PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS
BERBANTUAN MEDIA LINGKUNGAN TERHADAP
HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD
GUGUS III GIANYAR
Dw Ayu Laksmi Dewi
1, Siti Zulaikha
2, I Km. Ngurah Wiyasa
3 1,2,3Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail : laksmidewi74@yahoo.com
1, sitizulaikha@349yahoo.co.id
2,
wiyasangurah@yahoo.co.id
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional di kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014 sebanyak 232 siswa. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik random
sampling. Sehingga diperoleh dua kelas yaitu kelas V SD Negeri 1 Bitera berjumlah 31
siswa sebagai kelompok eksperimen dan kelas V SD Negeri 1 Bakbakan berjumlah 31 siswa sebagai kelompok kontrol. Data tentang hasil belajar IPA dikumpulkan melalui metode tes dengan menggunakan tes objektif bentuk pilihan ganda biasa. Selanjutnya data dianalisis dengan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional (79,23 > 67,48). Berdasarkan hasil pengujian normalitas dan homogenitas terhadap data yang didapat dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan homogen. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan uji-t dan menunjukkan thit =4,74 dan ttabel =2,000 dengan db = 60 (n1+n2-2 =31+31-2 = 60) dan taraf signifikansi 5%. Berdasarkan kriteria pengujian, thit > ttabel (4,74 > 2,000), maka Ha diterima dan HO ditolak. Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan dengan siswa yang belajar secara konvensional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) berbantuan media lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014.
Kata kunci: pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share), media lingkungan,
hasil belajar.
Abstract
This study aimed to determine the significant differences of students science learning outcomes who learned by Think Pair Share (TPS) cooperative learning model aided by environment media between the students who learned by conventional learning at fifth grade at Gugus III Gianyar in 2013/2014 academic year. This study was a quasi-experimental study, with Nonequivalent Control Group Design. The population was fifth grade elementary school students at Gugus III Gianyar in 2013/2014 academic year with
232 students. Determination of the samples was done by random sampling technique. So obtained two classes was the fifth grade students of SD Negeri 1 Bitera as the experimental group with 31 students, and the fifth grade students of SD Negeri 1 Bakbakan as the control group with 31 students. Data of science learning outcomes was collected using the regular multiple choice objective test. Furthermore, the data was analyzed by t-test. The results showed that the average science student learning outcomes that learned by Think Pair Share (TPS) cooperative learning model aided by environment media higher than the average science student learning outcomes that learned by conventional learning (79,23 > 67,48). Based on the results of normality test and homogenity test of the data obtained the data of the experimental group and the control group was normally distributed and homogeneous. Then, Hypothesis test was analyzed by t-test and showed tarithmetic = 4,74 and ttable = 2,00 with db = 60 (n1 + n2-2 = 31 +31-2 = 60) and a significance level is 5%. Based on testing criteria, tarithmetic > ttable (4,74>2.00), then Ha is accepted and Ho is rejected. This means that there was significant differences of students science learning outcomes who learned by using TPS cooperative learning model aided by environment media between the students learned by conventional learning. It can be concluded that the TPS cooperative learning model aided by environment media influenced to the learning science outcomes of fifth grade students at Gugus III Gianyar in 2013/2014 academic year.
Key words : TPS cooperative learning, environment media, learning outcomes.
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini berkembang dengan sangat cepat, untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut dituntut adanya sumber daya manusia (SDM) yang handal dan mampu berkompetisi secara global sehingga diperlukan keterampilan tinggi
yang melibatkan pemikiran kritis,
sistematis, logis, kreatif dan kerjasama yang efektif. Cara berpikir seperti itu dapat dikembangkan melalui pendidikan IPA.
IPA merupakan suatu mata
pelajaran yang menanamkan serta
mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa. Pendidikan IPA merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui alam semesta secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan (BSNP, 2011:13). Hakikat IPA meliputi empat unsur utama, yaitu pertama, sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; kedua, proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi
penyusunan hipotesis, perancangan
eksperimen, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan; ketiga, produk: berupa fakta, prinsip, teori dan hukum; dan keempat, aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Trianto, 2010: 153).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, tujuan dibelajarkannya mata pelajaran IPA di SD/MI adalah bertujuan
untuk: (1) Memperoleh keyakinan
terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; (2)
Mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari; (3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat; (4) Mengembangkan
keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; dan (6) Memperoleh
bekal pengetahuan, konsep dan
keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs (BSNP, 2011: 14).
Idealnya, pembelajaran IPA yang
menarik bukan hanya pengetahuan
berupa fakta, konsep dan teori yang diberikan begitu saja kepada siswa, namun lebih dari itu pembelajaran tersebut
haruslah bermakna, menantang dan
merangsang keingintahuan siswa
terhadap lingkungan sekitar secara logis, kritis dan kreatif. Namun kenyataannya, pembelajaran IPA yang terjadi saat ini
adalah kecenderungan siswa hanya
mempelajari IPA sebagai produk yakni lebih mementingkan pada penghafalan konsep atau teori dan bukan pemahaman, hal ini dapat dilihat dari kegiatan
pembelajaran yang lebih banyak
menggunakan metode ceramah. Hal
tersebut didukung oleh pendapat Susanto (2013 : 166) yang menyatakan bahwa para guru belum sepenuhnya mampu melaksanakan pembelajaran IPA secara aktif dan kreatif dalam melibatkan siswa melalui penerapan model pembelajaran yang bervariasi berdasarkan karakteristik materi pelajaran. Keadaan tersebut
menyebabkan kurangnya interaksi
diantara siswa sehingga, kelas tampak pasif dan suasana belajar terkesan kaku dan membosankan. Hal tersebut akan berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa.
BSNP (2011: 9) menyatakan bahwa pembelajaran IPA di SD diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut
dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Cakupan IPA yang dipelajari di sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang didasarkan pada kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau menjelaskan berbagai fenomena yang
berbeda. Cakupan dan proses
pembelajaran IPA di sekolah memiliki karakteristik tersendiri.
Adapun karakteristik pembelajaran
IPA di SD yaitu: (1) Proses pembelajaran IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh proses berpikir dan berbagai macam gerakan otot; (2) Pembelajaran IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara (teknik). Misalnya, observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi; (3) Belajar IPA merupakan proses aktif. Belajar IPA merupakan sesuatu yang harus siswa lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa. Dalam belajar IPA, siswa mengamati obyek dan peristiwa,
mengajukan pertanyaan, memperoleh
pengetahuan, menyusun penjelasan
tentang gejala alam, menguji penjelasan tersebut dengan cara-cara yang berbeda
dan mengkomunikasikan gagasannya
pada pihak lain.
Maka dari itu, dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif serta memperhatikan keberagaman karakteristik yang dimiliki oleh siswa dalam proses pembelajaran akan memberikan pengaruh positif dalam pembelajaran IPA. Pada saat ini telah berkembang berbagai model pembelajaran inovatif untuk diterapkan dalam proses pembelajaran IPA di SD. Salah satu model pembelajaran yang cocok diterapkan dalam pembelajaran IPA adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share).
Model pembelajaran kooperatif tipe
TPS merupakan suatu model
pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
memperdalam jawaban yang telah
dipikirkan dengan pasangannya, siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena
bekerjasama menyelesaikan tugasnya
dalam kelompok di mana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang, siswa dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas dan dapat melatih dan memperbaiki rasa percaya diri siswa karena semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas (Suprijono, 2009:91).
Selanjutnya, Suyatno (2009:54)
menyatakan bahwa, model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah model
pembelajaran kooperatif yang memiliki prosedur ditetapkan secara eksplisit memberikan waktu lebih banyak kepada siswa untuk memikirkan secara mendalam tentang apa yang dijelaskan atau dialami (berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain). Sejalan dengan itu,
Komalasari (2011: 64) menyatakan
bahwa, model pembelajaran kooperatif tipe TPS atau berpikir berpasangan berbagi merupakan model pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Di mana model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling
membantu. Model pembelajaran
kooperatif tipe TPS berkembang dari penelitian belajar kooperatif, yang pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya dari University of Maryland pada tahun 1985.
Nurhadi (2004: 67) menyatakan ciri utama model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran yaitu: langkah (1) berpikir (thinking), di mana guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran.
Selanjutnya siswa diminta untuk
memikirkan jawaban pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat; (2) pairing (berpasangan) yaitu, guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama, melalui bantuan LKS. Pada tahap ini
masing-masing siswa mengemukakan
idenya, saling memberi masukan dan tanggapan; dan (3) sharing (berbagi) yaitu, siswa berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas sehingga, guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented) tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented).
Selain penggunaan model
pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa, guru juga perlu memperhatikan penggunaan media yang ada di sekitar lingkungan siswa untuk menunjang proses pembelajaran yang lebih maksimal. Penggunaan lingkungan
sebagai media pembelajaran sangat membantu di dalam proses pembelajaran IPA, karena siswa bisa mempelajari keadaan lingkungan yang sebenarnya
serta menghadapkan siswa pada
lingkungan nyata (aktual) untuk dipelajari dan diamati dalam proses pembelajaran. Menurut Uno dan Nurdin (2012:136), dengan menggunakan lingkungan sebagai
media belajar diharapkan proses
pembelajaran lebih menyenangkan dan
terkesan melekat pada siswa
dibandingkan guru hanya bertindak
sebagai penceramah. Pemanfaatan
lingkungan ini pun makin memperkuat motivasi belajar siswa pada proses pembelajaran, karena mereka dihadapkan langsung dengan situasi yang konkrit.
Adapun keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan lingkungan sebagai media dalam pembelajaran yaitu: (1) Menghemat biaya, karena memanfaatkan
benda-benda yang telah ada di
lingkungan; (2) Memberikan pengalaman yang riil kepada siswa, pelajaran menjadi lebih konkrit, tidak verbalistik; (3) Karena benda-benda tersebut berasal dari lingkungan siswa, maka benda-benda tersebut akan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa; (4) Pelajaran lebih aplikatif, materi belajar yang diperoleh
siswa melalui media lingkungan
kemungkinan besar akan dapat
diaplikasikan langsung, karena siswa akan sering menemui benda-benda atau peristiwa serupa dalam kehidupannya sehari-hari; (5) Lebih komunikatif, sebab benda dan peristiwa yang ada di lingkungan siswa biasanya mudah dicerna oleh siswa, dibandingkan dengan media yang dikemas (didesain); dan (6) Media
lingkungan memberikan pengalaman
langsung kepada siswa (Hamalik, 2012).
Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS dengan menggunakan benda-benda yang ada di lingkungan sebagai media dalam pembelajaran, dapat menumbuhkan motivasi dan minat siswa dalam proses pembelajaran. Hal itu disebabkan karena, siswa berhadapan langsung dengan situasi konkrit yang dapat mengarahkan siswa dalam proses
mengamati, mengidentifikasi dan
memupuk rasa ingin tahu siswa, memperkuat daya ingat, mengembangkan
kemampuan bertanya dan mencari
jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti serta mengembangkan berpikir kritis dan objektif, yang akhirnya bermuara pada hasil belajar IPA siswa menjadi lebih maksimal.
Berdasarkan uraian di atas, untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa maka peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran IPA dengan melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) Berbantuan Media Lingkungan Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Gugus III Gianyar.
METODE
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan terhadap hasil belajar IPA siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian yang dilaksanakan ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian yaitu eksperimen semu (quasy experiment). Mengingat tidak semua variabel (gejala yang muncul) dalam kondisi eskperimen dapat diatur
dan dikontrol secara ketat, maka
penelitian ini dikategorikan penelitian eksperimen semu (quasy experiment). Di mana desain yang digunakan yaitu “Nonequivalent Control Group Design”.
Untuk kelompok eksperimen
diberikan pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan, sedangkan untuk kelompok kontrol diberikan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran konvensional. Data hasil belajar IPA dalam penelitian ini akan diambil dari skor posttest saja.
Pretest dilakukan hanya untuk
menyetarakan kelompok dan yang
dibandingkan hanya skor posttest saja. Seperti yang dinyatakan oleh Dantes
(2012:97) bahwa pemberian pretest
biasanya digunakan untuk mengukur ekuivalensi atau penyetaraan kelompok.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 232 siswa yang terdiri dari tujuh SD yaitu; kelas V SD Negeri 1 Bitera, kelas V SD Negeri 2 Bitera, kelas V SD Negeri 3 Bitera, kelas V SD Negeri 4 Bitera, kelas V SD Negeri 1 Bakbakan, kelas V SD Negeri 2 Bakbakan dan kelas V SD Negeri 3 Bakbakan.
Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik
sampling acak (random sampling), yaitu acak kelas. Dari hasil random didapatkan dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas V SD Negeri 1 Bitera dan kelas V SD Negeri 1 Bakbakan. Sampel yang didapat kemudian diuji kesetaraannya menggunakan teknik pemetaan (matching) sehingga, diperoleh sebanyak 62 siswa yang memilki kemampuan setara yaitu, 31 siswa kelas V SD Negeri 1 Bitera sebagai kelompok eksperimen dan 31 siswa kelas V SD Negeri 1 Bakbakan sebagai kelompok kontrol. Penentuan kelas yang digunakan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan cara mengundi, setelah kedua kelas dinyatakan setara.
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah adalah model pembelajaran
kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan yang diterapkan pada kelas eksperimen. Sedangkan, variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar
IPA yang berkaitan dengan aspek
intelektual atau ranah kognitif siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014 yaitu, berupa pengetahuan dan pemahaman konsep yang dimiliki oleh
siswa setelah mengalami proses
pembelajaran IPA.
Data yang dikumpulkan adalah data hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014. Data hasil belajar IPA yang dikumpulkan terbatas pada aspek kognitif saja. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar IPA dalam penelitian ini
adalah metode tes. Tes hasil belajar yang dipergunakan yaitu bentuk tes objektif dengan tipe pilihan ganda biasa, yang disertai dengan empat alternatif jawaban yang dapat dipilih siswa (a,b,c,d), yang telah diuji validitas, daya beda, tingkat kesukaran dan reliabilitasnya.
Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian adalah teknik analisis statistik deskriptif dan statistik parametrik. Teknik analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data hasil belajar IPA
siswa yang belajar melalui model
pembelajaran kooperatif tipe TPS
berbantuan media lingkungan dan data hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.
Statistik parametrik digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis penelitian. Statistik parametrik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik analisis Uji-t. Teknik analisis Uji-t dapat digunakan jika data telah memenuhi prasyarat, yaitu sebaran data berdistribusi normal dan homogen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi data dalam hasil penelitian ini memaparkan tentang mean, median, modus, standar deviasi dan varian berdasarkan data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen yaitu siswa kelas V SD Negeri 1 Bitera yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan dan pada kelompok kontrol yaitu siswa kelas V SD Negeri 1 Bakbakan yang belajar melalui pembelajaran konvensional.
Untuk tes hasil belajar IPA yang digunakan sebagai instrumen penelitian ini berjumlah 30 butir soal pilihan ganda biasa yang telah diuji validitas, daya beda, tingkat kesukaran dan reliabilitasnya yang diberikan setelah 6 kali perlakuan baik di kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Banyaknya siswa yang dianalisis data pos tes hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen adalah sebanyak 31 orang dan pada kelompok kontrol adalah sebanyak 31 orang, karena jumlah siswa yang setara setelah dilakukan uji
kesetaraan dengan menggunakan
matching adalah sebanyak 62 orang.
Hasil belajar IPA kelompok
eksperimen yaitu siswa kelas V SD Negeri 1 Bitera yang belajar melalui model
pembelajaran kooperatif tipe TPS
berbantuan media lingkungan diperoleh nilai rata-rata sebesar 79,23; mediannya 80; modusnya 80; 83; 90; varians sebesar 102,78; standar deviasi sebesar 10,14; nilai maksimum 97 dan nilai minimum 60. Berdasarkan perbandingan nilai siswa dengan nilai KKM= 65 pada gugus tersebut menunjukkan bahwa persentase kelompok eksperimen yang memperoleh nilai hasil belajar IPA di atas KKM sebanyak 90,32% atau 28 orang siswa dan di bawah KKM sebanyak 9,68% atau 3 orang siswa.
Hasil belajar IPA kelompok kontrol yaitu, siswa kelas V SD Negeri 1 Bakbakan yang belajar melalui model pembelajaran konvensional diperoleh nilai rata-rata sebesar 67,48; mediannya 70; modusnya 73; varians sebesar 103,52; standar deviasi sebesar 10,17; nilai maksimumnya 90 dan nilai minimumnya 50. Berdasarkan perbandingan nilai siswa dengan nilai KKM= 65 pada gugus tersebut menunjukkan bahwa persentase kelompok kontrol yang memperoleh nilai hasil belajar IPA di atas KKM sebanyak 61,1% atau 19 orang siswa dan di bawah KKM sebanyak 38,9% atau 12 orang siswa.
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa kelompok eksperimen yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan memiliki nilai rata-rata hasil belajar IPA lebih tinggi daripada kelompok kontrol
yang belajar melalui pembelajaran
konvensional. Perolehan nilai rata-rata
hasil belajar IPA pada kelompok
eksperimen yaitu = 79,23 > = 67,48 pada kelompok kontrol.
Analisis uji hipotesis dilakukan dengan mengunakan teknik analisis uji-t rumus polled varians. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis uji-t, terlebih dahulu harus dilakukan uji prasyarat. Uji prasyarat meliputi uji normalitas untuk mengetahui distribusi sebaran data dan uji homogenitas varians. Uji normalitas sebaran data dilaksanakan pada data hasil belajar IPA
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji normalitas data hasil belajar IPA siswa menggunakan rumus chi square. Dengan kriteria pengujian pada taraf signifikan 5% dan dk = (k-1) adalah jika X2hit < X2tabel maka data berdistribusi
normal. Dari hasil analisis, diperoleh sebaran data hasil belajar IPA siswa kelas eksperimen mempunyai nilai X2Hitung =
3,60, sedangkan pada taraf signifikan 5% dan dk = 5 nilai X2tabel = 11,07. Ini berarti
X2Hitung < X2tabel , jadi data hasil belajar IPA
siswa kelas eksperimen berdistribusi normal.
Demikian pula dengan sebaran data hasil belajar IPA siswa kelas kontrol, berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai X2Hitung = 2,33, sedangkan pada taraf
signifikan 5% dan dk = 5 nilai X2tabel =
11,07. Ini berarti X2Hitung < X2tabel , jadi data
hasil belajar IPA siswa kelas kontrol juga berdistribusi normal.
Setelah data hasil belajar IPA kelas eksperimen dan kelas kontrol dinyatakan berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan analisis uji homogenitas varian
data antara kedua kelompok. Uji
homogenitas varians antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol
mempergunakan uji F dari Havley.
Dengan kriteria pengujian, jika Fhit maka sampel tidak homogen,
Fhit < maka sampel homogen.
Pengujian dilakukan pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan untuk pembilang n1-1 dan derajat kebebasan
untuk penyebut n2-1.
Berdasarkan hasil analisis uji homogenitas diperoleh nilai FHitung =1,01,
sedangkan pada taraf signifikan 5% dan db = (30,30) nilai Ftabel = 1,84. Jadi FHitung<
Ftabel ini berarti varian data hasil belajar
IPA kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.
Hipotesis diuji menggunakan teknik analisis uji-t dengan rumus polled varians. Hasil uji prasyarat yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa data hasil belajar IPA dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan memiliki
varians yang homogen. Setelah
memenuhi prasyarat, maka uji hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan analisis uji-t. Adapun kriteria pengujiannya adalah apabila thitung<ttabel, maka Ho
diterima (gagal ditolak) dan Ha ditolak.
Sebaliknya apabila thitung > ttabel, maka HO
ditolak dan Ha diterima. Dengan dk = n1 +
n2 – 2 dan taraf signifikansi 5% (α = 0,05)
atau taraf kepercayaan 95%.
HO menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014.
Sedangkan hipotesis alternatif (Ha)
menyatakan terdapat terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara
siswa yang belajar melalui model
pembelajaran kooperatif tipe TPS
berbantuan media lingkungan dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014. Dari hasil analisis uji hipotesis yang dilaksanakan diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Uji Hipotesis Penelitian antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
No Sampel N Dk S2 thitung ttabel Status
1 Kelompok eksperimen 31 60 79,23 102,78 4,74 2,000 HO ditolak 2 Kelompok Kontrol 31 67,48 103,52
Berdasarkan tabel di atas, pada taraf signifikan 5% dan dk = 60 nilai ttabel=2,000,
sedangkan berdasarkan analisis uji-t yang dilaksanakan diperoleh nilai thitung = 4,74,
karena nilai thitung lebih besar dari ttabel
(thitung > ttabel ) maka HO ditolak dan Ha
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014.
Pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan teknik random sampling. Berdasarkan teknik random sampling yang dilakukan maka seluruh populasi yang berada di Gugus III Gianyar diundi untuk mendapatkan dua kelas, yaitu siswa kelas V SD Negeri 1 Bitera dan siswa kelas V SD Negeri 1 Bakbakan.
Siswa kelas V SD Negeri 1 Bitera merupakan kelas yang ditetapkan sebagai kelompok eksperimen yang terdiri dari 38 siswa. Sedangkan, siswa di kelas V SD Negeri 1 Bakbakan merupakan kelas yang ditetapkan sebagai kelompok kontrol yang terdiri dari 32 siswa. Berdasarkan data hasil pretest yang diuji kesetaraan menggunakan teknik matching, ditetapkan bahwa hanya 31 siswa dari kelompok eksperimen yaitu, siswa kelas V SD Negeri 1 Bitera dan 31 siswa dari kelompok kontrol yaitu siswa kelas V SD Negeri 1 Bakbakan, yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Siswa pada kelompok eksperimen diberikan treatment berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan sedangkan siswa pada kelompok kontrol diberikan treatment berupa penerapan pembelajaran konvensional. Treatment diberikan sabanyak 6 kali pada masing -masing kelas, setelah diberikan treatment dilanjutkan dengan pemberian posttest pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen untuk memperoleh data nilai hasil belajar IPA.
Hasil dalam penelitian ini
menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada siswa
kelas V SD Gugus III Gianyar. Perbedaan ini dapat dilihat dari rata-rata nilai hasil belajar IPA siswa, pada kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA, yaitu 79,23 sedangkan pada kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA yaitu 67,48.
Hasil analisis data juga
mempertegas perbedaan hasil belajar tersebut. Dari hasil analisis data diperoleh
thitung sebesar 4,74. Nilai tersebut
kemudian dibandingkan dengan nilai ttabel dengan dk = 31 + 31 – 2 = 60 dan taraf signifikansi 5% sehingga diperoleh nilai ttabel = 2,000. Jadi, berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui thitung>ttabel (4,74>2,000) sehingga perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas kontrol dan eksperimen adalah signifikan.
Hasil penelitian ini membenarkan hipotesis yang telah diajukan yaitu, terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan dengan siswa yang belajar melalui model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014.
Perbedaan yang signifikan ini dikarenakan perbedaan treatment atau perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan dirancang dengan melibatkan aktivitas siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran yang berupa kegiatan praktikum maupun percobaan-percobaan yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Dalam model
pembelajaran kooperatif tipe TPS
berbantuan media lingkungan ini,
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kreatif, dan kritis, yang akhirnya bermuara pada hasi belajar IPA lebih maksimal. Selain itu melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan ini, dapat melatih siswa untuk berdiskusi dan mengemukakan pendapatnya di depan kelas.
Lain halnya dengan pembelajaran
konvensional yang terjadi selama
pembelajaran IPA di kelompok kontrol. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan cara menyampaikan sejumlah materi kepada siswa yang diselingi dengan sedikit tanya jawab kemudian diikuti
dengan pemberian tugas. Dengan
pembelajaran seperti ini, siswa tidak
mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, kesempatan untuk bekerjasama dengan
teman sebaya, serta memecahkan
masalah yang ditemui (Sanjaya,
2009:265). Pembelajaran seperti ini, membuat siswa merasa bosan dan jenuh sehingga sulit untuk memahami materi pelajaran.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut: (1) Hasil belajar IPA kelompok eksperimen yaitu siswa kelas V SD Negeri 1 Bitera yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan media lingkungan diperoleh nilai rata-rata sebesar 79,23; mediannya 80; modusnya 80,83 dan 90; varians sebesar 102,78; standar deviasi sebesar 10,14; nilai maksimumnya 97 dan
nilai minimumnya 60. Berdasarkan
perbandingan nilai siswa dengan nilai
KKM = 65 pada Gugus tersebut
menunjukkan bahwa persentase kelompok eksperimen yang memperoleh nilai hasil belajar IPA di bawah KKM sebanyak 9,68% atau 3 orang siswa dan di atas KKM sebanyak 90,32% atau 28 orang siswa; (2) Hasil belajar IPA kelompok kontrol yaitu siswa kelas V SD Negeri 1
Bakbakan yang belajar melalui
pembelajaran konvensional diperoleh nilai rata-rata sebesar 67,48; mediannya 70; modusnya 73; varians sebesar 103,52; standar deviasi sebesar 10,17; nilai maksimumnya 90 dan nilai minimumnya 50. Berdasarkan perbandingan nilai siswa dengan nilai KKM = 65 pada gugus tersebut menunjukkan bahwa persentase kelompok kontrol yang memperoleh nilai hasil belajar IPA di bawah KKM sebanyak 38.9% atau 12 orang siswa dan di atas KKM sebanyak 61,1% atau 19 orang
siswa; (3) Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS Berbantuan Media Lingkungan dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t yang diperoleh thitung sebesar 4,74 dan ttabel
sebesar 2,000 karena thitung>ttabel , maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Dilihat dari kriteria
pengujian, ini berarti hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui model
pembelajaran kooperatif tipe TPS
berbantuan media lingkungan berbeda dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Selain itu dilihat dari nilai rerata hitung, ternyata kelompok eksperimen memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dari pada kelompok kontrol (79,23>67,48). Sehingga dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran kooperatif tipe TPS Berbantuan Media Lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus III Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. (1) hendaknya model pembelajaran ini dapat digunakan dan dikembangkan dalam setiap pembelajaran di kelas, sehingga dapat meningkatkan
pencapaian kompetensi guna
menciptakan pembelajaran yang lebih
inovatif sehingga siswa memiliki
pengalaman belajar yang lebih bervariasi (2) Sekolah hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang maksimal untuk menunjang proses pembelajaran agar siswa semakin termotivasi untuk
belajar dan memanfaatkan sarana
tersebut untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa sehingga mutu sekolah menjadi semakin meningkat (3) Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti lain dapat melakukan penelitian yang sejenis lebih lanjut guna mengembangkan ilmu
pendidikan khususnya model
pembelajaran kooperatif tipe TPS
berbantuan media lingkungan dalam pembelajaran IPA di SD.
DAFTAR RUJUKAN
BSNP. 2011. Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.
Dantes, I Nyoman. 2012. Metode
PenelitianPendidikan.Yogyakarta: Andi Offset.
Hamalik, Oemar. 2012. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran kontekstual konsep dan aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama. Nurhadi, et.al. 2004. Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching
and Learning/CTL) dan
Penerapannya dalam KBK. Edisi
kedua. Cetakan I. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi
Pembelajaran Berorientasi
Pembelajaran Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media group.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative
Learning Teori dan Aplikasi
PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Trianto, 2010. Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif-Progresif:
Konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media group.
Uno, Hamzah dan Nurdin. 2012. Belajar
dengan Pendekatan Pailkem:
Pembelajaran Aktif, Inovatif,
Lingkungan, Kreatif, Efektif,