• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) BERBANTUAN MEDIA KONKRET TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) BERBANTUAN MEDIA KONKRET TERHADAP HASIL BELAJAR IPA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR

SHARE (TPS) BERBANTUAN MEDIA KONKRET

TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

I Pt. Eka Sutama Yasa1

,

I Kt. Dibia2

,

I Gd. Margunayasa3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: eka.sutamayasa@yahoo.com1, dibiaketut@yahoo.com2, igede.margunayasa@undiksha.ac.id 3

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media konkret dan kelompok siswa yang dibelajarkan tidak dengan model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media konkret. Penelitian eksperimen ini menggunakan rancangan non-equivalent post test only control

group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus IV

Cempaka Putih Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017. Sampel diambil dengan teknik random sampling. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan statistik deskriptif dan uji-t independent. Hasil penelitian menujukkan bahwa hasil belajar IPA kelompok eksperimen lebih besar dari kelompok kontrol yaitu 18,04>15,23. Hasil perhitungan uji-t independent diperoleh thitung = 2,533 dan ttabel = 2,0 (thitung > ttabel) pada taraf signifikansi 5%.

Dengan demikian model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media konkret berpengaruh terhadap hasil belajar IPA.

Kata kunci: model pembelajaran think pair share, media konkret, hasil belajar IPA.

ABSTRACT

This study was aimed to identify the science’s learning outcome between the groups of students who learnt by using Think Pair Share learning model with concrete media and a groups of students who did not learnt by using Think Pair Share learning model with concrete media. This was an experimental study which was designed in non-equivalent post test only control group design. The population of the study was all of the fifth grade in Cluster IV Cempaka Kubutambahan Sub-District Buleleng District in the Academic Year 2016/2017. Samples were taken by random sampling technique. The obtained data were analyzed with descriptive statistcs and independent t-test. The result shows that science’s learning outcome was higher than the average of controlling group learning outcome that was 18,04>15,23. The result of t-test shows that tcount =

2,533 and ttable = 2,0 (tcount > ttable) with a significance level of 5%. The result shows

that Think Pair Share learning model with concrete media affects science’s learning outcome.

Keywords: Think Pair Share model, Concrete media, Science learning outcome.

(2)

2 PENDAHULUAN

Globalisasi yang penuh dengan persaingan, sumber daya manusia (SDM) menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dikembangkan. Dalam usaha pengembangan sumber daya manusia tersebut, terdapat berbagai faktor yang sangat berpengaruh. Salah satu diantaranya adalah pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas merupakan kunci untuk semua kemajuan dan perkembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global. Untuk menghasilkannya, kualitas pendidikan perlu ditingkatkan secara berkesinambungan. Melalui pendidikan, manusia dapat mewujudkan semua potensi dirinya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 Ayat 1 Menyatakan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Sesuai dengan isi undang-undang tersebut, maka pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap orang yang mencakup segala aspek kehidupan manusia dalam upaya penyiapan SDM (sumber daya manusia) yang bermutu. Penyiapan SDM yang bermutu tidaklah mudah dilakukan, diperlukan adanya suatu proses pembelajaran agar pendidikan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuannya. Sulastriningsih (2012) menyatakan bahwa proses pembelajaran yang bermutu akan menghasilkan output sumber daya manusia yang lebih bermutu. Unsur-unsur pendidikan akan menjadi pembanding maju dan perkembangan suatu pendidikan. Unsur-unsur tersebut berupa guru, siswa, saran dan prasarana pendidikan maupun kebijakan yang telah

ditetapkan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Pemerintah telah berupaya melakukan pembaharuan di bidang pendidikan seperti perubahan dalam bidang menajemen pendidikan, dalam bidang kurikulum, dalam proses pembelajaran, dan dalam bidang tenaga pendidikan demi penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan adanya perubahan di bidang manajemen pendidikan dan kurikulum, maka seyogyanya berimplikasi pada perubahan pemikiran dan komitmen untuk pengembangan diri. Perubahan pemikiran dan sikap tersebut mengacu kepada perubahan paradigma dari bagaimana mengajar ke arah bagaimana belajar dan bagaimana menstimulasi pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa dengan memperhatikan kebutuhan siswa, sehingga proses pembelajaran akan lebih bermakana dan akan mampu membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran.

Salah satu mata pelajaran di SD yang memerlukan kegiatan aktif siswa adalah IPA. Keberhasilan pembelajaran IPA di sekolah dasar ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah keaktifan siswa dalam pembelajaran. Keaktifan siswa ini akan dapat menciptakan multiple kompetensi dalam diri siswa. Semakin banyak persentase keterlibatan siswa dalam pembelajaran, suasana belajar akan terkesan semakin menarik. Pembelajaran yang menarik akan memberikan peluang kepada siswa untuk menuangkan ide-ide kreatifnya. Di samping itu, pembelajaran yang menarik juga akan membantu siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi ataupun konsep yang dipelajari dalam proses pembelajaran. Sudana, dkk (2016:1) menyatakan bahwa dalam pembelajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Alam sekitar sebagai sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan habis digunakan.

Trianto (2011:136) juga berpendapat bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas

(3)

3 pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta dituntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.

Pembelajaran IPA di SD diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006). Proses pembelajaran IPA tidak menuntut siswa sekedar menghafal sejumlah konsep dan prinsip IPA yang dibelajarkan.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, dalam proses pembelajaran IPA siswa cenderung hanya menghafal konsep terkait dengan rumus-rumus yang ada pada pembelajaran IPA, siswa menerima informasi hanya ketika guru menyampaikan materi dan siswa duduk pasif sebagai pendengar. Fenomena seperti ini yang menyebabkan siswa tidak dapat mengaplikasikan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari sehingga hal tersebut akan berdampak negatif pada hasil belajar siswa.

Berdasarkan studi dokumentasi pada tanggal 12-13 Januari 2017 menyatakan bahwa hasil belajar siswa kelas V SD di Gugus IV Cempaka Putih Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng cenderung masih rendah. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai tes ulangan akhir semester yang masih ada yang di bawah rata-rata KKM. Diketahui rata-rata hasil tes IPA di SD N 1 Depeha adalah 59,53, di SD N 2 Depeha adalah 61,37, di SD N 3 Depeha adalah 59,13, di SD N 4 Depeha adalah 50,58. Dari hasil nilai rata-rata tersebut diketahui bahwa hanya 1 SD yang telah mencapai rata-rata KKM. Dan ada 3 sekolah yang belum mampu mencapai ketuntasan minimum, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA kelas V di Gugus IV Cempaka Putih Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng belum optimal.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan masih rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas V di Gugus IV Cempaka Putih. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan tampak

bahwa pembelajaran IPA hanya terjadi dalam satu arah, yaitu dari guru kepada siswa saja. Selain itu, menurut pendapat siswa SD kelas V yang telah diwawancarai (Kadek Budarwa dan Wulan), guru hanya mengajar dengan ceramah sehingga menimbulkan kejenuhan dan konsep IPA sangat sulit untuk dipahami. Metode ceramah masih diterapkan secara utuh oleh guru disebabkan oleh pola pikir guru yang menganggap siswa sebagai penerima pengetahuan yang pasif dan guru memiliki pengetahuan yang nantinya akan dihafal oleh siswa. Guru menganggap pikiran siswa sebagai kertas kosong, sehingga memerlukan transfer pengetahuan dari pikiran guru ke pikiran siswa. Kondisi seperti itu menyebabkan IPA menjadi salah satu mata pelajaran yang sulit bagi siswa. Maka dari itu perlu sebuah inovasi pembelajaran untuk menumbuhkan minat belajar IPA sehingga hasil belajar IPA dapat ditingkatkan.

Untuk menangani permasalahan di atas perlu dilakukan inovasi dalam pembelajaran IPA. Inovasi yang dimaksud berupa perubahan cara berpikir konvensional menuju pola pikir yang inovatif. Perubahan pola pikir itu diperlukan agar para guru dapat secara optimal memfasilitasi siswa dalam belajar. Perubahan yang dimaksud yaitu mencakup perubahan peran guru dalam pembelajaran, perubahan orientasi pembelajaran, dan perubahan ruang lingkup pembelajaran. Perubahan peran yang dimaksud adalah perubahan peran guru sebagai transmitter menjadi seorang fasilitator. Melalui peran guru sebagai fasilitator, maka pembelajaran tidak lagi berorientasi pada guru tetapi pada aktivitas siswa (student centered).

Perubahan orientasi pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran tidak hanya difokuskan pada produk tetapi juga harus memperhatikan proses pembelajaran yang berkualitas. Selanjutnya, perubahan ruang lingkup belajar adalah pembelajaran yang dikembangkan dengan teknik-teknik yang kontekstual. Untuk mengakomodasinya maka pembelajaran perlu menggunakan model pembelajaran yang inovatif.

(4)

4 Salah satu model pembelajaran inovatif yang mampu memfasilitasi siswa untuk lebih meningkatkan hasil belajar IPA adalah model pembelajaran Think Pair

Share (TPS). Model pembelajaran TPS

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi (Trianto, 2007). Selain Trianto, , Zainal Aqib (2013:24) juga berpendapat bahwa “Think Pair Share dirancang untuk memengaruhi pada interaksi siswa”. Dari pendapat kedua ahli tersebut berarti bahwa pembelajaran TPS memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk memecahkan permasalahan. Model pembelajaran ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir dan berbagi bersama dengan pasangannya. Terlebih lagi jika model pembelajaran ini dipadukan dengan media konkret maka pembelajaran akan terkesan semakin menarik. Nurul dalam Nazifah (2015:36) “Media konkret adalah segala sesuatu yang nyata dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efesien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan”. Media Konkret dalam pengajaran adalah sesuatu yang dijadikan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan atau informasi yang dapat berupa alat bantu dalam proses pembelajaran yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini difokuskan pada Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Berbantuan Media Konkret Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD di Gugus IV Cempaka Putih Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui pembelajaran dengan model pembelajaran

Think Pair Share berbantuan media

konkret dan siswa yang tidak belajar dengan model pembelajaran Think Pair

Share berbantuan media konkret pada

Siswa Kelas V SD di Gugus IV Cempaka Putih Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017.

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment) karena tidak semua variabel

dapat dikendalikan secara ketat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus IV Cempaka Putih Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 103 siswa. Populasi yang ada dipilih menggunakan teknik pengundian (random sampling) untuk menentukan sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Teknik pengundian ini dilakukan karena tidak memungkinkan diadakannya pengambilan subjek penelitian secara acak dari populasi yang ada, karena subjek (siswa) secara alami telah terbentuk dalam satu kelompok (satu kelas). Teknik random sampling dilakukan dengan sistem undian.

Berdasarkan hasil pengundian pertama, diperoleh dua kelas sampel yaitu kelas V SD N 2 Depeha dan kelas V SD N 4 Depehsa. Kelas V SD N 4 Depeha terpilih sebagai kelas ekpserimen yang berjumlah 26 siswa dan kelas V SD N 2 Depeha yang berjumlah 30 siswa. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran Think

Pair Share berbantuan media konkret dan

kelas kontrol diberikan perlakuan tidak belajar dengan model pembelajaran Think

Pair Share berbantuan media konkret atau

perlakuan yang biasa diberikan oleh guru pengajar di sekolah tersebut. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Post-test Only Control Group Desain.

Dalam penelitian ini, perlakuan diberikan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran TPS berbantuan media konkret. Model pembelajaran TPS berbantuan media konkret merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif yang dapat membantu siswa untuk memahami sebuah materi pembelajaran dengan memberikan kesempatan untuk berpikir melalui sebuah pola interaksi secara berpasangan.

(5)

5 Model TPS berbantuan media konkret memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Pada tahap berpikir ini, siswa akan memikirkan materi pelajaran terkait media konkret bersama pasangannya. Model ini juga akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi pengetahuan yang mereka peroleh selama pembelajaran. Sedangkan pada kelas kontrol tidak diberikan perlakuan secara khusus artinya belajar tidak dengan model pembelajaran TPS berbantuan media konkret, hanya saja disesuaikan dengan model pembelajaran yang biasa guru gunakan di sekolah. Setelah perlakuan di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen akan diberikan post-test untuk mengetahui hasil belajar masing-masing kelompok, baik kelas eksperimen ataupun kelas kontrol.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tes objektif. Soal objektif yang digunakan terdiri dari 30 butir soal. Untuk menentukan butir soal instrumen tersebut layak untuk diberikan terhadap kelompok sampel terlebih dahulu dilakukan uji coba. Uji coba tes hasil belajar IPA meliputi: validitas butir tes, reliabilitastes tes, daya beda tes, dan tingkat kesukaran tes. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama dilakukan analisis deskriptif, tahap kedua digunakan analisis uji coba prasyarat untuk pembuktian persyaratan analisis statistik. Sedangkan pada tahap ketiga dilakukan analisis untuk pembuktian hipotesis.

Pengujian terhadap hipotesis penelitian yang telah dirumuskan dilakukan melalui metode statistika, hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan analisis Uji Independent

Sample t-test. Sebelum dilakukan uji

hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas sebaran data, uji homogenitas

varians. Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan menggunakan

independent sample t-test (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians. Kriterianya, H0 ditolak jika thitung > ttabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Deskripsi data merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui kualitas variabel yang hendak diteliti. Deskripsi data yang dilakukan, meliputi pengukuran gejala pusat (rata-rata hitung, median, dan modus) dan variabilitas (standar deviasi, variansi, skro minimum, dan skor maksimum). Berdasarkan jenis variabel yang diteliti, data yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA.

Hasil belajar IPA diukur dengan menggunakan soal pilihan ganda sebanyak 30 butir pertanyaan. Pengukuran hasil belajar IPA dilakukan terhadap siswa pada masing-masing kelompok kelas. Kelompok kelas tersebut terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok siswa kelas eksperimen dan kelompok siswa kelas kontrol. Pengukuran dilakukan setelah kelompok eksperimen diberikan perlakukan model pembelajaran TPS berbantuan media konkret dan setelah kelompok kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan tidak menggunakan model pembelajaran TPS berbantuan media konkret dengan materi ajar yang sama. Pembelajaran dilakukan sebanyak delapan kali pertemuan yaitu tujuh kali pembelajaran dan satu kali post-test.

Hasil analisis statistik deskriptif data penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

(6)

6

Tabel 1. Rekapitulasi Deskripsi Hasil Penelitian Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Banyak Sampel 26 30 Nilai Tertinggi 27 25 Nilai Terendah 9 6 Mean 18,04 15,23 Median 18,5 14,98 Modus 20,02 14,5 Standar Deviasi 4,85 4,32 Varians

23,56

18,63

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 1 tersebut, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor dan kecenderungan skor hasil belajar IPA yang diperoleh kedua kelompok. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 18,04 (kategori tinggi). Begitu pula yang tampak pada kurva poligon, yang mana sebaran data kelompok ini merupakan juling negatif. Artinya, sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Gambaran skor hasil belajar IPA kelompok eksperimen dapat dilihat pada gambar 1 berikut.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 9,5 13,5 17,5 21,5 25,5 Fre ku en si Titik Tengah

Gambar 1. Grafik poligon hasil belajar IPA kelompok eksperimen

Pada kelompok kontrol, rata-rata skor hasil belajar IPA siswa adalah 15,23

(kategori sedang). Kurva sebaran data merupakan juling positif, yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah. Kurva terlihat pada gambar 2 berikut. 0 2 4 6 8 10 12 7,5 11,5 15,5 19,5 23,5 Fre ku en si Titik Tengah

Gambar 2. Grafik poligon hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol

Dengan demikian, hasil belajar kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar kelompok kontrol. Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan independent sample t-test.

Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan rumus uji-t didapatkan hasil thitung sebesar 2,533, sedangkan, ttabel

dengan dk = 54 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,0. Hal ini berarti, thitung lebih besar

(7)

7 dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat

diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran TPS dan siswa yang tidak belajar dengan model pembelajaran TPS pada siswa kelas V SD di Gugus IV Cempaka Putih Tahun Pelajaran 2016/2017.

Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor dan kecenderungan skor hasil belajar IPA yang diperoleh kedua kelompok. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 18,04 (kategori tinggi), sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 15,23 (kategori sedang). Begitu pula yang tampak pada kurva poligon, yang mana sebaran data kelompok ini merupakan juling negatif. Artinya, sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Namun berbeda halnya pada kelompok kontrol, kurva sebaran data merupakan juling positif, yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data telah terbukti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TPS berbantuan media konkret dan siswa yang dibelajarkan tidak dengan model TPS berbantuan media konkret Perbedaan yang signifikan juga terlihat dari hasil uji deskriptif yang menunjukkan bahwa hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran TPS berbantuan media konkret lebih baik dengan dibandingkan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran tidak dengan model TPS berbantuan media konkret.

Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) yang digunakan pada kelompok eksperimen dan pada kelompok kontrol yang tidak menggunakan Model Pemebelajaran Think Pair Share (TPS) dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh yang berbeda pada hasil belajar IPA siswa.

Hal ini dapat dilihat dari hasil uji-t dan perbedaan rata-rata skor hasil belajar IPA pada kedua kelompok.

Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor dan kecenderungan skor hasil belajar IPA yang diperoleh kedua kelompok. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 18,04 (kategori tinggi), sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 15,23 (kategori sedang). Begitu pula yang tampak pada kurva poligon, yang mana sebaran data kelompok ini merupakan juling negatif. Artinya, sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Namun berbeda halnya pada kelompok kontrol, kurva sebaran data merupakan juling positif, yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah.

Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t, diketahui thitung = 2,533

dan ttabel (dk = 54 pada taraf signifikansi 5%)

= 2,0. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari

ttabel (thitung > ttabel), sehingga hasil penelitian

adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran TPS dan siswa yang tidak belajar dengan model pembelajaran TPS. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model pembelajaran TPS berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa.

Besarnya pengaruh model pembelajaran TPS dan yang tidak belajar dengan model pembelajaran TPS terhadap hasil belajar dapat dibuktikan dari hasil analisis deskriptif. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok eksperimen, yaitu 18,04 lebih tinggi daripada kelompok kontrol, yaitu 15,23.

Temuan penelitian yang menunjukkan bahwa Model TPS berbantuan media konkret berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa dengan kecenderungan sebagian besar skor siswa tinggi disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama, model TPS dapat melatih

(8)

8 siswa untuk berpikir sendiri, berdiskusi dengan pasangannya, dan menyampaikan hasil diskusinya terkait konsep-konsep IPA yang dipelajari. Kegiatan berpikir akan mengarahkan siswa untuk mengeluarkan kemampuannya dalam memecahkan sebuah permasalahan. Kegiatan diskusi berpasangan akan menambah keyakinan siswa terhadap hasil pemikirannya. Selanjutnya, kegiatan sharing atau menyampaikan hasil pemikiran kepada teman sekelasnya akan menambah ingatan siswa terkait pemahamannya terhadap konsep. Ketiga kegiatan tersebut dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih baik dan menemukan hal-hal yang bermakna dari kegiatan tersebut. Kesempatan tersebut akan memunculkan hasil pemikiran siswa secara murni dan didukung oleh penguatan dari pasangannya, sehingga berpengaruh terhadap kualitas pemahaman konsep siswa. Hal lain yang terjadi adalah pemahaman yang diperoleh tersebut tidak mudah dilupakan karena proses yang siswa lalui untuk memperolehnya merupakan kegiatan pembelajaran yang bermakna. Temuan tersebut didukung oleh pendapat Aris Shoimin (2014: 208) juga menyatakan bahwa TPS merupakan suatu “model pembelajaran kooperatif yang memberi siswa waktu untuk berpikir dan merespons serta saling bantu satu sama lain”. Pembelajaran tersebut dilakukan melalui tahapan berpikir, berdiskusi, dan berbagi. Prosedur tersebut memberikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya secara bermakna.

Faktor kedua, perpaduan model TPS dengan media konkret memberikan kesan yang berbeda pada pembelajaran. Media konkret yang dimaksud dalam penelitian ini adalah benda asli, misalnya saja yang berupa jam dinding berbentuk lingkaran, papan tulis berbentuk persegi panjang, keramik atau ubin berbentuk persegi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengkonkretkan konsep bangun datar, melibatkan siswa secara aktif secara menarik perhatian siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurul dalam Nazifah (2015) “Media konkret adalah segala sesuatu yang nyata dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari

pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efesien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan”. Sedangkan menurut Nurul dalam Nazifah (2015:36) “Media konkret adalah segala sesuatu yang nyata dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efesien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan”.

Dengan demikian, media konkret dalam pengajaran adalah sesuatu yang dijadikan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan atau informasi yang dapat berupa alat bantu dalam proses pembelajaran yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.

Temuan penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eka Ardi Wrisca Febriyanti (2014). Dalam penelitiannya tersebut, dibuktikan bahwa hasil belajar Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode Two Stay Two Stray (TS-TS) berbantuan media konkret dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Diah Kumala Izza (2015). Dalam Peningkatan Pembelajaran IPA Tentang Gaya Pada Siswa Kelas V SDN 6 Panjer”. Dalam penelitian tersebut dibuktikan bahwa Media Konkret dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Penelitian mengenai TPS juga telah dilakukan oleh Cening Sri Wati (2013). Keberhasilan penelitian-penelitian tersebut mendukung keberhasilan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran TPS berbantuan media konkret terhadap hasil belajar IPA siswa.

Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TPS berbantuan media konkret berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa.

(9)

9 SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Think

Pair Share berbantuan media konkret dan

siswa yang tidak belajar dengan model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media konkret pada siswa kelas V SD di Gugus IV Cempaka Putih Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng tahun Pelajaran 2016/2017. Hasil uji-t menunjukkan bahwa thitung adalah 2,533,

sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 5%

dan dk = 54 adalah 2,0. Di samping itu, rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan model pembelajaran TPS berbantuan media konkret (18,04) lebih tinggi daripada rata-rata skor siswa yang tidak belajar dengan model pembelajaran TPS berbantuan media konkret (15,23). Bertolak dari hasil penelitian, dapat diajukan beberapa saran Kepada Guru, yaitu Kualitas siswa sangat ditentukan oleh kualitas pembelajaran. Oleh karena itu, para guru SD hendaknya menggunakan model-model pembelajaran inovatif dalam pembelajaran di sekolah dengan beberapa modifikasi agar sesuai dengan kondisi sekolah dan peserta didik. Kemudian, terbatasnya waktu penelitian menyebabkan penelitian hanya dilakukan pada mata pelajaran IPA saja. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi awal bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut dalam skala luas dan variabel yang beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2013. Model-Model, Media,

dan Strategi Pembelajaran

Konstekstual (inovatif). Bandung: Penerbit Yrama Widya.

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Pusat Kurikulum..

Febriyanti, E.A.W. 2014. Pengaruh Metode

Pembelajaran Two Stay Two Stray Berbantuan Media Konkret Terhadap

Hasil Belajar Siswa Kelas V. Tersedia

pada http://download.portalgaruda.org /article.php.(Diakses pada 7 Januari 2017).

Izaa, D.K. 2015. Penerapan Model Inkuiri

Terbimbing Dengan Media Konkret Dalam Peningkatan Pembelajaran IPA Tentang Gaya Pada Siswa Kelas V SDN 6 Panjer. Tersedia pada

http://download.portalgaruda.org/articl e. php.(Diakses pada 7 Januari 2017). Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:

AR-RUZZ MEDIA.

Sisdiknas. 2006. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 SISDIKNAS Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusmedia.

Sudana, dkk. 2016. Buku Ajar Perguruan

Tinggi Pendidikan IPA SD. Singaraja:

UNDIKSHA.

Sulastriningsih, Pt. 2012. “Pengaruh Model

Process Oriented Guided Inquiry Learning terhadap Kemampuan Pemahaman konsep IPA Siswa Kelas V SD Gugus XI Kecamatan Buleleng”. Jurnal Undiksha. Tersedia pada:

p/JJPGSD/article/viewFile/820/693 (Diakses pada: 8 Januari 2017). Trianto. 2007. Model- model Pembelajaran

Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. ---. 2011. Model Pembelajaran Terpadu.

Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Wati, C.S. 2013. Pengaruh Model

Pembelajaran TPS Berbantuan Media Permainan Tradisional Bali Terhadap Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas IV SD Gugus IV Sawan. Tersedia

pada: http://download.portalgaruda. org/article.php. (Diakses pada 7 Januari 2017).

Yuliana, N.D. 2015. Pengaruh Penggunaan

(10)

10

Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas II Sekolah Dasar Negeri Babelan Kota 06 Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi. Tersedia

pada: http://download.portalgaruda .org/article.php. (Diakses pada 7 Januari 2017).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pusat dan tinggi rata-rata wilayah kecamatan se – Kabupaten Banyumas melalui aplikasi sistem koordinat bola dengan bantuan

b) Tahap pekerjaan lapangan, meliputi mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perilaku kebiasaan membaca pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang.

Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian

Guru dituntut tidak hanya mengetahui teori-teori tentang demokrasi dan menciptakan pembelajaran hanya sebagai sebuah transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi

Adanya gugus asam yang terikat pada atom C nomor 6 pada alginate, karagenan maupun agrose akan menghalangi terbentuknya ester sehingga perlu dideaktivasi dengan cara

Menurut Purwanto (2003: 20) komunikasi organisasi adalah suatu proses komunikasi yang menggunakan media yaitu bahasa atau simbol-simbol yang bisa digunakan untuk

Koordinasi mata-kaki, kelincahan, keseimbangan dan fleksibilitas togok pada kemampuan menggiring bola sangat dibutuhkan, karena pada saat pemain menggiring bola ke daerah

Kata Kunci : Model Pembelajaran Guided Inquiry, Hasil Belajar, Aktivitas Siswa, Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Darul