SEGMENTASI PARU-PARU MENGGUNAKAN
lEvEl SETS
Mokhamad Amin Hariyadi2, Mochamad Hariadi1, I Ketut E. Purnama1, dan Mauridhi Hery Purnomo1 1 Electrical Engineering Department, Faculty of Industrial Technology, ITS
Surabaya - Indonesia
2 Informatic Engineering Department, Faculty of Saintek, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang - Indonesia
E-mail: adyt2002@yahoo.com
ABSTRACT
Examination thorax is very important because it can identify an abnormal condition in a patient as a whole. To find or view the internal organs abnormalities in the chest cavity and the analysis required an accurate interpretation, and to interpret the results of radiography (X-ray) is not easy, so use a computer, computer usage is possible with the technology, image processing (image processing). Research fields, especially medical imaging X-ray image that has been done by some previous researchers still has some weaknesses, these weaknesses result from the preprocessing or segmentation process, this could be the basis of the importance of problems in this study, this research-based region segmentation using the method of geometry active contour.
Key words: segmentation, X-ray PENGANTAR
Paru-paru merupakan salah satu organ vital, tentunya banyak permasalahan yang diakibatkan dengan terganggunya fungsi paru-paru, sedangkan paru-paru merupakan organ dalam yang bersentuhan secara langsung dengan lingkungan luar, sehingga paru-paru menjadi sangat rawan terhadap gangguan. (Gray, 2004). Gejala awal adanya ganguan yang diakibatkan paru-paru maupun jantung hampir mirip.
Penelitian yang dilakukan Bruijne et al. (2003) serta beberapa peneliti sebelumnya, yang menggunakan metode-metode dari image processing untuk menganalisis citra X-ray masih memiliki beberapa kelemahan, kelemahan ini diakibatkan dari preprocessing atau proses segmentasi. Bruijne et al. (2003) menggunakan metode ASM (Active Shape Models) dan AAM (Active Appearance Models) kedua metode tersebut menggunakan filtering multiscale filter-bank dari gaussian direvatives, hasil yang didapatkan ASM cukup baik untuk obyek yang diinginkan akan tetapi AAM baik untuk diluar obyek, hal ini dapat menjadi dasar pentingnya permasalahan dan penelitian ini, dimana kelemahan yang ada akan diperbaiki sehingga hasil analisa citra radiografi dada lebih baik, untuk penelitian ini menggunakan Region based segmentation dengan metode Level set.
METODE DAN CARA KERJA Akuisisi Citra X-ray
Akuisisi Citra X-ray merupakan tahapan awal dalam penelitian ini, untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 1 tentang tahapan pada penelitian ini.
Secara umum struktur ogan-organ pada rongga dada memiliki kesamaan, baik bentuk, ukuran maupun letaknya, sehingga cukup sulit untuk melihat apakah terjadi keabnormalan dari organ-organ tesebut (Carrascal, 1998). Penelitian ini menggunakan 20 citra X-ray thorax dan segmentasi manualnya yang sudah tervalidasi didalamnya (Ginneken, 2001). Ketelitian dari metoda segmentasiKetelitian dari metoda segmentasi thoracic X-ray ini adalah 90,0% dasar observasi awal dari segmentasi manual dan 86.00% pada observasi kedua. Selanjutnya melakukan pengubahan image ke format yang diperlukan. Citra direpresentasikan dengan level set. Proses pembangunan level sets atribut berupa bentuk dari suatu connected component disimpan pada node yang digunakan untuk menyimpan connected component ini. Tahap selanjutnya adalah melakukan filtering terhadap node-node dari level set. Filtering akan menggunakan bentuk kurva tertutup (Dryden, 1998). Node-node yang menyimpan bentuk selain bentuk tersebut akan dihapus dari level set. Tahap terakhir adalah tahap pembangunan kembali citra dari level set yang sudah terfilter (Chunming, 2005).
Gambar 1. Tahapan penelitian
Eliminasi Noise Menggunakan Adaftive filtering
Untuk meningkatkan kualitas citra dperlukan proses penghilangan noise, salah satu cara yang digunakan dengan adaftive filter. Sangat berguna adaftive filter untuk mengeliminasi piksel yang memiliki nilai ekstrim. Rumus yang digunakan sebagai berikut (Gonzales, 2004):
1 12 n1,n2 n 1 = (n ,n ) NM µ α ∈
∑
(1) 2 2 2 1 12 n1,n2 n 1 = (n ,n ) -NM ∈ α µ ∂∑
(2) 2 2 1 2 2 1 2 - v b(n , n ) = +µ σ ( (n , n ) - )α µ σ (3) Contrast EnhancementProses matching dari histogram diperlukan untuk meningkatkan kontras dari citra. Contrast enhancement menggunakan orthogonal transformation.
Proses matching histogram diperlukan untuk meningkatkan kontras suatu citra, peningkatan kontras enhancement menggunakan metode transformasi orthogonal dari nilai intensitas citra, operasi ini dilakukan pada data dia area kecil bukan untuk seluruh area citra. Area yang ditingkatkan kontrasnya berdasarkan output area histogram (Chan, 1998).
Daerah-daerah mempunyai tetangga lalu digabungkan menggunakan interpolation bilinier, sehingga kontras dapat dibatasi -terutama pada bidang homogen untuk menghindari penguatan dari noise yang mungkin terjadi pada citra (Bowyer, 2001).
Closing
Gambar 2. (a) Picture A dan Elemen Struktur B. (b) Friction
terhadap B pada sisi A. (c) Hasil dari operasi closing (Gonzalez
et al, 2004)
Operasi morphology tertutup A terhadap B dilakukan dengan pembesaran notasi yang diteruskan dengan erosi, operasi morfologi tertutup untuk mendapatkan kontur dari obyek, menggabungkan patahan kecil (piksel yang hilang), mengisi lubang-lubang yang kecil dari piksel yang hilang berdasarkan struktur elemen yang ada.
Active Contours
Level Set merupakan metode untuk mendeteksi kurva yang bergerak, pertama kali dikenalkan oleh Stanley Osher dan J. Sethian pada tahun 1987. Persamaan dari Level Set (Ψ) adalah:
Ψ (x,t = 0) = ± d (4)
di mana x adalah suatu posisi, t adalah waktu dan d adalah jarak dari x terhadap kurva inisialisasi (distance). Kurva inisialisasi berupa sebuah lingkaran dengan titik pusat dan jari-jari tertentu. Posisi x menentukan tanda d
Contrast Enhancement
Proses matching dari histogram diperlukan untuk meningkatkan kontras dari citra. Contrast enhancement menggunakan orthogonal transformation.
Proses matching histogram diperlukan untuk meningkatkan kontras suatu citra, peningkatan kontras enhancement menggunakan metode transformasi orthogonal dari nilai intensitas citra, operasi ini dilakukan pada data dia area kecil bukan untuk seluruh area citra. Area yang ditingkatkan kontrasnya berdasarkan output area histogram (Chan, 1998).
Daerah-daerah mempunyai tetangga lalu digabungkan menggunakan interpolation bilinier, sehingga kontras dapat dibatasi -terutama pada bidang homogen untuk menghindari penguatan dari noise yang mungkin terjadi pada citra (Bowyer, 2001).
Closing
Gambar 2. (a) Picture A dan Elemen Struktur B. (b) Friction
terhadap B pada sisi A. (c) Hasil dari operasi closing (Gonzalez
et al, 2004)
Operasi morphology tertutup A terhadap B dilakukan dengan pembesaran notasi yang diteruskan dengan erosi, operasi morfologi tertutup untuk mendapatkan kontur dari obyek, menggabungkan patahan kecil (piksel yang hilang), mengisi lubang-lubang yang kecil dari piksel yang hilang berdasarkan struktur elemen yang ada.
Active Contours
Level Set merupakan metode untuk mendeteksi kurva yang bergerak, pertama kali dikenalkan oleh Stanley Osher dan J. Sethian pada tahun 1987. Persamaan dari Level Set (Ψ) adalah:
Ψ (x,t = 0) = ± d (4)
di mana x adalah suatu posisi, t adalah waktu dan d adalah jarak dari x terhadap kurva inisialisasi (distance). Kurva inisialisasi berupa sebuah lingkaran dengan titik pusat dan jari-jari tertentu. Posisi x menentukan tanda d
(+ atau –), tanda d diberi nilai positif bila × menjauh titik pusat kurva inisialisasi atau diluar kurva inisialisasi, sebaliknya tanda d diberi nilai negatif bila x mendekat titik pusat kurva inisialisasi atau didalam kurva inisialisasi. Daerah antara nilai distance (d) positif dan negatif inilah yang menunjukkan dimana kurva berada, ini yang membuat kurva dapat berbentuk cembung atau cekung (Chunming, 2005).
Level Set merupakan metode untuk mendeteksi kurva yang bergerak (or active contours), disimbolakan C, dengan representasi dari zero level set C (t) = {(x, y) | φ (t, x, y) = 0} dari fingsi level set φ (t, x, y). Evolusi persamaan dari fungsi level set φ sebagai berikut:
Ψ < 0< 0 Ψ �� 0�� 0
Gambar 3. Area distance
Gambar 4. Fungsi level set
Pada gambar 4. merupakan grafik fungsi level set, dimana Image plane adalah bidang gambar, sedangkan kurva yang berbentuk menyerupai gunung terbalik adalah fungsi level set.
Berdasarkan gambar 4. kurva berbentuk lingkaran yang mana titik di dalam kurva akan bernilai semakin kecil (negatif) bila berpuncak pada titik tengah lingkaran, sedangkan titik yang berada di luar kurva akan bernilai semakin besar apabila jaraknya semakin jauh dari kurva inisialisasi. Pada gambar tersebut ditunjukkan bagian kurva yang bertemu dengan bidang datar merupakan kurva inisialisasi Ψ(x,t = 0) atau zero level set.
Agar kurva dapat berevolusi maka dilakukan persamaan sebagai berikut:
Ψijn+1 = Ψijn – ΔtF│∇ijΨijn│ (5)
sedangkan t adalah waktu dan F adalah speed function. F mempunyai tiga faktor yang mempengaruhi pergerakan kurva yang dinyatakan dengan persamaan
F = Fprop + Fcurv + Fadv (6)
Fprop merupakan penambahan konstan kurva untuk
bergerak searah dengan sudut normal, Fcurv sebagai pengatur bentuk dari kurva, sedangkan Fadv adalah faktor informasi
dari gambar, sehingga Fprop dan Fcurv dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Fprop + Fcurv = 1 – Εк (7)
Dimana ε konstanta bernilai antara 1 sampai 5, semakin besar ε semakin cepat kurva berevolusi, κ merupakan kurva yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
(8) Dimana:
Ψx turunan pertama Ψ terhadap sumbu x, Ψxx turunan kedua Ψ terhadap sumbu x, Ψy turunan pertama Ψ terhadap sumbu y, Ψyy turunan kedua Ψ terhadap sumbu y, Ψxy turunan Ψ terhadap sumbu x dan sumbu y.
Untuk menghitung masing-masing turunan digunakan pendekatan central difference yaitu:
Ψx = Ψ(x+1,y) - Ψ(x-1,y) / 2 Ψxx = Ψ(x+1,y) – 2Ψ(x,y) + Ψ(x-1,y)
Ψy = Ψ(x,y+1) - Ψ(x,y-1) / 2 (9)
Ψyy = Ψ(x,y+1) – 2Ψ(x,y) + Ψ(x,y-1)
Ψxy = Ψ(x+1,y+1) - Ψ(x-1,y+1) - Ψ(x+1,y-1) + Ψ(x-1,y-1) /4
Kemudian untuk menghitung persamaan F = Fprop + Fcurv + Fadv, hasil persamaan Fprop + Fcurv tidak ditambahkan dengan Fadv melainkan dikalikan dengan KI (real positif) yang merupakan informasi border dari gambar, yang dinyatakan dengan persamaan;
KI (x,y) = 1+│∇ Gσ * I(x,y)│ 1 (11) dimana ∇ G σ*I(x,y) merupakan gradien dari Gaussian smoothing filter dengan karakteristik lebar σ. Nilai dari ∇G σ*I(x,y) biasanya bernilai positif kecil atau positif mendekati nol apabila tidak berada pada border dari citra, jika berada pada border maka nilainya akan sangat besar dan akan membuat nilai dari KI semakin kecil atau mendekati
nol, sehingga evolusi kurva akan bernilai sangat kecil apabila berada pada border dari citra.
Nilai gradien maksimum diambil antara gradien yang terbesar antara gradien arah horisontal dan gradien arah vertikal. Jika gradien < threshold maka gradien dianggap 0, hal ini akan mempengaruhi hasil segementasi yang disebabkan oleh penentuan harga threshold.
KI = 1 / (1+gradien) (12)
HASIL
Citra X-ray paru-paru, hasil pra prosesing dan hasil segmentasi dipaparkan pada gambar berikut:
Gambar 5. Citra X-ray asli
Gambar 6. Citra X-ray dengan peningkatan kontas
Gambar 7. Hasil segmentasi dengan 400 iterasi
Metoda Level set cocok digunakan untuk menganalisa bentuk citra geometri (Ginneken, 2004). Level set memiliki dua proses utama yaitu dilatasi dan erosi, kedua proses ini saling melengkapi atau menutupi dari piksel-piksel kombinasi dengan mekanisme yang khusus. Dua hal yang terpenting dalam transformasi ortogonal yaitu opening dan closing. Opening berarti membuka terjadinya erosi dan menunjukkan citra obyek dan erosi memperkecilnya. Opening pencarian kurva diluar obyak suatu citra. Closing pencarian kurva didalam obyek suatu citra.
Segmentasi Image dengan Tracking aktif kontur merupakan kurva dinamis yang mengelilingi batas bidang. Untuk mendapatkan hasil yang baik, diperlukan energi eksternal dengan jalan menggerakkan kurva dari level 0. Inisialisasi dari citra dari fungsi g dengan indikator didefinisikan sebagai berikut;
g = 1+│∇ Gσ * I│1 2 (13)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan;
– Metode Level sets dapat digunakan untuk segmentasi hasil X-ray rongga dada.
– Deteksi tepi dari paru-paru seperti yang diharapkan.
KEPUSTAKAAN
Bowyer KW, MH Loew, HS Stiehl, and MA Viergever, 2001. Methodology of evaluation in medical image computing. In Rep. Dagstuhl Workshop.
Bruijne M de, B van Ginneken, WJ Niessen, and MA Viergever, 2003. Adapting active shape models for 3D segmentation of tubular structures in medical images. In Information Processing in Medical Imaging. Lecture Notes in Computer Science, volume 273, pages 136–147.
Carrascal FM, JM Carreira, M Souto, PG Tahoces, L Gomez, JJ Vidal, 1998. Automatic calculation of total lung capacity from automatically traced lung boundaries in postero-anterior and lateral digital chest radiographs. Medical Physics, vol. 25, no. 7.
Chan DC & WR Wu, 1998. Image contrast enhancement based on a histogram transformation of local standard deviation. IEEE Transactions on Medical Imaging, vol. 17, no. 4. Chan DC & WR Wu, 1998. Image contrast enhancement based
on a histogram transformation of local standard deviation. IEEE Transactions on Medical Imaging, vol. 17, no. 4. Chunming Li, Chenyang Xu, Changfeng Gui, and Martin D Fox,
2005. Level Set Evolution Without Re-initialization: A
New Variational Formulation. Proceedings of the IEEE Computer Society Conference on Computer Vision and Pattern Recognition.
Dryden I & KV Mardia, The statistical analysis of shape, Wiley, London, 1998.
Ginneken Ginneken van, 2001. Computer aided diagnostic in chest Radiography.
Gonzalez RC, RE Woods, and SL Eddins, 2004. Digital image processing using Matlab. NJ: Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River.
Gray Henry, 2004. Henry Gray’s Anatomy of the Human Body, (Gray’s Anatomy). 39th Britania.