• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2014"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA

PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2014

Yuliarti

Akademi Kebidanan Manna

Abstrak: Dampak gizi buruk apabila tidak diatasi akan menyebabkan infeksi kronis dan kematian. Data Dinas Kesehatan Bengkulu Selatan Tahun 2014 terdapat 11 kasus balita yang menderita gizi buruk (berdasarkan Indeks BB/TB). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran karakteristik orang tua anak balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 06 Juli 2015 di Kabupaten Bengkulu Selatan. Populasi dari penelitian adalah keluarga yang mempunyai balita Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014 berjumlah 11 balita. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar umur ayah (90,9%) dan ibu (72,7%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan lebih dari 35 tahun. Seluruh ayah (100%) dan ibu (81,8%) berpendidikan rendah (SD, SMP). Pekerjaan ayah terbanyak yaitu tani (63,6%) dan pekerjaan ibu terbanyak yaitu Ibu Rumah Tangga (54,5%). Pendapatan ayah (81,8%) dan ibu (90,9%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan yaitu merupakan pendapatan rendah/ dibawah UMR. Jumlah anggota keluarga terbanyak yaitu pada keluarga yang berjumlah 5 orang sebanyak 5 keluarga (45,5%). Simpulannya bahwa karakteristik orang tua balita penderita gizi buruk berada pada umur lebih dari 35 tahun, berpendidikan rendah (SD, SMP), bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga dengan pendapatan kurang dari Rp.1.350.000 per bulan atau di bawah UMR dan jumlah anggota keluarga 5 orang terdiri dari (ayah, ibu dan 3 orang anak)

Kata Kunci : Karakteristik Orang Tua, Gizi Buruk PENDAHULUAN

Laporan dari UNICEF (United

Nations Children’s Fund),WHO

(World Health Organization), dan Bank Dunia menyebutkan bahwa pada tahun 2012 sekitar 6,6 juta anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun. Penyebab utama kematian tersebut adalah masalah gizi,

prematuritas, asfiksia, diare, pneumonia dan malaria. Sekitar 45% karena kekurangan gizi dan Indonesia termasuk diantara 36 negara di dunia yang memberi 90% kontribusi masalah gizi dunia. UNICEF melaporkan Indonesia berada di peringkat kelima dunia untuk negara dengan jumlah anak

(2)

 

yang terhambat pertumbuhannya paling besar dengan perkiraan sebanyak 7,7 juta balita.

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah

severely underweight. Terdapat 3

jenis gizi buruk yang sering dijumpai yaitu kwashiorkor, marasmus dan gabungan dari keduanya marasmiks-kwashiorkor (Novitasari, 2012).

Penyebab seorang balita sangat tinggi resikonya untuk menderita gizi buruk, yaitu anak yang lahir dengan BBLR (kurang dari 2,5 kg), anak yang lahir kembar, anak yang lahir di atas urutan nomor tiga, anak yang kakaknya meninggal sebelum mencapai usia 12 bulan, anak yang kehilangan ibu atau kedua orang tuanya (kematian/perceraian), anak yang mempunyai kedua orang tua yang buta huruf, anak dari keluarga yang sangat miskin, dan anak dari keluarga yang baru menempati lokasi pemukiman baru (Banudi, 2013).

Akibat dari seorang anak menderita gizi kurang akan terlihat berpenampilan lebih pendek dari anak

yang lain yang seumuran dengannya, memiliki berat badan lebih rendah menurut umurnya, memiliki daya tahan tubuh yang kurang dan rentan terhadap penyakit, mengalami gangguan perkembangan otak sehingga mempengaruhi tingkat kecerdasannya (Mitayani dan Sartika, 2010).

Kejadian gizi buruk apabila tidak diatasi akan menyebabkan dampak yang buruk bagi balita.Dampak yang terjadi antara lain kematian dan infeksi kronis.Deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk) dapat dilakukan dengan pemeriksaan BB/U untuk memantau berat badan anak. Selain itupamantauan tumbuh kembang anak dapat juga menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) (Novitasari, 2012).

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), tahun 2013 terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang. Sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih. angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %), 11 

(3)

prevalensi kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat meningkat. Balita kekurangan gizi tahun 2010 terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi buruk. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai sasaran MDG’s tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 % dalam periode 2013 sampai 2015 (Kemenkes RI, 2013).

Pada tahun 2013, di Provinsi Bengkulu dari 163.658 balita yang ada ditimbang sebanyak 108.861 jumlah balita, yang mengalami gizi buruk sebanyak 113 (0,1%), D/S 66%, dan BGM 1.056 (1%). Sedangkan balita gizi buruk yang mendapat perawatan sebanyak 113 (100%).). Pada tahun 2013, di Provinsi Bengkulu dari 163.658 balita yang ada ditimbang sebanyak 108.861 jumlah balita, yang mengalami gizi buruk sebanyak 113 (0,1%), D/S 66%, dan BGM 1.056 (1%). Sedangkan balita gizi buruk yang mendapat perawatan sebanyak

113 (100%) (Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2013).

Menurut Data Dinas Kesehatan Bengkulu Selatan tahun 2014 yang terdiri dari 14 puskesmas (berdasarkan Indeks BB/TB) terdapat 11 kasus balita yang menderita gizi buruk di 10 puskesmas yaitu terdiri dari puskesmas Tungkal 1 orang, puskesmas Lubuk Tapi 1 orang, puskesmas Anggut 1 orang, puskesmas Kota Manna 1 orang, puskesmas M. Thaha 1 orang, puskesmas Pasar Manna 1 orang, puskesmas Kayu Kunyit 1 orang, puskesmas Kedurang 1 orang, puskesmas Sulau 1 orang, puskesmas Seginim 2 orang. 11 balita yang menderita gizi buruk tersebut semuanya mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dari Dinas Kesehatan. Dan ada 4 puskesmas yang tidak memiliki kasus gizi buruk pada balita yaitu puskesmas Pagar Gading, puskesmas Masat, puskesmas Talang Randai, puskesmas Palak Bengkerung (Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan, 2014).

Dari latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti

(4)

 

tentang “Gambaran karakteristik keluarga balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2014”

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 06 Juli 2015, dilaksanakan di Kabupaten Bengkulu Selatan

Populasi dari penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai balita Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014 berjumlah 11 balita. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu sebanyak 11 balita.

Data yang dipakai didalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara pengisian checklist, sedangkan data sekunder didapat dari hasil data jumlah orang tua anak balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014. Setelah data diolah dilakukan analisis secara deskriptif dengan menggunakan perhitungan persentase (%).

HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik Keluarga Balita Penderita Gizi Buruk

a. Umur

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur Orang Tua Balita

Penderita Gizi Buruk

Umur Ayah Ibu

F % F %

< 20 tahun 0 0 0 0 20-35 tahun 1 9,1 3 27,3

> 35 tahun 10 90,9 8 72,7

Jumlah 11 100 11 100

Sesuai dengan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa frekuensi responden terbanyak yaitu pada kelompok umur ayah lebih dari 35 tahun sebanyak 10 orang (90,9%). Sama halnya pada kelompok umur ibu terbanyak yaitu pada kelompok umur lebih dari 35 tahun sebanyak 8 orang (72,7%). b. Pendidikan

Tabel 2 Pendidikan Orang Tua Balita Penderita Gizi Buruk

Pendidikan Ayah Ibu

F % F % Dasar (SD, SMP) 11 100 9 81,8 Menengah (SMA) 0 0 2 18,2 Tinggi (Perguruan Tinggi) 0 0 0 0 Jumlah 11 100 11 100 13 

(5)

Sesuai dengan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh ayah (100%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan berpendidikan rendah (SD, SMP). Sama halnya pada kelompok ibu, frekuensi terbanyak yaitu pada pendidikan dasar (SD, SMP) sebanyak 9 orang (81,8%). Dan tidak ada satupun orang tua balita gizi buruk yang berpendidikan tinggi atau tamatan perguruan tinggi. c. Jenis Pekerjaan

Tabel 4.3 Jenis Pekerjaan Orang Tua Balita Penderita Gizi Buruk

Pekerjaan Ayah Ibu

F % F % Tani 7 63,6 4 36,4 Swasta 4 36,4 1 9,1 Tidak bekerja/ IRT 0 0 6 54,5 Jumlah 11 100 11 100

Sesuai dengan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa frekuensi jenis pekerjaan ayah terbanyak yaitu pada kelompok pekerjaan tani sebanyak 7 orang (63,6%). Sedangkan pada kelompok ibu frekuensi

pekerjaan terbanyak yaitu Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 6 orang (54,5%). Pada dasarnya kelompok pekerjaan ibu rumah tangga belum dapat dikategorikan pekerjaan. Hal ini hanya sebagai penafsiran bahwa ibu tersebut tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak bekerja di luar rumah sehingga tidak menghasilkan pendapatan. Biasanya tugas ibu rumah tangga hanya sebatas mengurus rumah tangga.

d. Pendapatan

Tabel 4.4 Pendapatan Orang Tua Balita Penderita Gizi Buruk

Pendapatan Ayah Ibu

F % F % Rendah <Rp.1.350.000 9 81,8 10 90,9 Tinggi >Rp.1.350.000 2 18,2 1 9,1 Jumlah 11 100 11 100

Sesuai dengan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa frekuensi pendapatan ayah terbanyak yaitu pada kelompok pendapatan rendah sebanyak 9 orang (81,8%). Demikian juga pada kelompok ibu frekuensi pendapatn terbanyak yaitu

(6)

 

pendapatan rendah sebanyak 10 orang (90,9%).

e. Jumlah Anggota Keluarga Tabel 4.5 Jumlah Anggota Keluarga

Balita Penderita Gizi Buruk

Jumlah Anggota Keluarga F % 4 orang 3 27,3 5 orang 5 45,5 6 orang 3 27,3 Jumlah 11 100

Sesuai dengan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa frekuensi jumlah anggota keluarga terbanyak yaitu pada keluarga yang berjumlah 5 orang sebanyak 5 keluarga (45,5%).

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar umur orang tua baik ayah maupun ibu balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014 termasuk pada kelompok umur lebih dari 35 tahun. Tingkatan umur merupakan salah satu penentu dari kondisi kesehatan balita. Sesuai dengan pendapat Hardinsyah dan Martianto (2007) bahwa kemampuan pemilihan makanan ibu rumah tangga

muda akan berbeda dengan kemampuan pemilihan makanan pada ibu rumah tangga yang telah berumur lebih tua dan pola pembelian makanan cenderung lebih berpengaruh kepada orang tuanya. Umur ibu berpengaruh pada tipe pemilihan konsumsi makanan di rumah dan juga pengeluaran makanann. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Verdianawati et.all (2014) diperoleh distribusi responden menurut umur terbanyak adalah ibu berumur 21 – 29 tahun memiliki presentase gizi balita baik dan yang paling sedikit adalah ibu yang berumur > 40 tahun memiliki presentasi sedikit gizi balita baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan orang tua balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014 hanya berpendidikan dasar (SD, SMP) bahkan terdapat salah satu ibu balita yang tidak tamat sekolah. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mazarina Devi (2010) diperoleh bahwa persentase status gizi kurang lebih tinggi daripada status gizi baik diderita balita dari 15 

(7)

ayah yang tidak ber- sekolah dan berpendidikan hanya sampai tamat SD dan Sekolah Menengah Pertama. Persentase gizi kurang lebih tinggi daripada status gizi baik pada balita dari ibu yang berpendidikan hanya sampai tingkat SD dan ibu yang tidak bersekolah.

Sesuai dengan pendapat Sari dan Yuniar (2012) yang menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin rendah angka gizi buruk pada anak balita. Hal tersebut secara tidak langsung menyiratkan bahwa asupan makanan dari balita tersebut membaik seiring dengan meningkatnya pendidikan ibu karena gizi buruk terjadi saat asupan makanan dari balita berada jauh di bawah nilai standar, disamping itu pendapatan masih tetap berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang disajikan.

Sebagian besar pekerjaan ayah balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu selatan tahun 2014 merupakan petani sedangkan sebagaian besar ibu balita hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mazarina Devi (2010) menunjukan gizi kurang lebih tinggi dari pada status gizi baik diderita balita dari ayah yang bekerja sebagai petani, nelayan, buruh harian, tukang becak, tukang perahu, pengrajin/ calo/ TKI serta ayah yang tidak bekerja, tidak bersekolah, dan berpendidikan hanya tamat SD dan sekolah menengah pertama. Sedangkan balita yang memiliki ibu bekerja lebih cendrung terkena gizi buruk, namun pada penelitian ini pekerjaan ibu tidak menjadi pengaruh terhadap statuss gizi buruk balita. Hal ini dapat dilihat dari ibu balita yang hanya sebagai ibu rumah tangga.

Frekuensi pendapatan orang tua balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu selatan tahun 2014 terbanyak yaitu pada kelompok pendapatan rendah (< Rp.1.350.000 / bulan). Status ekonomi merupakan salah satu factor dasar terjadinya status gizi buruk pada balita. hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan daya beli makanan bergizi seimbang. Sejalan dengan pendapat Mazarina Devi (2010) yang menyatakan bahwa ekonomi kemiskinan dan kurang gizi

(8)

 

merupakan suatu fenomena yang saling terkait, oleh karena itu meningkatkan status gizi suatu masyarakat erat kaitannya dengan upaya peningkatan ekonomi.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan dari 11 orang balita penderita gizi buruk terdapat 5 orang balita yang tinggal dengan jumlah anggota dalam keluarga sebanyak 5 orang. Besar keluarga sangat menentukan asupan gizi yang diterima oleh setiap anggota keluarga. Dengan penghasilan dan pendapatan yang hanya pas-pasan dan ditambah jumlah anggota keluarga yang besar maka gizi yang diterima juga menjadi menipis. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Mazarina Devi 2010 yang menunjukan jumlah anggota keluarga di bawah 4 orang memiliki persentase status gizi baik lebih tinggi dari status gizi buruk. Pada keluarga dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang, status gizi kurang balita lebih tinggi dibanding dengan status gizi baik. Semakin besar jumlah anggota keluarga, semakin besar presentasi status gizi kurang yang dialami balita.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar umur ayah (90,9%) dan ibu (72,7%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan lebih dari 35 tahun.

2. Seluruh ayah (100%) dan ibu (81,8%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan berpendidikan rendah (SD, SMP). 3. Distribusi frekuensi jenis

pekerjaan ayah terbanyak yaitu pada kelompok pekerjaan tani (63,6%). Sedangkan pada kelompok ibu frekuensi pekerjaan terbanyak yaitu Ibu Rumah Tangga (54,5%).

4. Pendapatan ayah (81,8%) dan ibu (90,9%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan yaitu merupakan pendapatan rendah/ dibawah UMR.

5. Distribusi frekuensi jumlah anggota keluarga terbanyak yaitu pada keluarga yang berjumlah 5 orang (terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak) sebanyak 5 keluarga (45,5%).

(9)

Pihak Dinas Kesehatan sebaiknya dapat mencegah dan menanggulangi kejadian gizi buruk pada balita secara intensif sehingga tidak terjadi kematian balita dan juga diharapkan Dinas Kesehatan dapat melakukan penyuluhan serta promosi kesehatan yang berkaitan dengan sadar gizi masyarakat.

Orang tua yang memiliki balita diharapkan agar dapat menjaga kondisi gizi balitanya dan khususnya bagi ibu dapat mencari informasi tentang makanan yang mengandung banyak gizi dan terjangkau dengan kondisi keuangan keluarga.

RUJUKAN (Daftar Pustaka)

Banudi LA. (2013). Gizi Kesehatan

Reproduksi. Penerbit buku

kedokteran. EGC.

Dinkes Bengkulu Selatan. (2014).

Profil Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan. Bengkulu

Selatan

Dinkes Provinsi Bengkulu. (2013).

Profil Kesehatan Kabupaten Bengkulu. Bengkulu

Kemenkes RI. (2013). Profil

Kesehatan Indonesia Riset Kesehatan dasar. Jakarta.

Mazarina Devi. (2010). Analisis

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita di pedesaan. Teknologi dan

Kejuruan. Vol. 33. No. 2. September. 2010:183192. Mitayani dan Wiwi Sartika. (2010).

Buku saku Ilmu Gizi. Trans

Info Media, Jakarta.

Novitasari Dewi A. (2012).

Faktor-faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di RSUP Dr.Kariadi Semarang. Karya Tulis Ilmiah

(KTI). Program pendidikan sarjana kedokteran. Fakultas kedokteran Universitas diponegoro.

Sari P, Yuniar W. (2012). Hubungan

antara asupan makanan dan status gizi balita diwilayah kerja puskesmas Sewon 1, Bantul. Kesmas vol. 6, No.3,

September 2012 : (144-211). Verdianawati, Astuti, Nova,

Kapantow, Budi, Ratag. (2014). Hubungan antara pola

asuh ibu dengan status gizi anak usia1-3 tahun di wilayah kerja Puskesmas Walantakan Kabupaten Minahasa.

[Internet] dalam:  http://www..jurnal-publikasi-vcpa-101511296-1. Diakses pada hari Kamis 19 maret 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Populasi pada penelitian ini berjumlah 20 siswa, sampel pada pada penelitian ini berjumlah 20 siswa, teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh,

Menurut Arends (dalam Trianto 2007:61) menyatakan bahwa Think Pair- Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi

Melihat pada hal tersebut, maka dilakukan pengujian karakteristik psikometri pada subtes ZR untuk melihat apakah subtes ZR mampu menyeleksi orang yang dapat berpikir secara

Faktor lain yang berhubungan dengan keikutsertaan KB yaitu tingkat ekonomi atau pengeluaran sehingga dapat kita simpulkan bahwa Tingkat pengetahuan tidak sangat menentukan

Selain itu, pembelajaran sains juga diharapkan dapat memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan, dan apresiasi.

Untuk itu, usul yang dikemukakan untuk kebijakan program tersebut adalah; (1) Memperluas kesempatan pendidikan dengan prioritas pada pendidikan dasar, (2) Meningkatkan

Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah Ada hubungan pengetahuan dengan minat studi lanjut ke S2 Kebidanan

Pengambilan conto batubara in-situ dari singkapan atau endapan batubara yang tidak terlalu dalam dilakukan dengan p y g g.. pillar sampling atau chanel sampling dengan arah tegak