• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BRAIN BASED LEARNING (BBL) BERBANTUAN LINGKUNGAN TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH BRAIN BASED LEARNING (BBL) BERBANTUAN LINGKUNGAN TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA SISWA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BRAIN BASED LEARNING (BBL) BERBANTUAN

LINGKUNGAN TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA SISWA

I Dw Md Putra Sanjaya

1

, Ni Wyn Arini

2

, I Gde Wawan Sudatha

3 1,2

Jurusan PGSD,

3

Jurusan TP, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:[email protected], [email protected] [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pemahaman konsep IPA siswa yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan Brain Based Learning berbantuan lingkungan dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian ini merupakan

quasi eksperiment. Populasi penelitian adalah seluruh kelas IV SD di Gugus XIII

Kecamatan Buleleng yang terdiri dari 5 SD dengan jumlah 154 siswa. Sampel penelitian yaitu kelas IV SD No. 1 Banjar Tegal dengan jumlah 29 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas IV SD No. 1 Baktiseraga dengan jumlah 38 siswa sebagai kelas kontrol. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian pemahaman konsep IPA. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan uji-t sampel independent. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA siswa yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan Brain Based Learning berbantuan lingkungan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hasil perhitungan rata-rata skor pemahaman konsep IPA kelompok siswa dengan model BBL (32,21) lebih tinggi dari pada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (27,82). Jadi, model BBL berbantuan lingkungan berpengaruh terhadap pemahaman konsep IPA siswa pada kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng.

Kata kunci: BBL, lingkungan, pemahaman konsep. Abstract

This study was aimed at finding the significant difference between the concept of science between a group of students who learnt through Brain Based Learning combined with environment and a group of students who learnt conventionally in fourth graders in SD at Gugus XIII Buleleng District in academic year 2013/2014.

This study was quasi experiment. The population of this study was all the fourth graders SD at Gugus XIII Buleleng District which involved 5 SD with the total amount 154 students. The sample of this study was fourth graders in SD No. 1 Banjar Tegal with the total amount 29 students as experiment class and fourth graders in SD No. 1 Baktiseraga with the total amount 38 students as control group. In collecting data, this study used essay test of science as the instrument. The data collected were analyzed by using descriptive statistic and t-test independent sample.

The results of this study showed that there was different understanding of students’ science concept between the students who learnt through the instructional based on

Brain Based Learning combined with environment and the students who learnt

conventionally. The results of the mean of students who learnt through BBL (32,21) was higher than the students who learnt conventionally (27,82). So, BBL model combined with environment gave effect toward the students’ understanding about the concept of science in fourth grade in Gugus XIII Buleleng District.

(2)

PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pembelajaran yang berorientasi pada optimalisasi pengembangan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa seharusnya terjadi di setiap mata pelajaran, termasuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA adalah usaha manusia untuk memahami alam semesta melalui pengamatan, menggunakan prosedur dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan (Susanto, 2013). IPA dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: 1) ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis, 2) ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam, 3) ilmu pengetahuan alam sebagai sikap, yaitu sikap ilmiah harus dikembangkan dalam pembelajaran sains.

Menurut Susanto (2013), pelaksanaan pembelajaran IPA di sekolah dasar hendaknya dilaksanakan melalui kegiatan penyelidikan sederhana bukan hafalan terhadap konsep, prinsip atau teori IPA. Ini berarti bahwa pembelajaran IPA hendaknya mendorong siswa untuk aktif mengkontruksi

sendiri pengetahuannya melalui kegiatan-kegiatan penyelidikan terhadap dunia sekitarnya. Dengan mengupayakan pembelajaran IPA melalui kegiatan penyelidikan akan mampu memberikan pengalaman langsung kepada siswa.

Pada kenyataannya, proses pembelajaran IPA belum sesuai harapan. Sebagai contoh, pembelajaran IPA di kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng masih didominasi oleh guru (teacher

centered). Keterlibatan siswa dalam

pembelajaran terbatas pada penerimaan materi melalui metode ceramah, mencatat, dan menjawab pertanyaan guru. Artinya, pembelajaran yang dilaksanakan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari IPA dengan lebih bermakna melalui penemuan. Hal tersebut berdampak negatif pada pemahaman konsep IPA siswa.

Kenyataan tersebut diperkuat dengan data hasil tes pemahaman konsep siswa yang diberikan di kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng pada mata pelajaran IPA. Berdasarkan hasil tes pemahaman konsep IPA siswa, didapatkan rata-rata nilai pemahaman konsep IPA siswa sebagai berikut.

Tabel 1 Rata-Rata Nilai Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014

Nama Sekolah Rata-Rata

SDN 1 Baktiseraga 61,45 SDN 1 Banjar Tegal 60,54 SDN 2 Banjar Tegal 59,33 SDN 3 Banjar Tegal 59,15 SD Mutiara A 62,17 SD Mutiara B 61,34

(Sumber: Dokumen Tes Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014)

Hasil tes pemahaman konsep IPA siswa di setiap SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng relatif sama dikarenakan pembelajaran yang dilaksanakan memiliki langkah-langkah pembelajaran yang cenderung sama, ceramah, penugasan, tanya jawab, dan

sedikit kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi. Selain itu, kualifikasi pendidikan guru kelas IV di setiap SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng sama yaitu strata satu (S1). Guru-guru kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng memiliki kemampuan

(3)

yang relatif sama dalam merancang dan menyelenggarakan pembelajaran.

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa guru IPA kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng, terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasi sebagai penyebab rendahnya pemahaman konsep IPA siswa. Pertama, pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered). Pengetahuan dianggap dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Guru masih cenderung menggunakan metode ceramah daripada memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Siswa hanya mendengarkan, mencatat, sesuai perintah guru tanpa berupaya untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari tersebut.

Masalah di atas, perlu dicarikan suatu solusi agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat memberikan hasil yang optimal dan mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran IPA. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran yang mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata siswa dan memotivasi siswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran. Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah rendahnya pemahaman konsep IPA siswa adalah dengan penggunaan model Brain Based Learning (BBL) dalam pembelajaran IPA. Model BBL menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa.

Strategi utama yang dikembangkan dalam implementasi BBL menurut Ozden dan Gultekin (dalam Kusmariyatni, 2012) adalah: 1) menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa, 2) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, 3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Strategi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa.

Fase ini difokuskan untuk membuat pokok bahasan menjadi lebih bermakna dalam ingatan siswa. Fase ini membantu siswa membuat pola dan berasosiasi dengan otak mereka masing-masing saat mereka diberikan permasalahan yang kaya

pengalaman belajar, sehingga

pembelajaran yang didapat akan lebih bertahan dalam memori siswa. Kedua, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pada fase ini siswa

ditantang untuk memecahkan

permasalahan dengan baik, namun meminimalisasi ancaman yang didapat jika ia tidak dapat melakukan yang terbaik, karena hasil belajar siswa menjadi lebih tinggi ketika siswa dalam keadaan nyaman. Ketiga, menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Fase ini dilakukan dengan membentuk kelompok belajar yang memfasilitasi siswa agar siswa mampu menyerap informasi dengan baik, tetapi siswa harus tetap diberikan penghargaan walaupun kinerjanya belum maksimal.

Sesuai dengan uraian tersebut, tujuan yang dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pemahaman konsep IPA siswa yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan Brain Based Learning berbantuan lingkungan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah 1) Memberikan pengalaman belajar berupa kemampuan pemecahan masalah IPA, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa. 2) memberikan pemahaman tentang model Brain Based Learning dalam pembelajaran IPA sehubungan dengan upaya meningkatkan pemahaman konsep sehingga guru bisa menjadi fasilitator yang

menyenangkan dalam proses

pembelajaran. 3) memberikan informasi berharga bagi kepala sekolah selaku pengambil kebijakan, guna kelancaran proses belajar mengajar di sekolah. 4) memberikan pengalaman langsung bagi peneliti dalam upaya menerapkan

(4)

pengetahuan yang dimiliki tentang model Brain Based Learning yang diperoleh dalam perkuliahan.

METODE

Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen. Penelitian ini mempunyai kelompok kontrol namun tidak dapat mengkontrol variabel-variabel luar secara ketat. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Gugus XIII Kecamatan Buleleng. Waktu penelitian adalah pada rentang waktu semester II (genap) tahun pelajaran 2013/2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng. Gugus XIII Kecamatan Buleleng terdiri dari 5 SD, yaitu Kelas IV SD No. 1 Baktiseraga, Kelas IV SD No. 1 Banjar Tegal, Kelas IV SD No. 2 Banjar Tegal, Kelas IV SD No. 3 Banjar Tegal dan Kelas IV SD Mutiara Singaraja. Jumlah seluruh siswa kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng adalah 154 siswa yang terdistribusi menjadi 6 kelas. Berdasarkan analisis ANAVA pada taraf signifikansi 5%, diperoleh nilai Fhitung= 0,4139. Nilai Ftabel pada dbantar = 5 dan dbdal= 148 yaitu diperoleh Ftabel sebesar 2,28. Ini berarti bahwa harga Fhitung lebih kecil daripada Ftabel, yang berarti H0 diterima. Jadi, tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA siswa Kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng. Dengan kata lain, populasi penelitian dinyatakan memiliki

kesetaraan. Selanjutnya, teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random sampling. Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas, karena dalam eksperimen semu tidak memungkinkan untuk mengubah kelas yang ada. Dari 6 kelas IV yang ada di Gugus XIII Kecamatan Buleleng, dilakukan pengundian tahap pertama untuk memperoleh dua kelas yang akan dijadikan sampel penelitian. Untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan undian tahap kedua. Melalui proses pengundian tersebut akan diperoleh satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Berdasarkan hasil random sampling, diperoleh sampel yaitu kelas IV SD No. 1 Banjar Tegal dan kelas IV SD No. 1 Baktiseraga. Setelah pengundian tahap pertama, selanjutnya dilakukan pengundian tahap kedua sehingga diperoleh kelas IV SD No. 1 Banjar Tegal sebagai kelas eksperimen dan kelas IV SD No. 1 Baktiseraga sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan model Brain Based Learning dan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.

Penelitian ini menggunakan rancangan non-equivalent post-test only control group design. Secara prosedural, desain ini mengikuti pola seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Design Non Equivalent Post-test Only Control Group Design

Kelas Treatment Post-test

Eksperimen X O1 Kontrol – O2 (Sumber: Sarwono, 2006:87) Keterangan: E = kelompok eksperimen K = kelompok kontrol

O1 = post-test terhadap kelompok eksperimen

O2 = post-test terhadap kelompok kontrol X = treatment (dengan model Brain Based Learning berbantuan lingkungan) – = model pembelajaran konvensional

Adapun Tahapan-tahapan atau prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1)Meminta izin kepada kepala sekolah di Gugus XIII Kecamatan Buleleng untuk melaksanakan penelitian, 2) Melakukan observasi dan orientasi ke sekolah mengenai proses belajar mengajar di kelas, pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dan jumlah siswa kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng, 3) Menentukan

(5)

sampel dari populasi yang tersedia dengan cara mengundi, 4) Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan direndom (diacak), 5) Merancang perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP untuk masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol, LKS, instrumen penelitian berupa instrumen pemahaman konsep IPA siswa, media pembelajaran, dan lembar observasi, 6) Mengkonsultasikan perangkat pembelajaran dan instrumen yang akan digunakan untuk penelitian dengan Dosen IPA, kemudian melakukan uji validitas dan reliabilitas, 7) Melakukan pembelajaran pada kelompok sampel yang telah ditentukan, yaitu pembelajaran dengan

model Brain Based Larning (BBL) berbasis lingkungan pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas control, 8) Mengadakan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Post-test dilaksanakan setelah perlakuan

pembelajaran, 9) Menganalisis data pemahaman konsep IPA siswa sesuai data yang diperoleh, dan 10)Menyusun laporan penelitian. Dalam penelitian ini kegiatan pembelajaran dilaksanakan sebanyak 7 kali pertemuan dan 1 kali pertemuan untuk pemberian post-test. Perlakuan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perlakuan Terhadap Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

No. Komponen Perlakuan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

1. Materi Pelajaran Perubahan lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan

Perubahan lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan

2. Kegiatan Pembelajaran

Pembelajaran dilakukan 2 kali seminggu, tiap pertemuan 2 jam pelajaran, selama 8 kali pertemuan.

Pembelajaran dilakukan 2 kali seminggu, tiap

pertemuan 2 jam pelajaran, selama 8 kali pertemuan. 3. Tes pemahaman

konsep IPA Tes Essay pada pertemuan 8

Tes Essay pada pertemuan 8

4. Jumlah Butir Tes 10 10

Penelitian ini menggunakanmetode tes untuk mengukur pemahaman konsep IPA siswa. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data tentang pemahaman konsep IPA dalam penelitian ini berupa tes esai atau uraian yang berjumlah 10 butir soal. Sebanyak 10 butir soal tersebut diberikan kepada siswa kelas IV dengan tujuan validasi butir tes. Hasil validasi tes sebanyak 10 butir diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai post-test. Instrumen dalam penelitian ini telah divalidasi oleh dosen IPA, yang bertindak sebagai pakar dalam bidang IPA. Selanjutnya, instrumen diujikan ke kelapangan dan hasilnya dianalisis berdasarkan validitas butir tes, reliabelitas tes, tingkat kesukaran tes, dan daya beda tes.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis statistik

deskriptif dan statistik inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari dua variabel, yaitu model pembelajaran dan pemahaman konsep pada pembelajaran IPA. Analisis deskriptif menampilkan mean, median, modus, nilai minimum, nilai maksimum, jangkauan, dan jumlah data dari setiap variabel yang diteliti. Uji prasyarat analisis data penelitian ini mencakup uji normalitas dengan menggunakan analisis Chi-Kuadrat dan uji homogenitas varians dengan menggunakan Uji-F. Selanjutnya, metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah uji-t sampel independent sample t-test dengan rumus Polled Varians, karena n1 ≠ n2, varians homogen dapat digunakan t-test dengan polled varians, dengan derajat kebebasan n1 + n2 – 2.

(6)

t ̅̅̅̅- ̅̅̅̅ √(n - )s (n - )s n n - (n )(n ) (1) Keterangan: 1

X

= rata-rata skor post-test kelompok eksperimen

2

X

= rata-rata skor post-test kelompok kontrol

n1 = banyak siswa kelompok eksperimen

n2 = banyak siswa kelompok kontrol

s12 = varians kelompok eksperimen

s22 = varians kelompok kontrol

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data hasil penelitian pemahaman konsep IPA siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Data Hasil Perhitungan Skor Pemahaman Konsep IPA Siswa Data

Statistik

Pemahaman Konsep IPA Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Mean 32,21 27,82 Median 33,13 27,07 Modus 35,5 23,75

Data pemahaman konsep IPA siswa kelompok eksperimen dapat disajikan ke dalam bentuk kurva poligon seperti pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1 Kurva Poligon Data Hasil

Pemahaman Konsep IPA

Kelompok Eksperimen

Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui modus bahwa lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling negatif, yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relatif pada tabel distribusi frekuensi. Frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata

lebih tinggi dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata.

Data pemahaman konsep IPA siswa kelompok kontrol dapat disajikan ke dalam bentuk kurva poligon seperti pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2 Kurva Poligon Data

Pemahaman Konsep IPA

Kelompok Kontrol

Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui bahwa mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif, yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relatif pada tabel distribusi frekuensi. Frekuensi

(7)

relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih kecil dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata. Dalam penelitian ini diperoleh kedua

χ

2hitung skor data pemahaman konsep IPA siswa kelompok eksperimen dan skor data pemahaman konsep IPA siswa kelompok kontrol lebih kecil dari

χ

2tabel

)

χ

2hitung

2tabel sehingga data pemahaman konsep IPA siswa berdistribusi

normal. Selanjutnya, uji homogenitas

varians menunjukkan bahwa Fhitung pemahaman konsep IPA kelompok eksperimen dan kontrol = 1,03, sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 37, dbpenyebut = 28, pada taraf signifikansi 5% = 1,80. Hal tersebut berarti bahwa varians data pemahaman konsep IPA kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Ringkasan hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rangkuman Hasil Penghitungan Uji-t Pemahaman Konsep IPA

Data Kelompok N X s2 thitung ttabel (t.s. 5%)

Pemahaman Konsep IPA

Eksperimen 29 32,21 29,67

3,25 2,000

Kontrol 38 27,82 30,53 Berdasarkan Tabel 4.6, diketahui thitung

adalah 3,25. Sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 5% dan db = n1 + n2 -2 = 29 + 38 -2 = 65 adalah 2,000. Hal tersebut berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak dan Ha diterima dan hasilnya signifikan. Berdasarkan analisis data hasil penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA siswa antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model BBL berbantuan lingkungan dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini didasarkan pada rata-rata skor pemahaman konsep IPA siswa dan hasil uji-t. Rata-rata skor pemahaman konsep IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model BBL berbantuan lingkungan adalah 32,21, sedangkan rata-rata skor pemahaman konsep IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional adalah 27,82. Hasil uji-t menunjukkan bahwa thitung = 3,25 dan ttabel pada taraf signifikansi 5% = 2,000. Hasil penghitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel). Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA siswa yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan Brain Based Learning

berbantuan lingkungan dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Perbedaan pemahaman konsep IPA ini dapat diketahui dari meningkatnya kompetensi siswa pada setiap aspek pemahaman konsep. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor yang pertama adalah langkah-langkah pembelajaran BBL. 1) Pada tahap pra-paparan dan persiapan, kemampuan siswa dalam menyampaikan suatu pendapat atau pandangan awal atas materi yang akan dipelajari mengalami peningkatan. Hal ini diakibatkan oleh adanya kesempatan yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk saling mengajukan pandangan awal terhadap materi yang akan dipelajari. Dengan demikian tahap ini efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa pada aspek menjelaskan dan memberi contoh. 2) Pada tahap inisiasi dan akuisisi, kemampuan siswa untuk menunjukkan fakta-fakta, ide, dan rincian atas materi yang dipelajari mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh pemberian kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengajukan pengetahuan awal, maupun hasil eksplorasi mereka terhadap materi yang diberikan. Dengan demikian tahap ini efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa pada aspek menjelaskan, memberi contoh, dan menginterpretasi. 3) Pada tahap elaborasi, kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah terhadap materi yang

(8)

diberikan mengalami peningkatan. Kemampuan yang dimaksud meliputi menginterpretasi, menduga, dan mengklasifikasi. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaan kegiatan percobaan terbimbing pada setiap pembelajaran dengan memanfaatkan benda-benda konkret ataupun lingkungan sekitar. Dengan demikian tahap ini efektif untuk meningkatkan aspek menginterpretasi, menduga, dan mengklasifikasi. 4) Pada tahap inkubasi dan pengkodean memori, kemampuan siswa untuk menyampaikan hasil diskusi mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh pembudayaan kegiatan penyampaian hasil diskusi pada setiap pembelajaran. Dengan demikian tahap ini juga efektif untuk meningkatkan aspek menjelaskan.

Berdasarkan paparan di atas, langkah-langkah pembelajaran BBL memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk membangun pemahamannya terhadap suatu masalah melalui pembelajaran yang berfokus pada aktivitas siswa dan pemerdayaan otak siswa secara optimal. Temuan tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusmariyatni (2012) yang menyatakan bahwa pembelajaran BBL dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Hasil belajar IPA yang dimaksud salah satunya adalah pemahaman konsep.

Kedua, pembelajaran dengan model BBL sesuai dengan karakteristik IPA, yaitu memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber dan media pembelajaran. Hal ini terlihat dari masalah yang menarik dan dekat dengan siswa. Adanya masalah yang dekat dengan siswa menyebabkan pembelajaran menjadi lebih kontekstual. Kemudian, pemanfaatan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati dan memanipulasi objek IPA secara langsung. Hal ini mengakibatkan tumbuh kembangnya antusiasme dan semangat siswa, sehigga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dengan demikian, lingkungan sekitar sangat membantu dalam kelancaran proses belajar dan sebagai salah satu faktor pendukung dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Temuan ini sejalan dengan

pendapat Sudana dan Astawan (2013) yang menyatakan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar anak yang dapat dijadikan hal yang penting dalam proses pembelajaran sebagai sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar.

Ketiga, dalam proses pembelajaran konvensional, guru berperan sebagai sumber informasi, pembelajaran didominasi dengan kegiatan ceramah, dan siswa cenderung dituntut untuk dapat menghafal materi yang disampaikan oleh guru. Dalam pembelajaran konvensional guru sangat memengaruhi proses pembelajaran, sehingga siswa menjadi subjek pasif. Pada pembelajaran konvensial guru hanya menjelaskan materi di depan kelas, kemudian siswa disuruh mencatat dan megingat atau menghafal materi yang sudah disampaikan oleh guru. Selanjutnya, guru melakukan tanya jawab pada siswa dan memberikan tugas sebagai evaluasi pembelajaran. Dari hal ini, tentu saja sangat mengganggu proses belajar siswa dan siswa menjadi sangat sulit untuk mengembangkan pemahaman konsep mereka khususnya dalam pembelajaran IPA. Dengan demikian pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran dalam peyampaian materi didominasi oleh guru (teacher centered). Temuan ini didukung oleh pendapat Rasana (2009), yang meyatakan bahwa penyampaian materi dalam pembelajaran konvensional tesebut lebih banyak dilakukan oleh guru melalui metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Peneliti lain yang mendukung penggunaan model BBL adalah penelitian yang dilakukan oleh Kusmariyatni (2012) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas IV SD No. 5 Panji. Peningkatan tersebut disebabkan oleh upaya-upaya penyempurnaan yang dilakukan dalam pembelajaran, antara lain sebagai berikut. 1) Pemberian motivasi kepada siswa, bahwa siswa yang berani berpendapat akan mendapat nilai tambahan, 2) Dilakukan upaya perbaikan pada LKS dengan membuat petunjuk lebih

(9)

jelas sehingga lebih mudah dipahami, 3) Pada saat diskusi, kelompok yang presentasi disediakan waktu lebih banyak lagi, 4) Pemberian bimbingan yang lebih intensif kepada setiap kelompok, dan 5) Pemberian peringatan kepada siswa untuk tidak mengobrol saat pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model BBL layak diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Hasil penelitian Darma (2012) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas dan hasil belajar yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model BBL dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA siswa kelas III semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 di SD No. 2 Tibubeneng Kabupaten Badung. Pada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model BBL siswa diberikan perlakuan sebagai berikut. 1) Siswa difokuskan untuk

membuat pokok bahasan dalam

pembelajaran menjadi lebih bermakna dalam ingatan siswa. Dalam kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pemberian soal-soal yang memfasilitasi kemampuan berpikir siswa, 2) Pembelajaran divariasikan dengan mengajak siswa belajar di luar kelas pada saat tertetu, mengisi kegiatan belajar dengan musik, dan diskusi kelompok diselingi permainan-permainan menarik, dan 3) Membentuk kelompok belajar yang memfasilitasi siswa agar siswa mampu menyerap informasi dengan baik, tetapi siswa harus tetap diberi penghargaan walaupun hasilnya belum maksimal.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA siswa antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan Brain Based Learning berbantuan lingkungan dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor pemahaman konsep IPA siswa dan hasil uji-t. Rata-rata pemahaman

konsep IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model BBL berbantuan lingkungan (32,21) berada pada kategori sangat tinggi sedangkan rata-rata skor pemahaman konsep IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (27,82) berada pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil penghitungan uji-t, diketahui bahwa thitung = 3,25 dan ttabel dengan db = 65 pada taraf signifikansi 5% = 2,000. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak dan Ha diterima.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan sebagai berikut. 1)Siswa di sekolah dasar

hendaknya terus meningkatkan

pemahaman konsep IPA dengan cara aktif dan kreatif dalam mengembangkan gagasan dan ide-ide baru selama proses pembelajaran IPA berlangsung, 2)Untuk menciptakan siswa lebih aktif dalam pembelajaran hendaknya pihak sekolah dan guru memperhatikan tiga hal pokok yaitu materi/sumber, aktivitas pembelajaran, dan pelaksanaan evaluasinya harus melalui autentik assesmen, 3) Guru-guru di sekolah dasar sebaiknya lebih sering menggunakan model pembelajaran inovatif khususnya model BBL dalam mata pelajaran IPA untuk meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa, 4) Peneliti yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model BBL pada mata pelajaran IPA maupun mata pelajaran lainnya yang sesuai, agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. A. Gede. 2010. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Singaraja: Undiksha Singaraja.

---. 2011. Pedoman Penulisan Skripsi. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

(10)

Hamalik, Oemar. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hamzah, Syukri. 2013. Pendidikan

Lingkungan. Bandung: PT Refika Aditama.

Jensen, Eric. 2011. Pemelajaran Berbasis Otak. Jakarta: Indeks.

Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Dasar dan Lanjutan (Teknik Analisis Data Kuantitatif). Singaraja: Undiksha. ---. 2011. Asesmen Dalam Pendidikan.

Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.

---. 2007. Statistika Terapan Teknik Analisis Data Kuantitatif. Singaraja: Undiksha.

Krathwohl, David. R, Orin W. Anderson. 2001. Terjemahan A Toxonomy For Learning, Teaching, and Assessing. Newyork: Addison Wesley Longman.inc.

Kusmariyatni, Nyoman. 2012. Model Brain Based Learning Dan Hasil Belajar IPA Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran. Nomor 1.

Putra, Darma. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Otak (Brain Based Learning) Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III SD 2 Tibubeneng Tahun Pelajaran 2012/2014. Singaraja: FIP Undiksha. Rasana, Raka. 2009. Model-Model

Pembelajaran. Singaraja: FIP

Undiksha Singaraja.

Santyasa, I.W. 003. “Pendidikan, Pembelajaran, dan Penilaian Berbasis Kompetensi”. Makalah disajikan dalam Seminar Akademik Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja, pada tanggal 27 Februari 2003 di Singaraja.

---. 005. “Analisis Butir dan Konsistensi Internal Tes”. Makalah. Disajikan

dalam Work Shop bagi Para Pengawas dan Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Tabanan pada tanggal 20-25 Oktober 2005 di Kediri Tabanan Bali.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini. Singaraja: Undiksha Singaraja.

Sudana dan Astawan. 2013. Pendidikan IPA SD. Singaraja: Undiksha Singaraja.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Mas Media Buana Pustaka

Winaputra, Udin S., dkk. 2001. Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Universitas Terbuka.

Gambar

Tabel 4  Data Hasil Perhitungan Skor Pemahaman Konsep IPA Siswa  Data

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran konvensional, hasil belajar fisika siswa dengan pemahaman konsep tinggi menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada siswa dengan pemahaman konsep rendah,

Selanjutnya melakukan analisis uji skala besar mengenai hasil belajar kognitif serta kemampuan berpikir kreatif siswa yang dalam proses pembelajarannya menggunakan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pemahaman konsep dan aktivitas belajar siswa yang diajar menggunakan Model Learning Cycle 5E dan Media King’s Quiz lebih

untuk data angket motivasi belajar yaitu 0,0005 (Sig. &lt; 0,05) yang berarti

pembelajaran Brain Based Learning (BBL) berbantuan Brain Gym nilai rata-rata hasil belajar peserta didik berada pada tingkat kategori sangat tinggi, sedangkan

Secara umum respon siswa dapat dikatakan baik/positif hal ini dibuktikan dengan siswa banyak melakukan kegiatan positif dibandingkan kegiatan negatif pada saat

Selanjutnya melakukan analisis uji skala besar mengenai hasil belajar kognitif serta kemampuan berpikir kreatif siswa yang dalam proses pembelajarannya menggunakan

melakukan analisis kompetensi pada kurikulum KTSP yang dituntut pada siswa, melakukan analisis karakteristik peserta didik tentang kapasitas belajar, pengetahuan,