CARITA MAUNG PADJAJARAN DI KECAMATAN SURADE:
Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi, dan Makna
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh
SitiAmanah
0906029
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
CARITA MAUNG PADJAJARAN DI KECAMATAN SURADE:
Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Pe4nuturan, Fungsi, dan Makna
Oleh Siti Amanah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© SitiAmanah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan di cetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis
Siti Amanah, 2013
PERNYATAAN
“Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Carita Maung Padjajaran di Kecamatan Surade: Analisis Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi dan Makna” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini,
saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini”.
Bandung, Juli 2013
Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
CARITA MAUNG PADJAJARAN DI KECAMATAN SURADE: Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi, dan Makna
Siti Amanah
(0906029)
Carita Maung Padjajaran (CMP) merupakan versi cerita Prabu Siliwangi yang terdapat di Kecamatan Surade dengan karakteristik yang khas. Kekhasan tersebut disebabkan adanya kaitan CMP dengan tempat-tempat di sekitar Surade. Hal tersebut yang mendorong dilakukan penelitian CMP ini. CMP dianalisis berdasar lima aspek, yaitu struktur, proses penciptaan, konteks penuturan, fungsi dan makna. Analisisnya dengan metode deskriptif kualitatif dan pendekatan kritik sastra lisan. Hasil penelitian tiga versi CMP bersumber dari tiga penutur yang berasal dari 3 lokasi yang berbeda di kecamatan Surade. Struktur CMP ditinjau dari segi analisis alur dengan pendekatan aktan, serta analisis tokoh dan latar. Proses penciptaan didasarkan pada pola skema. Artinya, dalam proses penciptaanya tercipta tiga pola utama yakni bagian awal, tengah, dan akhir. Konteks penuturan berkaitan dengan situasi dan kondisi pada saat cerita itu dituturkan. Secara umum konteks penuturan menggambarkan kaitan CMP dengan masyarakat Surade. Fungsi yang terdapat dalam CMP terutama fungsi pendidikan moral serta pemaksa norma di masyarakat yang berhubungan dengan pelestarian alam. Makna yang terdapat dalam CMP umumnya tentang kearifan hidup, salah satunya mengenai hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan tuhan yang digambarkan melalui tokoh dalam CMP.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmirrahmaanirahiim
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat illahi Rabbi, shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurah limpahkan pada nabi akhir zaman nabi Muhammad SAW
beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, tabiin-tabiat, serta pada umatnya yang
senantiasa taat pada ajarannya.
Alhamdulillah, dengan kenikmatan yang diberikan, peneliti masih dapat
menghirup segarnya udara kampus, menatap wajah sahabat yang berjuang bersama,
mendengar lantunan doa orang tua di ujung telepon, mencium aroma keingintahuan,
merasakan sari-sari ilmu pengetahuan yang masuk ke dalam juwa dan raga, dan yang
tidak kalah penting adalah kenikmatan menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan target
yang telah ditentukkan.
Skripsi berjudul “Carita Maung Padjajaran di Kecamatan Surade: Struktur,
Proses Penciptaan, Fungsi, dan Makna” merupakan bentuk pertanggungjawaban dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Selain itu, skripsi ini sebagai salah satu
syarat dalam meraih gelar Sarjana Sastra.
Skripsi ini telah dibuat dan disusun dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi sebagai
manusia biasa, tidak menuntup kemungkinan jika dalam penyusunan skripsi ini masih
terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, saran serta kritik membangun sangat
diharapkan. Peneliti berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti
khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Bandung, Juli 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini hanyalah sepenggal bukti perjuangan yang dilakukan peneliti. Sebuah
bukti yang tidak cukup untuk mewakilkan empat tahun yang telah dilalui di kampus
bersama orang-orang tersayang. Terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak lepas
dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Peneliti menghaturkan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga tercinta yang tulus mencurahkan kasih sayangnya. Umi
yang tiada lelah melantunkan doa, dan Babeh yang ikhlas meminjamkan tenaganya
untuk penelitian ini serta kakak-kakak yang terus memotivasi.
2. Drs. Memen Durachman serta Dr. Tedi Permadi, M.Hum, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah sabar memotivasi dan membimbing.
3. Dr. Dadang S Anshori selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni beserta
seluruh jajarannya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
4. Para dosen Konsentrasi Sastra, antara lain: Dr. Sumiyadi M. Hum., Yulianeta,
M.Pd., Nenden Lilis, M. Pd., Rudi A Nugroho, M.Pd., Halimah, M.Pd.,
5. Mas joko, Pak Aep, serta Pak Wawan yang baik hati selalu membagi informasi
seputar kemahasiswaan. Nuhun pisan!!
6. Afrah dan Fina sahabat dari awal berpetualang di belantara UPI
7. Teh imi yang setia menemani peneliti. You ’re the best!
8. Dua peneliti dahsyat sekaligus sahabat peneliti teh Nuri dan Novi
9. Blabhboh The Gank : Septi, Citi, Ridwan, dan Wili
10. Sahabat Nondik 2009: Punakawan, Nda, Nono, Hari, Hana, dan masih banyak lagi.
Hapunten teu tiasa disebatkeun satu-satu, bilih sisirikan (hihi..).
11. Barudak Kost’an yang selalu rame sampai diketuk sama tetangga: Neni, Tyas,
Sella, Teh Hani, Handay, Ijah, Orin, Elis, Wilia, Nunik, Tika, dan Siti.
12. Semua ponakanku yang imut-imut khususnya untuk Maya dan Leli.
Serta berbagai pihak yang telah banyak memberikan dukungan berupa motivasi dan
ABSTRAK
CARITA MAUNG PADJAJARAN DI KECAMATAN SURADE: Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi, dan Makna
Siti Amanah
(0906029)
Carita Maung Padjajaran (CMP) merupakan versi cerita Prabu Siliwangi yang terdapat di Kecamatan Surade dengan karakteristik yang khas. Kekhasan tersebut disebabkan adanya kaitan CMP dengan tempat-tempat di sekitar Surade. Hal tersebut yang mendorong dilakukan penelitian CMP ini. CMP dianalisis berdasar lima aspek, yaitu struktur, proses penciptaan, konteks penuturan, fungsi dan makna. Analisisnya dengan metode deskriptif kualitatif dan pendekatan kritik sastra lisan. Hasil penelitian tiga versi CMP bersumber dari tiga penutur yang berasal dari 3 lokasi yang berbeda di kecamatan Surade. Struktur CMP ditinjau dari segi analisis alur dengan pendekatan aktan, serta analisis tokoh dan latar. Proses penciptaan didasarkan pada pola skema. Artinya, dalam proses penciptaanya tercipta tiga pola utama yakni bagian awal, tengah, dan akhir. Konteks penuturan berkaitan dengan situasi dan kondisi pada saat cerita itu dituturkan. Secara umum konteks penuturan menggambarkan kaitan CMP dengan masyarakat Surade. Fungsi yang terdapat dalam CMP terutama fungsi pendidikan moral serta pemaksa norma di masyarakat yang berhubungan dengan pelestarian alam. Makna yang terdapat dalam CMP umumnya tentang kearifan hidup, salah satunya mengenai hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan tuhan yang digambarkan melalui tokoh dalam CMP.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN . ... i
UCAPAN TERIMAKASIH ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR BAGAN ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Masalah ... 5
1.2.1 Identifikasi Masalah ... 5
1.2.2 Batasan Masalah ... 6
1.2.3 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.4.1. Secara Teoritis ... 7
1.4.2. Secara Praktis ... 7
BAB II LANDASAN TEORETIS
2.1 Sastra Lisan... 9
2.2 CMP sebagai Cerita Rakyat ... 10
2.2.1 Mite ... 10
2.2.2 Legenda ... 12
2.2.3 Dongeng ... 14
2.3 Analisis Struktural ... 16
2.3.1 Pendekatan Struktural A.J. Greimas ... 16
a. Skema Aktan ... 16
b. Struktur Fungsional ... 18
2.3.2 Alur ... 20
2.3.3 Tokoh ... 20
2.3.4 Latar/ Setting ... 21
2.4 Proses Penciptaan ... 22
2.5 Konteks Penuturan ... 23
2.6 Fungsi ... 26
2.7 Makna ... 27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 28
3.2 Objek Penelitian ... 29
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 30
3.4 Instrumen Penelitian... 31
3.5 Prosedur Penelitian... 32
a. Pemilihan Narasumber ... 33
b. Perekaman ... 34
3.5.2 Teknik Pengolahan Data ... 34
3.5.3 TeknikPenganalisisan Data ... 35
BAB 4 ANALISIS 4.1 Carita Maung Padjajaran ... 37
4.1.1 Analisis Struktur ... 37
a. Analisis Alur ... 38
b. Analisis Tokoh ... 64
c. Analisis Latar ... 80
4.1.2 Proses Penciptaan ... 88
a. Proses Pewarisan ... 88
b. Proses Penciptaan ... 90
4.1.3 Konteks Penuturan ... 92
a. Konteks Situasi ... 93
1) Waktu ... 93
2) Tujuan ... 94
3) Peralatan ... 94
4) Teknik Penuturan ... 95
b. Konteks Budaya ... 96
1) Lokasi ... 97
2) Penutur-Audiens ... 98
3) Latar Ekonomi ... 98
4.1.4 Fungsi ... 107
a. Sistem Proyeksi ... 107
b. Alat Pengesah Kebudayaan ... 108
c. Alat Pendidikan ... 110
d. Alat Pemaksa atau Pengawas Norma-norma di Masyarakat ... 113
4.1.5 Makna ... 114
4.2 Carita Maung Padjajaran 2 ... 123
4.2.1 Analisis Struktur ... 123
a. Analisis Alur ... 123
b. Analisis Tokoh ... 150
c. Analisis Latar ... 163
4.2.2 Proses Penciptaan ... 171
a. Proses Pewarisan ... 171
b. Proses Penciptaan ... 172
4.2.3 Konteks Penuturan ... 174
a. Konteks Situasi ... 174
1) Waktu ... 174
2) Tujuan ... 174
3) Peralatan ... 175
4) Teknik Penuturan ... 175
b. Konteks Budaya ... 176
1) Lokasi ... 176
2) Penutur-Audiens ... 177
4) Latar Budaya Sosial Masyarakat ... 180
4.2.4 Fungsi ... 187
a. Sistem Proyeksi ... 187
b. Alat Pengesah Kebudayaan ... 187
c. Alat Pendidikan ... 188
d. Alat Pemaksa atau Pengawas Norma-norma di Masyarakat ... 191
4.2.5 Makna ... 193
4.3 Carita Maung Padjajaran 3 ... 201
4.3.1 Analisis Struktur ... 201
a. Analisis Alur ... 201
b. Analisis Tokoh ... 225
c. Analisis Latar ... 237
4.3.2 Proses Penciptaan ... 244
a. Proses Pewarisan ... 244
b. Proses Penciptaan ... 245
4.3.3 Konteks Penuturan ... 246
a. Konteks Situasi ... 246
1) Waktu ... 247
2) Tujuan ... 247
3) Peralatan ... 248
4) Teknik Penuturan ... 248
b. Konteks Budaya ... 248
1) Lokasi ... 249
3) Latar Ekonomi ... 250
4) Latar Budaya Sosial Masyarakat ... 251
4.3.4 Fungsi ... 257
a. Sistem Proyeksi ... 257
b. Alat Pengesah Kebudayaan ... 258
c. Alat Pendidikan ... 259
d. Alat Pemaksa atau Pengawas Norma-norma di Masyarakat ... 263
4.3.5 Makna ... 264
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 270
5.2 Saran ... 272
Daftar Pustaka ... 273
DAFTAR BAGAN
2.1 Susunan Posisi Keenam Aktan ... 18
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 36
4.1 Formulasi Aktan 1 (CMP 1) ... 39
4.2 Formulasi Aktan 2 (CMP 1) ... 43
4.3 Formulasi Aktan 3 (CMP 1) ... 48
4.4 Formulasi Aktan Utama (CMP 1) ... 57
4.5 Proses Pewarisan CMP 1 ... 90
4.6 Formulasi Aktan 1 (CMP 2) ... 124
4.7 Formulasi Aktan 2 (CMP 2) ... 129
4.8 Formulasi Aktan 3 (CMP 2) ... 135
4.9 Formulasi Aktan Utama (CMP 2) ... 141
4.10 Proses Pewarisan CMP 2 ... 172
4.11 Formulasi Aktan 1 (CMP 3) ... 202
4.12 Formulasi Aktan 2 (CMP 3) ... 208
4.13 Formulasi Aktan 3 (CMP 3) ... 213
4.14 Formulasi Aktan Utama (CMP 3) ... 218
DAFTAR TABEL
2.1 Kategori Cerita Rakyat Bentuk Prosa ... 16
2.2 Struktur Fungsional A.J. Greimass ... 19
3.1 Data Informan ... 29
3.2 Catatan Lapangan ... 32
4.1 Struktur Fungsional 1 (CMP 1) ... 41
4.2 Struktur Fungsional 2 (CMP 1) ... 46
4.3 Struktur Fungsional 3 (CMP 1) ... 51
4.4 Struktur Fungsional Utama (CMP 1) ... 61
4.5 Struktur Fungsional 1 (CMP 2) ... 127
4.6 Struktur Fungsional 2 (CMP 2) ... 132
4.7 Struktur Fungsional 3 (CMP 2) ... 137
4.8 Struktur Fungsional Utama (CMP 2) ... 147
4.9 Struktur Fungsional 1 (CMP 3) ... 206
4.10 Struktur Fungsional 2 (CMP 3) ... 211
4.11 Struktur Fungsional 3 (CMP 3) ... 215
4.12 Struktur Fungsional Utama (CMP 3) ... 221
DAFTAR GAMBAR
4.1 Peta Lokasi CMP 1 ... 97
4.2 Data Penggunaan Lahan ... 100
4.3 Peta Lokasi CMP 2 ... 177
4.4 Indikator Kemiskinan Masyarakat Surade ... 179
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masyarakat Sunda pada umumnya sudah mengenal dengan kata Siliwangi dan
Padjajaran. Kedua kata tersebut banyak digunakan dalam berbagai hal. Mulai dari
nama tempat, seperti Stadion Siliwangi, Babakan Siliwangi, Jalan Padjajaran, Jalan
Siliwangi; nama oganisasi atau divisi, seperti Angkatan Muda Siliwangi (AMS),
Komando Militer Siliwangi; nama sekolah atau perguruan tinggi, seperti Universitas
Padjajaran (UNPAD), STKIP Siliwangi, SMK AMS, dan lain-lain.
Siliwangi merupakan sebutan bagi raja-raja pada masa kerajaan Padjajaran.
Oleh karena itu, kata Siliwangi dan Padjajaran memiliki keterkaitan yang kuat.
Menurut catatan sejarah, Prabu Siliwangi mengacu pada nama raja Sri Baduga
Maharaja. Namun, hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur utama karena
menurut naskah Sanghiyang Siksa Kadaresia, pada masa itu nama Prabu Siliwangi
telah menjadi tokoh dalam cerita pantun (Ekadjati, 2009: 115).
Prabu Siiwangi adalah raja yang memimpin kerajaan Padjajaran. Dalam
beberapa versi cerita yang berkembang di masyarakat serta benda-benda hasil temuan
yang dianggap peninggalan zaman Padjajaran, Prabu Siliwangi digambarkan sebagai
sosok raja yang adil dan bijaksana sehingga berhasil membawa kehidupan rakyatnya
dalam kemakmuran (Ekadjati, 2009: 116).
Pada masyarakat Sunda, sosok Prabu Siliwangi hingga kini keberadaan dan
kebenarannya masih menjadi perdebatan. Perdebatan tersebut memunculkan tiga
kubu yang berbeda yaitu 1) pihak yang menganggap Prabu Siliwangi sebagai tokoh
2
dan 3) pihak yang mengganggap Prabu Siliwangi sebagai tokoh karya sastra
sekaligus tokoh sejarah. (Ekadjati, 2009: 85; Undang, 2012: 11-13)
Perdebatan itu terlihat jelas terutama dari berbagai kalangan, yakni dari
kalangan akademisi dan budayawan. Menurut Rosidi (Muhsin, 2011:1), tokoh Prabu
Siliwangi hanyalah tokoh mitologi karena tidak ada bukti jelas mengenai
keberadaannya. Pendapat itu, Rosidi sampaikan dalam orasi ilmiah penganugrahan
Doctor Honoris Causanya di Fakultas Sastra UNPAD pada tanggal 31 Januari 2011.
Di lain pihak, Undang .A. Darsa tetap meyakini keberadaan Prabu Siliwangi sebagai
bagian dari sejarah, dengan catatan, Siliwangi merupakan sebutan untuk beberapa
raja di Padjajaran yaitu, 1) Prabu Maharaja Linggabhuwanawiseasa; 2) Niskala Wastu
Kencana; 3) Sang Susuktunggal; 4) Sri Baduga; dan 5) Prabu Surawisesa (Darsa,
2012:13). Pendapat Darsa tersebut menguatkan argumentasi Muhsin, salah satu
peneliti sejarah UNPAD. Menurutnya, Sumber yang berkaitan dengan Padjajaran ini
bukan sekedar ada, tapi banyak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa eksistensi
Pajajaran tidak perlu diragukan (Muhsin, 2011:3 ; Darsa, 2012:13).
Selain itu, perdebatan mengenai sosok Prabu Siliwangi muncul karena adanya
pandangan yang berbeda mengenai sumber yang dapat dijadikan bukti keberadaan
Prabu Siliwangi. Saat ini, sebagian besar bukti mengenai Prabu Siliwangi terdapat
dalam bentuk carita pantun, babad, wawacan, dan folklor di masyarakat (Ekadjati,
2009:83). Namun, pendapat Ekadjati tersebut harus dikaji ulang karena carita pantun,
dan wawacan masih merupakan bagian dari folklor. Selain itu, kini banyak ditemukan
benda-benda (artefak) yang dianggap sebagai peninggalan Prabu Siliwangi sehingga
tidak dalam bentuk folklor saja, seperti mahkota dan prasasti (batu tulis, sanghiyang
tapak, kawali, cikapundung, pasir datar, galuh, nyalindung, dan sebagainya).
Hingga saat ini, keberadaan tokoh Prabu Siliwangi masih menjadi perdebatan.
Namun, Kepercayaan terhadap sosok Prabu Siliwangi masih diyakini sebagian besar
3
memiliki tempat petilasan Prabu Siliwangi. diantaranya di Sukabumi (Surade dan
Ujung Genteng) Garut (leuweng Sancang), Purwakarta (Gunung Hejo), Majalengka
(Desa Pajajar), dan lain-lain.
Diantara berbagai bukti-bukti peninggalan Prabu Siliwangi tersebut (folklor,
dan artifak), folklor merupakan jenis yang paling banyak ditemukan di masyarakat.
Hal ini disebabkan penyebaran folklor tersebut umumnya berbentuk cerita. Cerita
mengenai Prabu Siliwangi terbagi pada tiga bentuk, yaitu pantun, wawacan, dan
babad. Contohnya Carita Pantun Mundinglaya Dikusumah, Wawacan
Walangsungsang, dan Babad Padjajaran.
Cerita mengenai Prabu Siliwangi, Raja Padjajaran tersebar di sebagian besar
wilayah di tatar Sunda, terutama tempat-tempat yang memiliki keterkaitan langsung
dengan cerita. Proses penyebarannya cerita Prabu Siliwangi melalui dua cara, yakni
melalui lisan (tradisi lisan) maupun tulisan (naskah).
Bentuk penyebaran secara lisan menghasilkan cerita yang beraneka ragam
karena diwariskan turun temurun, dari mulut ke mulut, sehingga memungkinkan
terjadinya perubahan cerita sesuai dengan kondisi masyarakat pada masa itu dan
menghasilkan cerita yang berbeda. salah satu bentuk dalam cerita Prabu Siliwangi
yakni Carita Maung Padjajaran (CMP) di Kecamatan Surade.
CMP adalah jenis cerita yang disebarkan melalui tuturan (tradisi lisan). CMP
merupakan cerita yang menghubungkan-hubungkan keberadaan harimau dengan raja
Padjajaran, Prabu Siliwangi. Cerita ini berkembang di wilayah Sukabumi, khususnya
di tempat-tempat yang dianggap memiliki keterkaitan dengan cerita tersebut seperti di
daerah Surade.
Saat ini nampak adanya permasalahan berkaitan dengan keberlangsungan
CMP di masyarakat pemiliknya. Pertama, CMP dianggap sebagai cerita yang sakral
4
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi yang berkaitan dengan waktu dan tempat
sehingga pengetahuan mengenai CMP dapat dikatakan terbatas. Kedua, penutur
CMP adalah orang-orang tertentu yang terpilih menjadi dalang cerita. Umumnya
laki-laki berusia lanjut yang dianggap sudah berpengalaman dan jumlahnya pun sedikit.
Ketiga, adanya anggapan bahwa kepercayaan terhadap CMP merupakan salah
satu bentuk tindakan musyrik atau bertentangan dengan ajaran yang dianut
masyarakat, sehingga masyarakat, khususnya penutur enggan untuk mewariskan
cerita tersebut yang pada akhirnya mengakibatkan tidak adanya proses pewarisan.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, penelitian mengenai CMP mutlak harus
dilakukan, sebelum CMP hilang.
Penelitian mengenai carita maung atau cerita harimau, telah diteliti
sebelumnya diantaranya Carita Maung Panjalu diteliti oleh Sri Maryati dalam
Skripsinya yang berjudul judul Cerita Maung Panjalu: Analisis Struktur, Konteks
Penuturan, Proses Penciptaan, dan Fungsi. Carita Maung bodas Leuweung Sancang
di Garut diteliti oleh Taufik Ampera yang dipublikasikan melalui makalahnya yang
berjudul Sri Baduga dalam Sastra Lisan: Antara Mitos Leuweung Sancang Dengan
Mitos Gunung Salak. Terakhir Carita Maung Gunung Gede diteliti oleh Hariadi dkk
yakni Moksanya Prabu Siliwangi.
Penelitian Maung Panjalu yang dilakukan oleh Maryati mengungkapkan
bahwa cerita Maung Panjalu telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari
masyarakatnya, khususnya masyarakat yang tergabung dalam Paguyuban
Borosngora. Hal tersebut tampak dari usaha sebagian masyarakat untuk terus
melestarikan cerita serta adanya kepercayaan bahwa cerita tersebut berkenaan dengan
asal-usul nenek moyang penduduk Panjalu.
Penelitian lain yang telah dilakukan adalah Penelitian yang menggunakan
pendekatan semiotik oleh Hariadi dkk. Berdasarkan hasil penelitian tersebut banyak
5
Siliwangi menjadi harimau. Selain itu, cerita tersebut juga menjadi pedoman hidup
bagi sebagian orang Sunda yang menganggap sifat-sifat maung seperti pemberani dan
tegas, namun sangat menyayangi keluarga sebagai lelaku yang harus dijalani dalam
kehidupan nyata. (Hariadi dkk, 2012: 29-30).
Terakhir, penelitian Taufik Amperra yang mengkaji pengaruh cerita terhadap
perlakuan masyarakat pada alam. Dalam analisisnya Ampera membandingkan dua
mitos Prabu Siliwangi di dua tempat yang berbeda, yakni Leuweung Sancang (Garut)
dan Gunung Salak (Sukabumi-Bogor). Berdasarkan penelitian tersebut Ampera
mengungkapkan bahwa tempat yang memiliki kepercayaan kuat terhadap mitos Prabu
Siliwangi tetap terjaga karena adanya usaha dari masyarakat untuk menghormati
keberadaan Prabu Siliwangi.
Kaitan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, sebagai berikut. Pertama,
perbedaan tempat penelitian; Hariadi di Gunung Gede, sedangkan peneliti di Surade.
Kedua, metode yang digunakan; Hariadi menggunakan pendekatan semiotik,
sedangkan peneliti cakupannya lebih luas dan mendalam mencakup struktur, proses
penciptaan konteks penciptaan, fungsi, makna. ketiga, perbedaan dari segi objek,
tempat, dan metode penelitian yang dilakukan Ampera dengan Peneliti. Adapun
persamaan ketiganya karena mengangkat tema cerita rakyat, khususnya Prabu
Siliwangi.
Adapun teks CMP di Kecamatan Surade yang dianalisis dalam penelitian ini
berkaitan dengan, 1) memiliki keterkaitan atau hubungan dengan wilayah tempat
cerita itu berasal (Surade, Ujung Genteng, Tegal Buleud); 2) meskipun masih dalam
satu kecamatan yang sama tetapi setiap tempat memiliki penggambaran yang
berbeda mengenai CMP; dan 3) merupakan salah satu folklor peninggalan nenek
6
1.2Masalah
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian terbagi pada beberapa tahapan di
bawah ini.
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang berhasil
teridentifikasi pada CMP adalah sebagai berikut.
1. CMP merupakan cerita yang sakral sehingga waktu penuturannya dibatasi
untuk hari-hari tertentu.
2. Pengetahuan masyarakat mengenai CMP semakin memudar, bahkan sebagian
besar generasi muda yang tidak mengetahui mengenai CMP.
3. Penutur CMP umumnya adalah orang tua berusia lanjut sehingga
mengahadapi kesulitan pada saat menuturkan dan jumlahnya pun semakin
sedikit.
4. Seiring dengan semakin memudarnya CMP di masyarakat, dikhawatirkan
Nilai-nilai yang diperkirakan terkandung dalam CMP pun ikut hilang.
5. Adanya pandangan bahwa kepercayaan terhadap Cerita yang berkaitan
dengan Prabu Siliwangi, salah satunya CMP sebagai ciri musyrik (orang yang
menyekutukan Alloh) sehingga masyarakat khususnya penutur tidak mau
mewariskan CMP
1.2.2 Batasan Masalah
Batasan masalah merupakan upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk
menfokuskan penelitian baik itu dalam segi objek maupun kajian. Berikut
batasan penelitiannya.
1. CMP yang diteliti merupakan cerita rakyat yang berkembang di
7
2. Analisis dalam penelitian ini ditekankan pada lima aspek analisis yaitu
analisis struktur, proses penciptaan, konteks penuturan, fungsi, dan makna
yang terdapat dalam CMP.
1.2.3 Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah dalam penelitian
1. Bagaimana struktur CMP di Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi?
2. Bagaimana proses penciptaan CMP di Kecamatan Surade Kabupaten
Sukabumi?
3. Bagaimana konteks penuturan CMP di Kecamatan Surade Kabupaten
Sukabumi?
4. Apakah fungsi CMP di Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi?
5. Apakah makna CMP di Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Pengetahuan mengenai struktur CMP di Kecamatan Surade Kabupaten
Sukabumi.
2. Pemahaman pada proses Penciptaan CMP di Kecamatan Surade Kabupaten
Sukabumi.
3. Pemahaman konteks penuturan CMP di Kecamatan Surade Kabupaten
Sukabumi.
4. Pemahaman fungsi CMP di Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi.
8
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian yakni manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
1.4.1 Secara Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian mengenai Prabu
Siliwangi khususnya dalam kajian sastra lisan. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi
salah satu acuan pengaplikasian teori-teori dalam pengkajian sastra lisan. Terakhir,
memperkaya kajian kesusatraan terutama yang berkaitan dengan kesusastraan sunda.
1.4.2 Secara Praktis
Berikut Manfaat secara praktis dari penelitian ini, 1) informasi mengenai
sastra lisan yang berkembang di masyarakat terutama di daerah Surade, Kabupaten
Sukabumi; 2) upaya pendokumentasian sastra lisan khususnya yang berkaitan dengan
Carita Maung Padjajaran, 3) salah satu usaha dalam mestarikan budaya daerah yang
merupakan pilar dari kebudayaan nasional
1.5 Definisi Operasional
Penelitian ini mengkaji cerita-cerita mengenai Maung Padjajaran di
Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini merupakan salah satu upaya
pendokumentasian sekaligus pengkajian sastra lisan yang menghubungan antara
sosok harimau dengan tokoh Prabu Siliwangi. Dalam penelitian ini digunakan
beberapa istilah atau kata yang mungkin saja menimbulkan presepsi ganda. Untuk
mencegah terjadinya salah tafsir terhadap istilah-istilah tersebut, peneliti akan
9
1. CMP merupakan kumpulan cerita rakyat yang di dalamnya berisi tentang
hubungan antara tokoh Prabu Siliwangi dengan sosok harimau. CMP berasal
dari kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi. Beberapa cerita dalam CMP
masih dianggap sakral oleh masyarakat pemiliknya, bahkan pada awalnya
masyarakat harus melakukan ritual khusus untuk menuturkannya.
2. Ritual Nyebor adalah ritual yang dilakukan untuk menuturkan CMP. Ritual
tersebut hanya bisa dilakukan antara tanggal 1 sampai 10 Muharram. Tempat
yang digunakan ritual nyebor biasanya di tempat yang cukup luas seperti
lapangan atau pesawahan. Selain itu, untuk melaksanakan ritual tersebut
dibutuhkan 10 macam jenis tanaman yang terdiri dari 5 tanaman jaksi (berbau
harum) dan 5 tanaman palias (berbau tidak sedap).
3. Struktur merupakan hubungan antara teks sebagai suatu kesatuan dengan
unsur-unsur yang membentuk teks. Penganalisisan struktur dilakukan melalui
pendekatan struktural A.J. Greimas yang meliputi penganalisisan alur, tokoh,
dan latar.
4. Proses penciptaan adalah proses terciptanya sebuah sastra lisan baik dari segi
pewarisan hingga sastra itu dituturkan atau diciptakan kembali.
5. Konteks penuturan adalah peristiwa komunikasi yang ditandai oleh adanya
interaksi. Konteks penuturan berhubungan dengan aktifitas atau perbuatan
pada saat cerita dituturkan.
6. Fungsi adalah manfaat yang dapat dirasakan baik secara langsung maupun
tidak langsung oleh suatu masyarakat atau kelompok dari sastra lisan yang
dimilikinya.
7. Makna adalah arti yang terkandung dalam sebuah cerita yang diwakili oleh
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Metode Penelitian
Cara menemukan atau menyusun pengetahuan memerlukan kajian atau
pemahaman tentang metode-metode.Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman
untuk membedakan metode, pendekatan,dan teknik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif.Metode ini digunakan dalam penelitian kebudayaan.Metode ini dipilih
karena dianggap sesuai dengan objek kajian peneliti yakni mengkaji
fenomena-fenomena yang ada di masyarakat yang dinamis sehingga menyesuaikan dengan
objek kajian.
Pendekatan adalah ancangan ilmiah, landasan filosofis dalam mendekati
sebuah objek penelitian sesuai dengan sifat-sifat penelitian, yang sangat
dipengaruhi oleh pendekatan yang dipakai.Adapun pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kritik sastra lisan.Pendekatan ini
digunakan untuk menganalisis sastra lisan baik itu sebagai teks utuh maupun
kaitannya dengan hal lain seperti konteks penuturannya, kondisi masyarakat
pemiliknya, fungsi, dan makna tersebut.
Langkah pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
pustaka.Hal ini dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber lain yang berkaitan
dengan Carita Maung Padjajaran Pakidulan Sukabumi.diantaranya; 1) Uga
Wangsit Siliwangi; 2) Sang Hyang Siksa Kandang Karesian; 3) dongeng-dongeng
sasakala, dan lain-lain. Selain mencari data, studi pustaka dalam penelitian ini
dilakukan untuk memetakan penelitian berdasarkan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya. Hal ini penting dilakukan untuk mencegah
Langkah selanjutnya adalah studi lapangan atau observasi, yakni dengan
observasi ke Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi.Observasi ini dilakukan
untuk merekam sekaligus wawancara pada para penutur mengenai CMP yang
dimiliki masyarakat Surade. Langkah terakhir adalah penganalisisan data.
3.2Objek Penelitian
Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan.Pencatatan sumber data melalui wawancara dan pengamatan.Wawancara
merupakan hasil gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanyaLofland
(Moeloeng 2001: 112).Data penelitian ini meliputi beberapa versiCMP yang
terdapat di Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi.Sumber data terbagi ada dua
jenis yakni sumber data primer dan data sekunder.
Sumber data primer berdasarkan tuturan dari tiga penutur primer yakni
Ki Kamal, Bapak Maruji, dan Bapak Adtur,sedangkan sumber data sekunder dari
hasil wawancara dengan para narasumber di luar konteks cerita tetapi berkaitan
dengan objek penelitian serta naskah ataupun cerita mengenai Prabu Siliwangi
dari daerah lain seperti Uga Wangsit Siliwangi, Sang Hyang Kaderesia, dan
lain-lain. Adapun uraian mengenai penutur akan digambarkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.1
Pendidikan Jabatan Alamat
S.Pd November
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian
CMP tersebar di beberapa daerah Pakidulan Sukabumi, seperti Surade,
Ujung Genteng, Tegal Buleud, dan lain-lain.Berdasarkan pengamatan pada
tahapan observasi awal, diantara ketiga kecamatan di daerah Pakidulan,
kecamatan Surade menjadi pemegang kuat kepercayaan terhadap CMP. Hal
tersebut didasarkan pada banyaknya penutur dibandingkan di daerah lain.
Berdasarkan penuturan salah satu penutur (informan), Ki Kamal, pada
awalnya CMP hanya dituturkan setahun sekali, yakni antara tanggal 1-10
Muharram dalam ritual nyebor. CMP dijadikan salah satu rangkaian acara dalam
ritual tersebut.Istilah nyebor, berasal dari tindakan dalang ritual yang menciprati
air yang digunakan dalam ritual pada para penduduk yang mengikuti
ritual.Namun,ketiadaan penerus dalang (pemimpin ritual) mengakibatkan ritual
tersebut kini tidak dilaksanakan lagi.Oleh karena itu, teknik perekaman yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perekaman dalam konteks tak asli atau
perekaman yang sengaja diadakan tanpa melakukan ritual terlebih dahulu.
Adapun waktu yang dilakukan dalam penelitian ini yakni malam hari 3
Juni 2012 untuk informan ke-1, 6 Oktober 2013 informan ke 2, dan 7 Oktober
penutur, desa Gunung Sumbi, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi.Hal
tersebut atas pertimbangan kenyamanan dari penutur pada saat menuturkan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah observasi dan
wawancara.Observasi dilakukan untuk menentukan penutur dan lokasi penuturan
yang sesuai,sedangkan wawancara berupa instrument berisi daftar pertanyaan.Alat
bantuyang digunakan yaitu handphone, kamera digital, dan alat tulis.
Berikut ini salah satu instrumen penelitian berupa daftar tanyaan untuk
para informan.
*sumber catatan peneliti
Selain daftar pertanyaan dalam penelitian lapangan, peneliti harus
melakukan catatan lapangan untuk memudahkan peneliti dalam bertugas selama
penelitian. Catatan lapangan berisi hal-ha berikut: (1) rekaman (tanggal rekaman,
tempat rekaman, keaslian rekaman, dan perekam); (2) informan (hal-hal yang
berkaitan dengan identitas informan); dan (3) bahan (genre, konteks penuturan,
proses penciptaan, fungsi, dan makna).Berikut gambaran catatan lapangan dalam
bentuk tabel.
No Pertanyaan
1 Bagaimanakah bentuk CMP di masyarakat Kecamatan Surade?
2 Bagaimana Proses Pewarisan CMP di masyarakat kecamatan Surade?
3 Apakah ada ketentuan-ketentuan tertentu untuk yang menjadi penutur CMP
?
4 Apakah ada syarat-syarat tertentu untuk menuturkan CMP?
5 Apakah fungsi yang terdapat dalam CMP kecamatan Surade ?
6 Bagaimana Proses Pewarisan cerita tersebut hingga sampai pada bapak?
7 Bagaimana tanggapan masyarakat Surade terhadap CMP ?
Tabel 3.2. Catatan Lapangan
Rekaman Informan Bahan Lingkungan
Mayarakat
g. Bahasa yang dipakai
h. Kedudukan dalam
*Sumber : Catatan Peneliti
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi dan wawancara.Peneliti melakukan Observasi langsung ke Kecamatan
Surade untuk merekam sekaligus wawancara mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan penelitian dengan penutur.Observasi dilakukan untuk mengetahui secara
langsung bentuk dari CMP serta kaitannya dengan masyarakat pemiliknya
(Surade). Wawancara dilakukan untuk membantu peneliti memahami CMP serta
mendapatkan informasi langsung mengenai CMP dari sumber yang
berkompeten. Peneliti merekam tuturan CMP untuk kemudian
a) Pemilihan Narasumber
Pemilihan narasumber merupakan point penting dalam sebuah
penelitian.seorang peneliti harus memilih narasumber yang tepat ataupun
sesuai, sehingga data-data yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Dalam hal ini,
peneliti memilih tiga orang penutur dari tiga daerah yang berbeda. Ketiga
penutur tersebut dipilih dari informasi yang didapat mengenai tokoh atau
warga masyarakat yang mengetahui CMP serta hasil bandingan dengan
penutur lain. Adapun penutur CMP dalam penelitian ini, yakni Ki Kamal,
Bapak Adtur, dan Bapak Maruji.
Ki Kamal merupakan salah satu tokoh masyarakat di Kecamatan Surade,
bahkan berdasarkan informasi dari Ki Kamal pula, penutur dapat mengetahui
lokasi penutur CMP lain yang berada di Kecamatan Surade. Pengetahuan Ki
Kamal mengenai cerita yang berkaitan dengan masyarakat Sunda khususnya
yang berkenaan dengan Prabu Siliwangi cukup luas.Pada era tahun 90-an Ki
Kamal seringkali dijadikan sebagai narasumber oleh pelbagai lembaga seperti
mangle, Museum Sri Baduga, dan lain-lain.
Penutur kedua adalah bapak Maruji.Beliau adalah seorang pensiunan
kepala seksi pariwisata Kabupaten Sukabumi.Sebagai seorang yang
berkecimpung di dunia pariwisata sekaligus kebudayaan, beliau seringkali
mendapatkan pengetahuan mengenai cerita-cerita yang berkembang di
masyarakat, salah satunya di kecamatan Surade, tempat ia tinggal.
Penutur terakhir adalah Bapak Adtur.Beliau merupakan salah satu putra
daerah asli Surade.Alasan terpilihnya beliau sebagai penutur karena
pengetahuan beliau mengenai CMP dinilai memenuhi kriteria penutur.CMP
yang dimiliki oleh bapak adtur merupakan berasal dari pengalaman masa
kecilnya yang sering mendengarkan cerita dari orang tuanya.Dengan
demikian, terkumpul 3 buah cerita CMP dari tiga penutur yang berbeda yang
b) Perekaman
Perekaman dalam sastra lisan dilakukan dengan dua cara yakni perekaman
dalam konteks asli (natural)/ pendekatan etnography. Kedua perekaman dalam
konteks tak asli yakni perekaman yang sengaja diadakan (hutomo; 1991: 77).
Penelitian ini dilakukan dengan cara kedua yakni perekaman tak asli. Hal ini
dilakukan karena penutur utama dalam ritualnyebor (upacara yang digunakan
untuk membacakan cerita) telah meninggal tanpa meninggalkan pewaris
sehingga ritual nyebor tidak dapat dilaksanakan.Perekaman dilakukan dengan
menggunakan rekaman telepon gengam.Pada tahap perekaman, peneliti tidak
sebatas merekam tuturan CMP, tetapi juga wawancara mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan CMP, salah satunya kondisi masyarakat.
3.5.2 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan antara
lain: transkripsi, transliterasi, dan analisi data.
MenurutKBBI (2008: 1729), transkripsi adalah pengalihan tuturan (yang
berwujud bunyi) ke dalam bentuk tulisan; penulisan kata atau kalimat atau teks
berdasarkan lambang-lambang bunyi.Transkripsi dalam penelitian ini dilakukan
untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data selain itu sebagai acuan
dalam penelitian.Transkripsi tidak hanya berupa tuturan dari penutur saja tetapi
juga berisi keterangan tindakan yang dilakukan oleh penutur sehingga dapat
menggambarkan situasi saat perekaman itu terjadi.Transkripsi dalam penelitian ini
untuk memudahkan peneliti dalam mengidentifikasikan objek berdasarkan data
dan keterangan-keterangan yang terdapat dalam transkrip.
Transliterasi dilakukan untuk menyalin dari suatu bahasa ke bahasa lain.
Hal ini untuk memudahkan peneliti ataupun pembaca memahami maksud dari
tuturan. Oleh karena itu, peneliti sebaiknya dapat memahami kedua bahasa
Tuturan dalam peneltian ini menggunakan Bahasa Sunda dan Bahasa
Indonesia yang digunakan secara bersamaan sehingga diksi-diksi yang digunakan
tercampur.Sebagian besar penutur menggunakan diksi Bahasa Sunda dalam isi
wawancara dan perekaman.Oleh karena itu peneliti menerjemahkan seluruh
tuturan ke dalam Bahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk membantu orang
lain yang tidak memahami Bahasa Sunda dapat memahami isi teks dalam Bahasa
Indonesia.Setelah melalui beberapa tahapan di atas, data kemudian dianalisis.
Penganalisisan dilakukan dengan beberapa tahapan yakni analisis struktur, Proses
Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi, dan Makna.
3.5.3 Teknik Penganalisisan Data
Pada tahapan ini peneliti akan menyajikan hasil analisis dari data yang
diteliti, yakni Carita Maung Padjajaran ditinjau dari segi Struktur, Proses
Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi dan Makna. Penganalisisan ini dilakukan
dengan menggunakan beberapa teori.Analisis struktural mengacu pada skema
aktan dari A.J.Greimass, analisis proses penciptaan pada teori skema Amin
Sweeny, konteks penuturan mengacu pada teori yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat mengenai tujuh aspek kebuadayaan, teori fungsi yang digagas
oleh Wiliam Bascom dan analisis makna dengan teori signifikansi.
Teori-teori tersebut digunakan dalam penelitian karena dianggap sesuai
dengan karakteristik objek dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Selain
itu, keseluruhan analisis merupakan kolaborasi antara teori-teori yang berkaitan,
peneliti, serta hasil wawancara dengan informan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari subjektifitas dalam penelitian.Selain itu, untuk menjaga objektifitas
hasil penelitian.Oleh karena itu instrument dalam penelitian ini adalah peneliti
sendiri.
Untuk memudahkan pemahaman mengenai penelitian Carita Maung
Padjajaran di Kecamatan Surade. Berikut ini kerangka berpikir peneliti yang akan
Fenomena Carita Maung Padjajaran di
Kecamatan Surade
a. Prabu siliwangi sebagai tokoh mitologi b. Munculnya hipotesis bahwa prabu siliwangi
merupakan tokoh sejarah
c. Beberapa tempat di sekitar Surade Sukabumi dianggap petilasan Prabu Siliwangi
d. Cerita Prabu Siliwangi yang berkembang di beberapa daerah memiliki versi yang berbeda
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Cerita Maung Padjajaran (CMP) merupakan cerita rakyat yang hidup di
Masyarakat Surade. CMP dikatagorikan sebagai mite dan dongeng.
Pengkatagorian tersebut berdasarkan ciri-ciri dalam CMP, baik itu dalam hal alur,
tokoh, maupun latarnya serta penerimaan masyarakat terhadap cerita tersebut.
berdasarkan hasil analisis, diperoleh kesimpulan.
Pertama, struktur cerita dalam CMP cukup kompleks terutama dalam hal
alur. Alur cerita disajikan dengan menfokuskan pada dua tokoh sekaligus, yakni
Prabu Siliwangi dan tokoh tandingannya seperti Jaya Antea (CMP 1), Kian
Santang (CMP 2), dan Kean Santang (CMP 3), sehingga keseluruhan CMP
mengacu pada tindakan kedua tokoh tersebut. Secara umum, tokoh dalam CMP
dikatagorikan sebagai tokoh protagonis. Artinya, setiap tokoh mampu menarik
simpati pendengar dan dianggap sebagi tokoh pahlawan. Selain itu, terdapat latar
tempat yang mengacu pada nama-nama tempat di sekitar Surade semakin
menambah kongkrit cerita. Meski penyebutan tempat tersebut dipaparkan dengan
singkat, tetapi memiliki pemaknaan lebih di masyarakat sepertihalnya Ranca
Maung, Mekah, Batu Kuter, dan lain-lain. Tempat-tempat tersebut pada akhirnya
mendapatkan nilai kesakralan yang berbeda yang secara tidak langsung
dipengaruhi oleh cerita.
Kedua, ciri-ciri yang dimiliki dalam proses penciptaan CMP menujukkan
kesamaan dengan proses penciptaan dalam masyarakat tradisional melayu, yakni
skematik. Artinya, ada bagian-bagian tertentu yang harus tetap dan ada bagian
tertentu yang boleh berbeda, tetapi bagian-bagian tersebut membentuk suatu pola,
yakni adanya bagian awal, tengah, dan akhir. Skema tersebut merupakan hasil
akumulasi ingatan penutur. Proses penciptaan berkaitan pula dengan proses
pewarisan CMP. CMP diwariskan dengan cara vertikal dan horisontal, seperti
yang dilakukan oleh para penutur CMP 1, 2, dan 3 terhadap putra-putrinya.
seseorang dari generasi yang sama, seperti yang dilakukan Ki Kamal terhadap
Bapak E. Suparman dalam CMP 1.
Ketiga, konteks penuturan CMP secara keseluruhan mengalami perubahan
dari yang awalnya harus dilakukan dengan aturan-aturan tertentu menjadi lebih
bebas, seperti halnya dalam waktu, tujuan, peralatan, tempat, penutur, teknik
penuturannya, dan lain-lain. Akan tetapi, khusus untuk CMP 1 waktu
penuturannya hanya bisa dilakukan pada malam hari. Selain itu, konteks
penuturan pun menganalisis situasi dan kondisi mayarakat Surade sebagai
masyarakat pemilik CMP melalui analisis unsur kebudayaan yang dikemukakan
Koentjaraningrat. Berdasarkan hasil analisis, masyarakat Surade masih termasuk
dalam masyarakat tradisional, yaitu jika ditinjau dari ciri-ciri masyarakatnya baik
dari peralatan, sistem religi, mata pencaharian, sistem pengetahun, kesenian, dan
lain-lain. Misal, dalam sistem religi masyarakat Surade secara tidak langsung
dalam aktifitas religinya menggabungkan antara Hindu dan Islam.
Keempat, fungsi CMP secara keseluruhan termasuk dalam empat katagori
yang dikemukakan Bascom, yaitu sistem proyeksi, pengesah kebudayaan, alat
pendidikan, dan pengawas norma di masyarakat. Akan tetapi, diantara keempatya,
CMP lebih didominasi pada fungsi alat pendidikan dan pengawas berlakunya
norma-norma sosial. CMP sebagai alat pendidikan menekankan pada pendidikan
moral, terutama mengenai tindakan terpuji dan tercela ditunjukan oleh para tokoh
yang secara implisit dijadikan sebagai cerminan mengenai hasil yang akan didapat
dari setiap perbuatan. Adapun CMP sebagai alat pengawas norma-norma sosial
berkenaan dengan pelestarian alam yang terjadi pada salah satu tempat yang
dimunculkan dari CMP, yakni munculnya berbagai mitos mengenai Ranca Maung
yang mengakibatkan tempat tersebut dihormati sekaligus ditakuti sehingga
kelestarian tempat tersebut tetap terjaga hingga kini.
Kelima, makna yang ditemukan dalam CMP berkaitan dengan pelajaran
mengenai kehidupan yang harus dijalani setiap manusia terutama tentang
hubungan yang harus terjalin antar manusia baik itu untuk dirinya maupun dengan
orang lain, seperti antar ayah dan anak, raja dan rakyat, pemimpin dan bawahan,
tentang kearifan hidup. Selain itu, CMP dimakna pula sebagai angan-angan
masyarakat akan hadirnya sosok manusia sempurna ataupun pemimpin ideal
melalui penggambaran tokoh Prabu Siliwangi dalam cerita. Pemaknaan tersebut
tampak dari sikap masyarakat Surade terhadap keyakinan akan keberadaan sosok
Prabu Siliwangi.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, penelitian ini mengajukan
beberapan saran. Saran-saran tersebut diantaranya sebagai berikut.
Pertama, saat ini informasi mengenai cerita Prabu Siliwangi lebih
didominasi oleh versi cerita-cerita di beberapa daerah saja padahal hampir setiap
daerah, khusunya di tatar Sunda memiliki versi yang berbeda-beda tentang cerita
Prabu Siliwangi. Oleh karena itu, penelitian CMP dapat dijadikan sebagai
dorongan terhadap munculnya penelitian-penelitian lain yang berkaitan dengan
Prabu Siliwangi, khususnya di daerah-daerah yang belum terekspose sebelumnya,
sehingga informasi mengenai cerita yang berkaitan dengan Prabu Siliwangi dapat
lebih kaya dan beragam sesuai dengan daerah masing-masing.
Kedua, hasil penelitian CMP dapat dijadikan sebagai dokumentasi
sekaligus inventarisasi cerita Prabu Siliwangi, khususnya mengenai keterkaitan
sosok harimau dengan Prabu Siliwangi. Dengan demikian, penelitian ini dapat
dijadikan sebagai upaya pelestarian cerita sebelum benar-benar hilang atau punah
untuk kemudian dapat diteruskan atau dipelajari oleh generasi-generasi.
Ketiga, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi terhadap penelitian
mengenai cerita yang berkembang di masyarakat yang harus dikaji dari berbagai
sisi. Artinya, tidak saja berdasarkan teks cerita, tetapi juga unsur-unsur di luas teks
seperti masyarakat pemilik yang secara implisit akan mempengaruhi wujud cerita,
sehingga penelitian dapat dilakukan secara menyeluruh, yakni dengan
mempertimbangkan segala aspek yang mempengaruhi cerita, baik itu secara
langsung, maupun tidak langsung.
Daftar Pustaka
Ampera, T. (2012). “Sri Baduga dalam Sastra Lisan: Antara Mitos Leuweung Sancang denga Mitos Gunung Salak”. Makalah disampaikan dalam seminar “Sri Baduga dalam Sejarah, Filologi, dan Sastra Lisan, Bandung
Boeree. G. (2010). Psikologi Sosial. Yogyakarta: Prismashopie.
Danandjaja, J. (1986). Foklor Indonesia: Ilmi Gosip, Dongeng, dll. Jakarta: Grafitipers
Darsa, U.A. (2012). “Sri Baduga dalam Lintas Tradisi Kepustakaan Mandala (Sebuah Tinjauan Filologis)”. Makalah disampaikan dalam seminar “Sri Baduga dalam Sejarah, Filologi, dan Sastra Lisan, Bandung
Dewi, L. (2006). Legenda Jaka Poleng di Kabupaten Brebes Jawa tengah (Analisis Struktur, Konteks Penceritaan, dan Fungsi Penuturan). Skripsi Sarjana pada FPBS UPI Bandung : tidak diterbitkan
Durachman. M. (1996). Khotbah di atas Bukit, Novel Gagasan Karya Kuntowijoyo. Tesis Magister di Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta: tidak diterbitkan.
Ekadjati, E. S. (2009). Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran (Jilid 2). Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Hariadi, dkk. 2012. “Analisis Mitos Melalui Paradigma Struktural ‘Moksanya Prabu Siliwangi’”. Makalah pada perkuliahan Fakultas Bahasa dan Seni UNESA, Surabaya.
Hutomo, S. S. 1991. Mutiara Yang Terlupakan. Surabaya: Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia, HISKI-Komisariat Jawa Timur
Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT Dian Rakyat.
Koentjaraningrat. 1981. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Penerbit Djambatan.
Lubis, Z. P. 2011. Cerita Rakyat Simalungun (Sumatera Utara). Jakarta: PT Grasindo
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian kebudayaan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Maryanti, S. 2011. Carita Maung Panjalu: Struktur, Konteks penuturan, Proses penciptaan, dan Fungsi. Skripsi Sarjana pada FPBS UPI Bandung : tidak diterbitkan
Muhsin, M. 2012. “Sri Baduga (1482-1521): Tokoh Sejarah yang Memitos dan Melegenda”. Makalah disampaikan dalam seminar Sri Baduga dalam Sejarah, Filologi, dan Sastra Lisan, Bandung.
Muhsin, M. 2011. “Eksistensi Kerajaan Padjajaran dan Prabu Siliwangi”. Makalah disampaikan dalam Seminar Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung.
Nurgiantoro. B. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rusyana, dkk. 2000. Prosa Tradisional: Pengertian, Klasifikasi, dan Teks. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Naional.
Satjadibrata, R. Dongeng-Dongeng Sasakala (Djilid Ka II). 1946. Jakarta: Bale Poestaka
Sutari, dkk. 2006. Cerita Si Kabaya: Transformasi, Proses Penciptaan, Makna, dan Fungsi. Hibah Kompetitif, Bandung: Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPI
Sukmawarni. R. 2012. Memodernkan Petani Kecamatan Surade. Makalah pada Fakultas Pertanian, Bogor
Suwondo, T. 2003. Studi Sastra: Beberapa Alternatif. Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya.
Taum, Y. Y. 2011. Studi Sastra Lisan (sejarah, teori, metode dan pendekatan disertai contoh penerapannya). Yogyakarta: Lamalera