Pengaruh Pendekatan Kontekstual
terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
Oleh :
Jaenudin
Jurusan Pendidikan Matematika, UPI
Abstrak: Kemampuan komunikasi adalah bagian integral dari kurikulum
matematika, salah satu komponennya kemampuan representasi.
Kemampuan representasi dapat ditingkatkan melalui proses inquiry
menggunakan konsep matematisasi horizontal & vertikal. Proses
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memungkinkan siswa
terlibat aktif karena siswa diberi kesempatan mengkonstruksi &
menemukan kembali konsep yang direfleksi di akhir pembelajaran. Peran
guru sebagai pusat pemberi informasi berubah menjadi fasilitator,
motivator, dan creator pembelajaran untuk membantu mengkonstruksi
pengetahuan siswa. Pembelajaran matematika dengan pendekatan
kontekstual ini telah dicobakan di SMPN 1 Lembang, Kabupaten Bandung
Barat. Hasil percobaan dilapangan menunjukkan bahwa pendekatan
kontekstual memberikan pengaruh yang positif terhadap kemampuan
representasi matematik beragam. Berdasarkan percobaan tersebut,
pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai metode pembelajaran
untuk meningkatkan kemampuan representasi matematik beragam siswa
sekolah menengah pertama.
Kata Kunci: Pendekatan kontekstual, representasi matematik beragam.
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam setiap kurikulum pendidikan nasional, mata pelajaran matematika selalu
diajarkan di setiap jenjang pendidikan dan di setiap tingkatan kelas dengan proporsi
waktu yang jauh lebih banyak daripada mata pelajaran lainnya. Secara tidak langsung,
hal ini menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika diharapkan dapat memenuhi
penyediaan potensi sumber daya manusia yang handal. Yakni manusia yang memiliki
kemampuan bernalar secara logis, kritis, sistematis, rasional dan cermat; mempunyai
kemampuan bersikap jujur, objektif, kreatif dan terbuka; memiliki kemampuan
bertindak secara efektif dan efisien, serta memiliki kemampuan bekerja sama.
Kemampuan‐kemampuan tersebut hendaknya dipersiapkan secara lebih dini melalui
pembelajaran di dalam kelas sebagai bekal siswa pada saat sekarang dan masa yang
akan datang.
Salah satu upaya untuk membentuk manusia yang mempunyai kemampuan
seperti yang disebutkan sebelumnya adalah melalui pembelajaran matematika. Untuk
2 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
mewujudkan hal tersebut, dirumuskan empat kemampuan matematik yang diharapkan
dapat dicapai siswa mulai tingkat dasar hingga tingkat menengah. Keempat kemampuan
matematik tersebut adalah penalaran, pemecahan masalah, koneksi, dan komunikasi
(Depdiknas dalam Mudzakkir, 2006: 2).
Kemampuan komunikasi perlu dihadirkan secara intensif agar siswa terlibat aktif
selama pembelajaran. Kemampuan komunikasi matematik merupakan kemampuan
yang sangat penting untuk dimiliki siswa, karena pada dasarnya matematika adalah
bahasa yang dipenuhi dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang terbentuk dapat
dipahami dan dimanipulasi oleh siswa.
Mengingat pentingnya kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika,
NCTM (Mudzakkir, 2006: 3) mengungkapkan bahwa keterampilan‐keterampilan
komunikasi matematik dapat dilakukan di dalam kelas dan dipandang sebagai bagian
integral dari kurikulum matematika. Keterampilan‐keterampilan tersebut adalah
representasi, berbicara atau berdiskusi, menyimak atau mendengar, menulis, dan
membaca.
Meskipun keterampilan komunikasi merupakan salah satu keterampilan yang
harus dikuasai siswa, namun kenyataan di lapangan memperlihatlkan bahwa
keterampilan tersebut belum dilatihkan secara maksimal (Sa'dijah dalam Mudzakkir,
2006: 4). Siswa sering kali hanya menerima ide‐ide yang diungkapkan guru tanpa
mempertimbangkannya lebih lanjut. Akibatnya siswa tidak memahami materi pelajaran
secara mendalam. Jika dibiarkan, hal ini akan memberikan peluang siswa tidak
menyenangi mata pelajaran matematika. Pendapat tersebut sejalan dengan hasil
penelitian Nurafshar (Mudzakkir, 2006: 4) yang mengungkapkan bahwa lebih dari 50%
siswa tidak menyerap dasar materi selama kegiatan pembelajaran berlangsung, sekitar
40% siswa tidak peduli dengan matematik dan menganggap matematik tidak
menyenangkan.
Menurut McCoy, Baker dan Little (Hutagaol, 2007: 3) mengemukakan bahwa cara
terbaik membantu siswa memahami matematika melalui representasi adalah dengan
mendorong mereka untuk menemukan atau membuat representasi sebagai alat berpikir
dalam mengkomunikasikan gagasan matematika. Rusefendi (Hutagaol, 2007: 4)
mengemukakan bahwa salah satu peran penting dalam mempelajari matematika adalah
memahami objek langsung matematika yang bersifat abstrak seperti: fakta, konsep,
prinsip dan skill. Untuk mencapainya diperlukan sajian benda‐benda konkrit untuk
membantu memahami ide‐ide matematika yang bersifat abstrak tersebut. Sehingga
3 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
dalam proses pembelajarannya diperlukan kemampuan representasi yang baik. Peran
sajian benda konkrit dalam pembelajaran terbatas hanya sebagai alat bantu
pemahaman, dan jika ide yang dipelajari telah dipahami, sajian benda konkret tersebut
tidak diperlukan lagi.
Sabandar dkk (Hutagaol, 2007: 5) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan
kemampuan representasi matematik, bisa dilakukan guru melalui proses penemuan
kembali dengan menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal. Konsep
matematisasi horizontal berupa pengidentifikasian, pemvisualisasian masalah melalui
sketsa atau gambar yang telah dikenal siswa. Sedangkan konsep matematisasi vertikal
berupa representasi hubungan‐hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian
model matematika, penggunaan model‐model yang berbeda dan penggeneralisasian.
Pembelajaran yang cocok dengan uraian di atas adalah pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual. Dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual siswa
diberi kesempatan untuk mengkonstruksi konsep matematika yang sedang dipelajarai
melalui proses inquiri. Selama proses inquiri, siswa belajar bersama kelompok yang
diharapkan akan terjadi sharing pengetahuan. Siswa bisa bertanya kepada guru, teman
sekelompok, bahkan ke kelompok yang lainnya. Selain itu, siswa bisa melihat model
yang tersedia, baik yang diberikan oleh guru ataupun model yang tersedia di alam
sekitar. Pengetahuan siswa yang diperoleh melalui learning community tersebut
kemudian direfleksi baik oleh guru ataupun siswa lainnya agar tidak terjadi miskonsepsi.
Setiap aktivitas siswa diberikan penghargaan sebaik‐baiknya agar siswa semakin
termotivasi.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah utama yang akan dijawab dalam tulisan ini adalah Bagaimanakah
pengaruh pendekatan kontekstual terhadap kemampuan representasi matematik
beragam siswa SMP? Yang kemudian dirinci menjadi:
1) Bagaimanakah peningkatan kemampuan representasi matematik beragam siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual?
2) Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan kontekstual?
4 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
2. Kajian Pustaka
2.1 Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan suatu strategi pembelajaran dimana materi
disajikan melalui konteks yang bervariasi dan berhubungan dengan kehidupan sehari‐
hari, baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat secara luas. Hal ini
ditegaskan oleh Howey (Rohayati, 2005: 14) bahwa pembelajaran kontekstual adalah
pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar menggunakan pemahaman dan
kemampuan akademiknya dalam konteks yang bervariasi, baik konteks itu di dalam
ataupun di luar sekolah.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru mengaitkan materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata untuk mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang telah dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari‐hari.
Depdiknas (2006) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual melibatkan
tujuh komponen utama, yaitu: (1) konstruktivisme, (2) Menemukan, (3) Bertanya, (4)
Masyarakat Belajar, (5) Pemodelan, (6) Refleksi, dan (7) Penilaian sebenarnya.
Komponen pertama dari pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme
(Constructivism) yang merupakan landasan filosofi pendekatan ini. Menurut padangan
teori konstruktivisme pengetahuan harus dibangun siswa sedikit demi sedikit yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Dalam prakteknya, pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan kontekstual dikemas menjadi proses mengkonstruksi,
bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa membangun pengetahuannya
sendiri melalui keterlibatannya dalam proses pembelajaran secara aktif.
Komponen kedua adalah menemukan (Inquiry) yang merupakan bagian inti dari
pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan
hasil mengingat seperangkat fakta‐fakta tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
Guru merancang pembelajaran yang menekankan pada kegiatan menemukan. Sehingga
siswa akan melalui siklus inquiri yang terdiri dari observasi, bertanya, pengajuan dugaan,
pengumpulan data, dan penyimpulan.
Komponen yang ketiga adalah bertanya (Questioning). Bertanya merupakan ruh
dari suatu pembelajaran. Dengan bertanya guru bisa memperoleh informasi dari siswa,
misalnya mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi,
membangkitkan respon siswa, membimbing dan mengarahkan siswa. Bertanya bisa
dilakukan baik antara siswa dengan guru, maupun antara siswa dengan siswa. Kegiatan
5 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
bertanya bisa ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika
menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya.
Komponen keempat adalah adanya masyarakat belajar (Learning Community).
Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak akan terlepas dari bantuan orang lain.
Manusia memerlukan kerja sama satu sama lain untuk saling belajar dan saling
membantu. Dengan adanya masyarakat belajar, siswa belajar dengan kelompoknya
untuk saling berbagi satu sama lain. Antara siswa yang satu dengan yang lainnya bisa
saling mengisi dan melengkapi sehingga bisa menumbuhkan pengetahuan yang akan
bermakna.
Komponen kelima dari pendekatan kontekstual adalah pemodelan (Modelling).
Pemodelan ini bisa dalam pengemasan dan penyampaian materi sehingga siswa lebih
memahami konsep yang diajarkan. Menurut Hutagaol (2006: 20) pemodelan disini
maksudnya adalah adanya model yang bisa ditiru. Model tersebut bisa berupa cara
mengoperasikan sesuatu, cara memanipulasi benda‐benda konkrit, ataupun guru
memberi contoh mengerjakan sesuatu.
Komponen yang keenam adalah refleksi (Reflection) yang maksudnya adalah
berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa‐apa yang
telah dilakukan. Siswa mengendapkan apa yang baru saja dipelajarinya sebagai struktur
pegetahuan baru. Kegiatan refleksi bisa berupa kegiatan me‐review materi‐materi yang
baru saja dipelajari di akhir proses pembelajaran untuk menekankan konsep‐konsep
yang fundamental. Selain itu, kegiatan refleksi ini bisa berupa kegiatan
mempertimbangkan kembali suatu kesimpulan yang diperoleh.
Komponen yang terakhir adalah adanya penilaian sebenarnya (Authentic
Assessment). Maksudnya adalah penilaian selama pembelajaran tidak hanya menilai
produk yang dihasilkan siswa, akan tetapi guru menilai siswa mulai dari keaktifan siswa
selama pembelajaran hingga hasil belajar yang diperolehnya. Hal ini dimaksudkan untuk
memotivasi dan menghargai usaha‐usaha yang dilakukan siswa dalam memahami
konsep‐konsep yang diajarkan guru.
Susan Jones Sears dan Susan B. Hersh (1998) serta Johnson (2002)
mengemukakan bahwa karakteristik pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
adalah pembelajaran yang mencakup:
a.
Pembelajaran berbasis masalah
6 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
c.
Kemandirian dalam belajar, yang mencakup kesadaran berpikir, penggunaan
berbagai strategi, dan pemberian motivasi secara terus menerus.
d.
Pembelajaran berdasarkan pada konteks pengalaman siswa yang beragam
Dalam praktek pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, Zahorik
(Rohayati, 2005: 15) mengemukan bahwa ada lima aspek yang perlu diperhatikan.
Kelima aspek tersebut adalah:
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
d. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh (applying knowledge)
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap startegi pengembangan
pengetahuan.
Secara umum, langkah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah
sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
2.1 Representasi Matematik
NCTM (Mudzakkir, 2006:18) menyatakan bahwa representasi merupakan salah
satu kunci keterampilan komunikasi matematik. Secara tidak langsung hal ini
mengindikasikan bahwa proses pembelajaran yang menekankan pada kemampua
representasi akan melatih siswa dalam komunikasi matematik.
Secara umum representasi selalu digunakan ketika siswa mempelajari
matematik. Hal ini terlihat dari 70% ciri khas komunikasi matematik berkaitan dengan
representasi. Menurut Goldin (Mudzakkir, 2006:19) representasi adalah suatu
konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili, atau
melambangkan sesuatu dalam suatu cara. Sedangkan Downs dan Downs dalam sumber
yang sama menyebutkan bahwa representasi merupakan konstruksi matematik yang
7 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
dapat menggambarkan aspek‐aspek konstruksi matematik lainnya. Dalam hal ini,
diantara dua buah konstruksi matematik haruslah terdapat suatu keterkaitan sehingga
satu sama lain tidak saling bebas, bahkan suatu konstruksi saling memberi peran penting
untuk membentuk konstruksi yang lainnya.
NCTM (Mudzakkir, 2006: 20) mengungkapkan beberapa hal berikut: (a) proses
representasi melibatkan penerjemahan masalah atau ide ke dalam bentuk baru, (b)
proses representasi termasuk pengubahan diagram atau model fisik ke dalam simbol‐
simbol atau kata‐kata, dan (c) proses representasi juga dapat digunakan dalam
penerjemahan atau penganalisisan masalah verbal untuk membuat maknanya menjadi
jelas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa representasi matematik
merupakan penggambaran, penerjemahan, pengungkapan, penunjukkan kembali,
pelambangan, atau bahkan pemodelan ide, gagasan, konsep matematik, dan hubungan
diantaranya yang termuat dalam suatu konfigurasi, konstruksi, atau situasi tertentu yang
ditampilkan siswa dalam berbagai bentuk sebagai upaya memperoleh kejelasan makna,
menunjukkan pemahamannya atau mencari solusi yang dari masalah yang dihadapinya.
Representasi tidak hanya merujuk pada hasil atau produk yang diwujudkan
dalam bentuk konfigurasi atau konstruksi baru, tetapi juga melibatkan proses berpikir
yang dilakukan untuk menangkap dan memahami konsep, operasi, atau hubungan‐
hubungan matematik lainnya dari suatu konfigurasi. Dengan demikian proses
representasi matematik dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu secara internal dan
eksternal.
Representasi internal merupakan proses berpikir tentang ide‐ide matematik
yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas dasar ide tersebut (Hiebert dan
Charpenter dalam Mudzakkir, 2006: 21). Pada intinya representasi internal sangat
berkaitan dengan proses mendapatkan kembali pengetahuan yang telah diperoleh dan
disimpan dalam ingatan serta relevan dengan kebutuhan untuk digunakan ketika
diperlukan. Proses tersebut sangat terkait erat dengan pengkodean pengalaman masala
lalu. Proses representasi internal ini tentu tidak bisa diamati secara kasat mata dan tidak
dapat dinilai secara langsung karena merupakan aktivitas mental (minds on) dalam
pikiran seseorang.
Sedangkan
representasi
eksternal
adalah
hasil
perwujudan
dalam
menggambarkan apa‐apa yang dikerjakan siswa secara internal atau representasi
internal (Goldin dalam Mudzakkir, 2006: 22). Hasil perwujudan ini dapat diungkapkan
8 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
baik secara lisan, tulisan dalam bentuk kata‐kata, simbol, ekspresi atau notasi
matematik, gambar, grafik, diagram, tabel, atau objek fisik berupa alat peraga.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa interaksi antara representasi internal dan
representasi eksternal terjadi secara timbal balik ketika seseorang mempelajari
matematik. Dengan demikian jika siswa memiliki kemampuan membuat representasi,
siswa telah mempunyai alat‐alat dalam meningkatkan keterampilan komunikasi
matematikanya yang akan berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman
matematikanya.
2.2 Representasi Matematik Beragam dalam Pembelajaran Matematika
Multiple Representation (Representasi Beragam) merupakan bagian proses
representasi matematik yang dibuat secara beragam. Representasi beragam dapat juga
dipandang sebagai salah satu keterampilan kunci komunikasi atau aspek proses koneksi.
Keterampilan representasi matematik beragam dapat dilatihkan kepada siswa
melalui penyajian materi ataupun soal‐soal yang kemas secara kontekstual. Hal ini
bertujuan untuk memicu siswa agar menggunakan kembali ataupun mengaitkan
masalah‐masalahnya dengan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.
Representasi beragam perlu dimunculkan dalam setiap pembelajaran untuk
memperkaya pengalaman siswa. Bahkan Coxford (Mudzakkir, 2006: 38) menegaskan
bahwa keberagaman representasi dari suatu konsep harus dihadirkan dan dieksplorasi.
Selain dalam aljabar, representasi beragam juga sangat penting dilakukan dalam
geometri dan analisis data.
Swafford dan Langrall (Mudzakkir, 2006: 38) mengungkapkan bahwa dengan
menggunakan representasi yang berbeda untuk pemecahan suatu masalah akan
memberikan suatu keuntungan bagi siswa. Keuntungan tersebut adalah penerapan
representasi beragam dalam bentuk representasi apapun akan menyebabkan siswa
perlu membuat kaitan antara representasi dengan konteks masalah serta antara suatu
representasi dengan representasi lainnya.
Salah satu cara untuk melatihkan kemampuan representasi adalah dengan
menyeleksi tugas‐tugas yang meminta siswa berpikir dan bernalar tentang ide‐ide dan
konsep‐konsep matematik. Tugas‐tugas yang diberikan lebih jauh lagi harus meminta
siswa
untuk
memberikan
alasan
(menjustifikasi),
membuat
konjektur,
menginterpretasikan, dan mengkorelasikan ide‐ide matematik yang penting. Dengan
9 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
pemberian tugas seperti itu akan mendorong pemikiran siswa dalam penyelesaian
masalah atau penciptaan representasi yang lebih kompleks.
Represntasi matematik beragam memberikan peran penting dalam
pembelajaran untuk mengarahkan dan membimbing siswa dari situasi konkrit ke situasi
abstrak ataupun sebaliknya. Dalam pembelajaran matematika, umumnya guru langsung
memberikan rumus‐rumus jadi tanpa memberikan pemahaman lebih lanjut. Guru tidak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merepresentasikan pemamahan akan
konsepnya sendiri. Siswa tidak beri kesempatan untuk membuat representasi formal
melalui tahapan‐tahapan yang biasanya melibatkan representasi informal terlebih
dahulu. Pada tahap inilah representasi beragam akan mengarahkan dan membimbing
siswa dari situasi konkret ke situasi abstrak yang berupa rumus‐rumus yang telah
terepresentasi secara formal. Dalam tahapan ini siswa akan mengamati pola, melihat
dan membuat hubungan dalam pola, membuat generalisasi, dan kemudian membuat
ekspresi matematikanya.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, representasi matematik baik secara internal
maupun eksternal perlu dilakukan dalam pembelajaran matematika karena akan
membantu siswa dalam mengorganisasikan pikirannya, memudahkan pemahamannya,
serta memfokuskannya pada hal‐hal yang esensial dari suatu masalah matematik yang
dihadapinya. selain itu, representasi juga dapat membantu siswa dalam membangun
konsep atau prinsip matematik yang sedang dipelajarinya. Bahkan NCTM (Mudzakkir,
2006: 24) menegaskan bahwa representasi merupakan pusat pembelajaran dan
penggunaan matematika.
Beberapa manfaat atau nilai tambah yang diperoleh guru atau siswa sebagai
hasil pembelajaran yang melibatkan representasi matematik adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran yang menekankan representasi akan menyediakan suatu konteks yang
kaya untuk pembelajaran guru
2) Meningkatkan pemahaman siswa
3) Menjadikan representasi sebagai alat konseptual
4) Meningkatkan kemampuan siswa dalam menghubungkan representasi matematik
dengan koneksi sebagai alat pemecahan masalah
5) Menghindarkan atau meminimalisir terjadinya miskonsepsi
Bentuk‐bentuk operasional representasi matematik beragam adalah sebagai
berikut:
10 | Jaenudin:Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
No
Representasi
Bentuk Operasional
1
Visual, berupa:
a. Diagram, grafik,
atau tabel
b. Gambar
- menyajikan
kembali
data/informasi
dari
suatu
representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel
- menggunakan representasi visual untuk menyeleseaikan
masalah
- membuat gambar pola geometri
- membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas
masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya
2
Persamaan atau
ekspresi matematik
- membuat
persamaan,
model
matematik,
atau
representasi dari representasi lain yang diberikan
- membuat konjektur dari suatu pola hubungan
- menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekepresi
matematik
3
Kata‐kata atau teks
tertulis
- membuat situasi masalah berdasarkan data atau
representasi yang diberikan
- menuliskan interpretasi dari suatu representasi
- menuliskan langkah‐langkah penyelesaian masalah
matematik dengan kata‐kata
- menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi
yang disajikan
- menjawab soal dengan menggunakan kata‐kata atau
teks tertulis
3 Hasil Penelitian
Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontekstual diterapkan
pada siswa kelas VIII‐A dan VIII‐B SMPN 1 Lembang. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode eksperimen dengan desain pretest‐posttest control group design. Dalam
hal ini kelas VIII‐A sebagai kelompok kontrol yang menggunakan pendekatan
konvensional (ceramah) dan kelas VIII‐B sebagai kelompok eksperimen yang
menggunakan pendekatan kontekstual. Instrumen yang digunakan meliputi tes
kemampuan representasi matematik beragam, angket, dan lembar observasi. Instrumen
tes berupa 5 (lima) butir soal uraian dilakukan uji coba instrumen terlebih dahulu. Untuk
mengukur validitasnya digunakan rumus korelasi produk momen angka kasar dari
Pearson, hasilnya semua soal tergolong sedang (0,497; 0,593; 0,637; 0,637; dan 0,657).
Sedangkan untuk menghitung reliabilitasnya digunakan rumus Cronbach – Alpha,
hasilnya soal tergolong sedang (0,557).
Data yang diperoleh dari instrumen tes meliputi data pretes, postes, dan gain
ternormalisasi kemudian dilakukan uji kesamaan dua rata‐rata dengan menggunakan uji
t. Namun sebelumnya memeriksa syarat‐syarat yang harus dipenuhinya terlebih dahulu
dan menetapkan taraf signifikansi (α) sebesar 5%. Dari hasil analisis pretes, diperoleh
11 | Jaenudin:Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
kesimpulan bahwa kemampuan awal representasi matematik beragam siswa kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen adalah sama. Sedangkan dari hasil analisis postes,
diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan representasi matematik beragam kelompok
eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. Dari hasil analisis gain ternormalisasi
diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan representasi matematik beragam
kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual lebih berpengaruh positif terhadap
kemampuan representasi matematik beragam daripada pendekatan konvensional.
Data yang diperoleh dari angket kemudian cari persentasenya dan dihitung
skornya untuk setiap aspek yang diamatinya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan
diperoleh bahwa secara umum sikap siswa terhadap matematika dan pembelajarannya
adalah sangat posisitf, sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
pendekatan kontekstual adalah sangat positif, dan sikap siswa terhadap representasi
matematik beragam adalah positif. Sedangkan data dari hasil observasi menunjukkan
bahwa setiap aspek yang diamati selama implementasi pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan kontekstual bisa dimunculkan. Dengan kata lain
implementasi pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual
sudah sesuai dengan prosedur‐prosedur yang telah ditetapkan atau tidak menyimpang
dari kaidah pendekatan kontekstual secara teoritik.
4 Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai suatu alternatif
pembelajaran yang perlu dipertimbangkan oleh para guru di lapangan. Meskipun pada
penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual menunjukkan
hasil positif, namun penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
1) Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel salah satu SMP Negeri di
Kabupaten Bandung Barat. Walaupun sampel ini diambil secara acak, namun
jumlahnya sangat terbatas, sehingga hasilnya belum tentu dapat digeneralisasikan
ke wilayah yang lebih luas. Untuk itu, perlu penelitian sejenis lainnya dengan
sebaran dan wilayah sampel yang lebih luas.
2) Waktu yang digunakan untuk percobaan ini juga terbatas. Percobaan hanya
berlangsung sekitar satu bulan. Oleh karena itu, maka bahan atau materi yang
diberikan juga terbatas, belum begitu banyak. Meskipun dalam percobaan ini telah
12 | Jaenudin:Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
dilakukan pengendalian secara cermat, namun karena terbatasnya waktu dan bahan
yang diberikan kemungkinan adanya pengaruh variabel lain yang tidak terkendali
dapat terjadi. Untuk itu, perlu adanya penelitian lanjutan yang waktunya lebih lama,
bahan/materi yang diberikan lebih banyak, sehingga dapat lebih mencerminkan
bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual
dapat mempengaruhi kemampuan representasi matematik beragam siswa.
3) Dalam percobaan ini satuan pelajaran yang disusun menurut pendekatan
kontekstual, baik untuk pegangan guru maupun sebagai bahan/materi bagi siswa
disusun oleh penulis. Satuan pelajaran menurut pendekatan kontekstual ini
dicobakan dan ternyata hasilnya baik. Hasil baik ini mungkin perlu didukung oleh
penelitian sejenis lainnya di mana satuan pelajaran menurut pendekatan
kontekstual disusun oleh guru bersangkutan. Dengan demikian akan terlihat apakah
memang satuan pelajaran menurut pendekatan kontekstual yang disusun oleh guru
dengan berbagai macam keterbatasannya juga akan mencapai hasil yang lebih baik.
Pustaka Acuan
Depdiknas. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif.[Online]. Tersedia:
http://www.dikdasmen.org/files/KTSP/SMP/PENGEMMODEL%20PEMBEL%20YG
%20EFEKTIF‐SMP.doc. [30 Desember 2007].
Hake, Richard R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in
Mechanics with Gender, High‐School Physics, and Pretest Scores on Mathematics
and
Spatial
Visualization.
[Online].
Tersedia:
http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002h‐Hake.pdf. [10 Maret 2008].
Hutagaol, K. (2007). Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan
Representasi Siswa SMP. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak
dipublikasikan.
Johnson, Elain B. (2002). Contextual Teaching and Learning. MLC: Bandung
Maulana. (2003). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Media
Komik Matematika untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar
Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak
dipublikasikan.
Meltzer, David E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible "Hidden Variable" in Diagnostic
Pretest Scores. [0nline]. Tersedia:
http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP‐
Dec‐2002‐Vol.70‐1259‐1268.pdf. [10 Maret 2008].
Mudzakkir, Hera S. (2006). Strategi Pembelajaran “Think‐Talk‐Write” untuk
Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP. Tesis
pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.
13 | Jaenudin:Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP
Puspita, Redda S. (2007). Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
dalam Pembelajaran Matematika terhadap Hasil Belajar Siswa SMP. Skripsi pada
Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.
Rohayati, A. (2005). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam
Matematika melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis pada
Program Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.
Sears, Susan J. dan Susan B. Hersh. (1998). Contextual Teaching and Learning: Preparing
Teachers to Enhance Student Success in and Beyond School. [Online]. Tersedia:
http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/detailmin
i.jsp?_nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=ED427263&ERICExtSearch_S
earchType_0=no&accno=ED427263‐54.pdf. [30 Desember 2007]
Soegiarti, T. (2006). Pembelajaran Mikrobiologi dengan Mengunakan Pendekatan
Contextual Teaching and Learning dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Logis dan Penguasaan Konsep Mahasiswa UPI Non‐Eksakta. Tesis pada Program
Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.
Somantri, A. dan Sambas AM. (2006). Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Bandung:
Pustaka Setia.
Stewart, J. (2007). Correcting the Normalized Gain. [Online]. Tersedia:
http://www.uark.edu/depts/physinfo/phystec/research/CorrectGainSummer200
7JCS.pdf. [10 Maret 2008].
Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Bandung.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA‐FPMIPA UPI
Bandung.
14 | Jaenudin:Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP