami pengapuran hasilnya tetap positif. CT scan yang umum dilakukan untuk infeksi pada otak manusia, dapat menemukan bentukan kista di dalam jaringan otak, tetapi kista tersebut disebabkan oleh kista bradizoit atau yang lainnya tidak bisa dibedakan secara jelas.

Karena setiap metode diagnosa ada keterbatasannya, maka perlu dilakukan bioassay, dengan bioassay baik infeksi lama atau baru, terinfeksi ringan atau berat, dan bahkan untuk membuktikan kista yang terlihat dalam CT scan, asalkan ada kista bradizoit atau takizoit akan bisa berkembang didalam tubuh kucing (bioassay) sehingga nantinya akan ditemukan ookista.

Dari uraian diatas, penelitian mengenai bioassay Toxoplasma gondii yang menginfeksi ayam pada kucing perlu dilakukan.

Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu untuk mendiagnosa Toxoplasma gondii pada ayam apakah terjadi perkembangan secara bioassay pada kucing.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan diagnosa

Toxoplasma gondii pada ayam secara bioassay pada kucing melalui pemeriksaan

ookista pada fesesnya.

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang perkembangan bioassay Toxoplasma gondii dan lama pengeluaran ookista pada kucing. Selain itu dengan bioassay didapat isolat Toxoplasma gondii yang nantinya dapat dipakai untuk menentukan karakterisasi Toxoplasma gondii dan pengembangan kandidat vaksin.

(4)

Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang menyebabkan dampak merugikan terhadap hewan dan manusia

diseluruh dunia (Dubey et al., 2004 ).

Toxoplasma dapat menyerang hospes definitif yaitu kucing dan hospes

intermedier yaitu hewan berdarah panas dan manusia. Diagnosa pada hospes definitif dapat dilakukan secara langsung dengan pemeriksaan tinja, sedangkan pada hospes intermedier dapat dilakukan secara langsung dengan digesti, dan tidak langsung secara serologi. Diagnosa langsung dan tidak langsung memiliki kekurangan, dimana pada diagnosa secara langsung pada intensitas infeksi rendah hasilnya kurang memuaskan dan secara tidak langsung dengan serologi dimana pada infeksi akut hasilnya tidak terdeteksi adanya antibody Toxoplasma hasilnya negatif, sedangkan pada infeksi kronis dimana kista bradizoit sudah mengalami pengapuran hasilnya tetap positif. Karena kedua diagnosa tersebut memiliki kekurangan, perlu dilakukan bioassay.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Center For Studies On Animal

Disease (CSAD) Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, pada

bulan Februari sampai dengan bulan April tahun 2011.

MATERI DAN METODE

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 ekor kucing yang bebas dari Toxoplasmosis. Masing – masing kucing selanjutnya diberikan organ (hati, jantung, paru – paru, otak ) 25 ekor ayam kampung yang diperoleh dari 5 Kabupaten yaitu: Kabupaten Badung, Tabanan, Buleleng, Gianyar, dan Karangasem.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : gelas beker, saringan teh, tabung sentrifuse, sentrifugator, pipet pasteur, rak tabung reaksi, gelas obyek, gelas penutup, gelas penghitung, sarung tangan, kandang kucing, timbangan elektrik, dan mikroskop. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : aquades, garam (NaCl) jenuh dan organ (hati, jantung, paru – paru, otak) ayam.

(5)

Kucing yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya diperiksa fesesnya untuk menentukan bahwa kucing bebas dari infeksi Toxoplasma gondii dengan tidak menemukan adanya ookista Toxoplasma gondii. 5 ekor kucing dimasukkan masing – masing kedalam kandang dan diberikan nomor.

Organ ayam diambil berupa hati, jantung, paru – paru dan otak diberikan pada kucing sebagai pakan setiap hari selama 5 hari, pengamatan dilakukan

setelah hari ke 3, dengan melakukan pemeriksaan ookista dalam feses. Setiap 1 ekor kucing diberikan organ dari 25 ekor ayam kampung sebagai berikut:

 Kucing I : Diberikan organ ayam yang berasal dari Kabupaten Badung

 Kucing II : Diberikan organ ayam yang berasal dari Kabupaten Tabana.

 Kucing III : Diberikan organ ayam yang berasal dari Kabupaten Buleleng.

 Kucing IV : Diberikan organ ayam yang berasal dari Kabupaten Gianyar.

 Kucing V : Diberikan organ ayam yang berasal dari kabupaten Karangasem.

Metode yang digunakan untuk menemukan ookista Toxoplasma gondii yaitu dengan menggunakan metode konsentrasi pengapungan. Adapun cara kerjanya adalah sebagai berikut: Lebih kurang 2 gram feses kucing dimasukkan kedalam gelas beker, tambahkan aquades sampai konsentrasinya kira-kira 10%, kemudian aduk sampai homogen. Saring memakai saringan teh untuk menyingkirkan bagian yang berukuran besar. Masukkan kedalam tabung sentrifuge sampai 3/4 volume tabung. Sentrifuge dengan kecepatan 1200 rpm selam 3 menit. Tabung sentrifuge dikeluarkan dari dalam sentrifugator, kemudian supernatannya dibuang dengan cara dituangkan. Tambahkan larutan pengapung garam (NaCl) jenuh sampai 3/4 volume tabung, aduk hingga homogen, kemudian dimasukkan lagi kedalam setrifugator dan disentrifuge dengan kecepatan 1200 rpm selama 3 menit. Tabung sentrifuge secara hati-hati

(6)

dikeluarkan dari dalam sentrifugator dan selanjutnya ditaruh dalam rak tabung reaksi dengan posisi tegak lurus. Tambahkan cairan pengapung perlahan-lahan dengan cara ditetesi menggunakan pipet pasteur sampai permukaan cairan cembung (penambahan cairan pengapung tidak boleh sampai tumpah). Tunggu selama 1 – 2 menit dengan tujuan memberikan kesempatan ookista Toxoplasma

gondii untuk mengapung kepermukaan. Ambil gelas penutup, kemudian

disentuhkan pada permukaan cairan pengapung dan setelah itu tempelkan di atas obyek gelas. Periksa dengan mikroskop.

Sebagai parameter penelitian ini adalah adanya ookista Toxoplasma

gondii pada pemeriksaan feses kucing dan data yang diperoleh disajikan secara

deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pemeriksaan feses 5 ekor kucing yang diberikan makan 25 organ ayam (hati, jantung, paru-paru, otak) yang berasal dari Kabupaten Badung, Tabanan, Buleleng, Gianyar dan Karangasem, hanya yang berasal dari Kabupaten Badung dan Gianyar didalamnya ditemukan ookista. Ringkasannya seperti tabel 1 berikut:

Tabel. 1. Distribusi Ookista Pada Feses Kucing

Kucing no Asal Sampel Hasil Ookista

1 Kab. Badung Positif 2 Kab. Tabanan Negatif 3 Kab. Buleleng Negatif 4 Kab. Gianyar Positif 5 Kab. Karangasem Negatif

Ookista yang ditemukan berbentuk oval berukuran 12,5 x 9,4 mikron dan setelah dilakukan sporulasi didalamnya ditemukan 2 sporokista. Berdasarkan bentuk dan ukurannya dalam Frenkel 1989 , Soulsby 1982 dan Levine 1990

(7)

terindentifikasi ookista Toxoplasma gondii. Gambar ookista seperti gambar 1 berikut:

Gambar 1. Ookista Hasil Pemeriksaan Feses Kucing.

Kucing yang diberikan makan organ ayam dari Kabupaten Badung dan Gianyar, hasil pemeriksaan feses ditemukan ookista mulai hari ke 6 sampai

dengan hari ke 11 dengan jumlah ookista per gram dengan kisaran antara 200 butir/gram – 4350 butir/gram, hasil ini membuktikan bahwa tingkat infeksi

pada ayam meningkat. Ringkasannya seperti tabel 2 berikut:

Tabel 2. Jumlah Ookista Per Gram Feses Pada Perlakuan Bioassay.

Ookista Per Gram

HARI 6 7 8 9 10 11 Kucing 1 4350 2050 2000 2650 1800 950 Kucing 2 600 200 600 250 750 400 Kisaran 200 butir/gram – 4350 butir/gram

Hasil bioassay Toxoplasma gondii pada 5 ekor kucing ditemukan 2 ekor didalam fesesnya positif terinfeksi Toxoplsma gondii dengan ditemukannya ookista. Penelitian yang serupa juga pernah dilaporkan oleh Dubey et al., 2002 yang memberikan makan takizoit melalui stomach tube terhadap 12 kucing dan 6 kucing menjadi terinfeksi Toxoplasma gondii melalui pemeriksaan ookista.

Kucing merupakan hospes definitif dari Toxoplasma gondii (Soulsby, 1982) dan apabila diberikan takizoit, kista bradizoit atau ookista infektif maka

Toxoplasma gondii dapat berkembang didalam tubuh kucing (Bowman et al.,

2003) dan menghasilkan ookista. Adanya ookista Toxoplasma gondii yang keluar bersama feses kucing setelah diberikan makan organ ayam kampung

(8)

membuktikan organ ayam tersebut mengandung kista bradizoit dan didalam tubuh kucing akan terjadi siklus intraintestinal (Soulsby, 1982). Kista bradizoit yang termakan oleh hospes definitif yaitu kucing akan mengalami ploriferasi (Coppens dan Joiner, 2001) kemudian takizoit akan berkembang lebih lanjut dan akhirnya terbentuk makrogametosit dan mikrogametosit (Urquhart et al., 1985). Selanjutnya terjadi proses gametogoni dimana mikrogametosit menghasilkan mikrogamet atau gamet jantan yang berbentuk bulan sabit. Makrogametosit menghasilkan makrogamet atau gamet betina yang tumbuh secara sederhana lalu terjadi pembuahan. Zigot yang dihasilkan membuat dinding disekelilingnya berkembang menjadi ookista. Ookista ini dilepas dalam rongga usus (Soulsby, 1982; Levine, 1995).

Hasil penelitian ookista dikeluarkan oleh kucing selama 6 hari, mulai hari ke 6 sampai hari ke 11, hasil yang didapat sesuai dengan hasil yang ditemukan Sadao, at al., 1989 yang menemukan pengeluaran ookista dalam periode yang pendek yaitu mulai hari ke 1 sampai hari ke 15 dan Urquhart 1985 menemukan ookista dikeluarkan mulai dari hari ke 3 sampai hari ke 10. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh kekebalan hospes definitif, dimana semakin tinggi titer antibody menyebabkan proses gametogoni semakin lambat dan pengeluaran ookista juga semakin lambat.

Dari hasil penelitian membuktikan bahwa ayam kampung yang ada di Kabupaten Badung dan Gianyar terinfeksi Toxoplasma karena, setelah dilakukan bioassay pada kucing didalam fesesnya ditemukan jumlah ookista dengan kisaran 200 butir/gram – 4350 butir/gram selama 6 hari mulai hari ke 6 sampai hary ke 11. Sedangkan kucing yang berasal dari Kabupaten Tabanan, Buleleng dan Karangasem dari hasil bioassay tidak ditemukan adanya ookista, ini berarti ayam yang berasal dari ke 3 Kabupaten tersebut terbebas dari Toxoplasma dan atau terinfeksi dengan intensitas sangat rendah dan predileksi kistanya bukan pada organ tersampel.

(9)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian bioassay pada kucing yang diberikan organ ayam (hati, jantung, paru-paru, otak) dapat terjadi perkembangan Toxoplasma

gondii dengan ditemukannya ookista.

SARAN

Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui genotype dari Toxoplasma

gondii pada ayam kampung di Bali. Terima kasih untuk Laboratorium Center For Studies On Animal Disease (CSAD) Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas

Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Bowman. Dwight. D, Randy Carl Lynn, Mark L Eberhard (2003). Parasitology for Veterinarians. Eight Edition. Elsevier Science (USA).

Carruthers, B. V. 2002. Host cell invasion by the opportunistic pathogen

Toxoplasmagondii. Acta Tropica 81. p. 111-122.

Coppens, I and K. A. Joiner. 2001. Parasite-host cell interactions in toxoplasmolisismew avenues for intervention ?. Exp. Rev. Mol. Med 15 Januari. http://www.cbcu.cam.ac.uk/01002277h.htm.

Dubey, J.P, 1999. Toxoplasma gondii. http://www.medimicrochapter84.htm

Dubey, J.P., H Salant., T.V Lehmann. 2004. High prevalence of Toxoplasma

gondii in a commercial flock of chickens in Israel, and public health inflications of free-range farming. http://www.elsevier.com/locate/vetpar

Dubey, J.P., C.A Speer., S.K Sheen., O.C.H Kwok., and J.A Blixt, 1997.

Oocysts-induced Murine Toxoplasma: Live Cycle, Pathogenecity and Stage Conversion in Mice Fed Toxoplasma gondii oocysts. Jurnal

Parasitol Vol. 58 No. 5.

Dubey, J.P. 2002. Tachyzoite-induced life cycle of Toxoplasma gondii in cats. American Socieety of Parasitologist. J. Parasitol., 88(4)., pp. 713 – 717.

Edney, A. 2000. Complete Cat Care Manual. First Amerikan Edition. DK Publishing. New York.

(10)

Frenkel J.K. 1989. Toxoplasmosis. In: Tropical Medicine and Parasitology.

Appletonand Lange, California., 332.

Gandahusada. S. 1978. Serological study for Antibodies to Toxoplasma gondii in

Jakarta. Indonesia. Southeast Asian J. Trop. Med. Hlth. 9(3): 308-311.

Gandahusada. S. 1995. Penanggulangan Toksoplasmosis dalam Meningkatkan

Kualitas Sumber Daya Manusia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap

Parasitologi. FK-UI, Jakarta.

Hutchison, W.M. 1970. Coccidian Like Nature of Toxoplasma Gondii. Br. Med. Journal. 1: 142.

Indrawati A, 2002. Toksoplasmosis, Aspek Kesehatan dan Penatalaksanaarinya. http://rudyct.250x.com/seml012/agustinindrawati.htm. [20 Januari 2006].

Levine, N.D. 1995. Protozoologi Veteriner Terjemahan oleh Soeprapto Soekardono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Levine. N.D. 1990. Buku Pelajaran Parasitoloqi veteriner. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Sadao. N., M Tadaki., K Hiroshi., T Yukio., S Takeo., N Kazuhide and M Shigekatsu. 1989. Seroprevalence Against Toxoplasma gondii in Domiciled Cats in Japan. J. Vet. Med.Sci. 60(9) : 1001 - 1004

Shakespeare M, 1998. Zoonoses. London, UK : Pharmaceutical Press.

Soulsby, E.J.L ( 1982 ). Helminths, Arthropods and Protozoa of domesticated Animal 7 th edition. Bailiere Tindal. London.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem dan prosedur pelayanan Izin Usaha Industri (IUI) di Kabupaten Karanganyar hampir memenuhi kriteria- kriteria yang

Data hasil observasi ini didapatkan melalui lembar observasi hasil belajar siswa, dan digunakan untuk melihat proses dan perkembangan hasil belajar siswa pada saat tes akhir

[r]

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh metode ceramah masih sering dilakukan, bahkan ditambah dengan strategi-strategi yang lain, sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar

mendalam bahwa kita akan menghadap kepada Yang Serba Maha,. Dialah Allah Azza

Ia juga mengatakan, ada be- berapa potensi terjadinya pe- mungutan suara ulang, misalnya jika lebih dari satu pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, DPTb, dan tidak memiliki KTP-

Bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2015), Acheampong, Agalega & Shibu (2014), menunjukkan bahwa DER secara statistik berpengaruh

(1) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibatkan kerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola