MODEL ACCELERATED LEARNING BERBASIS EKSPERIMEN
BERPENGARUH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA
SISWA KELAS V SD GUGUS V TAMPAKSIRING
Dw. Ayu Sri Handayani
1, I.B. Surya Manuaba
2, Ni Nym. Ganing
31,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
email: [email protected]
1, [email protected]
2,
[email protected]
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran model Accelerated Learning berbasis eksperimen dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD gugus V Tampaksiring tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Gugus V Tampaksiring, sebanyak 192 siswa. Sampel diambil dengan teknil random sampling, sehingga diperoleh sampel penelitian sebanyak 64 siswa yang terdiri dari seluruh siswa kelas VA SDN 1 Pejeng sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V SDN 3 Pejeng sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes. Tes yang digunakan adalah tes hasil belajar IPA dalam bentuk objektif tipe pilihan ganda biasa. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, nilai rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran model Accelerated Learning berbasis eksperimen lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t juga memperoleh hasil thitung = 7,923 dan t tabel = 2,00, karena thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal
ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan anatara hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model Accelerated Learning berbasis eksperimen dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model Accelerated Learning berbasis eksperimen berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD gugus V Tampaksiring tahun pelajaran 2013/2014.
Kata kunci : model Accelerated Learning berbasis eksperimen, hasil belajar IPA
Abstract
This study aims to determine the differences in sciences learning outcomes of students who take lesson with models of Accelerated Learning based experiment that follow the conventional learning in the fifth grade elementary school students group V Tampaksiring of academic years 2013/2014. This research was a quasi experimental study with a research design that nonequivalent control group design. The population in this study wee all students of fifth gradein elementary school students group V Tampaksiring, as many as 192 students. Samples were taken with a random sampling
technique, in order to obtains as many as 64 students throughtout the VA grade students at SDN 1 Pejeng as the experimental group and fifth grade students at SDN 3 Pejeng as the control group. The data collected by the test method. The test use is the science achievement test in the form of multiple choice objective type. Data were analyzed using t-test analysis. The results showed that, the average value learning outcomes students who take models of Accelerated Learning based experiments is higher than the average value students learning outcomes that follow the conventional learning. Hypothesis testing using t test also obtain the results of tcount = 7.923 and ttable =
2.00, because of tcount > ttable then Ho is rejected and Ha accepted. This proves that there
are significant differences science learning outcomes of students who take models of Accelerated Learning based experiments between students who take conventional learning. It can be concluded that the application of the models of Accelerated Learning based experiments affect learning outcomes fifth grade students of elementary school science cluster V Tampaksiring of academic year 2013/2014.
Key words: models of Accelerated Learning based experiment, science learning outcome
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Maliki, 2010). Pendidikan sangatlah membutuhkan perhatian khusus agar tetap dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diingikan bersama. Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin maju, dengan keyakinan pendidikan yang bermutu dapat menunjang kehidupan di segala bidang. Oleh karena itu pendidikan perlu mendapat perhatian yang besar untuk mengejar ketertinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah diantaranya, perubahan kurikulum yang setiap kali dilakukan, peningkatan kesejahteraan sebagai penghargaan kepada guru karena melaksanakan tugasnya dengan baik, perbaikan sarana dan prasarana sekolah dengan program BOS, mengadakan sertifikasi untuk penjaminan mutu
pengajaran, pemberdayaan musyawarah guru mata pelajaran, mengadakan seminar-seminar nasional bidang pendidikan, serta berbagai upaya lainnya. Namun upaya-upaya tersebut belum sepenuhnya dapat mengatasi permasalahan pendidikan pada umumnya.
Pendidikan di sekolah dasar membelajarkan berbagai mata pelajaran kepada siswanya. Salah satunya adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA merupakan mata pelajaran yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Pelajaran IPA di SD memuat materi tentang pengetahuan-pengetahuan alam yang dekat dengan kehidupan siswa SD. Siswa diharapkan dapat mengenal dan mengetahui pengetahuan-pengetahuan alam tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. IPA adalah pelajaran yang penting karena ilmunya dapat diterapkan secara langsung dalam masyarakat. Menurut Samatowa (2011:3) beberapa alasan pentingnya mata pelajaran IPA yaitu, IPA berguna bagi kehidupan atau pekerjaan anak dikemudian hari, bagian kebudayaan bangsa, melatih anak berpikir kritis, dan mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi dapat membentuk pribadi anak secara keseluruhan.
Pembelajaran IPA yang menarik bukan hanya pengetahuan berupa fakta, konsep, dan teori yang dijejalkan begitu saja kepada siswa, namun lebih dari itu
pembelajaran tersebut haruslah bermakna, menantang, dan merangsang keingintahuan siswa dengan menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif. Siswa diharapkan mampu menunjukkan sikap logis, kritis, dan kreatif tersebut di bawah bimbingan guru dengan cara memecahkan masalah sederhana yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan berpikir logis, kritis, dan kreatif siswa akan mampu mengubah cara pikirnya menjadi lebih cinta terhadap lingkungannya sendiri dan penciptanya. Pemberian mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa memahami atau menguasai konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode-metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA dibutuhkan kreativitas guru dalam membelajarkan siswanya. Seperti kecerdasan guru dalam menelaah kurikulum, menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menggunakan strategi, metode, dan media yang tepat, serta mengelola kelas yang menyenangkan. Sebagaimana dijelaskan Sudjana (2012) bahwa, “proses pembelajaran yang efektif
memerlukan strategi dan
metode/teknologi pendidikan yang tepat. Guru sebaiknya memperhatikan dalam pemilihan dan penentuan metode sebelum kegiatan belajar dilaksanakan”. Model serta metode pembelajaran yang digunakan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pendidikan terutama hasil belajar siswa. Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, karena melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal, dengan demikian dapat dihasilkan output yang berkualitas.
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila semua tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai, yang
terungkap dalam hasil belajarnya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung. Faktor-faktor tersebut ada yang berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa itu sendiri. Adapun salah satu faktor yang berasal dari luar diri siswa adalah model atau metode pembelajaran yang digunakan guru. Kurangnya variasi dalam menerapkan suatu model pembelajaran di kelas akan mengakibatkan kejenuhan bagi siswa selama mengikuti pembelajaran tersebut, sehingga dapat menyebabkan hasil belajarnya kurang optimal. Kurangnya penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dan lebih inovatif juga ditemui di beberapa sekolah di kecamatan Tampaksiring. Kecendrungan untuk menggunakan model pembelajaran konvensional masih melekat pada setiap pembelajaran, artinya model yang digunakan selalu sama pada setiap kali pembelajaran berlangsung sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa masih kurang dari yang diharapkan.
Seorang guru yang baik, adalah guru yang dapat mengidentifikasi kebutuhan dari siswanya. Siswa SD yang masih berada pada tahap operasional konkrit sebaiknya disajikan pembelajaran yang mengedepankan objek-objek nyata sebagai media pembelajarannya. Selain itu untuk mempercepat pemahaman siswa, alangkah baiknya jika siswa diberikan pengalaman langsung untuk menemukan konsep-konsep dari materi pelajaran yang dihadapinya. Untuk menyikapi hal tersebut, model pembelajaran yang dipercepat (Accelerated Learning ) berbasis eksperimen akan dapat menjawab permasalahan yang dihadapi guru saat ini. Accelerated Learning merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat mempercepat siswa dalam memahami materi pelajaran. Menurut Hernawan (2008:6.17) Accelerated Learning atau yang dikenal dengan pembelajaran akselerasi adalah suatu kemampuan menyerap dan memahami informasi baru secara tepat serta mempertahankan informasi tersebut.
Kemampuan belajar seperti ini diperlukan untuk menguasai kecepatan dalam suatu
perubahan yang terjadi.
Pengimplementasian model Accelerated Learning berbasis eksperimen didasari oleh enam langkah dasar, atau yang lebih dikenal dengan langkah MASTER (Rose & Nichol, 2002:94-98).
Penerapan keenam langkah model Accelerated Learning yang dibarengi dengan eksperimen (percobaan) disinyalir akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di kelas yang terkesan menoton. Djamarah (dalam Sitiatava, 2013:132) menyebutkan bahwa eksperimen adalah cara penyajian pelajaran saat siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dengan dikembangkannya model Accelerated Learning berbasis eksperimen akan lebih mempercepat pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari, sehingga yang mereka peroleh dari kegiatan pembelajaran akan melekat lebih lama diingatannya. Hal ini akan terungkap dari hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran IPA dengan model Accelerated Learning berbasis eksperimen.
Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi dari segala proses pembelajaran. Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain kognitif atau kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor
atau keterampilan.Melalui pembelajaran dengan model Accelerated Learning berbasis eksperimen akan membuat siswa termotivasi untuk belajar, sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar IPA.
METODE
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen semu (quasi exsperiment). Digunakan rancangan eksperimen semu karena kelompok kontrol tidak dapat sepenuhnya dikontrol secara ketat dari variabel-variabel luar yang mempengaruhi eksperimen. Desain eksperimen semu yang akan digunakan pada penelitian ini adalah nonequivalent control group design, rancangan penelitian ini dipilih karena eksperimen dilakukan pada kelas dengan siswa yang ada adalah setara. Pada saat pelaksanaan eksperimen, dilakukan terlebih dahulu pengukuran terhadap kemampuan awal subyek dari kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Setelah mengetahui kemampuan awal subyek penelitian, selanjutnya diberikan treatment (perlakuan) pada masing-masing kelompok, kelompok eksperimen mengikuti pembelajaran dengan model
Accelerated Learning berbasis
eksperimen sedangkan kelompok kontrol mengikuti pembelajaran konvensional. Treatment dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan dan pada akhir pertemuan diberikan post test sesuai tentang materi yang mengikuti pembelajaran.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus V Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan jumlah siswa sebanyak 192. Pemilihan gugus V Tampaksiring tersebut karena berdasarkan informasi yang diperoleh dari pengelola gugus bahwa kelas-kelas tersebut terdistribusi kedalam kelas-kelas yang setara secara akademik. Dikatakan setara karena dalam pengelompokan siswa ke dalam kelas - kelas tersebut disebar secara merata antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Dalam pemilihan sampel penelitian ini tidak dilakukan pengacakan individu, karena tidak bisa mengubah kelas yang
telah terbentuk sebelumnya. Kelas dipilih sebagaimana telah terbentuk tanpa campur tangan peneliti, kemungkinan pengaruh–pengaruh dari keadaan subjek mengetahui dirinya dilibatkan dalam eksperimen dapat dikurangi sehingga penelitian ini benar–benar mendeskripsikan pengaruh pelakuan yang diberikan. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik random sampling, teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel yang mana “semua anggota dalam populasi mempunyai probabilitas atau kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel” (Darmadi, 2011: 57). Dari teknik random dicari dua kelas yang selanjutnya diundi untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah dilakukan pengundian maka diperoleh dua kelas yang dijadikan sampel pada penelitian ini, yang mana kelas pertama menjadi kelompok eksperimen dan kelas kedua menjadi kelompok kontrol. Kelas yang terpilih menjadi kelompok eksperimen yaitu kelas VA SDN 1 Pejeng, sementara itu kelompok kontrolnya adalah SDN 3 Pejeng.
Untuk memastikan kelompok yang ada adalah setara dan nantinya hanya dipengaruhi oleh treatment yang diberikan, maka diuji terlebih dahulu kesetaraan dari kelompok tersebut. Pengujiannya dilakukan dengan uji-t pooled varian dan tentunya dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu berupa normalitas dan homogenitas.
Variabel merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Arikunto (2010:161) mendefinisikan variabel sebagai objek penelitian, atau yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Penelitian yang akan dilakukan ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah model Accelerated Learning berbasis eksperimen yang dikenakan pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelompok kontrol. Variabel yang dieksperimenkan hanya model Accelerated Learning berbasis
eksperimen, sementara pembelajaran konvensional hanya digunakan sebagai pembanding dalam kegiatan penelitian ini, sehingga akhirnya akan diketahui adanya perbedaan antara dua variabel tersebut terhadap variabel terikat. Sementara itu yang menjadi variabel terikat adalah hasil yang terjadi akibat dari pengaruh variabel bebas, dalam hal ini variabel terikatnya adalah hasil belajar IPA siswa.
Dalam penelitian ini terdapat prosedur yang dilaksanakan terdiri dari tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pengakhiran eksperimen. Pada tahap persiapan dilakukan penyusunan instrument hingga menentukan kelompok eksperimen dan kontrol. Pada tahap pelaksanaan dilakukan treatment pada masing-masing sampel, dan pada tahap pengakhiran dilakukan pemberian post test untuk mengetahui hasil belajar IPA siswa.
Data yang dicari dalam penelitian ini,berupa hasil belajar IPA siswa, sehingga digunakan teknik tes sebagai metode pengumpulan data. Tes yang digunakan berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda biasa dengan empat pilihan pada setiap soalnya. Tes ini diberikan setelah dilakukan perlakuan (treatment) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis penelitian. Setiap siswa akan diberi skor 1 apabila menjawab pertanyaan dengan benar, dan diberi skor 0 apabila menjawab salah dari setiap soalnya.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Dalam suatu penelitian, data memiliki kedudukan yang paling tinggi karena data menggambarkan variabel yang diteliti. Oleh karena itu benar tidaknya data tergantung dari baik buruknya instrumen pengumpulan data. Menurut Arikunto (2010:211) “instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat penting yaitu valid dan reliabel”. Beranjak dari pendapat tersebut, maka tes hasil belajar IPA diuji cobakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Tidak hanya diuji validitas dan reliabilitasnya saja, tetapi tes yang
digunakan juga diuji daya beda serta tingkat kesukarannya, mengingat tes yang digunakan berupa tes objektif dengan bentuk pilihan ganda yang bersifat dikotomi. Tes yang telah dibuat diujicobakan pada kelas VI SDN 1 Pejeng dengan jumlah responden sebanyak 79 siswa.
Data penelitian ini dianalisis menggunakan dua cara yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik parametrik. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran model Accelerated Learning berbasis eksperimen dan data siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Sementara itu, analisis statistik parametrik digunakan untuk uji hipotesis, data hasil penelitian dianalisis menggunakan uji-t.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada akhir penelitian, seluruh siswa pada kelompok eksperimen dan control diberikan post test untuk memperoleh data hasil belajarnya setelah mengikuti pembelajaran IPA dengan model Accelerated Learning berbasis eksperimen dan pembelajaran konvensional.
Dari hasil post-test pada kelompok eksperimen dengan jumlah 32 siswa diperoleh nilai rata-rata kelompok eksperimen sebesar 65,13 dengan perolehan nilai minimum sebesar 40 dan nilai maksimum sebesar 88. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa terdapat 6 siswa atau 18,8% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori sangat baik, 16 siswa atau 50% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori baik, 9 siswa atau 28% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori cukup, dan 1 siswa atau 3,1% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa pada kelompok eksprimen memperoleh hasil belajar dengan kategori baik.
Dari hasil post-test kelompok kontrol yang juga berjumlah 32 siswa diperoleh nilai rata-rata kelompok eksperimen sebesar 39 dengan perolehan nilai minimum sebesar 20 dan nilai maksimum sebesar 60. Berdasarkan hasil
analisis, dapat diketahui bahwa terdapat 3 siswa atau 9,4% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori baik, 11 siswa atau 34,4% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori cukup, 10 siswa atau 31,3% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori kurang, dan 8 siswa atau 25% siswa memperoleh hasil belajar dalam kategori sangat kurang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa pada kelompok kontrol memperoleh hasil belajar dengan kategori cukup.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata IPA siswa yang mengikuti pembelajaran model
Accelerated Learning berbasis
eksperimen sebesar 65,13 dengan nilai maksimal sebesar 88 dan nilai minimal 40. Standar deviasi kelompok eksperimen adalah s = 12,78 dan varian s2= 163,33. Sementara itu nilai rata-rata IPA siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional sebesar 39 dengan nilai maksimal sebesar 60 dan nilai minimal 20. Standar deviasi kelompok kontrol adalah s = 13,59 dan varians s2= 184,69.
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis uji-t, terlebih dahulu harus dipenuhi beberapa asumsi sebagai prasyarat. Uji prasyarat meliputi uji normalitas data dan uji homogenitas varians (Irianto, 2008:113).
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data skor hasil belajar IPA siswa masing-masing kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan terhadap post-test hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam hal ini digunakan analisis Chi-square (Andi Supagat, 2008:308), berdasarkan perhitungan diketahui bahwa harga X2hitung
yang diperoleh dari kelompok eksperimen adalah 5,61. Harga tersebut kemudian dibandingkan dengan harga X2tabel
dengan dk = 5 dan taraf signifikansi 5% sehingga diperoleh harga X2tabel = 11,07,
karena X2hitung<X2tabel (5,61 < 11,07) maka
H0 diterima atau H1 ditolak. Ini berarti sebaran data hasil belajar IPA kelompok eksperimen berdistribusi normal.
Pada kelompok kontrol diperoleh harga X2hitung adalah 6,92. Harga tersebut
X2tabel dengan dk=5 dan taraf signifikansi
5% sehingga diperoleh harga X2tabel =
11,07, karena X2hitung < X2tabel (6,92 <
11,07) maka H0 diterima atau H1 ditolak. Ini berarti sebaran data hasil belajar IPA kelompok kontrol berdistribusi normal.
Uji homogenitas dilakukan untuk menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan antar kelompok, bukan sebagai akibat perbedaan dalam kelompok. Uji homogenitas varians untuk kedua kelompok digunakan uji F dari Havley (Sugiyono, 2012:275). Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung= 1,13, Harga
tersebut kemudian dibandingkan dengan harga Ftabel yang diperoleh dari tabel
nilai-nilai distribusi F dengan derajat kebebasan pembilang (dk pembilang) = 32 – 1 = 31 dan derajat kebebasan penyebut (dk penyebut) = 32 – 1 = 31 pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan tabel nilai-nilai distribusi F diperoleh Ftabel
sebesar 1,93.
Adapun ketentuan yang berlaku adalah apabila Fhitung < Ftabel maka H0 diterima dan Ha ditolak, dan sebaliknya apabila Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasakan hasil perhitungan diperoleh harga Fhitung < Ftabel (1,13 < 1,93)
maka H0 diterima dan Ha ditolak. Ini berarti varian data hasil belajar IPA antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sama atau homogen.
Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas dapat diketahui bahwa data yang diperoleh dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Karena data yang diperoleh telah memenuhi semua prasyarat, uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis uji-t. uji t yang digunakan adalah dengan rumus pooled varians. Berikut disajikan rekapitulasi hasil analisis data dengan menggunakan uji-t. pada Tabel 1.
Tabel 1. Tabel Rekapitulasi Analisis Uji-t Data Post test
No Sampel N Dk s2 thitung ttabel Kesimpulan
1 2 Eksperimen Kontrol 32 32 62 65,13 39 163,33 184,69 7,923 2,00 thitung > ttabel (H0 ditolak, Ha diterima)
Melihat hasil analisis data diperoleh
thitung sebesar 7,923. Harga tersebut
kemudian dibandingkan dengan harga ttabel . Harga ttabel diperoleh dari tabel
nilai-nilai dalam distribusi T dengan dk = 32 + 31 – 2 = 62 dan taraf signifikansi 5% . Berdasarkan tabel nilai-nilai dalam distribusi T diperoleh harga ttabel sebesar
2.00, karena thitung > ttabel (7,923 > 2.00)
maka Ho ditolak atau Ha diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
Accelerated Learning berbasis
eksperimen dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus V Tampaksiring tahun pelajaran 2013/2014.
Berdasarkan perolehan hasil belajar IPA pada kelas eksperimen dapat diketahui bahwa dengan membelajarkan siswa menggunakan model Accelerated Learning berbasis eksperimen dapat memperoleh hasil yang lebih baik daripada melalui pembelajaran yang biasa diterapkan guru. Hal ini tentu didukung oleh keunggulan dari model Accelerated Learning itu sendiri, yang
salah satunya adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih mengeksplor kemampuan yang dimilikinya baik dengan cara belajar sambil bermain hingga melakukan percobaan-percobaan yang berkaitan dengan materi sehingga siswa dapat lebih cepat memahami materi yang sedang dipelajari. Selain itu model Accelerated Learning yang diterapkan melalui kegiatan percobaan, siswa akan dapat secara langsung menemukan dan mengetahui konsep dari materi itu sendiri, yang menyebabkan konsep tersebut akan lebih cepat dipahami dan melekat lebih lama diingatan siswa serta berpengaruh terhadap hasil belajarnya kearah yang lebih baik.
Model pembelajaran ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan secara aktif dalam pembelajaran, siswa dilatih untuk berdiskusi, mengemukakan pendapat disertai alasan, menanggapi pendapat orang lain, mampu membuat keputusan yang tepat, serta memiliki kemampuan bekerja sama lewat belajar kelompok. Siswa juga belajar membuat laporan sederhana dari hasil percobaan yang telah dilakukannya, yang selanjutnya disampaikan di depan kelas pada akhir pelajaran.
Perbedaan yang signifikan dari hasil belajar antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol juga dikarenakan perbedaan treatment atau perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran Accelerated Learning berbasis eksperimen pembelajaran dirancang dengan melibatkan aktivitas siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran yang berupa kegiatan praktikum maupun percobaan-percobaan yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kreatif, dan kritis serta kemampuan untuk bekerjasama. Selain itu melalui model Accelerated Learning berbasis eksperimen ini siswa juga dilatih untuk berdiskusi, mengemukakan
pendapat disertai alasan, menanggapi pendapat orang lain, mengevaluasi pendapat orang lain, mampu membuat keputusan yang tepat, serta mampu membuat laporan sederhana dari setiap kegiatan yang dilakukan.
Pembelajaran yang dikembangkan dengan model Accelerated Learning berbasis eksperimen juga lebih memungkinkan terjadinya proses pengkontruksian pengetahuan. Proses pembelajarn juga akan lebih bermakna apabila siswa sendiri yang mengkontruksi pengetahuannya dan mengalami langsung tentang sesuatu yang dipelajari. Selain itu pembelajaran akselerasi juga dapat membangun suasana pembelajaran yang aktif, kreatif serta menyenangkan. Siswa secara aktif akan menggali dan mencari sendiri setiap permasalahan yang diajukan guru melalui kegiatan-kegiatan percobaan yang dilakukannya.
Lain halnya dengan pembelajaran konvensional yang terjadi selama pembelajaran IPA di kelompok kontrol. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan cara menyampaikan sejumlah materi kepada siswa yang diselingi dengan sedikit tanya jawab kemudian diikuti dengan pemberian tugas. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, kesempatan untuk bekerjasama dengan teman sebaya, serta memecahkan masalah yang ditemui. Pembelajaran seperti ini, membuat siswa merasa bosan dan jenuh sehingga sulit untuk memahami materi pelajaran. Temuan tersebut diperkuat oleh pendapat yang disampaikan oleh Trianto (2010:5) yang menyatakan bahwa “secara empiris, berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik disebabkan oleh dominannya proses pembelajaran konvensional.” Pembelajaran seperti ini, membuat siswa merasa bosan dan jenuh sehingga sulit untuk memahami materi pelajaran. Hal ini tentu sangat berdampak pada hasil belajar siswa.
Pemaparan tersebut tentunya mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan hasil belajar IPA siswa antara yang mengikuti pembelajaran dengan model Accelerated Learning berbasis eksperimen dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V gugus V Tampaksiring tahun pelajaran 2013/2014.
PENUTUP
Dari uraian sebelumnya tentang hasil penelitian ini, maka dapat dipaparkan beberapa hal meliputi, siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Accelerated Learning berbasis eksperimen memperoleh hasil belajar dengan kategori baik. Hal ini diketahui berdasarkan hasil post-test pada kelompok eksperimen yang diperoleh nilai rata-rata sebesar 65,13 dengan perolehan nilai minimum sebesar 40 dan nilai maksimum sebesar 88.
Siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional memperoleh hasil belajar dengan kategori cukup. Hal ini diketahui berdasarkan hasil post-test pada kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata sebesar 39 dengan perolehan nilai minimum sebesar 20 dan nilai maksimum sebesar 60.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran model
Accelerated Learning berbasis
eksperimen dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t yang diperoleh thitung sebesar 7,923 dan ttabel sebesar 2,00 karena thitung>ttabel , maka Ho ditolak dan
Ha diterima. Dilihat dari kriteria pengujian, ini berarti hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
Accelerated Learning berbasis
eksperimen berbeda dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Selain itu dilihat dari nilai rerata hitung, ternyata kelompok eksperimen memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model
Accelerated Learning berbasis
eksperimen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus V Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/2014.
Keberhasilan dalam penerapan model Accelerated Learning berbasis eksperimen merupakan salah satu cara untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu terdapat beberapa saran yang ingin disampaikan, adapun saran yang disampaikan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut.
Bagi guru hendaknya model pembelajaran ini dapat digunakan dan dikembangkan dalam setiap pembelajaran di kelas, sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi guna menciptakan pembelajaran yang lebih inovatif sehingga siswa memiliki pengalaman belajar yang lebih bervariasi.
Bagi sekolah hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang maksimal untuk menunjang pembelajaran agar siswa semakin termotivasi untuk belajar dan memanfaatkan sarana tersebut untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa sehingga mutu sekolah menjadi semakin meningkat.
Bagi peneliti lain dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan peneliti lain melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan model pembelajaran Accelerated Learning. Pada penelitian selanjutnya diharapkan variabel dan sampel yang diteliti lebih luas sehingga dapat menemukan faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, serta hasil penelitian benar-benar dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya yang terjadi di lokasi penelitian.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Hernawan, Asep Herry, dkk. 2008.
Pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta:
Irianto, Agus. 2008. Statistik konsep Dasar
dan Aplikasinya. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. Maliki, Zainuddin. 2010. Sosiologi
Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Putra, Sitiatava Rizema. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Jogjakarta: Diva Press. Rose, Colin dan Malcolm J. Nichol. 2002.
Accelerated Learning For The 21st Century. Bandung: Nuansa Samatowa, Usman. 2011. Pembelajaran
IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.
Sudjana, Nana. 2012. Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).. Bandung: Alfabeta.
Supagat, Andi. 2008. Statistika dalam kajian Deskriptif, Inferensi & Nonparametrik. Jakarta: Kencana. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif
Konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Jakarta: Kencana
Wahidmurni, Alifin Mustikawan, dan Ali Ridho. 2010. Evaluasi Pembelajaran: Kompetensi dan Praktik. Yogyakarta: Nuha Letera