• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENYELESAIKAN PEMBAGIAN PECAHAN TANPA ALGORITMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENYELESAIKAN PEMBAGIAN PECAHAN TANPA ALGORITMA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MENYELESAIKAN PEMBAGIAN PECAHAN

TANPA ALGORITMA

SEPTY SARI YUKANS1, ZULKARDI2, YUSUF HARTONO3

1

Universitas Sriwijaya, septyukans@yahoo.com 2

Universitas Sriwijaya, zulkardi@yahoo.com 3

Universitas Sriwijaya, y.hartono@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini merupakan bagian dari sebuah design study pada topik pembagian pecahan di kelas 5 sekolah dasar yang bertujuan untuk mengetahui strategi siswa dalam menyelesaikan soal pembagian pecahan tipe measurement division yang dikaitkan dengan kegiatan mengukur dan membagi-bagi pita. Siswa yang baru pertama kali belajar pembagian pecahan dan belum diperkenalkan dengan algoritma pembagian pecahan ternyata memiliki strategi-strategi baru untuk menyelesaikan soal pembagian pecahan yang diberikan.

Kata Kunci: pembagian pecahan, measurement division, algoritma pembagian pecahan,

PMRI, soal kontekstual 1. Pendahuluan

Pembagian pecahan merupakan salah satu materi aritmatika yang sulit dipahami siswa sekolah dasar. Pembagian pecahan selalu disertai dengan sebuah algoritma pembagian, yang biasa digunakan siswa dengan cara mengalikan bilangan yang dibagi dengan bentuk kebalikan dari bilangan pembagi. Menurut Tirosh [1], salah satu kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal pembagian pecahan adalah kesalahan penggunaan algoritma. Kesalahan tersebut muncul karena algoritma hanya dilihat sebagai sekumpulan langkah-langkah yang tidak bermakna bagi siswa. Siswa tidak mengetahui mengapa mereka harus membalik bentuk pecahan pembagi lalu mengalikannya dengan pecahan yang dibagi.

Banyak sekali kesalahan siswa dalam menggunakan algoritma pembagian. Misalnya, siswa hanya membagi pembilang pada pecahan yang dibagi dengan pembilang pada pecahan pembagi, dan juga membagi kedua penyebutnya, atau mengalikan pecahan yang dibagi dengan pecahan pembagi tanpa mengubah pecahan pembagi ke dalam bentuk inverse-nya. Oleh karena itu, mengajarkan materi pembagian pecahan sebaiknya tidak semata-mata dengan memberikan siswa sekumpulan algoritma untuk diingat lalu digunakan, melainkan dengan memberikan siswa kesempatan untuk memahami dan menemukan sendiri strategi penyelesaian soal. Dengan demikian, siswa akan lebih mengingat strategi yang mereka temukan sendiri, sehingga kesalahan-kesalahan dalam mengerjakan soal-soal pembagian pecahan dapat dihindari.

Di Indonesia, siswa sekolah dasar mulai belajar mengenal pecahan sejak kelas 3. Mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, di kelas 4

(2)

sekolah dasar siswa telah belajar operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan pembilang yang sama. Kemudian di kelas 5 sekolah dasar, siswa belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan pembilang berbeda, dan juga perkalian dan pembagian pecahan. Di beberapa sekolah dasar di Indonesia, kegiatan pembelajaran cenderung bersifat mekanistik, dimana siswa dituntut untuk mengingat dan menggunakan algoritma perkalian dan pembagian pecahan. Terlebih pada topik pembagian pecahan, siswa seringkali tidak diberi kesempatan untuk memahami berbagai masalah pembagian melibatkan pecahan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, apalagi untuk bereksplorasi dan menemukan sendiri strategi penyelesaian masalah berkaitan dengan pembagian pecahan.

Kurangnya kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk bereksplorasi dan ‘bermain-main’ lebih banyak sambil menyelesaikan berbagai permasalahan yang diambil dari kehidupan sehari-hari mengakibatkan siswa hanya bisa mengerjakan soal pembagian pecahan dengan satu cara saja, sebagian besar menggunakan algoritma pembagian. Mengingat pentingnya memahami materi pembagian pecahan, siswa perlu berlatih soal-soal kontekstual yang dapat memotivasi siswa untuk berpikir kreatif dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Penelitian ini merupakan bagian dari sebuah design study di kelas 5 SD yang bertujuan untuk mengembangkan materi pembagian pecahan, khususnya tentang hubungan berkebalikan antara perkalian dan pembagian pecahan, serta mengamati perkembangan siswa dalam menemukan hubungan kedua operasi hitung tersebut. Dalam makalah ini, soal-soal kontekstual berkaitan dengan kegiatan pengukuran yang melibatkan aktivitas membagi dengan pecahan dikembangkan untuk kemudian diujikan kepada siswa. Tujuan dari pemberian soal kontekstual tersebut adalah untuk memotivasi siswa dalam menemukan berbagai strategi pemecahan masalah yang berkaitan dengan pembagian pecahan.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Dua Tipe Pembagian Pecahan

Seperti halnya pembagian pada bilangan bulat, pembagian pecahan juga terbagi menjadi dua tipe pembagian, yaitu measurement division, atau membagi dengan mengukur, dan partitive division, atau membagi dengan membuat beberapa partisi, seperti diungkapkan Zaleta [2]. Dalam pembagian tipe measurement division, total keseluruhan yang dibagi dan ukuran masing-masing bagian diberikan, sementara dalam pembagian tipe partitive division, total keseluruhan yang dibagi dan banyaknya bagian diberikan. Dalam tipe pembagian yang pertama, banyaknya bagian yang dibentuk ditanyakan dan dalam tipe pembagian kedua, ukuran masing-masing bagian ditanyakan.

Perbedaan dua tipe pembagian tersebut dapat diilustrasikan dalam soal pembagian pada bilangan bulat sebagai berikut.

2.1.1 Pembagian tipe measurement division

(3)

Sebelum membagi-bagi permennya, Dian mengemas permen tersebut sehingga terlihat lebih menarik. Setiap 4 permen dibungkus ke dalam satu bungkus plastik kecil. Berapa banyak bungkusan plastik yang diperlukan Dian untuk membungkus semua permennya?

2.1.2 Pembagian tipe partitive division

Dian memiliki 20 permen yang akan dibagikan kepada beberapa temannya. Sebelum membagi-bagi permennya, Dian mengemas permen tersebut sehingga terlihat lebih menarik. Dian memiliki 5 bungkus plastik kecil, dan memasukkan semua permennya ke dalam bungkusan plastik tersebut, sehingga masing-masing bungkusan memiliki jumlah permen yang sama. Berapakah banyaknya permen dalam setiap bungkus plastik?

Terlihat dalam soal pembagian yang pertama, jumlah permen total dan ukuran masing-masing bagian (banyaknya permen dalam masing-masing bungkusan) diketahui, sementara banyaknya bagian (banyaknya bungkusan plastik yang diperlukan) ditanyakan. Sedangkan dalam soal pembagian yang kedua, total dan banyaknya bagian diketahui, sementara ukuran masing-masing bagian ditanyakan. Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang dua tipe pembagian tersebut menemukan bahwa dalam menyelesaikan dua tipe pembagian tersebut, siswa memiliki strategi yang berbeda-beda. Untuk menyelesaikan soal pembagian yang pertama, siswa cenderung membuat beberapa grup berukuran ukuran bagian yang diketahui. Mereka mengelompokkan setiap 4 permen hingga seluruh permen habis dikelompokkan. Sedangkan untuk menyelesaikan soal pembagian yang kedua, siswa cenderung mendistribusikan seluruh total permen ke dalam bungkusan plastik yang tersedia satu-persatu hingga seluruh permen terbagi rata.

Beberapa penelitian yang mengujikan soal-soal pembagian pecahan tipe measurement division juga menemukan kecenderungan siswa membuat grup-grup berukuran sama (ukuran bagian yang diketahui) hingga tercapai ukuran total yang dibagi. Kecenderungan ini memunculkan penggunaan strategi penjumlahan berulang untuk menyelesaikan soal tipe measurement division. Berbagai strategi penyelesaian masalah mungkin muncul saat siswa menyelesaikan soal-soal tersebut. Soal yang dapat memunculkan berbagai variasi strategi pemecahan masalah baik digunakan di awal kegiatan pembelajaran, dibandingkan dengan soal-soal yang lebih abstrak, karena siswa jadi lebih kreatif menemukan strategi-strategi baru untuk menyelesaikan soal yang diberikan.

2.2 Pengembangan Soal-Soal Kontekstual untuk Pembagian Pecahan

Penelitian ini merupakan bagian dari sebuah design study pada topik pembagian pecahan di kelas 5 sekolah dasar. Soal-soal dan kegiatan pembelajaran di kelas didesain dengan memperhatikan beberapa ketentuan dalam Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

PMRI memiliki lima karakteristik yang membedakannya dengan berbagai pendekatan pembelajaran lainnya. Kelima karakteristik PMRI tersebut diadaptasi

(4)

dari lima tenets Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda. Seperti terdapat dalam Zulkardi [3], kelima karakteristik tersebut adalah: (1) penggunaan konteks; (2) penggunaan model; (3) melibatkan produksi siswa; (4) adanya interaksi dalam pembelajaran; dan (5) adanya keterkaitan antar konsep. Dalam penelitian ini, soal pembagian pecahan tipe measurement division yang melibatkan kegiatan pengukuran dikembangkan. Tugas siswa adalah mencari banyaknya potongan pita yang dibentuk dari sebuah pita yang panjang total dan panjang masing-masing potongan pita diketahui. Siswa diperbolehkan menyelesaikan soal yang diberikan dengan menggunakan strategi mereka masing-masing. Siswa kelas 5 sekolah dasar yang pada saat diberikan soal belum pernah diajarkan algoritma pembagian pecahan di kelas ternyata memiliki berbagai macam strategi untuk menyelesaikan soal tersebut.

Berikut ini adalah soal yang berjudul Suvenir untuk Hari Kartini yang diberikan kepada siswa kelas 5 sekolah dasar di awal kegiatan pembelajaran pembagian pecahan.

Suvenir untuk Hari Kartini

Masyarakat sekitar Pakjo sedang bekerja sama untuk mempersiapkan perayaan Hari Kartini yang akan diselenggarakan pada tanggal 21 April nanti. Mereka mempersiapkan beberapa suvenir untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat yang akan datang meramaikan perayaan Hari Kartini. Suvenir-suvenir tersebut terbuat dari beberapa pita warna-warni dengan panjang yang bervariasi.

Tugas kalian adalah membantu panitia pelaksana perayaan Hari Kartini untuk menentukan berapa banyak potongan-potongan pita yang dapat dibuat dari beberapa pita yang panjangnya telah diketahui. Setelah menentukan berapa banyak potongan pita yang dapat dibuat, lengkapilah tabel yang ada di halaman selanjutnya, lalu ilustrasikan bagaimana kalian menemukan banyak potongan pitanya! Pita Merah Panjang potongan pita Banyaknya potongan pita Ilustrasi 1 meter meter 1 meter meter 1 meter meter 1 meter meter Pita Hijau Panjang potongan pita Banyaknya potongan pita Ilustrasi 2 meter meter 2 meter meter 2 meter meter

(5)

2 meter meter 2 meter meter 2 meter meter Pita Orange Panjang potongan pita Banyaknya potongan pita Ilustrasi 3 meter meter 3 meter meter 3 meter meter 3 meter meter 3 meter meter 3 meter meter 3. Hasil

Soal Suvenir untuk Hari Kartini tersebut diujikan kepada 26 siswa kelas 5 sekolah dasar di salah satu sekolah Islam negeri di Palembang. Ternyata ditemukan berbagai variasi jawaban siswa, dilihat dari strategi yang mereka gunakan untuk menjawab soal.

3.1 Mengukur dengan Menggunakan Objek yang Sebenarnya

Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa difasilitasi dengan beberapa alat dan bahan yang mungkin dibutuhkan selama proses penyelesaian soal, seperti pita, gunting, alat ukur panjang (dalam centimeter), penggaris, dan marker. Beberapa siswa memilih menggunakan alat-alat yang diberikan untuk menyelesaikan soal. Mereka mengukur dan membagi-bagi pita yang sebenarnya. Siswa yang menggunakan pita mengonversi panjang pita dari meter menjadi centimeter terlebih dahulu. Pengetahuan tentang konversi satuan ini telah dipelajari siswa di kelas sebelumnya, sehingga sebagian siswa tidak mengalami kesulitan.

Untuk menentukan banyaknya potongan pita yang dapat dibentuk dari 1 meter pita jika panjang masing-masing potongannya meter, sebelum mengukur pita dengan alat ukur, terjadi perdebatan antar siswa dalam grup.

3.2 Membagi dan Mengali dengan Bilangan Bulat

Untuk menyelesaikan soal Suvenir untuk Hari Kartini, beberapa siswa mengonversi panjang yang diberikan dari meter menjadi centimeter. Mereka yang tidak memerlukan pita dan alat ukur panjang mampu menyelesaikan soal tersebut dengan mengali atau membagi dengan bilangan bulat. Setelah mengonversi

(6)

panjang total pita dan panjang tiap-tiap ukuran pita ke dalam centimeter, siswa mendapati bahwa mereka memiliki dua buah bilangan bulat (untuk beberapa pecahan dalam meter yang bila dikonversi ke dalam centimeter menghasilkan sebuah bilangan bulat). Siswa lalu membagikan panjang total pita yang telah dikonversi dengan panjang masing-masing pita yang telah dikonversi untuk menemukan banyaknya potongan pita yang dapat dibentuk. Cara lain, dengan perkalian siswa mencari sebuah bilangan bulat yang jika dikalikan dengan panjang satu potongan pita akan dengan tepat menghasilkan total panjang pita.

3.3 Memodelkan

Beberapa siswa yang pada mulanya menggunakan pita dan alat ukur untuk menentukan banyak potongan pita merasa tidak praktis jika terus-menerus menggunakan kedua alat tersebut. Mereka membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan soal jika panjang total pita yang dibagi menjadi lebih panjang. Beberapa siswa lalu mengilustrasikan bagaimana mereka menentukan banyaknya potongan pita dengan permodelan, yakni dengan membuat gambar yang mewakili panjang total pita dan bagaimana mereka membagi-bagi pita tersebut ke dalam beberapa potongan yang ukurannya telah diberikan.

Siswa cenderung membagi tiap meter pita pada gambar menjadi beberapa bagian sesuai dengan penyebut pecahan yang menyatakan panjang tiap-tiap potongannya. Seperti pada gambar, siswa akan menentukan banyaknya potongan pita sepanjang meter dari sebuah pita sepanjang 2 meter. Siswa membagi tiap meter pita pada gambar menjadi lima bagian, lalu mengarsir tiap 2 bagiannya untuk menyatakan panjang meter. Hingga seluruh 2-meter pita, siswa menemukan bahwa terdapat lima buah meter, yang berarti bahwa terdapat 5 buah potongan pita yang terbentuk.

3.4 Menggunakan Penjumlahan Berulang dan Perkalian Pecahan

Strategi lain yang digunakan siswa dalam menyelesaikan soal Suvenir untuk Hari Kartini adalah dengan menggunakan penjumlahan berulang dan perkalian pecahan. Dalam menggunakan penjumlahan berulang, siswa menjumlahkan pecahan yang menyatakan panjang masing-masing potongan pita berulang kali sehingga didapat panjang keseluruhan pita. Seperti pada gambar di bawah ini, siswa menentukan banyaknya potongan pita sepanjang meter yang dibentuk dari 2 meter pita.

(7)

Siswa menyadari bahwa mereka menjumlahkan berulang kali sebanyak 6 kali untuk memperoleh hasil 2. Dengan demikian, siswa menyimpulkan bahwa mereka dapat juga menuliskan dengan cara lain yang lebih efisien, yakni dengan menggunakan perkalian pecahan.

Dari soal pembagian pecahan Suvenir untuk Hari Kartini tersebut, berbagai strategi penyelesaian soal muncul. Soal yang diberikan juga dikemas sehingga siswa mampu memahami soal dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Soal tidak semata-mata diberikan sehingga hanya memungkinkan untuk diselesaikan dengan menggunakan algoritma pembagian pecahan, seperti soal-soal pembagian pecahan yang hanya melibatkan angka-angka. Jika diumpamakan dalam sebuah gunung es, kegiatan pembelajaran di Indonesia, khususnya pada materi pembagian pecahan, masih dominan melihat bagian gunung es yang muncul di permukaannya saja. Padahal sebenarnya masih terdapat bagian gunung yang besar sekali di bawah permukaan air laut.

Dalam sebuah ilustrasi gunung es pada materi pembagian pecahan, jika algoritma pembagian pecahan diibaratkan sebagai bagian puncak dari gunung es yang terlihat di permukaan, maka beberapa strategi penyelesaian soal seperti yang ditemukan siswa dalam menyelesaikan soal Suvenir untuk Hari Kartini tersebut dapat diibaratkan sebagai bagian badan gunung es yang tidak terlihat di permukaan, yang sebenarnya berperan penting dalam menyokong gunung es tersebut.

(8)

Daftar Pustaka

[1] Tirosh, Dina. Enhancing prospective teachers’ knowledge of children’s conceptions: the case of division of fractions. Journal of Research in Mathematics Education Vol. 31, No. 1, 5 – 25, 2000.

[2] Zaleta, C. Invented strategies for division of fractions. Proceedings of the 28th annual meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. Mexico: Universidad Pedagogica National, 2006.

[3] Zulkardi. Developing a rich learning environment on RME for student teachers in Indonesia. Retrieved January 27, 2012, from

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada sebagian penderita kanker payudara yang dalam kondisi setelah mastectomy dan munculnya kembali kanker payudara

Setelah arsitektur bisnis, informasi, aplikasi, teknologi, dan organisasi dirancang, aspek lain yang baik untuk dipikirkan adalah model tata kelola sistem informasinya –

It was found that operating a conventional CI engine on dual fuel mode with biogas flow rate up to 8 L/min improve brake thermal efficiency at high load.. The

mengetahui bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam cerpen “Perempuan dengan Banyak Nama” karya Christine Refina....

Program yang saat ini sedang berjalan pada Dinas Kesehatan Kota Tangerang bertujuan mendata rumah masyarakat terutama di Daerah Kota Tangerang, Dinas Kesehatan

TERTULIS DARI JURUSAN ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO UNTUK KEPERLUAN DILUAR TUGAS INI TANPA PERSETUJUAN BAIK SEBAGIAN MAUPUN SELURUHNYA DALAM BENTUK APAPUN DOKUMEN INI TIDAK

Para fuqaha lain yang berpendapat bahwa transaksi kartu kredit merupakan qardh beralasan bahwa dalam hal ini issuer adalah pemberi pin ja man ( muqridh ) kepada card

Hal ini menunjukkan bahwa setelah model pembelajaran kreatif dan produktif diterapkan dalam pembelajaran maka prestasi belajar siswa mengalami peningkatan yang dapat dilihat dari