• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Menyusui adalah cara untuk memberikan nutrisi pada bayi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan. Kandungan zat komposisi yang terdapat pada air susu ibu (ASI) terbukti lengkap dan sesuai dengan kebutuhan bayi (WHO, 2014). Air susu ibu (ASI) memiliki peran penting untuk kelangsungan hidup bayi. Kolostrum adalah cairan kuning yang dikeluarkan pertama kali saat menyusui dan mengandung banyak protein. Kolostrum merupakan antibodi yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan. Pemberian kolostrum dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas bayi dan balita (Kemenkes, 2013).

Berbagai penelitian menunjukan bahwa ASI adalah makanan yang tepat untuk bayi, namun ibu yang memberian ASI secara eksklusif pada bayi yang berusia 0-6 bulan tidak banyak. Inisiasi menyusu dini, salah satu faktor yang mempengaruhi keberlangsungan menyusui juga masih rendah. Berdasarkan data Riskesdas 2010 menunjukkan pemberian ASI sejak dini (IMD) kurang dari 1 jam setelah melahirkan hanya sebesar 29,3% (Kemenkes, 2010). Data Riskesdas terbaru tahun 2012 menunjukkan bahwa pemberian ASI kurang dari 1 jam mengalami peningkatan sebesar 5,2% menjadi 34,5% bila dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2010 (Kemenkes, 2013). Artinya, perilaku memberikan ASI sejak dini pada bayi 1 jam setelah melahirkan mengalami peningkatan.

Peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan keberlangsungan menyusui secara eksklusif. Secara global, pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan saat ini kurang dari 38% di seluruh dunia. Tidak banyak ibu yang bersedia memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya seperti yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2014). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, persentase bayi yang menyusui ASI eksklusif yang berdasarkan definisi WHO sampai dengan 6 bulan di Indonesia hanya sebesar 15,3% (Kemenkes RI, 2010).

(2)

Kajian Riskesdas terbaru tahun 2012 menunjukkan pola pemberian ASI untuk bayi usia kurang dari 6 bulan mengalami peningkatan 2 kali lipat. Berdasarkan data tersebut, bayi yang hanya diberi ASI hingga usia 6 bulan menunjukkan angka yang lebih besar yakni 30,2% (Kemenkes, 2013). Namun, definisi operasional tentang pola pemberian ASI antara Riskesdas 2010 dan 2012 berbeda. Pada Riskesdas tahun 2010, definisi operasional pemberian ASI eksklusif mengacu pada definisi WHO, yakni bayi hanya diberi ASI saja, termasuk obat-obatan dan vitamin, sedangkan pada Riskesdas tahun 2012 definisi operasional dengan menanyakan makanan yang diberikan pada bayi dalam 24 jam terakhir (Kemenkes, 2013).

Data SDKI tahun 2012 menunjukkan data yang tidak jauh berbeda dengan Riskesdas 2012 untuk pola pemberian ASI. Pada bayi yang diberikan ASI secara eksklusif hingga berusia kurang dari 6 bulan sebesar 27,1%. Berdasarkan data tersebut juga diketahui bahwa sebesar 31,5% bayi berusia 0-1 bulan sudah diberi susu lain dan bahkan telah diberi MP ASI sebesar 9,6%. Secara lengkap pola pemberian ASI berdasarkan data SDKI adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Pemberian air susu ibu (ASI) menurut umur (berdasarkan persentase) Usia ASI eksklusif ASI dan air

putih

ASI dan susu lain ASI dan MP ASI 0-1 bulan 50,8 4,2 31,5 9,6 2-3 bulan 48,9 9,0 18,0 16,7 4-5 bulan 27,1 7,9 7,9 43,9 6-8 bulan 3,4 2,5 2,1 78,8

Sumber : Laporan SDKI 2012

Tabel 1 adalah data tentang pola pemberian ASI berdasarkan data SDKI tahun 2012. Data tersebut diperoleh dengan merujuk makanan/minuman yang diberikan pada bayi pada 24 jam sebelum dilakukan survei (PBS, BKKBN & Kemenkes, 2012).

Program intervensi untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif telah dilakukan baik di negara maju maupun negara berkembang. Secara global program bertujuan untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga berusia 6 bulan dan berlanjut hingga 2 tahun seperti yang direkomendasikan WHO yang pernah dilakukan adalah strategi marketing atau

(3)

pemasaran promosi pemberian ASI. Program promosi pemberian ASI melalui iklan bertujuan agar ibu yang baru melahirkan bersedia menyusui bayinya. Program tersebut telah dimulai sejak tahun 1970. Program bertujuan untuk mengimbangi iklan produk susu formula yang sedang marak pada saat itu (Riordan, 2010).

Pada tahun 1990 juga telah dideklarasikan innocenti declaration yang bertujuan untuk mengkampanyekan pentingnya manfaat menyusui bagi ibu dan bayi. Deklarasi tersebut merumuskan beberapa tujuan yang harus tercapai, salah satunya adalah melaksanakan 10 langkah keberhasilan menyusui pada semua klinik persalinan ibu dan anak. Upaya lain yang dilakukan WHO dan UNICEF untuk mewujudkan tujuan deklarasi adalah dengan mendorong fasilitas pelayanan kesehatan dan klinik bersalin agar turut berperan serta untuk mempromosikan ASI (Riordan, 2010).

Program untuk mempromosikan pemberian ASI di Amerika telah dilaksanakan sejak lama. Salah satu program yang telah terlaksana adalah edukasi tentang cara dan manfaat menyusui pada ibu hamil yang memasuki trisemester 3. Intervensi berupa edukasi terkait dengan tanda persalinan, perawatan pascasalin dan informasi tentang menyusui, termasuk cara perawatan puting. Berdasarkan hasil evaluasi, diketahui bahwa edukasi yang telah dilakukan dapat meningkatkan durasi waktu menyusui pada kalangan ekonomi lemah ras kulit hitam dan ras latin (Howell, Deren, Balbierrz, Parides, & Bickel, 2014).

Program serupa yang juga telah dilaksanakan di Amerika adalah pembentukan pe (peer counselor), yakni kelompok masyarakat yang memiliki fungsi untuk mendukung ibu agar bersedia menyusui secara eksklusif hingga 6 bulan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kelompok yang didampingi oleh peer counselor ternyata dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pada bayi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya mendapat informasi ketika melakukan kunjungan rutin pemeriksaan kandungan (Haider, Chang, Bolton, Gold, & Olson, 2014).

Program serupa juga dilaksanakan bagian negara lain, yakni Birmingham. Program yang telah dilaksanakan adalah dengan membentuk peer support worker

(4)

(PSW) yang terdiri dari 7 orang pada masing-masing daerah tempat tinggal. Semua anggota PSW mendapat pelatihan dan modul yang dibuat berdasarkan kerja sama dengan WHO dan UNICEF. Namun, berdasarkan hasil evaluasi, program ini ternyata tidak dapat meningkatkan perilaku memberikan ASI eksklusif pada bayi di wilayah Birmingham. Pembahasan lebih lanjut menyebutkan bahwa program PSW ternyata kurang efektif dilakukan di negara maju seperti Inggris (Jolly, Ingram, Freemantle, Chambers, Khan, & Brown, 2012).

Di Uganda, program promosi untuk meningkatkan ASI eksklusif dilakukan melalui media massa baik televisi, radio maupun media cetak seperti koran ataupun majalah. Setelah program berjalan dan dilakukan evaluasi, diketahui bahwa pengetahuan dan perilaku memberikan ASI eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan memiliki proporsi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat paparan tentang informasi mengenai ASI. Semakin banyak paparan informasi tentang ASI, proporsi perilaku memberikan ASI eksklusif pada bayi semakin tinggi, sehingga bisa dikatakan bahwa program promosi ASI melalui media massa efektif dilakukan di negara ini (Gupta, Katende, & Bessinger, 2004).

Program 10 langkah keberhasilan menyusui yang dicanangkan WHO telah dimulai sejak tahun 1989. Program tersebut adalah upaya untuk mendorong pemberian ASI yang difokuskan pada pelayanan kesehatan yang melayani persalinan. Poin pertama 10 langkah keberhasilan menyusui berbasis pelayanan kesehatan adalah tentang kebijakan. Klinik bersalin ataupun fasilitas kesehatan yang bergerak di bidang persalinan harus memiliki peraturan tertulis terkait dengan promosi menyusui yang dikomunikasikan secara rutin pada semua staf. Peraturan tersebut bertujuan untuk mendukung program pemberian ASI pada bayi. Program tersebut telah banyak diadopsi, salah satunya pada klinik yang ada di Washington. Sebagai pilot project, pada tahun 2013 dilaksanaan program promosi ASI dengan mengadopsi 10 langkah keberhasilan menyusui pada 8 klinik bersalin. Setelah progam berjalan dan dilakukan evaluasi, hasil menunjukkan bahwa program tersebut dapat mendukung keberhasilan menyusui pada klinik yang telah ditunjuk untuk melaksanakan program. Agar program dapat berhasil

(5)

lebih luas, dibutuhkan dukungan yang lebih komperhensif pada lingkungan internal dan eksternal pada rumah sakit dan klinik bersalin (Riordan, 2010; Johnson et al, 2015).

Di Indonesia, program untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan telah banyak dilakukan. Dalam pelaksanaan program, pemerintah bekerjasama dengan stakeholder, baik swasta maupun negeri untuk terus melakukan promosi ASI seperti yang dilakukan di Kabupaten Klaten. Klaten merupakan kabupaten pertama yang menerbitkan perda tentang ASI. Program yang telah dilaksanakan di Kabupaten Klaten adalah program inovasi pemerintah daerah setempat dan bekerjasama dengan NGO. Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa program yang telah dilaksanakan dapat meningkatkan pemberian ASI eksklusif sebesar 79,9% pada tahun 2011 (Asrianti & Itriyati, 2012).

Selain Klaten, kajian yang dilakukan untuk meningkatkan pemberian ASI juga dilakukan di Kabupaten Demak. Kajian yang dilakukan adalah dengan membuat program dengan menggunakan pendekatan multilevel. Pendekatan multilevel adalah program peningkatkan pemberian ASI eksklusif dengan memodifikasi lingkungan. Program dilakukan dengan menyasar pimpinan daerah, kelompok masyarakat dan individu dengan tujuan akhir untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa pendekatan mulitilevel dapat memperlama durasi menyusui dan meningkatkan prevalensi pemberian ASI eksklusif (Susiloretni et al., 2013)

Program untuk meningkatkan pemberian ASI juga telah dilaksanakan di Kabupaten Jember. Selain program yang diadakan oleh dinas kesehatan setempat, pemerintah daerah juga bekerjasama dengan USAID melalui KINERJA. KINERJA lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sumber pendanaan berasal dari USAID dan sebagai kegiatan juga melibatkan LSM lokal. Kerja sama yang dilakukan di berbagai bidang, baik ekonomi, pendidikan maupun kesehatan. Program yang dilaksanakan di Kabupaten Jember, KINERJA bermitra dengan LSM YAPIKMA untuk program bidang kesehatan dan salah satu tugasnya adalah untuk mempromosikan ASI eksklusif.

(6)

Secara garis besar, program untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif berjudul “Bantuan Teknis Program Pelayanan Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif Secara Transparan, Partisipatif dan Akuntabel”. Tujuan program adalah untuk meningkatkan persalinan aman, promosi IMD dan ASI eksklusif. Implementasi program difokuskan pada wilayah yang masih tinggi angka penolong persalinan yang dilakukan oleh dukun, serta daerah yang masih memiliki AKI dan AKB. Kabupaten Jember termasuk dalam daerah tapal kuda, daerah tersebut merupakan daerah yang masih memiliki rapor merah untuk masalah kesehatan.

Tujuan program adalah untuk membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Jember mengatasi masalah kesehatan melalui program inovasi untuk promosi ASI dan pelaksanaan disuaikan dengan program dinas kesehatan setempat yang sudah ada. Adanya program kerja sama dengan USAID diharapkan dapat mengatasi masalah persalinan yang masih dilakukan oleh dukun serta membantu dalam meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif. Kerjasama telah dimulai pada tahun 2012 dan telah berlangsung selama 2 tahun. Sebagai pilot project dipilih 4 puskesmas yang menjadi mitra kerja KINERJA-YAPIKMA. Puskesmas yang menjadi mitra adalah Silo I, Silo II, Bangsalsari dan Mayang.

Puskesmas yang dipilih berdasarkan kesepakatan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dengan KINERJA. Setelah program berjalan 2 tahun, banyak program yang telah terlaksana. Program yang dilaksanakan di Kabupaten Jember menggunakan pendekatan multilevel. Pada level pemerintah membantu dalam proses penerbitan peraturan bupati terkait tentang persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif. Pada level menengah, membantu pelaksanaan program dinas kesehatan yang ada di puskesmas yang ditunjuk menjadi mitra. Pada level masyarakat sasaran program adalah individu melalui promosi untuk memberikan ASI eksklusif. Program yang telah berjalan adalah penghargaan pada ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Berdasarkan data awal yang dikumpulkan secara kualitatif, pihak Dinkes Jember merasa terbantu dengan adanya kerja sama KINERJA-YAPIKMA. Selain itu, yang menjadi program unggulan adalah telah dibentuk FMS, yakni forum multi stakeholder yang

(7)

membantu menjembatani antara provider kesehatan dengan masyarakat. Peran FMS tersebut salah satunya adalah mendorong masyarakat agar memberikan ASI eksklusif pada bayi hingga 6 bulan. Program yang telah dilaksanakan berjalan selama 2 tahun dan belum pernah dilakukan evaluasi. Evaluasi adalah penilaian terhadap program yang telah terlaksana serta melihat dampak program pada masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Dalam bidang promosi kesehatan, upaya untuk mengubah perilaku bisa dilakukan dengan membuat sebuah program promosi kesehatan. Program tersebut merupakan bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan berbasis masyarakat (Fertman & Allensworth, 2010). Pada dasarnya, program promosi kesehatan terdiri dari analisis kebutuhan, penilaian target, rencana implementasi, implementasi, dan evaluasi. Evaluasi adalah bagian penting dari sebuah program yang telah dilaksanakan. Evaluasi adalah proses penyelidikan terhadap kinerja program yang telah dibuat dan dilaksanakan (Dignan & Carr, 1992).

Program promosi ASI yang telah dilakukan di Kabupaten Jember merupakan program berbasis masyarakat yang telah terlaksana. Pada pelaksanaan program di beberapa wilayah, pemerintah daerah setempat juga bekerjasama dengan pihak luar yakni LSM. Kegiatan tersebut telah berlangsung selama 2 tahun dan belum pernah dilakukan evaluasi. Evaluasi adalah indikator untuk menilai program yang telah dilaksanakan. Jika program baik, maka akan dilanjutkan dan direplikasi ke daerah lain, namun jika hasil tidak sesuai dengan harapan, maka akan dilakukan perbaikan secara terus-menerus hingga program dapat diterima dan dilaksanakan di masyarakat. Agar program dapat terus berlanjut, perlu dilakukan penguatan melalui regulasi pemerintah daerah setempat. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai landasan untuk membuat regulasi guna memperkuat program.

(8)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap program promosi peningkatan pemberian ASI eksklusif yang telah dilaksanakan di wilayah Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

a. Mendeskripsikan gambaran tentang program promosi ASI yang telah terlaksana di Kabupaten Jember

b. Mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan hambatan program pemberian ASI

c. Membandingkan praktik pemberian IMD dan ASI antara kelompok masyarakat di wilayah kerja puskesmas yang menjadi dampingan LSM dengan yang bukan menjadi dampingan LSM

D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Sebagai bahan dasar bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Jember untuk membuat strategi yang tepat dalam menyusun sebuah program promosi kesehatan 2. Sebagai acuan dalam menentukan strategi promosi kesehatan yang tepat untuk

meningkatkan program cakupan pemberian ASI eksklusif

3. Sebagai data penguat yang bisa digunakan sebagai dasar untuk melakukan intervensi mengenai ASI eksklusif selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan ASI eklusif telah banyak dilakukan di Indonesia. Program peningkatan pemberian ASI eksklusif juga sudah pernah dilakukan, namun metode yang digunakan bukan menggunakan pemasaran sosial. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif antara lain: 1. Arifin (1997), dengan penelitian berjudul “Evaluasi Proses Perencanaan

Program Peningkatan ASI di Kabupaten Dati II Brebes”. Jenis penelitian adalah eksperimen semu. Subjek penelitian adalah petugas kesehatan di Puskesmas Sidamulya (intervensi) dan Kaliwadas (kontrol). Intervensi

(9)

diberikan di Puskesmas Sidamulya sebagai daerah pilot project dengan memberikan pelatihan dan media seperti buku, alat peraga, brosur dan pamflet, sedangkan untuk kelompok kontrol, intervensi yang diberikan berupa brosur dan pamflet. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan dan ketrampilan petugas antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, namun tidak ada perbedaan secara bermakna terhadap keberlangsungan menyusui. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada tema evaluasi program peningkatan pemberian ASI. Perbedaannya pada metode penelitian, subjek penelitian serta variabel penelitian. Pada penelitian tersebut intervensi yang telah dilakukan adalah pada petugas, sedangkan pada penelitian ini evaluasi pada petugas dan masyarakat untuk menilai keberhasilan program yang terjadi dilapangan.

2. Rumpiati (2011), dengan judul penelitian “Evaluasi promosi menyusui dengan keberhasian inisiasi dini pasca persalinan di RSB Al Hasanah Kota Madiun periode tahun 2007-2008”. Jenis penelitian observasional analitik dengan menggunakan kohort pada ibu bersalin yang diberi promosi menyusui dengan yang tidak diberi promosi menyusui. Intervensi yang dilakukan adalah dengan memberikan konseling pada ibu yang memeriksakan kandungan pada trisemester ketiga. Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan yang signifikan antara ibu yang diberi promosi menyusui dan yang tidak diberi dengan keberhasilan IMD. Selain itu, dukungan petugas medis yang membantu untuk melakukan IMD memberikan hubungan yang signifikan terhadap keberhasilan IMD. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada tema yakni evaluasi program promosi menyusui. Perbedaannya pada subjek penelitian, lokasi, jenis penelitian. Subjek penelitian adalah pada ibu yang memiliki bayi dan petugas kesehatan. Daerah yang menjadi lokasi pada penelitian ini adalah wilayah kerja puskesmas, sedangkan penelitian sebelumnya adalah lingkup rumah sakit.

3. Adiyasa (2007), dengan judul penelitian “Evaluasi program pemberian MP-ASI bubuk instan dan biskuit di Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Timur, dan Bengkulu Utara tahun 2007”. Jenis penelitian observasional

(10)

dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Responden penelitian adalah pemegang dan pengelola program MP-ASI dan ibu yang mendapat bantuan MP ASI. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat kendala pada saat implementasi program. Proses pelaksanaan tidak sesuai dengan buku pedoman, output program 78% tepat sasaran dan 32% jumlah tidak tepat sasaran. Evaluasi dampak program dapat mencegah dan menanggulangi masalah gizi buruk. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada tema dan metode, yakni evaluasi dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Perbedaannya pada topik yang diteliti. Penelitian ini mengenai evaluasi program peningkatan pemberian ASI eksklusif, sedangkan pada penelitian tersebut adalah evaluasi program pemberian MP ASI. Selain itu, daerah yang menjadi lokasi penelitian juga berbeda. Penelitian ini dilakukan di wilayah Jawa Timur, sedangkan penelitian tersebut di daerah Lombok dan Bengkulu, sehingga karakteristik masyarakat berbeda dengan daerah yang akan menjadi lokasi penelitian.

4. Jenny (2014), dengan judul penelitian “A mixed methods evaluation of peer support in Bristol, UK: mothers’, midwives’ and peer supporters’ views and the effects on breastfeeding”. Penelitian dilakukan untuk melihat keberhasilan program peer support pada masa antenatal dan postnatal yang telah dilakukan dengan menggunakan metode survei dan wawancara. Penelitian dilakukan pada ibu, anggota peer support, dan tenaga kesehatan profesional dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap perilaku menyusui. Namun, secara kualitatif, program peer support dan dukungan tenaga kesehatan dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu untuk menyusui. Berdasarkan hasil peer support, ditemukan bahwa perlu diberikan penghargaan untuk ibu yang telah berhasil memberikan ASI eksklusif. Selain itu, ibu juga harus memiliki rasa nyaman untuk menyusui dan merasa pentingnya menyusui. Bidan dan tenaga kesehatan merasa perlu adanya kunjungan secara kontinyu untuk keberlangsungan ibu yang menyusui. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah tema pemberian ASI, metode pengumpulan data kualitatif

(11)

dan kuantitatif, responden dan informan penelitian. Perbedaan dengan penelitian ini adalah daerah yang menjadi wilayah penelitian. Penelitian tersebut dilakukan di negara maju, sedangkan penelitian ini di negara Indonesia yang termasuk negara berkembang. Karakteristik masyarakat berbeda antara penelitian tersebut dengan daerah yang akan dilakukan penelitian. Program yang promosi kesehatan yang telah dilakukan di negara tersebut secara garis besar sama, yang membedakan adalah sumber pendanaan program. Di negara maju program tersebut adalah program pemerintah setempat, sedangkan di daerah yang menjadi lokasi penelitian sumber dana pelaksanaan program dari founding.

5. Shumei et al. (2009), dengan judul penelitian “Evaluation of the Missouri WIC (Special Supplemental Nutrition Program for Women, Infants, and Children) breast-feeding peer counseling program”. Penelitian tersebut untuk menilai efektivitas program peer counseling (PE) yang dilakukan di daerah Missouri dan melakukan identifikasi faktor yang mempengaruhi inisiasi menyusu dini. Peer educator (PE) adalah kelompok yang terdiri dari tenaga profesional dan masyarakat setempat yang memiliki tugas untuk melakukan promosi serta kunjungan ke rumah-rumah pada 1 kehamilan trisemester akhir dan pasca melahirkan. PE merupakan salah satu program untuk promosi ASI. Metode penelitian dengan melakukan survei pada kelompok yang mengikuti PE dan non PE. Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan perilaku memberikan ASI antara kelompok PE dan non PE. Tidak adanya perbedaan tersebut kemungkinan karena ibu hamil hanya 1 kali diberi konseling sebelum melahirkan. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada tema evaluasi mengenai ASI. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada daerah yang menjadi lokasi penelitian, metode pengumpulan data dan sumber informasi. Sumber informasi dalam penelitian ini bukan hanya ibu yang memilki bayi, tetapi juga pada petugas kesehatan dan kelompok relawan yang tergabung dalam FMS (forum multi stakeholder).

Gambar

Tabel 1. Pemberian air susu ibu (ASI) menurut umur (berdasarkan persentase)  Usia  ASI eksklusif  ASI dan air

Referensi

Dokumen terkait

kualitas merupakan teknik grafis untuk menjelaskan hubungan antara keinginan pelanggan dan produk atau jasa/ alat desain yang mendukung pengolahan informasi dan

a) Relevansi, yang artinya pemilihan informasi yang memiliki kemungkinan paling besar untuk memberikan bantuan kepada para pengguna dalam keputusan ekonomi mereka. b)

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 7 Tahun 2001 tentang Retribusi dan Sewa Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah

Variabel yang diteliti dalam mendata anak balita di beberapa kelompok Posyandu yang ada di wilayah Kabupaten Serang meliputi : terjadinya penyakit infeksi pada balita, jumlah

EVALUASI KONSUMEN TERHADAP RANCANGAN DESAIN WEBSITE ATHA SHOP BERDASARKAN KRITERIA ‘7C’ WEBSITE

Ibu membantu ketika saya menghadapi ke- sulitan dengan perubahan yang sedang saya

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam proses ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.. Semoga tesis ini dapat berguna bagi pihak perusahaan dalam menentukan

Ada pengaruh signifikan dari implementasi prinsip kemitraan terhadap kinerja, ada pengaruh signifikan dari komunikasi interpersonal terhadap kinerja, ada