• Tidak ada hasil yang ditemukan

3~~)f Z/2rfbb STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN AYAM RAS PEOAGING OENGAN MENINGKATKAN PENOAPATAN PETERNAK MELALUI KEMITRAAN 01 KOTA PEKANBARU NOVIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3~~)f Z/2rfbb STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN AYAM RAS PEOAGING OENGAN MENINGKATKAN PENOAPATAN PETERNAK MELALUI KEMITRAAN 01 KOTA PEKANBARU NOVIAN"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

AYAM RAS PEOAGING OENGAN MENINGKATKAN

PENOAPATAN PETERNAK MELALUI KEMITRAAN

01 KOTA PEKANBARU

OLEH:

NOVIAN

SEKOLAH PASCASARJANA

!NSTITUT PERTANIAN BOGaR

BOG OR

2006

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging dengan Meningkatkan Pendapatan Peternak melalui Kemitraan di Kota Pekanbaru adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Januari 2006

Novian NIM A. 153024565

(3)

NOVIAN. Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging Oengan Meningkatkan Pendapatan Peternak Melalui Kemitraan Oi Kota Pekanbaru. Oibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT sebagai ketua dan HARIANTO sebagai anggota komisi.

Peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru merupakan salah satu usaha sektor pertanian sub sektor petemakan yang berkembang dengan baik. Model Kemitraan merupakan pili han peternakan dalam mengembangkan usahanya. Penelitian ini mencoba memberikan alternatif pilihan model kemitraan dan kriterianya yang menguntungkan bagi peternak dengan skala usaha yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan metode sensus pad a plasma dan simple random sampling pada mitra, dengan mengelompokan peternak berdasarkan skala usaha yang ada. Analisis data secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan komputer software excel. Perancangan program menggunakan metode Logical Framework Approach ..

Berbagai faktor yang menyebabkan peternak dan pengusaha terikat dalam model kemitraan, peternak mitra didorong oleh: 1) Pinjaman modal usaha, 2) Bimbingan usaha, 3) Jaminan pemasaran, 4) Sistem manajemen, dan 5) Sistem pembagian hasil. Sedangkan bagi perusahaan yang menyebabkan terikat dengan model kemitraan ini antara lain: 1) Pendapatan perusahaan, 2) Kelancaran usaha, 3) Menjaga nama perusahaan, dan 4) Mendukung peraturan pemerintah.

Secara keseluruhan terhadap model-model yang ada dilihat dari implementasi dan pendapatan peternak, itidak layak dilaksanakan karena berpotensi merugikan peternak. Model yang tepat dilaksanakan adalah ModeJ

Kemitraan Subkontrak dalam organisasi "Gabungan Petemak Ayam Ras Pedaging". Oiperlukan intervensi kebijakan pemerintah agar dapat menjembatani

agar model terbaik dapat diperoleh sehingga peternak dan perusahaan mitra akan saling menguntungkan, dan perkembangan usaha peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru dapat ditingkatkan.

(4)
(5)

AYAM RAS PEOAGING OENGAN MENINGKATKAN

PENOAPATAN PETERNAK MELAlUI KEMITRAAN

01 KOTA PEKANBARU

NOVIAN

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAHPASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGaR

(6)

Nama NiM NOVIAN : A.153024565 Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr.lr. Yusman Syaukat, M.Ec. Ketua

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr.lr. Yusman Syaukat. M.Ec.

(7)

Novian, dilahirkan di Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 7 Nopember 1971, sebagai anak kedua dari lima bersaudara. Ayah bernama Prof.lr.H.Fachruddin Usman dan ibu bernama Hj.Afsah.

Penulis memulai pendidikan dari kelas dua Sekolah Dasar pada tahun 1979. Pada tahun 1984 penulis memasuki pendidikan SL TP dan pada tahun 1987 memasuki pendidikan SL T A.

Pendidikan Tinggi dimulai pad a tahun 1990 dan menamatkannya pad a tahun 1997 -eli Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Riau Pekanbaru. Memperoleh Ijazah Persamaan Akuntan Negara pada tahun 1998 dengan Register Akuntan Negara Nomor D-19.964. Pad a tahun 2003/2004 berkesempatan mengikuti pendidikan Magister di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) dengan beasiswa dari Program Studi MPD Institut Pertanian Bogor.

Penulis beke~a pada bidang pendidikan sebagai Dosen Luar biasa di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau Pekanbaru sejak tahun ajaran 2001/2002. Selain itu juga mengajar pada beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pekanbaru. Pada April 2005 dipercaya sebagai Direktur Administrasi dan Keuangan pada PT Rumbai Jaya dan pada Desember 2005, bersama Dosen-Dosen di Fakultas Pertanian Universitas Riau, mendirikan usaha konsultan pertanian (saat ini masih dalam pengurusan izin) dan dipercaya sebagai Direktur

(8)

Pertama-tama Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas kehendak dan izin-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan Kajian Pembangunan Daerah ini dengan judul "Strategi Pengembangan Petemakan Ayam Ras Pedaging Oengan Meningkatkan Pendapatan Petemak Melalui Kemitraan Oi Kota Pekanbaru".

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.lr.Yusman Syaukat, M.Ec. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr.lr.Harianto, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, dalam penyelesaian Kajian Pembangunan Daerah ini, yang telah banyak memberikan konsep dan masukan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi, Dosen-Dosen, dan teman-ternan di Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor Kelas Pekanbaru Angkatan II, serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian Kajian Pembangunan daerah ini.

Ucapan serupa juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta terutama Ayahanda Prof.lr.H.Fachruddin Usman, Ibunda Hj. Afsah (Aim), Kakanda Gusnita, S.Si.,Apt dan keluarga, Adinda Sri Yoseva, SP,MP dan keluarga, Muharnes; SH., dan Jonny Fachruddin, SE yang telah banyak

i

memberikan dorongan dalam penyelesaian studi ini.

Semoga tulisan kecil ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Bogor, Januari 2006

(9)

Halaman

PRAKATA ... .

DAFTAR lSI ... ii

DAFTAR TABEL ... ,. ... ... iv

DAFTAR GAM BAR ... ... ... ... ... ... ... ... ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ... ... ... ... ... ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... '" ... ... .... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian ... ... ... .... ... ... .... 10

1.3.1. Tujuan Kajian ... 10

1.3.2. Manfaat Kajian ... ... ... ... ... ... ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Peternakan ... , ... , ... ... .... 12

2.2. Kemitraan Peternakan Ayam Ras pedaging ... ... ... .... ... 15

2.3. Keuntungan Peternak dalam Kemitraan .... ... ... ... ... 25

III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ... i... ... ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian ... 34

3.3. Metode Penelitian ... 34

3.3.1. Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling ... 34

3.3.2. Metode Pengumpulan Data ... ... ... ... ... 35

3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36

3.4. Metode Perancangan Program ... ... ... ... ... ... ... ... 41

IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian ... .... ... ... ... ... ... 43

4.1.1. Keadaan Penduduk ... 44

4.1.2. Prasarana dan Sarana ... ,. .... 46

4.2. Populasi dan Perkembangan Ternak di Kota Pekanbaru . ... ... 49

4.3. Karakteristik Responden ... ... 51

4.3.1. Umur.. ... ... ... ... ... ... .... ... ... 52

4.3.2. Tingkat Pendidikan Responden ... ... ... 53

4.3.3. Pengalaman Beternak dan Bermitra ... 54

4.3.4. Jenis Pekerjaan Pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging ... 56

(10)

Pekanbaru ... 58

5.1.1. Implementasi Pola PT Charoen Phokpand . ... ... ... 58

5.1.2. Implementasi Pol a PT Confeed ... 60

5.1.3. Implementasi Pola Ramah Tamah Indah ... 62

5.1.4. Implementasi Pola Makmur Jaya PS ... ... ... 64

5.1.5. Sentuk dan lsi Surat Perjanjian ... ... ... 66

5.1.6. Evaluasi Terhadap lsi Surat Perjanjian ... , ... , ... 70

5.2. Analisis Tingkat Keberhasilan Usaha dan Pendapatan ... .... 76

5.2.1. Analisis Siaya Per Satuan Hasil ... ... ... 77

5.2.2. Analisis Pendapatan .... ... ... 80

5.2.3. Analisis Efisiensi Penerimaan, Pendapatan dan Siaya ... 83

VI RANCAGAN PROGRAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING 01 KOTA PEKANBARU 6.1. Visi dan Misi Kota Pekanbaru ... ... ... ... ... 87

E?1.1. Visi Kota Pekanbaru . ... .... ... ... ... ... 87

6.1.2. Misi Kota Pekanbaru ... 87

6.2. Identifikasi Masalah ... ,. ... ... 88

6.2.1. Modal Usaha ... ... ... ... ... .... ... 88

6.2.2. Pascapanen. ... .... ... ... ... ... ... 89

6.2.3. Harga Sapronak dan Hasil Produksi ... 90

6.3. Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging Melalui Kemitraan .... ,... ... .... ... ... ... 90

6.3.1. Faktor Pendotong Kemitraan Ayam Ras Pedaging ... 90

6.3.2. Kemitraan Sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan ... ... 97

6.4. Perancangan Program Pengembangan Petemakan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru ... ... 100

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... ... 107

7.2. Saran-saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... ... 111 LAMPIRAN

(11)

Tabel Halaman 1. Populasi Dari Sam pel Penelitian... 35 2. Matrik SWOT Strategi Penerapan Model Kemitraan Peternakan

Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru . ... ... ... ... ... 41 3. Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Dirinci Menurut Kelompok

Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2003 . .... ... ... ... ... ... ... .... 44 4. Jumlah Penduduk Produktif Kota Pekanbaru Berdasarkan

Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2003 ... 45 5. Perbandingan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk di Kota

Pekanbaru Tahun 2003 ... 45 6. Sarana Pendidikan di Daerah Penelitian Tahun 2003 ... 48 7. Fasilitas Sarana Kesehatan di Kota Pekanbaru tahun 2003... 49 8. Jumlah Produksi, Potensi dan Pemanfaatan Daging Dari Berbagai

Jenis Ternak di Kota Pekanbaru Tahun 2003 ... 50 9. Potensi Luas Lahan dan Peluang Peternakan di Kota Pekanbaru

Tahun 2003 ... 51 10. Distribusi Umur Responden ... . 11. Tingkat dan Lamanya Pendidikan Responden ... . 12. Pengalaman Responden Dalam Beternak dan Bermitra ... . 13. Distribusi Peternak Plasma Menurut Status Usaha Ternak Unggas 14. Deskripsi Implementasi Perjanjian Model Kemitraan Charoen

Pokphand ... . 15. Deskripsi Implementasi Perjanjian Model Kemitraan Confeed ... . 16. Deskripsi Implementasi Persyaratan Model Kemitraan RTI ... . 17. Deskripsi Implementasi Persyaratan Model Kemitraan Makmur

Jaya ... . 18. Perbedaan Hak dan Kewajiban Perusahaan Inti dan Peternak

Mitra Pad a 4 Model Kemitraan di Kota Pekanbaru ... . 19. Matrik Perbandingan Implementasi ke-4 Model Kemitraan

Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru ... . 20. Komposisi Rata-Rata Biaya Peternak Dalam Satu Periode Pacta

Pola Kemitraan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru Tahun 2005 ... . iv 52 53 55

56

60 62 63 66 69 71 77

(12)

22. Rataan Penerimaan Pemeliharaan, Penerimaan Kotoran dan Penerimaan Insentif Serta Total Penerimaan Dalam Satu Periode

Produksi Tahun 2005 ... 81 23. Perhitungan Rataan Efisiensi Penerimaan, Pendapatan dan Biaya

Dalam Satu Periode Produksi Tahun 2005 .. ... ... ... 84 24. Faktor-Faktor Pendorong Perusahaan Inti Membuat Model

Kemitraan di Kota Pekanbaru ... ... ... ... 91 25. Faktor Pendorong Peternak Ikut Dalam Model Kemitraan di Kota

Pekanbaru ... 94 26. Alasan Peternak Ikut Kemitraan ... 98 27. Matriks Perencanaan Proyek Pembentukan Asosiasi Peternakan

Unggas di kota Pekanbaru ... 102

(13)

Gambar Halaman

1. Konsep Pengembangan Pola Inti Rakyat ... ... ... ... ... ... 23 2. Bagan Alir Kerangka Pikir Strategi Pengembangan Peternakan

Ayam Ras Pedaging Melalui Model Kemitraan di Kota Pekanbaru .. ... 33 3. Diagram Bagan Alir Masalah, Strategi dan Kegiatan Meningkatkan

Produksi Daging Ayam Ras Pedaging, dalam Pembentukan

Gabungan Peternak Unggas dengan Model Kemitraan Subkontrak ... ... 99

(14)

Lampiran Halaman

1. Daftar Kuisioner ... 113

2. Identitas Peternak Sampel Pada ke-4 Model Kemitraan ... 120

3. Biaya Produksi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan RTI .. .... ... .... ... ... ... 121

4. Biaya Produksi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan Makmur Jaya ... 122

5. Biaya Produksi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan PT Confeed ... 123

6. Biaya Produksi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan Charoen Pokphand ... ... 124

7. Rataan Biaya Produksi ... 125

8. Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan RTI ... 126

9. Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan Makmur Jaya ... 127

10. Pendapatan Peternak Ayaril Ras Pedaging Model Kemitraan PT Confeed ... 128

11. Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Model Kett1itraan PT Charoen Pokphand ... 129

12. Rataan Peternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan ... ... 130

13. Rataan Pemeliharaan Berat Hidup per Ekor, Jumlah Produksi dan Rataan IP per Skala Produksi ... 131

14. Komponen Rataan Biaya Produksi Pada Saat Pemeliharaan ... 132

15. Rataan Pendapatan Total per Satuan Hasil Pada Model Kemitraan ... 133

16. Penerimaan, Pengeluaran dan Pendapatan Serta RIC Rasio ... 134

(15)

1.1.

Latar Belakang

Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung makna sebagai suatu perubahan keadaan menjadi yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan-perubahan dimaksud, meliputi perubahan ekonomi, politik, sosial, budaya dan perubahan-perubahan bidang kehidupan masyarakat lainnya. Siagian (1989) mengemukakan bahwa pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modemitas dalam rangka pembinaan bangsa.

Provinsi Riau berdasarkan pada Visi Pembangunan Provinsi, berkeinginan untuk terwujudnya Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan bathin, di Asia Tenggara tahun 2020. Hal ini mengingat dukungan sumber daya alam dan letak geografisnya yang sangat strategis. Untuk mengantisipasi berbagai kendala yang dihadapi, pemerintah Provinsi Riau menetapkan "Lima Pilar Pembangunan" yang diharapkan mampu menjadi pemicu berkembangnya Provinsi Riau menjadi tujuan investasi, diantaranya membangkitkan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan ditujukan bagi usaha kecil dan menengah (UKM),

Peternakan merupakan subsektor pertanian yang pengembangannya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Perkembangan tersebut diperlukan mengingat ternak dianggap sebagsi salah satu sarana untuk meningkatkan pendapatan peternak kecil dan meningkatkan atau membuka lapangan kerja.

(16)

Menurut Saragih (2001), masalah mencukupi kebutuhan protein hewani dalam menu makanan rakyat masih perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena sebagian besar masyarakat, terutama penduduk pedesaan masih menderita kekurangan gizi. Untuk itu perlu langkah-Iangkah dari pemerintah, yaitu untuk mengembangkan peternakan khususnya unggas, pad a tingkat masyarakat.

Berdasarkan data Dinas Peternakan tahun 2003, dapat diketahui bahwa 35% dari total hasil daging yang diproduksi oleh Provinsi Riau pad a tahun 1998 berasal dari ayam ras pedaging dan menunjukkan peningkatan pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 1999 dan 2000 hasil daging dari ayam ras pedaging selalu menempati proporsi terbesar dari produksi daging Provinsi Riau secara keseluruhan (46% dan 38%). Dengan demikian ternak ayam ras pedaging merupakan sumber yang paling besar memberikan kontribusi terhadap penyediaan daging di Provinsi Riau dan dapat diartikan pula bahwa temak ayam ras pedaging mempunyai kedudukan sangat pentin'g dalam pengembangan peternakan di Provinsi Riau. Untuk Kota Pekanbaru, menurut data Dinas Peternakan Kota Pekanbaru, pad a tahun 2003 produksi ayam ras pedaging mencapai 70,84% sedangkan produksi sapi potong hanya 11,76% dari total produksi daging berbagai hewan ternak. Sebagai gambaran pada tahun 2001 jumlah produksi daging di Kota Pekanbaru be~umlah 9.662.246 kg, pada tahun 2002 berjumlah 9.927.468 kg dan tahun 2003 berjumlah 10.379.900 Kg. Dari data ini menunjukan bahwa produksi daging mengalami peningkatan sebesar 2,74% dari tahun 2001 ke tahun 2002 dan sebesar 4,56% dari tahun 2002 ke tahun 2003. Jumlah produksi daging tersebut terdiri dari: sapi potong 1.235.112 kg, keibau 394.685 kg, kambing 63.467 kg, babi 172.245 kg, ayam ras petelur 151.000 kg, ayam ras pedaging 7.288.141 kg, ayam buras 765.250 kg, itik

(17)

310.000 kg. Sedangkan populasi temak di Kota Pekanbaru tahun 2002 adalah 9.677.955 ekor, yang terdiri dari sapi 2.349 ekor, kambing 3.132 ekor, kerbau 1.614 ekor, babi 8.121 ekor, ayam ras petelur 129.000 ekor, ayam ras pedaging 9.000.800 ekor, ayam buras 497.675 ekor dan itik 35.264 ekor (Dinas Petemakan Kota Pekanbaru, 2003).

Berdasarkan data tersebut, maka Provinsi Riau pada umumnya dan Kota Pekanbaru pada khususnya, sangat berpeluang untuk mengembangkan komoditas petemakan, terutama sapi potong dan ayam ras pedaging. Apabila melihat kontribusi terhadap penyediaan daging, maka sudah selayaknya komoditas temak unggas menjadi komoditas andalan dalam pengembangan usaha petemakan di masa mendatang.

Budidaya ayam ras pedaging merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat, baik sebagai petemak maupun pedagang yang merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian. Hal ini karena budidaya ayam ras pedaging dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri yang cendrung mengalami peningkatan dari tahun ketahun.

Data Dinas Petemakan Provinsi Riau Tahun 200d menyatakan Provinsi Riau memllUtuhkan daging untuk protein hewani sebanyak 42.634 ton per tahun dengan asumsi tingkat kebutuhan daging sebesar 1

b,

1

kg/kapita/th. Hal ini didasarkan pada jumlah penduduk Provinsi Riau pad a tahun 1999 sebanyak 4.221.078 jiwa, rata-rata kepadatan penduduk 49,29 jiwa setiap km2 dan laju

pertumbuhan 1,77% per tahun. Dari total kebutuhan tersebut produksi Provinsi Riau baru mampu mencukupi sekitar 30%, sedangkan sisanya 70% didatangkan dari luar Provinsi Riau (Mulva, 2001).

(18)

Perkembangan jumlah produksi daging ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru dari tahun ke tahun mengalami peningkatan selama kurun waktu 1998-2003. Menurut data Dinas Peterna!<an Provinsi Riau (2004), pada tahun 1998 produksi daging ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru sebesar 4.878.347 ekor dan meningkat menjadi 7.439.141 ekor pada tahun 2004 atau mengalami peningkatan sebesar 52,49%. Kenaikan produksi tersebut menunjukkan tingginya permintaan konsumen akan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru.

Dengan meningkatnya permintaan konsumen akan ayam ras pedaging berarti masih terbuka kesempatan bagi peternak untuk berusaha kembali di bidang peternakan ayam ras pedaging yang sempat lesu mengingat sejak pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter, yang mengakibatkan banyak peternak gulung tikar. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa peternak mencoba membuat pakan sendiri dari bahan-bahan yang dapat ditemui secara lokal, namun hal ini tidak banyak membantu.

Rakorbang Provinsi Riau Bidang Peternakan pad a tahun 2000 menyimpulkan bahwa kecilnya produksi hasil peternakan ini disebabkan oleh beberapa hal. Untuk mengatasi masalah tersebut maka rakorbang memutuskan beberapa strategi pemecahan masalah dalam "6 Pilihan Strategi Pembangunan

Petemakan Provinsi Riau". Dari 6 pilihan strategi pembangunan petemakan Provinsi Riau yang ditawarkan terse but, salah satunya yang telah dilaksanakan adalah pengembangan kemitraan yang luas dan saling menguntungkan.

Model kemitraan ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah untuk pel1gembangan semua subsektor pertanian. Secara umum ada tiga hal penting yang terkandung dalam konsep model kemitraan, yaitu; (i) prinsip bahwa yang kuat (perusahaan inti) membantu pihak yang !enlah (petani plasma) dalam

(19)

meningkatkan efisiensi dan efektivitas sumberdaya, modal dan tenagalkeahlian dalam menerapkan teknologi budidaya dan manajemen secara optimal; (ii) merupakan unit ekonomi yang utuh dan berkesinambungan, baik inti maupun plasma harus merupakan satu kesatuan usaha yang tidak dapat dipisahkan; dan (iii) inti dan plasma saling membutuhkan dan menguntungkan (Manu rung dan Dja'far, 1988).

Pada awalnya industri budidaya ayam ras pedaging tumbuh dalam bentuk peternakan dengan skala usaha yang relatif kecil yang dimulai pada dekade 60-an, sedangkan perhatian pemerintah untuk mengembangkannya baru dimulai pada tahun 1971 dengan dicanangkannya pilot proyek bimas rakyat. Pemerintah pada saat itu memberikan kemudahan untuk mengimpor sarana produksi peternakan, obat-obatan, investasi untuk membangun perusahaan pabrik pakan dan farmasi. Menurut Rasyaf (1995), justru kemudahan yang diberikan oleh pemerintah tersebut be raki bat pad a menjamurnya para peternak marginal (berskala kecil). Peternak mandiri berskala kecil memiliki keterbatasan dalam hal pemasaran, tidak memiliki keterampilan, serta permodalan yang terbatas, sehingga peternak tidak memiliki kemampuan bertahan bila terjadi perubahan pasar yang tidak menguntungkan seperti; penurunan harga produksi, kenaikan harga pak~n dan dominasi dari peternak besar. Hal ini juga karena telah dikuasainya usaha peternakan tersebut dari hulu hingga hilir termasuk on farm oleh satu badan usaha yang sama.

Setiap tahun harga pakan ayam ras pedaging mengalami kenaikan rata-rata Rp50 !kg. Meningkatr.ya harga pakan teisebut terutama disebabkan oleh: 1. Bahan baku yang sebagian besar masih impor, karena bahan baku pakan

(20)

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan industri pakan ternak yang tumbuh sebesar 10% - 15% setiap tahunnya.

2. Adanya indikasi bahwa industri pakan ternak oleh industriawan mengarah pada struktur industri dan sistem ekonomi yang oligopolistik.

Para peternak berskala kecil tidak mempunyai kemampuan bersaing dan sangat lemah bila berhadapan dengan para peternak besar yang umumnya mempunyai jaringan kuat, permodalan memadai serta didukung kemampuan teknis dan manajemen yang lebih baik. Dengan demikian banyak peternak berskala kecil ini secara otomatis berusaha meningkatkan produksinya sehingga akan terjadi persaingan harga, akibatnya harga ayam ras pedaging akan mengalami penurunan dan peternak mengalami kerugian.

Untuk memulai suatu usaha peternakan tidak semudah yang dibayangkan. 8anyak aspek yang harus dipertimbangkan yang salah satunya adalah aspek teknis yakni aktivitas yang. mengarahkan agar ayam tetap hidup dan mampu mengeluarkan kemampuan genetisnya. Selain itu aspek modal dan pengadaan sapronak (sarana produksi ternak) juga menjadi kendala bagi peternak kecil (Rasyaf, 1995). Guna mendorong pengembangan usaha peternakan khususnya ayam ras pedaging, pemerintah telah menciptakan beberapa kemudahan melalui pemanfaatan modal/skim kredit yang diantaranya adalah model kemitraan.

Melihat dari hal tersebut, timbul pertanyaan pokok dalam kajian ini, yaitu

"Bagaimana strategi pengembangan peternakan ayam ras pedaging sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak melalui model kemitraan di Kota Pekanbaru?:'

(21)

1.2.

Perumusan Masalah

Konsep kemitraan yang umum dikenal adalah pengejawantahan peranan perusahaan peternakan atau pertanian besar sebagai agent of development. Ini berarti perusahaan pertanian atau peternakan besar (negara atau swasta) memiliki kewajiban untuk membangun dan membina petani atau peternak subsistem. Dengan model seperti ini diharapkan akan berlangsung proses pengalihan teknologi, manajemen, modal, pasar dan informasi yang pad a gilirannya usaha yang dimiliki petani peserta kemitraan akan dapat tumbuh menjadi suatu usaha yang tangguh.

Dari observasi awal yang penulis lakukan, ada empat model kemitraan peternakan ayam . ras pedaging di Kota Pekanbaru yaitu model kemitraan Pokphand, model kemitraan Ramah Tamah Indah (RTI), model kemitraan Confeed dan model kemitraan Makmur Jaya. Keempat model kemitraan ini masing-masingnya mempunyai dasar usaha yang berbeda-beda namun sejalan dengan usaha peternakan ayam ras pedaging.

Dari keempat model kemitraan yang ada di Pekanbaru, ada dua perusahaan besar yaitu Charoen Pokphand dan Confeed yang telah memiliki produksi anak ayam atau Day Old Chiken (DOC) sendiri di Provinsi Riau. Selain itu, perusahaan ini juga memproduksi pakan sendiri. Dengan adanya model kemitraan pad a kedua perusahaan ini pemasaran anak ayam dan pakan akan lebih mudah karena dipakai untuk petemak plasma dalam kemitraan, sisanya dijual ke Poultry Shop. Model yang dikembangkan oleh Makmur Jaya dan RTI berbeda dengan pola sebelumnya. Makmur Jaya merupakan perusahflCJn yang

, i

bergerq~ Hibidang Poultry Shop yang memasarkan anak ayam, pakan serta perlengkapa,l peternakan lainnya. Sementara perusahaan RTI garis usahanya

(22)

adalah sebagai pemasaran ayam, berupa pedagang pengecer dipasar dan juga sebagai pemasok ayam hidup pada beberapa pedagang di beberapa pasar yang ada di dalam Kota Pekanbaru maupun antar Provinsi. Oleh sebab itu muncul suatu pertanyaan, bagaimana implementasi dari masing-masing model kemitraan yang telah ada di Kota Pekanbaru?

Untuk mengembangkan usaha petemakan, tingkat penghasilan petemak ikut menentukan. Berdasarkan hasil penef.itian Mulva (2001), pada perusahaan kemitraan, pendapatan bersih petemak bisa mencapai sebesar Rp403

lekorlsiklus. Pad a model kemitraan RTI di Pekanbaru, petemak memperoleh

pendapatan bersih sebesar Rp500/kg/siklus produksi ayam ras pedaging

ditambah insentif yang jumlahnya bisa mencapai hingga Rp288/ekorlsiklus.

Berdasarkan kondisi ini pertanyaan yang timbul dalam kajian ini, adalah: bagaimana perbedaan pendapatan petani petemak dari berbagai model kemitraan dengan skala usaha yang berbeda?

Dari keempat model kemitraan yang ada di Kota Pekanbaru, masing-masing badan usaha (inti) berkeinginan dapat merekrut peternak (plasma) sebanyak-banyaknya dengan memberikan insentif pendapatan yang tinggi ditambah variasi bonus pemeliharaan dan manajemen. Hal ini bagi petemak akan menjadi pertimbangan tersendiri dalam menentukan pilihan inti. Muncul pertanyaan tentang faktor-faktor apa yang mendorong peternak dan perusahaan untuk bergabung melaksanakan model kemitraan pada petemakan ayam ras pedaging dan apakah usaha kemitraan ayam r~s pedaging merupakan pilihan yang tepat o!eh peternak?

8antacut dkk (2001) menyatakan bahwa kemitraan dapat dini!ai strategis untuk mengidentifikasi persoalan yang terjadi dar. menyusun suatu bentuk

(23)

kerjasama yang harmonis dan sinergik diantara pelaku pembangunan nasional. Dalam konteks bisnis, pola kemitraan diperlukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas hubungan bisnis yang didukung oleh akses terhadap pasar, modal dan teknologi, serta peningkatan kemampuan organisasi dan manajemen.

Sutrisno dkk (2001) menyatakan, mengingat model kelembagaan sangat beraneka ragam baik tingkat lokal maupun tingkat nasional, bersifat sosial maupun ekonomi, maka perlu adanya pembatasan-pembatasan. Sehubungan dengan pentingnya pengembangan kelembagaan, sebagian besar investasi yang dilakukan lembaga donor internasional terfokus pada pengembangan kelembagaan tingkat nasional dan sangat sedikit sekali yang memberikan perhatian pada pengembangan kelembagaan lokal, padahal kelembagaan lokal paling dekat dengan masyarakat yang menjadi sasaran pengembangan kelembagaan itu sendiri. Oleh karenanya, pengembangan kelembagaan lokal

(local institutional development) menjadi sangat relevan dalam upaya

pengembangan ekonomi lokal. Bedasar pada pemyataan-pernyataan tersebut, timbul pertanyaan lain sebagai pertanyaan pokok dalam kajian ini, yaitu: bagaimanakah model kelembagaan kemitraan untuk pengembangan ekonomi lokal, khususnya peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru?

Sen1ua permasalahan tersebut terarah pada kriteria model kemitraan yang bagaimanakah yang sebenarnya dianggap baik oleh peternak untuk meningkatkan kesejahteraannya. Model yang dianggap lebih baik oleh peternak tentulah akar. menjadi pilihan peternak dalam berusaha dan memperluas usaha.

Kemampuan untlJK menclJkupi kebutuhan akan. daging di Kota Pekanbarl! yang baru terpenuhi 30% adalah pricritas dari pemerintah dalam pembangunan.

(24)

1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian 1.3.1. Tujuan Kajian

Secara umum tujuan dari kajian ini adalah merumuskan kriteria model kemitraan yang tepat dalam strategi pengembangan peternakan dengan melihat tingkat pendapatan peternak dalam model kemitraan peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru. Diharapkan dengan strategi yang baik akan dapat meningkatkan jumlah peternakan ayam ras pedaging dalam usaha pemerintah mencukupi kekurangan akan protein hewani di Kota Pekanbaru.

Tujuan spesifik kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi pola-pola kemitraan peternakan ayam ras pedaging yang ada di Kota Pekanbaru dan faktor-faktor apa saja yang mendorong peternak dan perusahaan melaksanakan model kemitraan tersebut.

2. Mengetahui perbandingan tingkat pendapatCln petani peternak pada masing-masing model kemitraan dengan skala usaha yang berbeda.

3. Memformulasikan model kemitraan pengembangan peternakan ayam ras pedaging dalam konteks pembangunan ekonomi lokal berbasis peternakan di Kota Pekanbaru.

1.3.2. Manfaat Kajian

Berdasarkan tujuan tersebut diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada pemerintah sebagai pembuat keputusan dan pSi 19ambil kebijaksanaan guna kelanjutan dan pengembangan usaha

(25)

peternakan ayam ras pedaging melalui model kemitraan di masa yang akan datang.

2. Memberikan informasi bagi peserta atau bukan peserta kemitraan tentang pelaksanaan kemitraan peternakan ayam ras pedaging dalam hubungannya dengan pendapatan keluarga.

3. Memberikan informasi kepada para pemilik program kemitraan (swasta sebagai inti) guna memperbaiki kinerjanya dalam meningkatkan kemampuan pengembangan peternakan ayam ras pedaging sebagai usahanya dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

(26)

2.1. Pembangunan Peternakan

Saragih (2001) menyatakan, pengertian pertanian dalam arti luas adalah seluruh mata rantai proses pemanenan energi surya secara langsung dan tidak langsung melalui proses fotosintesa dan proses pendukung lainnya untuk kehidupan manusia yang mencakup aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan kemasyarakatan dan mencakup bidang tanaman pangan, holtikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan.

Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. IVlMPRl1999 dijelaskan bahwa pembangunan lebih difokuskan pada agribisnis rakyat yang dapat menimbulkan inisiatif dunia usaha untuk membangun agribisnis dan membangun infrastruktur agribisnis nasional. Selain itu, salah satu misi pembangunanpertanian menuju terwujudnya pertanian yang modern,

i

tangguh, dan efisien menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera adalah memberdayakan masyarakat pertanian menuju wiraswasta agribisnis yang mandiri, maju dan sejahtera sesuai dengan kebijaksanaan operasional yang telah dirumuskan yakni pembangunan agribisnis dengan membangun keunggulan komparatif sesuai dengan kompetisi dan produk unggulan setiap daerah.

Menurut Mubyarto (1982), pembangunan pertanian merupakan suatu proses perubahan fisik, ekonomi, sosial dan budaya yang dilakukan oleh manusia secara berkesinambungan untuk mendapatkan hasil dari usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan besar, perkebunan ra kyat , kehutanan, perikanan, dan peternakan.

(27)

Menurut Saragih (2001), bahwa membangun pertanian saja hanya menempatkan perekonomian Indonesia terlena menikmati keunggulan komparatif seperti selama 30 tahun terakhir. Sedangkan membangun agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif yakni melalui transformasi pembangunan kepada pembangunan yang digerakan olah modal dan selanjutnya digerakan oleh inovasi.

Dalam kegiatan berproduksi dibidang pertanian, sering kali kita mendengar adanya kesenjangan antara produktifitas yang seharusnya bisa dilakukan dengan produktifitas yang dilakukan oleh petani. Dalam mempelajari aspek tersebut secara mikro, Soekartawi (2002) menyatakan peranan hubungan input (faktor produksi atau korbanan produksi) dan output (hasil atau produksi) mendapat perhatian utama. Peranan input bukan saja dilihat dari segi macamnya atau tersedianya dalam waktu yang tepat; tetapi dapat juga ditinjau dari segi efisiensi penggunaan faktor produksi tersebut.

Efisiensi ekonomi dalam berproduksi dapat dicapai melalui kemitraan karena masing-masing pihak yang bermitra menawarkan sisi keunggulan masing-masil'lg. Lebih jauh Sumardjo dkk (2004) menyatakan:

Kemitraan bisnis memang bermanfaat dalam meningkatkan akses usaha

kecil ke pasar, modal dan teknologi serta mencegah terjadinya diseconomies of

scale sehingga mutu juga menjadi terjaga. Hal seperti ini dapat terjadi karena adanya komitmen kedua belah pihak untuk bermitra. Pengusaha menengah sampai dengan skala besar memiliki komitmen atau tanggung jawab moral dalam membimbing dan mengembangkan pengusaha kecil supaya dapat mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handa! untuk meraih keuntungan bersama. Mereka yang bermitra perJu menyadari kekuatan

(28)

dan kelemahan masing-masing untuk saling mengisi, saling melengkapi, saling memperkuat, serta tidak saling mengekploitasi. Dalam kondisi ini akan tercipta rasa saling percaya antar kedua belah pihak sehingga usahanya akan semakin berkembang.

Efisiesi ekonomi dapat dicapai melalui kemitraan karena masing-masing pihak yang bermitra menawarkan sisi keunggulan masing-masing. Melalui kemitraan dapat dihindari kecendrungan monopoli. Monopoli menyebabkan distorsi dalam pasar, sedangkan kemitraan memperkuat mekanisme pasar, sekaligus menghilangkan persaingan yang tidak sehat dan saling mematikan. Hakekat kemitraan dengan demikian tidak sarna bahkan berlawanan dengan sifat kartel atau kerjasama lain untuk menguasai pasar yang menjurus kearah monopoli dan oligopoli atau manopsoni dan oligopsoni (Kartasasmita, 1995).

Krisis ekonomi yang te~adi dalam beberapa tahun belakangan menyebabkan turunnya nilai rupiah, sehingga mengakibatkan harga sarana produksi naik terutama pakan dan obat-obatan, kareria sebagian besar bahan dasar pakan dan obat-obatan tersebut masih diimpor dari luar negeri. Dengan tingginya harga input banyak petani peternak yang gulung tikar karena tidak mampu merrlbiayai proses produksi.

Pembangunan ekonomi lokal adalah suatu upaya untuk menciptakan suasana berkembangnya potensi masyarakat, peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya ekonomi, mencegah te~adinya persaingan yang tidak berimbang serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan. Oleh karena itu, pengembangan kemitraan antara usaha besar dan UKM dalam konteks

pengambangan ekof!omi lokal diharapkan dapat /11Anciptakan perekonomian yang kuat karena berbasis sumberdaya lokal, perekonomian yang harmonis

(29)

karena usaha besar dan UKM tumbuh bersama-sama serta memihak pada masyarakat karena potensi masyarakat (pedesaan) menjadi sumberdaya perekonomian nasional (Haeruman, 2001).

Sesuai dengan pengertian dari pernyataan-pernyataan tersebut diatas, maka pembangunan kemitraan juga harus meliputi pembangunan kepada semua subsektor perekonomian dan mata usaha/bisnis yang ada. Pembangunan dimaksud menekankan pada pentingnya kemitraan dalam tataran alih teknologi, manajemen, pemasaran dan pengembangan sumberdaya manusia. Dalam pembangunan dimaksud, subsektor peternakan di Provinsi Riau merupakan salah satu subsektor yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dalam usaha pencapaian pemenuhan akan kebutuhan protein hewani.

2.2.

Kemitraan Peternakan Ayam Broiler

Pads dasarnya pembangunan peternakan dengan model kemitraan ini memiliki tujuan yang diantaranya adalah penihgkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, meningkatkan prod u ksi dan ekspor komoditi non migas, serta mempercepat alih teknologi budidaya manajemen peternakan dari inti ke plasma.

Menurut Sa'id (2001), ada beberapa sisi positif yang dapat diperoleh dari kemitraan, yaitu:

1. Kemitraan dibentuk atas dasar saling membutuhkan. Industri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkesinambungan dari petani. Dilain pihak, petani membutuhkan jaminan pemasaran hasil produksinya. Dengan demikian, kedua belah pihak memiliki ikatan yang juat atas saling memputuhkan.

(30)

2. Kemitraan yang terbentuk didasarkan pada prinsip saling menguntungkan, yakni perusahaan memiliki komitmen untuk membeli hasil produksi petani sesuai dengan harga pasar dan dibayar dengan tunai. Dilain pihak, para petani memiliki komitmen utnuk bersedia memasok hasil dan mengatur siklus produksinya, sehingga pasokan ke perusahaan dapat berkesinambungan. 3. Kemitraan yang dibentuk didasarkan pada prinsip tumbuh dan berkembang

bersama, sehingga industri menyediakan kredit kepada petani tanpa bunga dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan

4. Kemitraan yang terbentuk didasarkan pada prinsip saling percaya, yakni ketika petani memasok produksinya, langsung dibayar tunai oleh perusahaan tanpa memotong sisa hutangnya. Dilain pihak, para petani membayar hutangnya pada saat jatuh tempo dan dapat meminjam kembali.

Dasar pemikiran Kemitraan adalah setiap pelaku usaha mempunyai potensi, kemampuan dan keistimewaan masing-masing dengan perbedaan ukuran, jenis, sifat dan tempat usahanya. Dari pelaku usaha yang mempunyai kelebihan dan kekurangan diharapkan dapat saling menutupi kekurangan masing-masing dengan kondisi yang demikian akan timbul suatu kebutuhan untuk bekerjasama dan menjalin hubungan ke~asama model kemitraan .

Berdasarkan arahan Departemen Pertanian (1985), maka Model Inti Rakyat dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tujuan pembangunan dengan model inti rakyat yaitu membangun masyarakat tani yang berwiraswasta, sejahtera dan selaras dengan lingkungan yang dilaksanakan di suatu wilayah.

2. Model inti rakyat dilaksanakan dalam rangka membangun dan membina usaha pertanian rakyat dengan teknologi baru agar mampu memperoleh

(31)

pendapatan yang layak, dan keluar dan kemiskinan terkait dengan tujuan untuk mampu berfungsi sebagai pusat pengembangan ekonomi yang selanjutnya akan berperan sebagai penunjang dan pendorong pengembangan wilayah.

3. Atas dasar disain tata ruang yang dihasilkan oleh studi kelayakan dibangun juga tempat pemukiman dengan pengaturan terciptanya lingkungan kehidupan yang serasi.

Dalam pelaksanaan kemitraan Wie (1992) mengungkapkan adanya empat model hubungan kemitraan yang terjadi. Pertama, model dagang yaitu suatu model hubungan kemitraan yang hanya terbatas pada hubungan dagang antara penjual dan pembeli saja. Kedua, model vendor yaitu suatu hubungan kemitraan yang mengharuskan pihak-pihak yang bermitra untuk memenuhi kebutuhan bahan baku operasional perusahaan inti. Ketiga, model subkontrak, terjadi apabila produk-produk yang dihasilkan oleh pihak yang bermitra masih merupakan sistim produksi perusahaan inti sehingga untuk model kemitraan ini anggota kemitraan harus dapat memenuhi persyaratan inti dalam melaksanakan proses produksinya terutama mengenai skala produksi dan penggunaan teknologi. Keempat, model pembinaan yang diarahkan untuk mendorong pihak-pihak yang memiliki potensi untuk berproduksi. Pada umumnya produk yang dihasilkan merupakan komoditi untuk ekspor.

Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Repu'blik Indonesia No.472/KpsITN.330/6/1996. Model umum kemitraan antara pengusaha dengan psternak peserta kemitraan dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu;

a) Pola Inti Rakyat: yaitu perusahaan yang meiakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan hasil dan

(32)

pemasaran hasil bagi usahatani yang dibimbingnya (plasma), sambil mengusahakan usahatani yang dimilikinya dan dikelolanya sendiri (inti). b) Perusahaan pengelola: yaitu perusahaan yang melakukan fungsi

perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan dan pemasaran hasil bagi usahatani yang dibimbingnya, tetapi tidak menyelenggarakan usahatani sendiri.

c) Perusahaan penghela: yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan menampung hasil tanpa melayani kredit sarana produksi dan juga tidak mengusahakan usahataninya sendiri.

Dari tiga bentuk hubungan kemitraan antara inti dan plasma, satu diantaranya yang telah banyak dikembangkan di Indonesia adalah kemitraan dengan Pol a Inti Rakyat (PIR). PIR di Indonesia sebelumnya banyak dikembangkan pada sektor perkebunan, dan komoditi yang menjadi primadona untuk dikembangkan dengan Pola Inti Rakyat ini adalah karet dankelapa sawit.

Bila dilihat dari segi pelaku model kemitraan maka jenis kemitraan dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu kemitraan vertikal dan kemitraan horizontal Suharno (1999). Kemitraan vertikal terjadi apabila para peserta kemitraan merupakan integrasi dari hulu hingga hilir, sedangkan kemitraan horizontal terjadi apabila pelakunya melakukan usaha sejenis. Sumardjo (2001) juga menyatakan bahwa kemitraan dapat bersifat horizontal atau vertikal berdasarkan posisi dalam struktur produksi. Kemitraan horizontal adalah kerjasama antara peternak besar dengan peternak kecil dalam rangka meningkatkan produksi untuk memenuhi pasar, atau kerjasama antara peternak kecil yang membentuk koperasi dengan tujuan mempero!eh bahsn baku lebih murah, sehingga level kelJntungan peternak meningkat. Kemitraan vertikal meliputi beberapa lembaga yang

(33)

berhubungan secara vertikal dan memberikan sumbangan dalam proses produksi.

Inti selain membangun usahanya juga memberikan sumbangsih agar usaha plasma juga dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan. Model PIR pad a ayam ras secara resmi dimulai sejak terbitnya SK Menteri Pertanian No. 406/KPTS/5/1984. Konsep PIR diilhami dengan adanya model kemitraan Miranti-Mirama yang diperkenalkan pertama oleh Gabungan Perusahaan Perunggasan IndonesialGAPPI (Suharno, 1999).

Hafsah (2001) menyatakan, kemitraan adalah jalinan ke~asama dari dua atau lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan. Kemitraan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.9 Tahun 1995 adalah ke~asama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar. Kemitraan didasarkan atss prinsip saling memperkuat. Beberapa aspek kerjasama adalah permodalan, manajemen, teknologi dan pemasaran.

Dari beberapa pengertian yang ada tersebut, pengusaha besar mempunyai tanggung jawab moral untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan

dan kesejahteraan bersama. Mereka harus menyadari kekurangan

masing-masing dan mampu saling mengisi serta melengkapi kekurangan tersebut.

Sumardjo (2001) menyatakan, dalam sistem agribisnis terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar. Kelima jenis kemitraan tersebut adalah:

(34)

1. Pola inti plasma.

Pola ini merupakan pola hubungan kemitraan antara petani/kelompok tani atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis dan manajemen serta menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Perusahaan inti tetap memproduksi kebutuhan perusahaannya, sedangkan kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati.

2. Pola subkontrak.

Pol a ini merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Sentuk kemitraan semacam ini biasanya ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang diantaranya mencakup volume, harga, mutu dan waktu. Pola kemitraan ini dalam banyak kasus ditemukan sangat bermanfaat dan kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal keterampilan dan produktifitas, serta terjaminya pemasaran produk pada kelompok mitra.

3. Pola dagang umum.

Pola kemitraan dagang umum merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Pada dasarnya pola kemitraan ini adalah hubungan jual-beli sehingga memerlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra. baik perusahaan besar maupun usaha kedl.

(35)

4. Pola keagenan.

Merupakan bentuk kemitraan dengan peran pihak perusahaan atau besar mitra memberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan atau usaha kecil mitra usaha. Perusahaan besar/menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume prod uk, sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa tersebut. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi.

5. Kerjasama operasional agribisnis.

Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis merupakan pol a hubungan bisnis, dimana kelompok mitra menyediakan Ishan, sar-ana dan tenaga. Sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Disamping itu, perusahaari mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar prod uk, diantaranya juga mengolah produk tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan.

Model inti rakyat merupakan suatu bentuk kerja sama yang saling menguntungkan antara perusahaan besar dengan usaha ternak kecil disekitarnya. PIR dilaksanakan dengan azas bahwa golon9an yang kuat wajib membantu golongan lemah didalam usahanya untuk mencapai tujuan masing-masing. Menurut Saragih (2001), untuk meningkatkan dayasaing produk perunggasan nasional perlu dikembangkan kemitraan melalui integritas vertikal. Melihat kondisi struktur peternakan nasional masih didominasi oleh peternakan rakyat berskala kec:!.

(36)

Pemerintah sangat memperhatikan dan mendorong perkembangan industri budidaya ayam ras pedaging. Menurut Rahardi (2003), kebijakan pemerintah dalam subsektor peternakan juga turut menentukan suksesnya kegiatan peternakan. Pemberian fasilitas kredit dan izin usaha, misalnya, merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah untuk pengembangan peternakan.

Pad a tahun 1981 pemerintah mengeluarkan Keppres No.50/1981 yang mengatur skala produksi untuk memacu pertumbuhan produksi ayam ras pedaging dan memperluas peluang berusaha bagi peternak-peternak skala keluarga, yakni maksimum 5.000 ekor untuk ayam petelur dan 750 ekor per minggu untuk ayam ras pedaging. Kebijaksanaan ini diperkuat dengan diperkenalkan model Pola Inti Rakyat (PIR) Unggas melalui SK Mentan

No.TN.330/Kpts/5/1984.

Pada tahun 1990 pemerintah mengeluarkan Keppres No.22/1990 sebagc:ii pengganti Keppres No.50/1981. Dalam kebijaksanaan baru diatas, peternakan skala kecil dikembangkan untuk melakukan kerjasama sistem kemitraan dengan perusahaan besar (Deptan, 1996). Dengan adanya Keppres No.22/1990 tersebut diharapkan pertumbuhan produksi ayam ras pedaging dapat lebih

dipercepat tanpa mengabaikan proses pemerataan kesempatan berusaha bagi

peternak besar maupun peternak skala keeil. lsi Keppres No.22/1990 tersebut diantaranya adalah membagi peternakan ayam ras menjadi dua kategori, yakni peternakan rakyat dan perusahaan petemakan. Peternakan rakyat adalah usaha peternakan yang menguasai maksimum 10.000 ekcr untuk s,am petelur dan 15.000 L!!1tl!k ayam ras pedag!ng, sedcmgkan perusanaan petemakan skala usahanya berada diatas angka tersebut.

(37)

Lahimya Kepres No.22190 membangkitkan kegairahan usaha peternakan ayam ras. Perkembangan usaha ayam ras tampak sangat pesat. Pada sektor budidaya terjadi pergeseran struktur usaha ayam ras. Kalau semula usaha ayam ras hanya dikelola oleh para petemak, maka setelah Keppres tersebut memunculkan perusahaan peternakan dalam hal kemitraan usaha. Suhamo (1996) mengatakan, Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia/GAPPI pad a tahun 1994 menyusun konsep ke~asama kemitraan antara pengusaha yang bertindak sebagai inti dengan petemak sebagai plasma. Bentuk kemitraan inidisebut Miranti-Mirama (mitra usaha inti - mitra usaha plasma).

Munculnya model kemitraan PIR Perunggasan di Kota Pekanbaru, menurut Dinas Petemakan Tingkat I dimulai pada awal April 1998. Bertindak sebagai pihak inti adalah PT Charoen Pokphand. Setelah itu baru menyusul kemitraan yang dikembangkan oleh PT Indojaya Agrinusa atau lebih dikenal dengan nama Confeed, Makmur Jaya dan RTI.

INTI Memiliki - Modal - Teknologi - Manajemen - Pasar - Informasi

1----+/::

KERJASAMA

I/<e-"----I

SASARAN PLASMA Memiliki - Lahan - Tenaga Kerja - Kandang - Peralatan

- Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak - Pemerataan pendapatan

- Peningkatan produksi dan komoditi non migas - Mempercepat teknolcgi budidaya dan manajemen

petemakan dari inti ke plasma

- Menciptakan kemampuan petemak plasma untuk mandiri

I

Gambar 1. Konsep Pengembangan Model Inti Rakyat

(38)

Dinas Peternakan Provinsi Riau (1999) menerangkan bahwa model kemitraan PIR merupakan anjuran pemerintah lewat Direktorat Jendral Peternakan. Model PIR bersifat kerjasama yang saling menguntungkan antara inti (perusahaan) dengan plasma (peternak) dimana perusahaan selaku inti memberikan bantuan kepada peternak (kredit jangka pendek) berupa DOC, pakan, obat-obatan (variabel cost), bimbingan teknis serta adanya jaminan pemasaran dan harga jual. Sedangkan peternak menyediakan kandang dan keperluan lain berupa sarana dan prasarana yang diperlukan dan pengelolaan usahaltenaga kerja.

Hal ini didasarkan atas keputusan Menteri Pertanian No : 472/KPTSfTN

330/6/96 pasal 8; perusahaan peternakan dan perusahaan dibidang peternakan yang melakukan kemitraan dengan petemakan ayam ras menjamin mutu ayam pedaging dan telur, harga dan pemasarannya sedemikian rupa sehingga peternakan rakyat memperoleh pendapatan yang wajar.

Hal yang sarna disampaikan oleh Muchtar (1996) pada penelitian yang dilakukan pada PIR Ophir di Pasaman pada tahun 1987. Dari penelitian ini diketahui pendapatan petani model PIR naik sebesar 443% bila dibandingkan dengan pendapatan petani non PIR.

Menurut Mulva (2002), dalam penelitiannya dibidang model PIR yang ada di Riau membuktikan bahwa pendapatan petemak ayam broiler model PIR dengan skala usaha 5.000 ekor per periode pemeliharaan mendapatkan pendapatan bersih Rp2.017.048. Dengan melihat pendapatan per ekor dalam peme!iharaan se!ama satu periode pemeliharaan peternak mendapatkan upah Rp403 lekor Iperiode Sehingga dapat dikatakan bahwa PIR merupakan model untuk mewujudkan perpaduan usaha dengan sasaran perbaikan keadaan sosial

(39)

ekonomi peserta dan didukung oleh suatu sistim pengelolaan usaha dengan memadukan berbagai kegiatan produksi, pengelolaan dan pemasaran dengan menggunakan perusahaan besar sebagai inti dalam suatu sistim kerja sama yang saling menguntungkan.

2.3. Keuntungan Peternak dalam Kemitraan

Salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dalam model kemitraan melalui PIR adalah perusahaan PT Charoen Pokphand yang beroperasi di Pekanbaru sejak bulan April tahun 1998. Kemitraan dengan PIR tersebut bersifat kerjasama yang saling menguntungkan antara inti (perusahaan ) dengan plasma (peternak). Pihak perusahaan selaku inti memberikan bantuan berupa kredit jangka pendek yaitu anak ayam umur sehari (DOC), pakan dan obat-obatan. Selain itu juga memberikan kredit jangka panjang berupa tempat makanan, tempat minuman dan pemanas gas. Selain itu perusahan ini juga

i

menjamin pemasaran hasil produksi dengan harga garansi dan bimbingan teknis secara kontinyu serta pelatihan bagi peternak (Dinas Peternakan,1999). Munculnya sejumlah peternakan komersil yang menjalin hubungan kerjasama dengan peternak dalam status hubungan inti-plasma, cukup menimbulkan harapan, sebgai titik awal yang baik dari pelaksanaan konsep pengembangan industri peternakan rakyat.

Pemerintah sangat memperhatikan dan mendorong perkembangan industri budidaya ayam ras pedaging. Menurut Taryoto (1993) perhatian tersebut dilakukan oleh pemerintah karena teknologi, sifat dan manfaat daging ayam yang sangat besar antara lain:

(40)

1. Daging ayam ras mudah diterima dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat.

2. Daging ayam ras mempunyai protein yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan daging lainnya.

3. Budidaya ayam ras tidak memerlukan lahan yang luas. 4. Teknologi ayam ras mudah dikuasai.

5. Waktu produksi ayam ras relatif pendek (hanya 5-8 minggu).

Menurut Saragih (2001), agribisnis ayam ras pedaging menghadapi prospek yang cerah dimasa yang akan datang, hal ini di dorong oleh faktor jumlah penduduk yang besar, konsumsi daging broiler yang masih rendah, dan kemungkinan pertumbuhan ekonomi nasional yang positif.

Menurut PT Charoen Pokphand (1999) tujuan pelaksanaan kemitraan yaitu: 1) membantu menciptakan keadilan dan pemerataan pendapatan bagi peternak (plasma), 2) menciptakan lapangan pekerjaan, 3) menciptakan harga jual ayam yang ideal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani, dan 4) alih teknologi dibidang peternakan bagi para peternak (plasma).

Disamping sapronak dibutuhkan faktor produksi lain yang mendukung usaha peternakan. Menurut Soekartawi (2002), faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada usahatani ag~r mampu menghasilkan dengan b;aik. F;aktor produksi ini sangat mempengaruhibesar kecilnya hasil yang akan diperoleh. Faktor produksi lahan, modal, tenaga kerja dan aspek manajemen merupakan faktor yang penting dalam usaha peternakan.

Salah satu usaha meningkatkan pendapatan petani adalah dengan penerapan teknologi. Penerapan teknologi yang berubah dan beikembang merupakan syarat pokok dalam pembangunan pertanian (Mosher, 1983).

(41)

Mubyarto (1982), pada umumnya petani mengadakan perhitungan-perhitungan ekonomi dalam keuangan menyangkut input (biaya) yang dibutuhkan dan output (penerimaan) yang akan diperoleh nantinya, namun perhitungan-perhitungan yang dilakukan hanyalah perhitungan yang sederhana.

Pendapatan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual, antara lain meliputi: (1) yang dijual, (2) yang dikomsumsi dirumah tangga petani, (3) yang digunakan dalam usahatani seperti bibit dan sebagainya, (4) yang digunakan untuk pembayaran, dan (5) yang akan disimpan atau digudangkan sampai akhir tahun. Sedangkan pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pengeluaran total usahatani itu sendiri (Total Farm Expense) adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga ke~a keluarga petani (Hernanto, 1979).

Besarnya penerimaan dari proses produksi dapat ditentukan dengan mengalikan produk yang dihasilkan dengan harga produk tersebut. Secara umum semakin besar produksi yang dihasilkan, akan menyebabkan semakin besar pula penerimaan atau sebaliknya (Bishop dan Toussaint, 1979).

Menurut Suharjo dan Patong (1979), dalam usaha peternakan faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak ialah :

- Tingkat produksi yang dapat diukur dengan produktivitas skala usaha, - Tingkat kombinasi cabang usahatani,

- Mutu hasil dan harga,

- Efisiensi tenaga ksrja

c<Jn

kemampuan pstar.i aalam mengelola panerimaan maupun pengeluaran usahataninya.

(42)

Pengelolaan usaha peternakan atau manajemen adalah pengorganisa-sian/pengkoordiniran faktor produksi yang dikuasai sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi peternakan sebagaimana yang diharapkan. Mosher (1983)

juga menjelaskan tujuan pengelolaan usaha adalah mencapai selisih palifl~ tinq9j antara nilai hasil dan biaya usahatani secara keseluruhan.

Menurut Soekartawi (2002), pendapatan bersih usaha adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran total. Penerimaan suatu usaha adalah sebagai produk total suatu usaha dalam produk tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan dihitung dengan mengalikan produk total dengan harga yang berlaku. Sedangkan pengeluaran total suatu usaha adalah nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan bersih dari suatu usaha mengukur imbalan yang diperoleh dari penggunaan faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Untuk mendapatkan keuntungan dari usaha ternak ayam ras pedaging yang penting adalah kecepatan pertumbuhan, dan efisiensi penggunaan ransum yang tinggi. Jadi jelaslah bahwa pertumbuhan pada ayam ras pedaging merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian dari peternak, karena pemeliharaan pada saat pertumbuhan akan dapat menentukan hasil produksinya kelak (Heuser, 1955).

Winter dan Funk (1962), menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi keuntungan dalam petemakan ayam diantaranya adalah biaya dan pengelolaan ransum, efisiensi tenaga ke~a, biaya pemasaran, harga DOC, tingkat kematian dan besarnya skala usaha.

Hasii penelitian yang dilaporkan oleh Isbandi (1988), menunjukan bahwa

(43)

periode. Faktor sosial tidak berpengaruh pad a tingkat pendapatan peternak, sedangkan faktor ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan peternak adalah berat ayam, harga jual, jumlah ayam te~ual dan biaya pengeluaran ayam ras pedaging.

Sigit (1990), mengatakan bahwa analisa "Break Even" adalah suatu cara atau teknik untuk mengetahui kaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, biaya lainnya yang variabel atau yang tetap serta laba rugi. Kegunaan-kegunaannya antara lain adalah :

1. Sebagai dasar untuk merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai laba tertentu.

2. Sebagai dasar untuk mengendalikan kegiatan operasi yang sedang be~alan, yaitu untuk pencocokan antara realisasi dengan angka-angka dalam perhitungan BE atau dalam gambar (Chart) BE.

3. Sebagai bah an pertimbangan dalam harga jual setelah diketahui hasil perhitungan menurut analisa BE dan laba yang ditargetkan.

(44)

3.1. Kerangka Pemikiran

Pemikiran strategi pengembangan petemakan melalui model kemitraan, diawali dengan GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No.IV/MPRl1999, dimana dalam GBHN tersebut dijelaskan bahwa pembangunan lebih difokuskan pada agribisnis rakyat yang dapat menimbulkan inisiatif dunia usaha untuk membangun agribisnis dan membangun infrastruktur agribisnis nasional. Selain itu berdasarkan pada Visi dan Misi Provinsi Riau, yang berkeinginan untuk menjadi provinsi paling maju di Indonesia, sekaligus menjadi pusat perekonomian dan pusat budaya melayu di Asia Tenggara pada tahun 2020, dengan "Lima Pilar Pembangunan". Untuk mewujudkan hal tersebut salah satunya dengan membangkitkan ekonomi berbasis ekonomi kerakyatan yang ditujukan bagi usaha kecil dan menengah (UKM).

Rakorbang Provinsi Riau bidang petemakan, tahun 2000 menyimpulkan bahwa kecilnya produksi hasil petemakan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) masih lemahnya sumberdaya manusia pengelola petemakan, 2) pemanfaatan sumberdaya alam yang masih belum optimal, 3) skala usaha yang relatif masih kecil, 4) penyediaan dan mutu bibit yang terbatas, 5) penerapan teknologi yang rendah, 6) keterbatasan modal, dan 7) lemahnya sistem pemasaran. Untuk mengatasi masalah tersebut, rakorbang juga memutuskan beberapa strategi pemecahan masalah yang dituangkan dalam "6 Pilihan Strategi Pembangunan

,oetemakan Daerah Riau". Strategi tersebut adalah; 1) Pengembangan wilayah berdasarkan komoditas temak unggulan, 2) Pengembangan kelembagaan petani petemak, 3) Peningkatan usaha dan industri petemakan, 4) Optimalisasi

(45)

pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan terhadap sumberdaya alam lokal, 5) Pengembangan kemitraan yang luas dan saling menguntungkan, dan 6) Mengembangkan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.

Sebagai kebijakan pemerintah untuk pengembangan semua sub sektor pertanian ditetapkanlah model kemitraan. Pada dasamya diantara tujuan pembangunan petemakan dengan model kemitraan ini adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, meningkatkan produksi dan ekspor komoditi non migas, serta mempercepat alih teknologi budidaya manajemen' peternakan dari inti ke plasma. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya tiga hal penting yang terkandung dalam konsep model kemitraan, yaitu (i) prinsip bahwa yar1g kuat (perusahaan inti) membantu pihak yang lemah (peternak plasma) dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas sumberdaya, modal dan tensgalkeahlian dalam menerapkan teknologi budidaya dan manajemen secara optimal; (ii) merupakan unit ekonomi yang utuh dan berkesinambungan, baik inti maupun plasma harus merupakan satu kesatuan usaha yang tidak dapat dipisahkan; dan (iii) inti dan plasma saling membutuhkan dan menguntungkan.

Keppres Nomor 50/1981 yang dikeluarkan pemerintah pada tahun 1981, mengatur skala produksi untuk memacu pertumbuhan produksi ayam ras pedaging dan membuka kesempatan untuk memperluas peluang berusaha bagi peternak-petemak skala keluarga. Kebijakan ini diperkuat dengan dikenalkannya model PIR unggas melalui SK Menteri Pertanian Nomor TN.330/KPTS/5/1984.

Pada tahun 1990 pemerintah mengeluarkan Keppres Nomor 22/1990, sebagai pengganti Keppres No. 50/1981. Dalam kebijaksanaan baru, peternakan skala kecil dikembangkan untuk meiakukan ke~asama sistem kemitraan dengan perusahaan besar (Deptan 1996). lsi Keppres tersebut diantaranya adalah

(46)

membagi petemakan ayam ras menjadi dua kategori, yakni petemakan rakyat dan perusahaan petemakan. Lahimya Kepres Nomor 22/90 membangkitkan kegairahan usaha petemakan ayam ras. Kalau semula usaha ayam ras hanya dikelola oleh para petemak, maka setelah Keppres tersebut bermunculan perusahaan petemakan dalam kegiatan kemitraan usaha.

Di Kota Pekanbaru terdapat empat model model kemitraan petemakan ayam ras pedaging yaitu model kemitraan Pokphand, model kemitraan RTI, model kemitraan Confeed dan model kemitraan Makmur Jaya. Keempat model ini masing-masingnya mempunyai dasar usaha yang berbeda-beda namun masih sejalan dengan usaha petemakan ayam ras pedaging. Setiap model kemitraan yang ada di Pekanbaru, berkeinginan untuk mendapatkan petemak plasma sebanyak-banyaknya dengan memberikan berbagai insentif sehingga pendapatan menjadi tinggi ditambah variasi bonus pemeliharaan dan manajemen sehinggga bagi petemak akan menjadi pertimbangan tersendiri dalam menentukan pemilihan perusahaan inti. Semua permasalahan terse but terarah pad a bagaimanakah model kemitraan yang sebenamya dianggap terbaik oleh petemak untuk meningkatkan kesejahteraannya.

(47)

Peraturan Pemerintah di

Bidang Peternakan Visi dan Misi Riau 2020

1. Kepres No.50/1981 2. SK.Mentan

No. TN330/KPTS/5/1984

3. Kepres No.22/1990 Rakorbang Provinsi Riau

4. Tap.MPR Tahun 2000 Bidang

No.IV/MPRl1999 Peternakan

6 Pili han Strategi Pembangunan

~ Peternakan Daerah Riau

Pengembangan Kemitraan Yang Luas dan Saling Menguntungkan

~

4 Model Kemitraan

a. Charoen Pokphand b. Confeed

c. RTI d. Makmur Jaya

~

~

~

Sistem Pengadaan

I

Sistem Pemasaran

I

Pendapatan Peternak

Sapronak dan Perusahaan

I

Logical Framework Approach

J

~

Perumusan Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras pedaging melalui Kemitraan di Kota Pekanbaru

~

~

Pemenuhan Kebutuhan Daging Kesejahteraan Peternak

Ayam di Kota Pekanbaru Ayam Ras Pedaging

~

Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan

r---J

Gambar 2. Bagan Alir Kerangka Pikir Strategi Pengembangan Petemakan Ayam Ras Pedaging Melalui Model Kemitraar. di Kota Pekanbaru

(48)

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian

Penelitian ini dilaksanakan di kota Pekanbaru. Lokasi ini dipilih dengan alasan pada daerah inilah sentra produksi temak ayam ras pedaging. Pada penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah usaha petemakan ayam ras pedaging yang mengimplementasikan model kemitraan. Ada 4 model kemitraan yang diteliti, yaitu:

1. Model kemitraan Charoen Pokphand 2. Model kemitraan RTI

3. Model kemitraan Confeed 4. Model kemitraan Makmur Jaya

Penelitian ini berlangsung selama lima bulan, terhitung mulai bulan Januari 2005 sampai dengan Mei 2005 dengan rangkaian kegiatan: turun kelapangan, analisis data dan penulisan.

3.3. Metode PeneliHan

3.3.1. Sasaran Penelitian dan teknik Sampling

Sasaran dari kajian ini adalah usaha petemakan ayam ras pedaging yang terlibat sebagai inti dan plasma dari model kemitraan petemak ras pedaging di kota Pekanbaru. Munurut hasil observasi pendahuluan diketahui 4 perusahaan inti dengan 86 plasma peternak ras pedaging.

Untuk perusahaan inti diambil seluruhnya menjadi objek penelitian. Sedangkan untuk petemak plasma diambil sampel dengan prosedur sebagai berikut.

Gambar

Tabel  Halaman  1.  Populasi Dari Sam pel Penelitian............................................................
Gambar 1.  Konsep Pengembangan Model Inti Rakyat
Gambar 2.  Bagan  Alir  Kerangka  Pikir  Strategi  Pengembangan  Petemakan  Ayam Ras Pedaging Melalui Model Kemitraar
Tabel 1.  Populasi Dari Sampel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usaha spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas

“...konsep tindakan komunikatif diperkenalkan melalui jalan bahwa tindakan-tindakan demi mencapai pemahaman, yang mana secara teleologis tersusun rencana-rencana dari tindakan

Berdasarkan Tabel 3 tersebut, penilaian kefektifitasan dari jalur evakuasi tsunami yang terdapat di daerah Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi ditinjau berdasarkan waktu tempuh

Penelitian yang dilakukan peneliti sekarang adalah “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Treffinger Berbantuan LKS dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar

[r]

Kunci dan pembahasan soal ini bisa dilihat di www.zenius.net dengan memasukkan kode 944 ke menu search.. Copyright © 2012

Namun dalam kenyataannya pihak Kelurahan masih belum sepenuhnya mengerti dengan jelas breakdown yang seperti apa yang dimaksudkan oleh Dinas Pasar.Batas kewenangan

Pasal 16 ayat (1) huruf l dan Pasal 16 ayat (7) dan (8) termasuk ke dalam cacat bentuk akta notaris, sebab pembacaan akta oleh notaris di hadapan para pihak dan saksi adalah