• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Definisi Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sonsori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008).

Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi” (Yosep, 2010).

Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang dating disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut (Nanda-I, 2012).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).

Dari beberapa pengertian halusinasi diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya

(2)

rangsangan dari luar. Halusinasi dapat berupa penglihatan yaitu melihat seseorang ataupun sesuatu serta sebuah kejadian yang tidak dapat dilihat oleh orang lain, halusinasi juga dapat berupa pendengaran berupa suara dari orang yang mungkin dikenal atau tidak dikenal yang meminta klien melakukan sesuatu baik secara sadar ataupun tidak sadar.

2. Rentang respon Neurobiologis

Gambar 2.1 Rentang Respon neurobiologist (Stuart dan Sundeen, 1998) a. Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif :

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

Respon Adaptif Respon

Maladaptif

Pikiran logis Distors pikiran (pikiran kotor) Gangguan pikir/delusi

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten Reaksi emosi berlebihan Prilaku disorganisasi Dengan pengalaman atau kurang Isolasi social

Perilaku sesuai Prilaku aneh dan tidak bisa Hubungan social Menarik diri

(3)

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan 3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang

timbul dari pengalaman para ahli.

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dapat batas kewajaran.

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.

b. Respon psikososial

Respon psikososial meliputi :

1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan

2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.

3) Emosi berlebihan atau berkurang.

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.

c. Respon maladaptif

Respon maladapif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi :

(4)

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.

2) Halusianasi merupakan persepri sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur. 5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh

individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam.

3. Jenis-jenis halusinasi

Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Halusinasi Pendengaran

Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditunjukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.

(5)

b. Halusinasi penglihatan

Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organic). Biasanya sering muncul bersama dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.

c. Halusinasi penciuman

Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.

d. Halusinasi pengecapan

Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik.

e. Halusinasi perabaan

Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.

f. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba.

Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia denga waham kebesara terutama mengenai organ-organ.

(6)

g. Halusinasi Kinistetik

Penderita merasa badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak. Misalnya (phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksin tertentu akibat pemakain obat tertentu.

h. Halusinasi Viseral

Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya.

1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom lobus parietalis. Misalnya sering merasa dirinya terpecah dua.

2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialami seperti dalam impian.

4. Fase-fase dalam halusinasi

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laria (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:

a. Fase I

Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk fokus pada pikiran

(7)

yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam da syik sendiri.

b. Fase II

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda system saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

c. Fase III

Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusianasi tersebut. Disini pasien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain da berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

d. Fase IV

Pengalaman sensori mernjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang

(8)

komplek dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangat membahayakan.

5. Etiologi

a. Faktor predisposisi

Menurut Yosep (2010) factor predisposisi klien dengan halusianasi adalah :

1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.

2) Faktor sosiokultural

Seseoranf yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada liungkungannya.

3) Faktor biologis

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang makan didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

(9)

4) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketikadmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dalam alam nyata menuju alam hayat.

5) Faktor genetic dan pola asuh

Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa factor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi 1) Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, geisha dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlinsdan Heacock, 1993 mencoba mememcahkan masalah halusinasi berkandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :

(10)

a) Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang dapat diatasi merupakan penyebab halusinas itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c) Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini mererangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impluls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

d) Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien

(11)

asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, control diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan mengupayaka suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraks denga lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

e) Dimensi spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering larut mlam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampir dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

(12)

6. Tanda dan gejala

Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008), dan menurut keliat dikutip oleh Syahbana (2009) , perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:

a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri

b. Menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat dan respon verbal yang lambat

c. Menarik diri dari orang lain dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain

d. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata

e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa

detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensori

g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan), dan takut

h. Sulit berhubungan dengan orang lain

i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah j. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat

(13)

7. Mekanisme Koping

a. Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari

b. Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal (Keliat, 2006)

8. Pengkajian

Menurut (Keliat, 2006) untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya, dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian.

Isi pengkajian meliputi : a. Identitas klien,

b. Keluhan utama atau alasan masuk, c. Faktor predisposisi

d. Aspek fisik dan biologis, e. Aspek psikososial, f. Status mental

g. Kebutuhan persiapan pulang h. Mekaisme koping

i. Masalah psikososial dan lingkungan j. Pengetahuan

(14)

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokan menjadi dua macam sebagai berikut :

a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

b. Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder.

9. Penatalaksanaan Halusinasi

Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,2004)

a. Farmakoterapi

Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi

(15)

dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan psikomotorilk yang meningkat.

KELAS KIMIA NAMA GENERIK

(DAGANG)

DOSIS HARIAN Fenotiazin Asetofenazin (Tidal)

Klopromazin (Thorazine) Flufenazine (Prolixine, Permiti) Mesoridazin (Serentil) Perfenazin (Trilafon) Proklorperazin (Compazine) Promazin (Sparine) Tiodazin (Melarill) Trifluoperazin (Stelazine) Triflupromazine (Vesprin) 60-120 mg 30-800 mg 1-40 mg 30-400 mg 12-64 mg 15-150 mg 40-1200 mg 150-800 mg 2-40 mg 60-150 mg Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan)

Tiotiksen (Haldo)

75-600 mg 8-30 mg Butirofenon Haloperidol (Haldo) 1-100 mg Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg Dihidroindolon Molindone (Moban) 225-225

b. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melawan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberika pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

c. Psikoterapi dan Rehabilitasi

Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat, selain itu terapi

(16)

kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul denga orang lain, pasien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaa yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :

1. Terapi aktivitas a. Terapi music

Fokus mendengar, memaikan alat music, bernyanyi. Yaitu menikmati dengan relaksasi music yang disukai pasien b. Terapi seni

Fokus: untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaa seni.

c. Terapi menari

Fokus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh. d. Terapi relaksasi

Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok

Rasional : untuk koping/prilaku mal adaptif/deskriptif, meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.

2. Terapi sosial

Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain 3. Terapi kelompok

(17)

b. Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy)

c. TAK Stimulus Persepsi: Halusinasi  Sesi 1 : Mengenal halusinasi

 Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik  Sesi 3 : mengontrol halusinasi dengan melakukan

kegiatan

 Sesi 4 : mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap  Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum

obat.

d. Terapi lingkungan

Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana disalam keluarga (home like atmosphere)

10. Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan persepsi sensori adalah sebagai berikut :

a. Gangguan sensori persepsi : halusinasi. b. Resiko perilaku kekerasan.

c. Isolasi sosial d. Harga diri rendah

(18)

11. Pohon Masalah

12. Diagnosa Keperawatan

Menurut Dongoes (2006) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Halusinasi b. Harga diri rendah c. Isolasi sosial

d. Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal

13. Rencana Keperawatan

Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensori: halusinasi TUM :

Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)

Effect

Gangguan persepsi sensori : halusinasi Core Problem

Isolasi Sosial Causa

(19)

TUK 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan criteria

hasil :

 Ekspresi wajah bersahabat,  Menunjukan rasa senang,  Ada kontak mata,

 Mau berjabat tangan,  Mau menyebutkan nama,  Mau menjawab salam,

 Klien mau duduk berdampingan dengan perawat,  Mau mengutarakan masalah yang dihadapi

Intervensi :

Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik:

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal b. Perkenalkan diri denga sopan

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati janji

f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien TUK 2. Klien dapat mengenali halusinasi dengan kriteria hasil :  Klien dapat menyebutka waktu, isi, frekuens timbulnya halusinasi  Klien dapat memungkinkan perasaan terhadap halusinasi

(20)

Intervensi :

1. Adakah kontak sering dan singkat secara bertahap.

2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; berbicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kekiri atau kekanan atau kedepan seolah-olah ada teman bicara

3. Bantu klien mengenali halusinasinya.

a. Jika menemukan yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar

b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa yang dikatakan. c. Katakana bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,

namun peerawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).

d. Katakan bahwa klien ada juga yang seperti klien. 4. Diskusikan dengan klien

a. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore

dan malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih)

5. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah atau takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan perasaanya.

TUK 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil :  Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk

(21)

 Klien dapat menyebutkan cara baru

 Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan dengan klien

Intervensi :

1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)

2. Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri pujian.

3. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi: a. Katakana “saya saya tidak mau dengar kamu” (pada saat

halusinasi terjadi)

b. Menemuai orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasinya terdengar. c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak

muncul

d. Minta keluarga/teman/perawat jika nampak bicara sendiri. 4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi

TUK 4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi dengan kriteria hasil :

 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat  Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan kegiatan untuk

(22)

Intervensi :

1. Anjurkan klien untuk member tahu keluarga jka mengalami halusinasi.

2. Diskusikan denga keluarga (pada saat berkunjung/pada saat berkunjungan rumah):

a. Gejala halusinasi yang dialami klien

b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi

c. Cara merawat anggota keluarga untuk memutus halusinasi dirumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama.

d. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan: halusinasi terkontrol dan resiko mencedrai orang lain.

TUK 5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dengan kriteria hasil :

 Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.

 Klien dapat mendemonstrasikan penggunaa obat secara benar  Klien dapat informasi tentang efek samping obat

 Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat

(23)

Intervensi :

1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi manfaat obat

2. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya

3. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan

4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi 5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip benar

B. Konsep Dasar Terapi Aktivitas Kelompok

1. Terapi Aktifitas Kelompok

a. Pengertian

Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok intik memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep,2008).

Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis terhadap sejumlah pasien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota (Depkes RI, 1997). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempuanyai masalah keperawatan yang

(24)

sama. Aktivitas digunakan terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Keliat,2005)

b. Manfaat

Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat : 1) Umum

a) Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain

b) Membentuk sosialisasi

c) Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku devensife (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.

d) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.

2) Khusus

a) Meningkatkan identitas diri

b) Menyalurkan emosi secara konstruktif

c) Meningkatkan ketrampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari

d) Bersifat rehabilitative: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, ketrampilan sosial, kepercayaan diri,

(25)

kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

(Keliat, 2005) c. Tahapan dalam terapi aktivitas kelompok

Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase prekelompok, fase awal kelompok, fase kerja kelompok, fase terminasi kelompok (Direja,2011).

1. Pre kelompok

Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang menjadi leader, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok akan dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan media yang akan digunakan beserta dana yang dibutuhkan.

2. Fase awal

Pada fase ini terdapat 3 tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi, konflik, atau kebersamaan.

a. Orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan system sosial masing-masing, leader mulai menunjukan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan anggota.

(26)

b. Konflik

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran anggota, tugasnya, dan saling ketergantungan yang akan terjadi.

c. Kebersamaan

Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, anggota mulai menemukan siapa dirinya.

3. Fase kerja

Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim :

a. Merupakan fase yang menyenangkan bagi pemimpin dan anggotanya

b. Perasaan positif dan negative dapat dikeroki dengan hubungan saling percaya yang telah terbina

c. Semua anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati

d. Tagging jawab merata, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realita

e. Kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok dalam menyelesaikan tugasnya.

f. Fase ini ditandai dengan penyelesaian masalah yang kreatif.

(27)

4. Fase terminasi

Ada 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi semetara. Anggota kelompok mungkin mengalani terminasi premature, sukses atau tidak sukses. Terminasi dapat menyebabkan kecemasan atau kecewa. Untuk menghindari hal ini, terapis perlu mengevaluasi kegiatan dan menunjukan sikap betapa bermaknanya kegiatan tersebut, menganjurkan anggota untuk member umpan balik pada tiap anggotanya. Terminasi tidak boleh disangkal, tetapi harus tuntas diskusikan. Akhir terapi aktivitas kelompok harus dievaluasi, bisa melalui pre dan post test.

(Keliat, 2005) d. Macam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

1) Terapi aktivtas kelompok stimulus kognitif atau persepsi Pasien dilihat mempersiapkan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Terapi aktivitas kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk membantu pasien yang mengalami kemunduraan orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi prilaku maladaptif.

2) Terapi aktivtas kelompok stimulus sensori

Aktivitas digunakan untuk memberikan stimulus pada sensasi pasien, kemudian diobservasi reaksi sensori pasien berupa

(28)

ekspresi muka, ucapan. Terapi aktivitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada penderita yang mengalami kemunduruan fungsi sensori. Teknik yang digunakan meliputi fasilitasi penggunaan panca indra dan kemmpuan mengekspresikan stimulus yang baik dari internal maupun eksternal.

3) Terapi aktivitas kelompok orientasi realitas

Pasien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar pasien yaitu diri sendiri,orang lain yang ada disekeliling pasien atau orang yang dekat dengan pasien, lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan pasien dan waktu saat ini dan yang lalu.

4) Terapi kativitas kelompok sosialisasi

Pasien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar pasien. Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan sosial. 5) Penyalur energy

Penyaluran energy merupakan teknik untuk menyalurkan energy secara kontruktif dimana memungkinkan penembanghan pola-pola batin secara kontruktif dengan tanpa menimbulkan kerugian pada diri sendiri maupun lingkungan.

(29)

2. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi

a. Pengertian

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait dengan pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004). Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.

Dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi dibagi dalam 5 sesi, yaitu sesi I klien mengenal halusinasi, sesi II klien mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi III klien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, sesi IV klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal dan sesi V klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat. (Keliat, 2004)

b. Tujuan

a) Tujuan Umum

Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol halusinasi dalam kelompok secara bertahap. b) Tujuan Khusus

Tujuan khusus pemberian TAK ini diharapkan klien dapat mengenal halusinasi, klien dapat mengontrol halusinasi

(30)

dengan cara menghardik, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal dan klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

c. Aktivitas dan indikasi

Aktivitas dibagi dalam empat bagian, yaitu mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari, stimulus nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan, stimulus yang tidak nyata dan respons yang dialami dalam kehidupan, serta stimulus nyata yang mengakibatkan harga diri rendah.

d. Sesi yang digunakan

Sesi yang digunakan dalam pelaksanaan TAK persepsi terdiri dari 5 sesi yaitu sesi I klien mengenal halusinasi, sesi II mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, sesi III mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, sesi IV mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan sesi V mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

e. Klien

Pelaksanaan TAK memiliki kriteria yaitu kriteria klien antara lain klien gangguan orientasi realita yang mulai terkontrol dan klien yang mengalami perubahan persepsi.

(31)

Proses seleksi pada TAK antara lain dengan mengobservasi klien yang masuk kriteria, mengidentifikasi klien yang masuk kriteria, mengumpulkan klien yang masuk kriteria dan membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK, meliputi: menjelaskan tujuan TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok dan aturan main dalam kelompok.

f. Kriteria Hasil

Pelaksanaan TAK ini terdapat 3 kriteria hasil yaitu evaluasi struktur, evaluasi hasil dan evaluasi proses. Evaluasi struktur meliputi kondisi lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan, posisi tempat dimeja makan, peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan,leader, Co-leader, Fasilitator dan observer berperan sebagaimana mestinya.

Evaluasi proses terdiri dari leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga akhir, leader mampu memimpin acara, co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan, fasilitator

mampu memotivasi peserta dalam kegiatan, fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung jawab dalam antisipasi masalah, observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok dan peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir.

(32)

Evaluasi hasil diharapkan dari kelompok mampu mengenal halusinasi dan mampu menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik.

Gambar

Gambar 2.1 Rentang Respon neurobiologist (Stuart dan Sundeen, 1998)  a.  Respon adaptif

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi pada lahan yang terdegradasi, seperti pada hutan yang telah banyak dibuka menjadi kebun kelapa sawit dan agrofrest karet di Batang Serangan, Sumatera Utara, daya

Universitas Negeri

Dalam dialog hidup sehari-hari, kesepakatan dan kesepahaman menjadi tujuan, tetapi dalam dialog agama, capaiannya adalah semakin dalamnya pemahaman bahwa dalam beragama atau

9 Adapun sumber data sekunder ini diambil dari buku penunjang dan data hasil observasi yang berkaitan dengan fokus penelitian.. semua data tersebut diharapkan mampu

Salah satu alternatif dalam penerapan diversifikasi pangan adalah pengembangan tanaman umbi-umbian seperti tanaman talas ( ).Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

Gambar 10A merupakan perkecambahan dengan menggunakan biji pada media kultur tanpa pemberian GA 3 jika dibandingkan dengan Gambar 10C dan 10D terlihat bahwa

Persentase pasar potensial untuk pendirian Malewa Café yaitu sebesar 74%, persentase pasar tersedia sebesar 36% dan setelah melakukan wawancara terhadap pemilik

(LDL) dan trigliserida dapat menghambat aliran darah ke otak sehingga dapat menyebabkan stroke. Kolesterol tinggi meningkatkan resiko penyakit jantung dan aterosklerosis,