• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam sistem pengendalian persediaan pada perusahaan retail di Indonesia,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam sistem pengendalian persediaan pada perusahaan retail di Indonesia,"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1 Pengendalian Persediaan (Inventory Control) 2.1.1 Pengertian Pengendalian (Control)

Dalam sistem pengendalian persediaan pada perusahaan retail di Indonesia, istilah Inventory Control sering diartikan sebagai Manajemen Persediaan. Oleh karena itu pengendalian persediaan dapat diartikan juga sebagai manajemen persediaan.

Menurut Lewis et al (2004, p5), manajemen dirumuskan sebagai berikut.

”Management is defined as the process of administering and coordinating

resources effectively, efficiently, and in an effort to achieve the goals of the organitations.”

“Manajemen didefenisikan sebagai proses administrasi dan mengkoordinasi sumber daya-sumber daya secara efektif, efisien untuk mencapai tujuan organisasi.”

Sedangkan pengertian manajemen menurut James AF Stoner, yang dialih bahasakan oleh Handoko (2003, p8) adalah sebagai berikut.

”Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan oraganisasi yang telah ditetapkan.”

Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha aktivitas para anggota organisasi dan koordinasi sumber daya-sumber daya secara efektif dan efisien secara bersama ataupun melalui organisasi lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(2)

2.1.2 Pengertian Persediaan (Inventory)

Menurut Freddy Rangkuti (2004, p1), persediaan adalah sebagai berikut.

”Persediaan merupakan bahan-bahan, bagian yang disediakan, dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu.”

Jadi dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah bahan-bahan, bagian yang disediakan, dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan dicatat dalam bentuk buku perusahaan.

2.1.3 Fungsi dan Tujuan Persediaan

Inventory pada hakikatnya bertujuan untuk mempertahankan kontinuitas

eksistensi suatu perusahaan dengan mencari keuntungan atau laba perusahaan itu. Caranya adalah dengan memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan dengan menyediakan barang yang diminta.

Fungsi persediaan menurut Freddy Rangkuti (2004, p15) adalah sebagai berikut. 1. Fungsi Batch Stock atau Lot Size Inventory

Penyimpanan persediaan dalam jumlah besar dengan pertimbangan adanya potongan harga pada harga pembelian, efisiensi produksi karena psoses produksi yang lama, dan adanya penghematan di biaya angkutan.

(3)

2. Fungsi Decoupling

Merupakan fungsi perusahaan untuk mengadakan persediaan decouple, dengan mengadakan pengelompokan operasional secara terpisah-pisah.

3. Fungsi Antisipasi

Merupakan penyimpanan persediaan bahan yang fungsinya untuk penyelamatan jika sampai terjadi keterlambatan datangnya pesanan bahan dari pemasok atau leveransir. Tujuan utama adalah untuk menjaga proses konversi agar tetap berjalan dengan lancar.

Alasan yang kuat untuk menyediakan inventory adalah untuk hal-hal yang berhubungan dengan skala ekonomi dalam pengadaan dan produksi barang, untuk kebutuhan yang berubah-ubah dari waktu ke waktu, untuk fleksibilitas di dalam fasilitas penjadwalan distribusi barang, untuk spekulasi di dalam harga atau biaya, dan untuk ketidakpastian tentang waktu pesanan perlengkapan dan kebutuhan.

Ketika menghadapi permintaan yang berubah-ubah dari waktu ke waktu, pihak manajemen dapat melakukan pemesanan barang (inventory) selama periode permintaan yang sedikit untuk mengantisipasi periode permintaan yang tinggi. Inventory ini membuat manajemen dapat beroperasi secara tetap sepanjang musim, dan dapat menghindari biaya produksi yang berubah-ubah.

Penyediaan inventory bertujuan untuk menghadapi kondisi ketidakpastian. Permintaan barang tidak bisa diketahui secara pasti, oleh karena itu perlu diramalkan untuk meminimalisir kerugian akibat over stock atau permintaan yang melampaui ramalan, perhitungan persediaan barang harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti.

(4)

2.1.4 Tujuan Pengendalian Persediaan

Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan suatu tentu mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan pengendalian persediaan menurut Assauri (2004, p177) secara terinci dapat dinyatakan sebagai berikut.

a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

b. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar. c. Menjaga agar pembelian kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan

memperbesar biaya pemesanan.

Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan-bahan barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan. Dengan kata lain pengendalian persediaan menjamin terdapatnya persediaan pada tingkat yang optimal agar produksi dapat berjalan dengan lancar dan biaya persediaan adalah minimal.

Perencanaan inventory berhubungan dengan penentuan komposisi inventory, penentuan waktu atau penjadwalan, serta lokasi untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Pengendalian inventory meliputi pengendalian kuantitas dalam batas-batas yang telah direncanakan dan perlindungan fisik inventory.

Untuk itu perlu dilakukan evaluasi apakah sistem inventory perusahaan itu sudah sesuai dengan yang diharapkan. Pengelolahan inventory yang baik diperlukan kemahiran dan pengalaman dalam membuat sistem inventory.

(5)

2.1.5 Penggolongan Persediaan

Menurut Assauri (2004, p171), persediaan pada umumnya dapat dibedakan menjadi 5 golongan yang meliputi.

1. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Inventory).

Persediaan bahan baku yaitu persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, yang diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari pemasok atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan yang menggunakannya.

2. Persediaan Bagian Produk atau Parts yang dibeli (Purchased).

Persediaan bagian produk atau parts yaitu persediaan yang dibeli dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung dirakit dengan parts lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya.

3. Persediaan Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock)

Persediaan bahan-bahan pembantu yaitu persediaan bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

4. Persediaan Bahan Setengah Jadi (Work In Process Inventory).

Persediaan barang setengah jadi yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi. 5. Persediaan Barang Jadi (Finished Goods Inventory).

Persediaan barang jadi yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual pada pelanggan atau

(6)

perusahaan lain.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa persediaan perusahaan adalah suatu barang tersimpan yang akan dilakukan suatu tindakan lebih lanjut ataupun barang yang tersimpan dan siap untuk digunakan tetapi belum sampai pada pemegang akhir (customer).

2.2 Model Sistem Inventory Retail 2.2.1 Proses Sistem Inventory Control

Model proses sistem inventory retail meliputi kegiatan-kegiatan yang dijelaskan dalam urutan berikut ini (Roy et al.,1997).

1. Pengiriman barang dari pabrik.

2. Pengepakan dan penyimpanan produk pada gudang pusat. 3. Pengiriman barang dari gudang pusat ke toko-toko retail.

4. Pemenuhan kebutuhan pelanggan dengan mengunakan barang-barang yang ada dalam toko.

Model proses sistem inventory retail ini dapat dilihat dalam Gambar 2.1

Gambar 2.1 Diagram skematik dari sistem inventory control Sumber: Benjamin Van Roy et al, Inventory Management

(7)

Permintaan bisa terjadi setiap saat pada periode tertentu dan dapat dinilai sebagai unit permintaan pelanggan terhadap suatu produk. Apabila barang tersedia di toko maka barang tersebut akan langsung digunakan untuk memenuhi permintaan pelanggan. Namun apabila kehabisan barang dalam toko habis, maka pelanggan harus menunggu pengiriman dari gudang (jika barang tersebut tersedia di gudang).

Bagian pergudangan akan memesan unit persediaan tambahan dari pabrik dan toko akan memesan barang dari gudang. Manajer bagian pegudangan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi pesanan toko.

Proses pemesanan dari pabrik ke gudang dan dari gudang ke toko, memerlukan waktu dan biaya transportasi. Dengan ketidakpastian permintaan, maka dimungkinkan terjadi keterlambatan pemesanaan barang yang mengakibatkan kekosongan barang. Aliran barang disajikan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Ilustrasi Buffer pada sistem inventory control Sumber: Benjamin Van Roy et al,. Inventory Management, p8

Penyimpanan barang di gudang memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap biaya dan servis kepada pelanggan. Sebagai contoh, barang yang disimpan di dalam gudang mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi dibandingkan dengan menyimpan pada satu toko.

(8)

memenuhi pemesanan dari toko. Tetapi, kelebihan stok pada suatu toko tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan toko lain.

2.2.2 Arus Inventory Yang Dinamis

Seperti yang ditunjukan oleh Gambar 2.1, inventory disimpan di gudang dan di toko-toko. Gudang juga menyimpan barang untuk mengantisipasi pemesanan khusus dari toko. Dengan demikian terdapat waktu penundaan selama proses transportasi, oleh karena itu akan melibatkan sistem dynamic dengan menggunakan discrete time.

Setiap penundaan di dalam sistem inventory ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Setiap kotak melambangkan buffer dialokasikan pada waktu titik tertentu. Pergerakan dari barang-barang antar buffer disinkronkan oleh waktu per hari. Barang masuk dan keluar dari buffer dalam hitungan hari. Barisan buffer di sebelah kiri buffer gudang melambangkan penundaan transportasi barang dari pabrik ke gudang. Begitu juga buffer di samping setiap toko melambangkan penundaan pengiriman barang dari gudang menuju toko. Proses transportasi membuat barang yang terletak di dalam suatu buffer bergerak ke buffer yang di sebelah kanan dalam hitungan hari.

Barang yang dimasukan ke dalam sistem tersebut dan pergerakan barang dari suatu buffer ke buffer yang lain dikendalikan oleh keputusan dari manajer inventory.

Jumlah barang yang dipesan dibatasi oleh kapasitas produksi dan kapasitas penyimpanan di dalam gudang. Jumlah barang yang dipesan dalam suatu waktu tidak dapat melebihi batas produksi, dan total barang di gudang dan barang yang sedang dipesan tidak boleh melebihi daya tampung gudang.

Dalam jangka waktu tertentu sejumlah barang dikirim dari gudang menuju toko. Total barang di dalam toko dan barang yang sedang dipesan oleh toko tidak boleh

(9)

melebihi kapasitas penyimpanan toko.

Barang keluar dari toko berdasarkan permintaan pelanggan yang muncul di setiap toko. Dengan demikian jumlah barang yang tersedia di dalam toko itu adalah jumlah inventory di dalam toko dikurangi dengan jumlah permintaan tersebut. Apabila

inventory di dalam toko habis, maka pelanggan diminta menunggu pemesanan khusus

dari gudang. Dalam skripsi ini, untuk pelanggan yang meminta pemesanan khusus dari gudang akan diberi nilai kemungkinan (probabilitas) dan berakibat inventory di gudang akan berkurang (Roy et al., 1997).

2.2.3 Proses Permintaan

Pemodelan sistem inventory dalam skripsi ini didasarkan pada ketidakpastian permintaan pelanggan dan ketidakpastian persediaan barang. Oleh karena itu besarnya permintaan merupakan variabel bebas yang random.

2.2.4 Struktur Biaya

Semakin lama suatu barang berada di dalam sistem inventory retail, maka semakin besar biaya yang dikeluarkan. Biaya penyimpanan terjadi ketika berada dalam gudang maupun dalam toko. Dalam suatu kurun waktu, banyaknya barang di dalam suatu gudang dikalikan dengan biaya penyimpanan barang di gudang, dan banyaknya barang di dalam suatu toko dikalikan dengan biaya penyimpanan barang di toko. Hasil kali kedua variabel ini akan dijumlahkan untuk mendapatkan biaya penyimpanan.

Biaya kekurangan stok barang terjadi ketika ada permintaan dari pembeli yang tidak terpenuhi. Permintaan pembeli dapat dipenuhi oleh barang-barang yang tersedia di toko maupun di gudang (bila pembeli memilih untuk menunggu pengiriman khusus).

(10)

Setiap permintaan pembeli yang tidak dapat dipenuhi oleh barang di dalam akan menghasilkan biaya kekurangan stok barang di dalam sistem.

Biaya transportasi pada model ini adalah biaya transportasi yang terjadi karena adanya pengiriman khusus. Oleh karena itu biaya yang terjadi karena kekurangan barang lebih besar daripada biaya transportasi yang terjadi karena adanya pengiriman khusus.

2.2.5 Parameter Yang Digunakan

Parameter-parameter dalam perhitungan pengendalian barang harus diisi dengan data yang sebenarnya untuk memastikan bahwa karakteristik model tidak menyimpang jauh dengan sistem inventory retailer yang berlaku.

Parameter–parameter yang digunakan dalam sistem inventory retailer meliputi (Roy et al, 1997).

1. Jumlah toko.

2. Waktu yang digunakan untuk mengirim barang ke toko. 3. Waktu yang digunakan untuk mengirim barang ke gudang. 4. Kapasitas produksi.

5. Kapasitas gudang. 6. Kapasitas toko.

7. Kemungkinan pelanggan menunggu. 8. Biaya untuk pengiriman spesial. 9. Biaya penyimpanan gudang. 10. Biaya penyimpanan toko. 11. Permintaan rata–rata.

(11)

Parameter-parameter tersebut harus diisi dengan data yang benar agar diperoleh solusi yang tepat dan dapat mengatasi masalah. Dengan demikian perusahaan dapat memberikan pelayanan ke konsumen yang lebih baik, meyediakan barang yang diminta pelanggan, dan tidak menumpuk barang terlalu banyak di gudang.

2.3 Pengertian Jaringan

2.3.1 Latar Belakang Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network)

Manusia selalu berusaha mengembangan sesuatu ilmu pengetahuan yang berguna untuk kemajuan hidupnya. Salah satunya adalah mengembangkan mesin cerdas dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network). Artificial

Neural Network yang berdasarkan operasi merupakan generasi baru dalam informasi

proses networking.

Dengan menggunakan Artificial Neural Network, diharapkan Neural Network dapat menerapkan fleksibilitas dan kekuatan otak manusia ke dalam komputer.

Computation Network dihasilkan dengan perhitungan simpul-simpul dan koneksinya.

Operasi dasar dalam neural network disebut artificial neurons, atau simple neurons (node). Neuron biasanya dioperasikan secara pararel atau dikonfigurasikan pada arsitektur yang regular. Neuron juga sering dihubungkan dengan layer. Setiap koneksi diekspresikan dengan angka atau bilangan yang disebut sebagai bobot yang dapat diubah-ubah.

Fungsi artificial neural system didistribusikan dalam computing networks. Hanya beberapa networks yang menyediakan respons secara langsung. Sedangkan yang lainnya merespons secara berkala sesuai dengan time-domain behavior, yang sering disebut

(12)

sebagai dynamics. Pada akhirnya network memiliki kecepatan yang berbeda, sehingga respons terhadap input juga berbeda.

Secara umum, kebanyakan neural system memerlukan proses pembelajaran (training). Pembelajaran meliputi asosiasi, patterns, dan fungsi yang baru. Neural

network tidak memberi spesifikasi sebuah algoritma untuk dieksekusi dalam setiap

perhitungan. Neural network memilih arsitektur tertentu dengan karakteristik neuron,

weight, dan model training sendiri. Artificial neural network juga dapat melakukan

perhitungan teknik matematika, seperti minimalisasi kesalahan perhitungan.

2.3.2 Pengertian Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) adalah sistem pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik kinerja tertentu seperti jaringan neural biologis.

Artificial neural network (dalam pembahasan selanjutnya disebut sebagai jaringan neural saja) telah dikembangkan sebagai generalisasi model matematika dari

pengetahuan manusia atau biologi neural, yang berbasis pada beberapa asumsi. Asumsi yang diambil dalam jaringan syaraf tiruan adalah sebagai berikut.

1. Pemrosesan informasi terjadi pada sejumlah elemen sederhana yang disebut

neuron.

2. Sinyal diberikan antar neuron lewat jalinan koneksi.

3. Setiap jalinan koneksi mempunyai bobot yang menggandakan sinyal yang ditransmisikan.

4. Setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi (yang biasanya non-linear) terhadap jumlah sinyal masukan terbobot untuk menentukan sinyal keluarannya.

(13)

Jaringan neural terdiri atas sejumlah besar elemen pemrosesan yang disebut

neuron, unit, dan simpul. Setiap neuron terhubung dengan neuron lain dengan jalinan

koneksi langsung yang terkait dengan bobot. Bobot mewakili informasi tertentu yang berguna untuk menyelesaikan masalah. Jaringan neuron dapat diterapkan untuk berbagai masalah yang luas, di antaranya:

1. Penyimpanan dan pemulihan data atau pola 2. Klasifikasi pola

3. Pemetaan dari pola-pola masukkan yang serupa 4. Pencarian solusi masalah optimasi terkendali

Setiap neuron mempunyai keadaan internal yang disebut level aktivasi atau level aktivitas yang merupakan fungsi masukan yang diterima. Secara khusus, suatu neuron mengirimkan aktivasinya ke beberapa neuron lain sebagai sinyal. Perlu diperhatikan bahwa neuron hanya dapat mengirimkan satu sinyal sesaat, meskipun sinyal tersebut dipancarluaskan ke beberapa neuron lain.

Sebagai contoh dapat dilihat neuron Y yang menerima masukan dari neuron X1,

X2, dan X3 (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Neuron Y menerima masukkan terbobot dari neuron X1, X2, dan X3 Sumber : Widodo, Sistem Neuro Fuzzy untuk Pengolahan Informasi

(14)

Aktivasi (sinyal keluaran) dari neuro-neuron ini adalah X1, X2, dan X3. Bobot

koneksi dari neuro X1, X2, dan X3 ke neuron Y adalah W1, W2, dan W3. Masukan neto -

yin ke neuron Y adalah jumlah sinyal terbobot dari neuron X1, X2, dan X3 yaitu:

yin = W1 X1 + W2 X2 + W3 X3 ………. (2.1)

Aktivasi y dari neuron y diberikan oleh fungsi masukan netonya: Y = f(yin )

2.4 Dynamic Programming

Dynamic Programming dapat menyelesaikan masalah inventory control dengan

pendekatan neuro-dynamic programming yang bisa melakukan perhitungan lebih efisien.

Beberapa karakteristik Dynamic Programming adalah sebagai berikut (Bersetkas, 2004).

1. Terdiri dari sederetan tahapan keputusan. Pada setiap tahapan keputusan diberlakukan principle of optimality, prinsip yang menyatakan bahwa apa pun keadaan awal dan keputusan yang dibuat, keputusan berikutnya harus memberikan hasil yang optimal dengan melihat pada hasil sebelumnya.

2. Algoritma Dynamic Programming, memang ”exhaustive”, yaitu mencoba seluruh kemungkinan, akan tetapi setiap hasil perhitungan pada setiap tahap akan ditabelkan. Perhitungan pada tahap berikutnya selalu mengacu pada tabel

(look-up table) sebelumnya. Apabila sudah dihitung maka tahap tersebut tinggal

menggunakan hasil perhitungan yang sudah ada di dalam tabel. Dengan demikian algoritma ini menjadi lebih efisien.

(15)

Dua keadaan inventory variabel xt, yt untuk semua ukuran waktu integer yang

tidak negative t. Keputusan ut mempengaruhi sistem yang diambil dari himpunan

berhingga u pada setiap tahap. Kedua variabel itu ditingkatkan dengan dua persamaan, yaitu sebagai berikut (Roy et al., 1997).

xt+1 = f1(yt,wt) ……… (2.2)

yt+1 = f2(xt,ut) ……… (2.3)

dimana:

xt = variabel keadaan inventory sebelum keputusan

yt = variabel keadaan inventory setelah keputusan

f1, f2 = fungsi-fungsi aktifasi sistem dynamic

wt = variabel acak gangguan yang didapat dari distribusi

ut = variabel keputusan.

Dalam inventory retailer menggunakan dynamic programming terdapat biaya persediaan barang yang dinotasikan dalam fungsi g(yt,wt), nilai fungsi biaya g(yt,wt)

didapatkan dengan cara menghitung biaya-biaya yang terjadi pada variabel keadaan yt

yang dipengaruhi oleh variabel gangguan wt.

Keadaan inventory sebelum keputusan dan keadaan inventory sesudah keputusan memperlihatkan banyaknya barang yang tersedia. Banyaknya inventory yang sedang dikirim ke gudang, dan yang akan tiba di gudang dinotasikan dengan q0,t pada ukuran

waktu t hari. Sama seperti q0,t, banyaknya inventory yang sedang dikirim ke toko i, dan

yang akan tiba di toko i dinotasikan denganqi,t pada ukuran waktu t hari.

Maka vector x dipresentasikan dalam bentuk.

(16)

dimana:

x = variabel keadaan inventory sebelum keputusan

q0,0 = banyaknya barang di gudang qK,0 = banyaknya barang di toko ke-K K = banyaknya toko, diberi indeks i=1,..,K Dw = penundaan barang menuju ke gudang DS = penundaan barang menuju ke toko

Vektor untuk keputusan direpresentasikan dalam bentuk.

ut = (a0,a1,…,aK) ………… (2.5)

dimana:

ut = variabel keputusan

a0 = banyaknya pemesanan gudang

a1,..,aK = banyaknya pemesanan dari toko

Untuk membuat banyaknya pemesanan dan persediaan barang tetap postitif, dan kapasitas di dalam gudang dan toko tidak overloaded maka dibuat beberapa kendala. Kendalanya antara lain.

a0 ≤ Cp ... (2.6)

= K i i a 1 < q0,0 ... (2.7)

= = + − ≤ Dw T K i i T w q a C a 0 1 , 0 0 ... (2.8)

= ∀ + − ≤ Ds T T s q i K C a 0 , 1 1 ε{1,..., } ...(2.9) dimana: Cp = kapasitas pemasok CW = kapasitas gudang

(17)

CS = kapasitas toko.

wt = faktor acak yang memperngaruhi sistem selama waktu t.

Faktor acak wt didapat dari permintaan pelanggan yang ada di setiap toko dan

kemungkinan pelanggan untuk menunggu pengiriman khusus bila terjadi kekurangan barang. Vektor untuk faktor acak wt direpresentasikan dalam bentuk vektor w=

(d1,…,dK), di mana setiap di adalah banyaknya permintaan yang timbul pada toko ke-i

pada suatu hari. Setiap permintaan di dihasilkan dari hasil peramalan data permintaan

pelanggan masing-masing toko dengan menggunakan metode Brown’s Double

Exponential Smoothing.

Definisikan fungsi dari yt+1 = f2(xt,ut) dengan vektor xt dan vektor ut. Maka nilai

fungsi yang baru sama dengan.

Dw q0, = q0,DW + a0, ... (2.10) 0 , 0 q = q0,0−∑ ai + a0, ... (2.11) qi,Ds =qi,Ds +ai,∀iε{1,...,K} ... (2.12) } ,..., 1 { , , 0 , q i K qi = iDs ∀ε ... (2.13)

berdasarkan fungsi yt+1 = f2 (xt,ut) maka didapat nilai vektor

) ; ;..; ; ; ; (q0,0 q0,Dw q1,0 q1,Ds qK,0 qK,Ds y= ... (2.14)

Untuk menentukan fungsi xt+1 = f1(yt,wt) maka dipakai vektor

) ; ;..; ; ; ; ( 0,0 0,Dw 1,0 1,Ds K,0 K,Ds t q q q q q q y = ... (2.15) ) ,..., (d1 dk w= ... (2.16) ) ; ;..; ; ; ; ( 0,0 0, 1,0 1, ,0 , 1 Dw Ds K KDs t q q q q q q y+ = ... (2.17)

(18)

Untuk menyederhanakan persamaan yang terlibat, maka transformasi xt+1 = f1(yt,wt)

dibagi menjadi tiap tahap, menggunakan qˆ1,0,iε{0,...K}, sebagai variabel perantara. Pertama-tama, permintaan dipenuhi oleh toko menurut rumus

[

]

, {0,... } ˆ1,0 q1,0 d i K

q = − i ∀ε ... (2.18)

Kedua, premintaan khusus dipenuhi oleh gudang bila pelanggan bersedia menunggu ketika barang tidak tersedia di toko i menurut rumus

[

( )

]

ˆ0,0 q0,0 di Ci

q = − = ... (2.19)

Terakhir, banyaknya transportasi barang tergantung dari

Dw q q q0,0 = ˆ0,0 + 0, ... (2.20) 0 , 0Dw = q ... (2.21) } ,...., 1 { ˆ,0 , 0 , q q i K qi = i + iDs∀ε ... (2.22) 0 ,Ds = i q ... (2.23)

Satu rumus untuk menghitung biaya penyimpanan di dalam dynamic

programming adalah fungsi persamaan Bellman. Di dalam skripsi ini, formula Bellman

yang dipakai adalah (Roy et al., 1997).

J*(y) = [g(y,w)] ... (2.24) Dalam hal ini, J*(y) adalah ongkos jangka panjang yang diharapkan terjadi pada

keadaan sesudah keputusan y. Dengan persamaan di atas, kebijakan optimal dapat dihasilkan berdasarkan suatu fungsi nilai J* hanya dapat didefinisikan setelah keputusan.

Manajemen inventory diformulasikan dalam kerangka kerja dynamic

(19)

1. Keadaan system retailer dideskripsikan oleh vektor xt di mana masing-masing

komponen sesuai dengan buffer (Gambar 2.2).

2. Setiap keputusan ut bersesuaian dengan vektor pemesanan toko dan gudang

selama tahap waktu ke-t. Keputusan ut harus dicari sebagai dasar dari keadaan

sebelum keputusan xt.

3. Dari keadaan sebelum keputusan xt dan keputusan ut telah diberikan, maka

keadaan setelah keputusan yt dapat ditentukan hasilnya. Keadaan setelah

keputusan yt berubah karena permintaan pelanggan telah terpenuhi selama proses

transportasi.

4. Nilai dari keadaan setelah keputusan yt adalah nilai dari keadaan sebelum

keputusan selanjutnya xt+1. Transisi dari yt menuju xt+1 disebabkan karena

permintaan barang. Pada formulasi dynamic programming yang dipakai, nilai permintaan ditentukan oleh nilai gangguan acak wt.

5. Biaya g(yt,wt) dihitung secara langsung dari biaya-biaya yang ada di dalam

sistem inventory.

Variabel yang dibutuhkan dynamic programming untuk menghitung optimasi

inventory control tidak sesuai untuk masalah kontrol persediaan barang yang kompleks,

maka digunakan Neuro-Dynamic Programming.

2.5 Neuro-Dynamic Programming

2.5.1 Pengertian Neuro-Dynamic Programming

Neuro-dynamic programming merupakan pengembangan dari dynamic programming. Metode ini mengunakan dasar-dasar intelegensi semu (Artificial Intelligence) yang mencakup simulasi, dan berbasis algoritma serta fungsi teknik

(20)

pendekatan seperti neural networks (Roy et al., 1997).

Dalam skripsi ini, dipakai pendekatan neuro-dynamic programming untuk mengoptimalkan sistem inventory retail (Nahmias dan Smith, 1993). Optimasi sistem

inventory retail membahas permasalahan pada pemesanan dan penempatan persediaan

barang di dalam gudang dan toko untuk memenuhi permintaan pelanggan. Optimasi sistem inventory retail secara serempak akan meminimumkan biaya pergudangan dan transportasi.

Dalam memilih algoritma neuro-dynamic untuk tujuan manajemen inventory

retail, dipilih dua macam algoritma neuro-dynamic yaitu approximate policy iteration

dan online temporal difference method.

2.5.2 Pengertian Approximate Policy Iteration

Approximate policy iteration (kebijakan pendekatan iterasi) adalah generalisasi

kebijakan iterasi, sebuah algoritma klasik di dalam dynamic programming. Algoritma kebijakan iterasi menghasilkan sederetan ui. Awalan kebijakan u0 pada umumnya dipilih

dari heuristik yang layak, dan fungsi biaya Ju0 di dalam kebijakan tersebut dihitung

(setiap tahap mempunyai satu nilai yang berbeda dengan tahap yang lain). Lalu, nilai u1

dihasilkan berdasarkan persamaan (Roy et al., 1997):

u1(x) = min Ju0(f 2(x, u)) ... (2.25)

Persamaan di atas diulang untuk menghasilkan nilai kebijakan selanjutnya. Untuk masalah dengan jumlah kebijakan yang terbatas, nilai ui sama dengan nilai u* dan

nilai Jui sama dengan nilai J* untuk suatu nilai i. Di dalam kebijakan pendekatan iterasi, sebagai ganti dihitungnya fungsi biaya Jui pada setiap iterasi, fungsi ini dihampiri oleh

(21)

sejumlah arsitektur J(.,ri), di mana ri adalah parameter vektor yang terpilih untuk

membuat J(.,ri) mendekati J

µi. Nilai kebijakan yang berikutnya dihasilkan oleh

Persamaan:

u i+1(x) = min J(f2(x,u),ri) ... (2.26)

Ada banyak metode yang dipakai untuk pendekatan Jµi pada kebijakan iterasi ke-i. Metode yang dipakai di dalam skripsi ini adalah on-line temporal difference method (metode perbedaan sementara secara on-line), di mana pada setiap iterasi, metode ini secara efektif menghitung parameter vektor.

2.5.3 Pengertian Online Temporal Difference Method

Algoritma perbedaan sementara (temporal-difference) sudah diaplikasikan dengan sukses untuk beberapa aplikasi skala besar di dalam neuro-dynamic

programming.

Vektor r0bernilai sama dengan vektor x0, begitu pula vektor rt bernilai sama

dengan vektor xt. Proses neuro-dynamic programming yang mengunakan online

temporal difference method adalah sebagai berikut (Roy et al., 1997).

1. Keadaan sebelum keputusan xo adalah sebagai simulator, dan kontrol u0 dihitung

dari

u0 = min J(f2(x0,u),r0) ... (2.27) 2. Jalankan simulator menggunakan kontrol u0 untuk mendapatkan keadaan setelah

keputusan yang pertama ) , ( 0 2 0 f x u y = ... (2.28)

(22)

3. Pada waktu t, jalankan simulator menggunakan kontrol ut untuk mendapatkan

keadaan sebelum keputusan selanjutnya

xt+ 1 =f 1 ( yt,wt) ... (2.29)

4. Dapatkan kontrol ut+1dengan cara

u t + 1 = min J ( f 2( xt + 1, u),rt ) ... (2.30)

5. Jalankan simulator menggunakan kontrol ut+1 untuk mendapatkan keadaan

setelah keputusan.

yt+1 = f 2( x t + 1, u t+1) ... (2.31)

6. Ulangi ke langkah 3 selama waktu transportasi yang dibutuhkan.

2.5.4 Algoritma Neuro-Dynamic Programming

Algoritma Neuro-Dynamic Programming dapat ditulis sebagai berikut (Roy et al., 1997).

1. Mulai dengan t = 0.

2. Tentukan vektor wt = (d1,d2,d3). Besaran di merupakan permintaan yang terjadi di

Toko i. Vektor wt = (d1,d2,d3) ditentukan dari hasil peramalan data permintaan

pelanggan masing-masing toko dengan menggunakan metode Brown’s Double

Exponential Smoothing

3. Tentukan vektor xt = (q0,0;q0,DW; q1,0;q1,DS;….;qK,0;qK,DS). Besaran DW adalah waktu

transportasi dari pemasok ke gudang, DS adalah waktu transportasi dari gudang

ke toko, q0,0 adalah banyak stok barang awal di dalam gudang, q0,DW adalah

banyak stok barang pada waktu transportasi di dalam gudang, qK,0 adalah banyak

stok barang awal di dalam toko K, qK,DW adalah banyak stok barang dikurangi

(23)

4. Tentukan vektor rt = vektor xt = (q0,0;q0,DW; q1,0;q1,DS;….;qK,0;qK,DS).

5. Tentukan vektor u = (a0,a1,…,aK) berdasarkan banyak pemesanan yang dilakukan

oleh bagian pembelian. Besaran a0 adalah pemesanan untuk gudang dan aK

adalah pemesanan untuk toko K.

6. Tentukan vektor f2(xt,u) = (q 0,0;q 0,Dw ;q1,0;q1,Ds ;..; q K,0;qk,Ds ) , Dengan qo,Dw = qo,Dw +a0; qo,0 = qo,0

ai + a0 ; qi,Ds = qi,ss +aii , } ,..., 1 { K iε ∀ ,q1,0 =qi,Ds,∀iε{1,...,K}, 7. Tentukan vektor biaya g(f2(xt,u)).

8. Tentukan vektor biaya g(rt)

9. Hitung fungsi ut =J(f2(x,u),rt). Dengan menentukan minimum dari fungsi

biaya J*(y) = g(f2(x0,u)) dan fungsi biaya J*(y) = g(rt).

10. Tentukan vektor yt = f2(xt,ut)=(q0,0;q0,Dw;q1,0;q1,Ds;..;qK,0;qk,Ds) dengan cara yang sama dengan langkah 6.

11. Tentukan vektor xt+1= ft+1(yt,wt)=(q0,0;q0,Dw;q1,0;q1,Ds;..;qK,0;qk,Ds),dengan

[

ˆ

]

, {0,... } ˆ1,0 q1,0 d i K

q = − i ∀ε ,qˆ0,0 =0, bila perminataan pelanggan dapat dipenuhi

oleh persediaan di dalam toko. Bila permintaan pelanggan tidak dapat dipenuhi oleh persediaan di dalam toko maka qˆi,0 =0dan qˆ0,0 =

[

qˆ0,0+(diCi

]

. Lalu

Dw o

o

o q q

q ,0 = ˆ , + 0, , qo,Dw =0, }qˆ1,0 =qˆ1,0qi,Ds+(diCi),∀iε{0,...K , qi,Ds =0.

12. Kemudian dihitung biaya g(yt,wt).

13. Update t = t + 1, setelah itu update vektor rt, f2(xt,u), ut = min Jf2(xt,u), rt) ,

(24)

transportasi yang dibutuhkan untuk mengirim barang dari gudang ke toko atau bila stok barang masih lebih kecil daripada selisih permintaan rata-rata.

2.6 Proses Pengumpulan Data

Dalam menghitung optimasi persediaan barang (inventory) dengan metode

neuro-dynamic programming, diperlukan parameter-parameter yang mempengaruhi

persediaan barang tersebut di dalam gudang dengan cara pengamatan dan pengambilan data dari database perusahaan.

Parameter-parameter tersebut antara lain: a. Kapasitas gudang

b. Kapasitas pemasok

c. Jumlah stok barang yang tersedia di dalam gudang d. Biaya penyimpanan per unit

e. Biaya kekurangan barang f. Biaya pengiriman khusus g. Permintaan rata-rata.

Untuk mendapatkan biaya kekurangan barang (shortage), besarnya adalah keuntungan yang didapat dari penjualan barang tersebut. Permintaan rata-rata didapatkan dengan cara merata-ratakan permintaan dari pelanggan selama jangka waktu transportasi barang dari gudang ke toko.

Setelah mendapatkan semua parameter tersebut, maka harus didapatkan pula banyaknya pemesanan gudang dan pemesanan setiap toko yang biasa dilakukan oleh bagian pembelian. Dalam melakukan pemesanan ada batasan-batasan yang tidak boleh dilampaui.

(25)

Batasan-batasan itu antara lain adalah sebagai berikut.

a. Jumlah pemesanan setiap toko tidak dapat melebihi kapasitas toko dikurangi dengan stok barang yang tersedia di dalam toko.

b. Total pemesanan yang dilakukan oleh toko-toko tidak boleh melebihi jumlah stok barang yang tersedia di dalam gudang.

c. Pemesanan gudang tidak dapat melebihi kapasitas pemasok untuk mengirimkan barang ke gudang.

d. Pemesanan gudang tidak dapat melebihi kapasitas gudang ditambah dengan total pemesanan yang dilakukan oleh toko dikurangi dengan stok barang yang ada di dalam gudang.

2.7 Peramalan dan Deret Waktu (Forecasting and Times Series) 2.7.1 Peramalan (Forecasting)

Peramalan merupakan prediksi nilai-nilai sebuah peubah berdasarkan kepada nilai yang diketahui dari variabel tersebut atau variabel yang berhubungan (Makridakis et al., 1999, p24).

Peramalan adalah alat vital dalam persediaan barang. Dengan peramalan, diperkirakan bagaimana urutan permintaan pelanggan terhadap barang yang terus berlanjut pada masa mendatang.

Terdapat banyak metode dalam peramalan yang dibagi dalam 4 kategori sebagai berikut.

1. Metode Penghakiman (Judgement Methods)

Metode ini mencoba untuk mengumpulkan data dan menganalisis pendapat ahli secara sistematis untuk mencapai sebuah konsensus.

(26)

2. Metode Penelitian Pasar (Market Research Methods)

Penelitian pasar adalah alat yang berguna untuk mengembangkan perkiraan, terutama untuk produksi baru. Saran atau masukan dari pelanggan melalui telepon, wawancara, dan survei tertulis adalah sumber utama untuk memperkirakan permintaan produk.

3. Metode Akibat (Causal Methods)

Dengan metode ini diasumsikan variabel yang diinginkan untuk meramalkan berkorelasi tinggi dengan beberapa bagian data yang lain. Sebagai contoh, perkiraan penjualan untuk satu bulan berikutnya adalah fungsi dari pendapatan kotor, cuaca, atau laju import.

4. Metode Deret Waktu (Times Series Methods)

Dalam metode deret waktu, digunakan data masa lalu untuk memperkirakan data masa depan. Ada beberapa teknik dalam metode deret waktu untuk peramalan, yaitu rata-rata bergerak (moving average), pemulusan eksponensial (exponential

smoothing), dan sebagainya.

2.7.2 Brown’s Double Exponential Smoothing

Metode Brown’s Double Exponential Smoothing menggunakan koefisien α (alpha) yang bernilai antara 0 dan 1 untuk operasi pemulusannya. Metode ini melakukan pengukuran trend dengan cara menghitung perbedaan antara pemulusan tunggal dan ganda. Lalu menambahkan nilai tersebut dengan nilai pemulusan tunggal dengan penyesuaian untuk mendapatkan nilai trend yang sesuai.

(27)

Model Brown’s Double Exponential Smoothing diimplementasikan dengan menggunakan beberapa persamaan berikut (Makridakis et al., 1999, p111).

1 ' ) 1 ( 't= Xt + − S t S α α ... (2.32) 1 " ) 1 ( ' "t = S t+ − S t S α α ... (2.33) t t t t t t S S S S S a = ' +( ' − " )=2 ' − " ... (2.34) ) " ' ( 1 t t t S S b − − = α α ... (2.35) m b Ft+mt + t ... (2.36) dimana :

S’t = single exponential smoothing

S”t = double exponential smoothing

t

α = nilai pemulusan diakhir periode t bt = penduga trend di akhir periode t

m = rentang waktu peramalan

Persamaan berikut menunjukkan metode umum untuk menghitung nilai awal atau inisialisasi nilai variabel dari metode ini.

S’1 = S”1= X1 ... (2.37) a1 = X1 ... (2.38) 2 ) ( ) ( 2 1 4 3 1 X X X X b = − + − ... (2.39)

Kelebihan metode Brown’s Double Exponential Smoothing adalah dapat memodelkan trend dan tingkat dari suatu deret waktu, secara perhitungan lebih efisien dibandingkan dengan double moving averages (rata-rata bergerak ganda), memerlukan

(28)

data yang lebih sedikit, karena hanya satu parameter yang digunakan sehingga optimasi parameter menjadi sederhana.

Kekurangan metode Brown’s Double Exponential Smoothing adalah metode ini memerlukan optimasi parameter, sehingga diperlukan waktu untuk mencari α yang paling optimal.

2.7.3 Ketepatan Metode Peramalan

Makridakis et al. (1999, p57) mengatakan bahwa dalam banyak hal, kata “ketepatan (accuracy)”, menunjuk ke “kebaikan sesuai”, yang pada akhirnya penunjukan seberapa jauh model peramalan tersebut mampu mereproduksi data yang telah diketahui. Dalam permodelan deret berkala, sebagian data yang diketahui dapat digunakan untuk meramalkan sisa data berikutnya, sehingga memungkinkan orang untuk mempelajari ketepatan ramalan secara lebih langsung. Bagi pembuat model, kebaikan sesuai model untuk fakta yang diketahui harus diperhatikan.

Jika Xt merupakan data aktual untuk periode t dan Ft merupakan ramalan (fitted

value) untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai berikut.

Et = Xt - Ft ... (2.40)

Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka akan terdapat n buah galat dan ukuran statistik yang dapat didefinisikan sebagai berikut (Makridakis, 1999, p61).

• Nilai Tengah Galat (Mean Error)

= = n i i e n ME 1 1 ... (2.41)

(29)

• Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error)

= = n i i e n MAE 1 1 ... (2.42)

• Jumlah Kuadrat Galat (Sum of Squared Error)

2 1

= = n i i e SSE ... (2.43)

• Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)

n e MSE n i i / 1 2

= = ... (2.44)

• Deviasi Standart Galat (Standart Deviation of Error)

) 1 /( 1 2 =

= n e SDE n i i ... (2.45) Selain kelima ukuran standar di atas, ada juga beberapa ukuran relatif yang dapat digunakan sebagai berikut (Makridakis, 1999, p62).

• Galat Persentase (Percentage Error)

% 100 x X F X PE t t t t − = ... (2.46)

• Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Percentage Error)

= = n i i PE n MPE 1 1 ... (2.47)

• Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error)

= = n i i PE n MAPE 1 1 ... (2.48) • Statistika Durbin-Watson

= − − = − 1 2 2 1) ( t n t t t e e e W D ... (2.49)

(30)

2.8 Rekayasa Perangkat Lunak (RPL)

2.8.1 Pengertian Rekayasa Perangkat Lunak (RPL)

Menurut Pressman (2002, p28), rekayasa perangkat lunak adalah pengembangan dan pengunaan prinsip pengembangan suara untuk memperoleh perangkat lunak secara ekonomis yang reliabel dan bekerja secara efisien pada mesin nyata.

2.8.2 Tujuan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL)

Tujuan rekayasa perangkat lunak adalah sebagai berikut (Mulyanto, 2008, p3). a. Memperoleh biaya produksi perangkat lunak yang rendah.

b. Menghasilkan perangkat lunak yang kinerjanya tinggi, andal dan tepat waktu. c. Menghasilkan perangkat lunak yang dapat bekerja pada berbagai jenis platform. d. Menghasilkan perangkat lunak yang biaya perawatannya rendah.

2.8.3 Model Proses Rekayasa Perangkat Lunak (RPL)

System Development Life Cycle (SDLC) adalah kerangka kerja yang terstruktur

yang terdiri dari urutan proses oleh sistem informasi yang dikembangkan. Dalam skripsi ini digunakan pendekatan waterfall ke SDLC, di mana tugas-tugas dalam satu tahap telah selesai sebelum melanjutkan pekerjaan ke tahap berikutnya (Potter, 2003).

(31)

Gambar 2.4 Model waterfall

Sumber: Turban Rainer Potter et al, Introduction to Information Technology, p45

Adapun penjelasan setiap tahap adalah sebagai berikut. 1. Systems Investigation

Semakin banyak waktu yang diinvestasikan dalam usaha memahami program yang harus dipecahkan, dalam memahami pilihan teknis untuk sistem dan pemahaman masalah yang mungkin terjadi selama perkembangan, semakin besar kesempatan untuk benar-benar berhasil memecahkan (benar) masalah. Untuk alasan ini, system investigation dimulai dengan masalah bisnis.

2. Systems Analysis

Systems analysis adalah pemeriksaan bisnis organisasi terencana untuk

memecahkan masalah dengan sistem informasi. Tahap ini mendefinisikan masalah bisnis,mengidentifikasi penyebabnya, menentukan solusi dan mengidentifikasi persyaratan informasi bahwa solusi harus terpenuhi.

(32)

3. Systems Design

Systems analysis menggambarkan apa yang harus dilakukan untuk memecahkan

masalah bisnis, dan systems design yang menggambarkan bagaimana sistem akan menyelesaikan tugas ini.

4. Programming

Programming melibatkan terjemahan spesifikasi desain ke dalam kode

komputer. Proses ini dapat menjadi panjang dan memakan waktu. 5. Testing

Testing akan memeriksa untuk melihat apakah kode komputer akan

menghasilkan hasil yang diharapkan dan mengalami kondisi tertentu. Testing membutuhkan sejumlah besar waktu, tenaga dan biaya untuk melakukan dengan benar.

6. Implementation

Implementation adalah proses konversi dari sistem lama ke sistem baru.

7. Operation and Maintenance

Setelah konversi, sistem baru akan beroperasi selama jangka waktu tertentu, sampai (seperti yang lama digantikan oleh sistem baru) itu tidak lagi memenuhi tujuannya. Sistem memerlukan beberapa jenis maintenance. Tipe pertama adalah

debugging, sebuah proses yang berlanjut sepanjang hidup dari sistem. Tipe

kedua adalah memperbarui sistem untuk mengakomodasi perubahan dalam kondisi bisnis.

(33)

2.8.4 Interaksi Manusia dan Komputer

Menurut Shneiderman (1998, p74-75) dalam perancangan sebuah interface terdapat aturan-aturan yang telah dikenal dengan Eight Golden Rules of Interface

Design (delapan aturan emas).

1. Berusaha keras untuk konsisten (strive for consistency).

Konsisten ini adalah konsisten dalam penggunaan bentuk dan ukuran font, pemberian warna pada latar belakang dan tulisan, pembuatan layout.

2. Memungkinkan pengguna menggunakan shortcut sesering mungkin (enable frequent users to use shortcuts).

Pengurangan jumlah interaksi melalui fasilitas shortcuts memberikan manfaat bagi pengguna dalam memberikan waktu respon dan waktu tampilan yang cepat. 3. Memberikan umpan balik yang informatif (offer informative feedback).

Untuk setiap tindakan yang dilakukan oleh user, harus diberikan umpan balik (feed back). Umpan balik dapat berupa tampilan ataupun suara sehingga pengguna mengetahui bahwa pernagkat lunak tersebut memberikan respon.

4. Merancang dialog untuk menghasilkan keadaan akhir (design dialogs to yield

closure).

Urutan dari tindakan harus diatur ke dalam suatu kelompok yang memiliki bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Umpan balik yang informatif dalam penyelesaian tindakan-tindakan akan memberikan kepuasan bagi pemakai.

5. Memberikan penanganan kesalahan yang sederhana (offer error prevention and simple error handling).

(34)

Dalam mendesain, sedapat mungkin diberikan error prevention, contohnya, pada menu untuk memasukkan nama, user tidak diperbolehkan untuk memasukkan angka. Jika user melakukan kesalahan, sistem harus dapat mendeteksi kesalahan tersebut dan menampilkan kesalahan si pengguna dan memberikan contoh penggunaan yang benar secara sederhana.

6. Mengizinkan pembalikan aksi dengan mudah (permit easy reversal of actions).

Dalam melakukan desain, sebisa mungkin diberikan undo. Hal ini akan memudahkan user jika melakukan kesalahan yang tidak disengaja ketika sedang mengerjakan sesuatu.

7. Menyediakan kendali internal bagi user (support internal locus of control). Sistem harus dirancang supaya user merasa menguasai sistem dan sistem akan memberi respon atas tindakan yang diberikan.

8. Mengurangi muatan memory jangka pendek (reduce short-term memory load). Manusia mempunyai keterbatasan dalam mengingat sehingga memerlukan tampilan sederhana, tampilan halaman-halaman dapat digabungkan, dan pergerakan Windows dapat dikurangi.

2.8.5 Unified Modeling Language (UML)

UML (Unified Modeling Language) adalah penyulingan dari tiga notasi utama

dan sejumlah teknik pemodelan yang diambil dari beragam luas metodologi yang telah dalam praktek selama dua dekade sebelumnya. Selama kali ini memiliki dampak tak terbantahkan tentang cara kita memandang pengembangan sistem (Tom Pender, 2003).

UML memiliki beberapa diagram yang digunakan dalam menggambarkan suatu

(35)

Dalam skripsi ini, digunakan diagram sebagai berikut. 1. Use case diagram

Menggambarkan sekumpulan use case dan actor dan hubungan antara mereka.

Gambar 2.5 Contoh Use Case Diagram Sumber: Tom Pender, UML Bible, chapter 12

Adapun komponen-komponen di dalam use case diagram adalah sebagai berikut.

a. Actor: sebuah peran yang dimainkan oleh orang, sistem, perangkat, atau bahkan sebuah perusahaan, yang memiliki saham dalam keberhasilan sistem operasi.

b. Use Case: mengidentifikasi perilaku kunci dari sistem. Tanpa perilaku ini, sistem tidak akan memenuhi persyaratan aktor.

c. Association: mengidentifikasi interaksi antara aktor dan use case. Setiap asosiasi menjadi sebuah dialog yang harus dijelaskan dalam kasus menggunakan narasi.

(36)

d. Include relationship: mengidentifikasi penggunaan yang dapat digunakan kembali kasus yang tanpa syarat dimasukkan ke dalam pelaksanaan penggunaan lain kasus. Tanggung jawab untuk keputusan tentang kapan dan mengapa menggunakan use case yang disertakan terletak dengan menggunakan pemanggilan kasus.

e. Extend relationship: mengidentifikasi suatu kasus yang dapat digunakan kembali menggunakan kondisional mengganggu pelaksanaan kasus penggunaan lain untuk meningkatkan fungsinya. Tanggung jawab untuk memutuskan saat memperpanjang kasus penggunaan harus digunakan terletak pada penggunaan memperpanjang kasus ini.

2. Sequence diagram

Merupakan diagram interaksi yang menekankan pada urutan waktu dari pertukaran message.

Gambar 2.6 Contoh Sequence Diagram Sumber: Tom Pender, UML Bible, chapter 9

(37)

2.8.6 Diagram Alir (Flow Chart)

Diagram alir adalah sebuah skema yang mempresentasikan sebuah algoritma atau sebuah proses. Adapun simbol-simbol dari diagram alir yang digunakan dalam ilmu komputer seperti pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Simbol-simbol dalam diagram alir Sumber: Tom Pender, UML Bible, chapter 7

Notasi Arti Notasi

Proses

Predefined Proses

Operasi input / output

Decision, berupa pertanyaan atau

penentuan suatu keputusan

Terminal, untuk menandai awal dan

akhir program

Panah, sebagai penghubung antar komponen dan penunjuk arah Manual input, input dari pengguna

On-page connector, sebagai

penghubung dalam satu halaman

Off-page connector, sebagai

penghubung antar halaman yang bersedia

Gambar

Gambar 2.1 Diagram skematik dari sistem inventory control  Sumber: Benjamin Van Roy et al, Inventory Management
Gambar 2.2 Ilustrasi Buffer pada sistem inventory control  Sumber: Benjamin Van Roy et al,
Gambar 2.3 Neuron Y menerima masukkan terbobot dari neuron X 1 , X 2 , dan X 3  Sumber : Widodo, Sistem Neuro Fuzzy untuk Pengolahan Informasi
Gambar 2.4 Model waterfall
+4

Referensi

Dokumen terkait

Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Krisis Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat ( 1) huruf a mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas

konsumen tentang terjadinya pelanggaran. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa konsumen. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap

Hasil yang didapat dari uji TPC menunjukkan bahwa jumlah bakteri dalam susu di tingkat peternak KTT.. Jumlah bakteri tersebut berada dibawah nilai maksimum cemaran

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa perlakuan tetes pada jerami padi memperlihatkan hasil yang lebih baik daripada perlakuan urea, terutama dilihat dari segi kadar

(1) Bidang Keluarga Sejahtera mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dibidang pemberdayaan ekonomi keluarga,

Berbagai cara komunikasi dapat digunakan agar terjadi penguasaan bahasa yang sama, walaupun cara bicara merupakan cara komunikasi yang paling efektif, dan kita

(4) Terhadap alat UTTP yang ditera ulang atas permintaan sendiri atau berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan Retribusi

Hubungan antara self-efficacy, konsep diri, dan konformitas terhadap kelompok sebaya dengan perilaku menyontek: Penelitian pada mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Adab IAIN