• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pendek, yaitu kisahan pendek kurang dari kata yang memberikan kesan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pendek, yaitu kisahan pendek kurang dari kata yang memberikan kesan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Cerpen merupakan salah satu bentuk karya sastra. Pengertian cerpen menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah akronim dari cerita pendek, yaitu kisahan pendek kurang dari 10000 kata yang memberikan kesan tunggal yang dominan, (Hasan Alwi dkk). Pendek di sini diartikan sebagai cerita yang dapat dibaca dengan sekali duduk di waktu kurang dari satu jam (Stanton 1965:39). Dikatakan pendek juga karena genre ini mempunyai efek mikroskonis karena mampu mengungkapkan satu makna yang demikian besar melalui sepotong kejadian saja (Stanton, 1965:43).

Dalam bahasa Arab, cerpen disebut qiṣṣah qaṣīrah. Qiṣṣah qaṣīrah, yaitu cerita pendek berbentuk prosa yang relatif pendek dan hanya mempunyai efek tunggal, karakter, plot, dan setting yang terbatas, tidak beragam, dan tidak kompleks (Kamil, 2009: 44). Keistimewaan cerpen terletak pada kemampuannya mengemukakan satu pemikiran atau satu peristiwa dengan memperkuat sebuah kemungkinan yang jelas dan sempurna (As-Syayib, 1964:343). Cerpen dalam sastra Arab modern pertama kali muncul pada tahun 1870 di harian al-Jinan Mesir. Pada 1870 sejarah cerita pendek modern di Arab ditandai dengan munculnya genre baru, baik yang sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa maupun yang asli. Perkembangan cerpen dalam kesusastraan Arab modern ini mengalami kemajuan pesat ketika Mesir menjadi kiblat dunia jurnalistik, yang mengakibatkan bertambahnya surat kabar dan koran dalam jumlah yang besar.

(2)

Peningkatan jumlah tersebut berdampak pada bertambahnya pula jumlah cerpen yang dipublikasikan (Aziz dan Meguid, tt: 77-80).

Salah satu antologi cerpen adalah „Ulbatun min aṣ-Ṣafīḥ yang ditulis oleh Iḥsan „Abd al-Quddūs, yaitu seorang novelis, cerpenis, dan juga jurnalis asal Mesir. Selama hidupnya, Iḥsan „Abd al-Quddūs telah menghasilkan banyak karya. Salah satu cerpen Iḥsan „Abd al-Quddūs, yaitu “Galṭatu Ḥabībī“ dalam antologi cerpen „Ulbatun min aṣ-Ṣafīḥ{. Cerpen “Galṭatu Ḥabībī“ karya Iḥsan „Abd al-Quddūs adalah cerpen ke limabelas dalam antologi „Ulbatun min aṣ-Ṣafīḥ. Cerpen tersebut menceritakan tentang seorang wanita yang merasa bahagia dengan kehidupannya di rumah justru dipaksa agar bekerja sesuai dengan permintaan kekasihnya. Cerpen “Galṭatu Ḥabībī“ menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut sehingga didapatkan makna yang dibangun oleh hubungan antarunsurnya. Oleh karena itu, dalam pengkajian cerpen ini diperlukan sebuah teori yang beranggapan bahwa karya sastra sebuah struktur yang terdiri dari beberapa unsur intrinsik yang saling berhubungan, yaitu teori struktural.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah apa saja unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen “Galṭatu Ḥabībī“ serta bagaimana keterkaitan antarunsurnya.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memaparkan unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita “Galṭatu

(3)

Ḥabībī“ dan menjelaskan keterkaitan antar unsurnya serta mengungkap pesan-pesan moral apa saja yang hendak disampaikan oleh pengarang melalui karyanya tersebut.

1.4 Tinjauan Pustaka

Antologi cerpen „Ulbatun min aṣ-Ṣafīḥ karya Iḥsan „Abd al-Quddūs terdiri atas dua puluh judul cerpen. Sembilan cerpen di antaranya sudah diteliti. Judul-judul tersebut antara lain, “al-Qaḍiyyah al-Akhīrah”, “Kullu Haża al-Jamāli”, “Lā Tazbahu al-Firakh”, “Ikhtisyāfu al-Alūmuniūm”, “Ḥabībī Aṣgaru Minnī”, “al-„Aqlu al-Kabīru, Wisamūn li al-Muttahami”, “Kullu Hażā al-Ḥubbu”, “Abdullāh wa Fātimah”. Pertama, yaitu cerpen “al-Qaḍiyyah al-Akhīrah” diteliti oleh Adrika (2014) dengan menggunakan analisis struktural. Berdasarkan penelitian tersebut tema yang disimpulkan adalah bahwa dalam mengambil keputusan, seseorang harus berpegang teguh pada prinsip yang diyakini kebenarannya sehingga tidak menimbulkan penyesalan..

Kedua, cerpen yang berjudul “Kullu Hażā al-Jamāli” diteliti oleh Zainnurahman (2014) dengan menggunakan analisis struktural. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa unsur-unsur intrinsik yang terkandung di dalam cerpen tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain yang meliputi tema dengan tokoh, tokoh utama dengan alur, judul dengan tokoh utama, dan sudut pandang dengan tokoh utama. Tema yang terkandung dalam cerpen tersebut adalah ketampanan atau kecantikan seseorang tidak dilihat dari fisiknya, tetapi dilihat dari perilaku dan akhlaknya.

(4)

Ketiga, cerpen yang berjudul “Lā Tazbahu al-Firakh” diteliti oleh Faishal (2014) dengan menggunakan analisis struktural. Penelitian tersebut dapat menyimpulkan bahwa tema yang terkandung adalah perjalanan hidup tokoh utama dalam melawan sifat psikopat dalam dirinya. Unsur-unsur yang ada di dalam cerpen tersebut berkaitan dengan yang lainnya sehingga cerpen tersebut memiliki makna yang utuh.

Cerpen yang keempat berjudul “Ikhtisyāfu al-Alūmuniūm” diteliti oleh Prasetya (2014) dengan menggunakan analisis struktural. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang ada dalam cerpen tersebut saling berkaitan, di antaranya adalah unsur tema dengan tokoh utama, tema dengan latar tempat dan latar sosial, dan tema dengan judul cerpen. Tema yang dapat disimpulkan dari penelitian tersebut adalah penerimaan terhadap ide atau pikiran yang berbeda dengan ide atau pikiran sebelumnya yang sudah ada di masyarakat membutuhkan perjuangan dan pengorbanan.

Kelima, cerpen yang berjudul “Ḥabībī Aṣgaru Minnī” diteliti oleh Nurhalimah (2014) dengan menggunakan analisis struktural. Tema yang disimpulkan dari penelitian tersebut adalah dalam menghadapi kenyataan hidup, ssesorang memerlukan idealisme tetapi jangan berlebihan sehingga dapat menyulitkan hidupnya. Unsur-unsur yang ada di dalam cerpen tersebut berkaitan dengan yang lainnya sehingga cerpen tersebut memiliki makna yang utuh.

Cerpen yang keenam adalah “al-„Aqlu al-Kabīru” diteliti olah Bening (2014) dengan menggunakan analisis struktural. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disiimpulkan bahwa kebahagiaan tergantung dari konsep diri seseorang.

(5)

Tema tersebut memiliki keterkaitan yang erat dengan karakter, judul cerpen, dan alur

Ketujuh, cerpen yang berjudul “Wisamūn li al-Muttahami” diteliti oleh Kalpikaningtyas (2014) dengan menggunakan analisis struktural. Unsur-unsur yang ada di dalam cerpen tersebut berkaitan dengan yang lainnya sehingga cerpen tersebut memiliki makna yang utuh. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menjaga kesolidan dan kelanggengan persahabatan dibutuhkan pengorbanan yang besar.

Cerpen yang kedelapan adalah “Kullu Hażā al-Ḥubbu” diteliti oleh Serena (2014) dengan menggunakan analisis struktural. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa bagi laki-laki, pernikahan harus berdasar pada cinta, sedangkan bagi wanita, pernikahan adalah pengabdian sehingga penolakan seorang wanita atas ajakan menikah bukan berarti tidak adanya cinta. Unsur-unsur yang berkaitan dalam cerpen tersebut adalah tema dengan latar, tema dengan judul, alur dengan latar, dan sudut pandang dengan perkembangan cerita.

Cerpen yang terakhir adalah “Abdullāh wa Fātimah” diteliti oleh Pratama (2015) dengan menggunakan analisis struktural. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa cerpen tersebut merupakan karya sastra yang dibangun oleh unsur-unsur intrinsik yang saling berkaitan satu sama lain sehingga menghasilkan makna yang utuh. Tema yang terkandung dalam cerpen tersebut adalah pengidap penyakit schizophrenia dapat melakukan tindak kejahatan tanpa memiliki rasa bersalah sama sekali.

(6)

Berdasarkan pengamatan peneliti, kajian struktural untuk menganalisis cerpen sudah banyak dilakukan. Cerpen “Galṭatu Ḥabībī“ karya Iḥsan „Abd al-Quddūs adalah cerpen ke limabelas dalam antologi „Ulbatun min aṣ-Ṣafīḥ. Sejauh pengetahuan penulis, terkait penelitian terhadap cerpen “Galṭatu Ḥabībī“ karya Iḥsan „Abd al-Quddūs ini belum pernah dilakukan baik dari segi linguistik maupun sastra. Oleh karena itu, penelitian terhadap cerpen ini layak dilakukan untuk menambah khasanah pengetahuan kesusastraan Arab dengan menggunakan analisis struktural.

1.5 Landasan Teori

Dalam, penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori struktural. Menurut Teuuw (2013:105), teori struktural adalah sebuah teori yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan tanpa dipengaruhi faktor-faktor dari luar. Struktural dipandang sebagai salah satu pendekatan sastra yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra (Nurgiyantoro, 2012: 36)..

Dalam penelitian ini digunakan teori struktural yang disampaikan oleh Stanton. Stanton (1965:11) membagi unsur pembangun fiksi menjadi tiga aspek, yaitu fakta cerita (fact), tema (theme), dan sarana cerita (literary device). Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita (Stanton, 1965:12). Tema adalah makna yang terkandung dalam cerita (Stanton, 1965:4-5). Adapun sarana cerita dapat diartikan sebagai metode pengarang untuk memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 1965:23). Fakta-fakta cerita mencakup karakter, alur, dan latar yang ada

(7)

pada cerita tersebut. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual cerita (Stanton, 1965:12).

Robert Stanton (1965:17) menjelaskan bahwa tokoh atau biasa disebut „karakter‟ dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter pertama merujuk kepada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter yang merujuk pada berbagai percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. Fakta cerita yang kedua yaitu alur, alur merupakan suatu gambaran peristiwa demi peristiwa dalam sebuah cerita yang biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja (Stanton, 1965:14). Alur memiliki bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir yang nyata, meyakinkan, dan logis, sekaligus dapat memunculkan bermacam-macam kejutan, dan mengakhiri cerita dengan ketegangan-ketegangan. Kemudian fakta cerita yang terakhir adalah latar atau setting. Latar merupakan tempat terjadinya peristiwa-peristiwa atau waktu berlangsungnya tindakan. Latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, segala sesuatu yang berinteraksi dengan rangkaian peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (Stanton, 1965:18).

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita. Tema membuat cerita menjadi lebih fokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak sehingga awal dan

(8)

akhir akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema (Stanton: 1965-20).

Sarana cerita dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 1965:23). Sarana cerita meliputi judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada, simbolisme dan ironi. Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Judul mengacu pada sang karakter utama atau latar tertentu. Akan tetapi, penting untuk selalu waspada bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang tidak menonjol (Stanton, 1965:25). Sudut pandang yaitu pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita. Tempat dan sifat „sudut pandang‟ tidak muncul semerta-merta (Stanton, 1965:26). Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah tone. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Menurut Stanton (1965:31), simbolisme adalah salah satu cara untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Adapun ironi adalah sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya (Stanton, 1965:34). 1.6 Metode Penelitian

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural, maka metode yang digunakan adalah metode struktural. Metode analisis struktural dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro: 2012:37). Metode struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan

(9)

secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir sehingga menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 2013: 106).

Metode analisis struktural dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dta, dan tahap penyajian data. Prngumpulan data dilakukan dengan cara membaca berulang-ulang cerpen “Galṭatu Ḥabībī“ agar dapat menemukan data yang berupa unsur-unsur intrinsik seperti fakta cerita yang meliputi karakter, alur, dan latar, tema, serta sarana cerita yang meliputi judul, sudut pandang, gaya dan tone, dan ironi dibongkar secara struktural, diidentifikasi, dikaji, dan dideskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsiknya. Tahap terakhir adalah penyajian data. Dalam tahap penyajian data, data yang berupa unsur-unsur intrinsik dan hubungan antarunsurnya ditulis dalam bentuk pelaporan sesuai dengan sistematika penulisan.

Pelaporan hasil analisis dilakukan secara formal. Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsur-unsur karya sastra. Tujuan metode formal adalah studi ilmiah mengenai sastra dengan memperhatikan sifat-sifat teks yang dianggap artistik (Ratna, 2013:49-51).

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, sistematika penulisan laporan penelitian disusun sebagai berikut. Bab I adalah pendahuluan yang menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, serta pedoman translitrasi Arab-Latin. Bab II berisi tentang

(10)

sinopsis cerpen “Galṭatu Ḥabībī“ karya Iḥsan „Abd al-Quddūs dalam antologi cerpen „Ulbatun min aṣ-Ṣafīḥ Bab III berisi analisis struktural terhadap cerpen “Galṭatu Ḥabībī“ karya Iḥsan „Abd al-Quddūs dalam antologi cerpen „Ulbatun

min aṣ-Ṣafīḥ dan pada Bab IV berisi penutup yang berupa kesimpulan.

1.8 Pedoman Translitrasi Arab-Latin

Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi dari keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543 b/U/1987.

1. Konsonan

Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya ke huruf latin.

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ا

Alif Tidak

dilambangkan Tidak dilambangkan

ب

Bā` B Be

ت

Tā` T Te

ث

Ṡā` Es (dengan titik di atas)

ج

Jīm J Je

ح

Hā` Ḥ Ha (dengan titik di

bawah)

خ

Khā` Kh Ka dan ha

د

Dal D De

ذ

Żal Ż Zet (dengan titik di atas)

(11)

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ز

Zai Z Zet

س

Sīn S Es

ش

Syīn Sy Es dan ye

ص

Ṣād Ṣ Es (dengan titik di bawah)

ض

Dād Ḍ De (dengan titik di

bawah)

ط

Ṭāˋ Ṭ Te (dengan titik di

bawah)

ظ

Ẓāˋ Ẓ Zet (dengan titik di

bawah)

ع

‘ain „ Koma terbalik (di atas)

غ

Gain G Ge

ف

Fāˋ F Ef

ق

Qāf Q Ki

ك

Kāf K Ka

ل

Lām L El

م

Mīm M Em

ن

Nūn N En

و

Wāwu W We

ه

Hāˋ H Ha

ء

Hamzah ′ Apostrof

ي

Yā` Y Ye 1. Vokal

Vokal bahasa Arab, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong, vokal rangkap atau diftong, dan vokal panjang.

(12)

Vokal tunggal Vokal rangkap Vokal panjang

Arab Latin Arab Latin Arab Latin

A

ي...

Ai

ى... َ ا...

Ā

I

و...

Au

ي...

Ī

U

و ...

Ū

1. Tā Marbūṭah

Transliterasi untuk tā Marbūṭah ada dua, yaitu: tā Marbūtah hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau ḍammah, transliterasinya adalah /t/ dan tā

Marbūṭah yang dibaca mati, transliterasinya adalah /h/.

Kalau pada kata yang terakhir dengan tā Marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta kedua kata itu terpisah, maka tā Marbūṭah itu ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh

: ةرّونلما ةنيدلما

:al-Madīnah al-Munawwarah atau

al-Madīnatul-Munawwarah.

2. Syaddah

Tanda Syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut.

Contoh :

لّزن

:nazzala 3. Kata Sandang

Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah.

(13)

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditulis sesuai dengan menghilangkan bunyinya, yaitu huruf

/لا/

dan diganti dengan huruf pertama dengan yang mengikuti kata sandang tersebut.

Contoh

: سمّشلا

: asy-syamsu

Kata sandang yang diikuti huruf qamariyyah ditulis sesuai dengan bunyinya, yaitu

/لا/

ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Contoh :

رمقلا

: al-qamar 4. Hamzah

Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak ditengah dan akhir

kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif.

Contoh :

ّنإ

: inna,

ذخأيو

: wa ya`khużu,

أرق

: qara`a 5. Penulisan Kata

Pada dasarnya, setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya.

Contoh :

ينقزاّرلا يرخ وله للها ّنإو

: Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn atau

(14)

6. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang

Disempurnakan (EYD).

Referensi

Dokumen terkait

Edisi kali ini akan banyak sekali hal-hal baru yang kalian dapat ketahui dimulai dari apa sih itu semangat, kalau di dalam bahasa Pali kita kenal sebagai Viriya,

Untuk menjaga tubuh tetap dalam kondisi yang baik saat berpuasa, orang perlu asupan makanan dan minuman yang cukup agar imunitas tubuh tetap terjaga.. Menurut Ketua Departemen Ilmu

CO atau Peduli Pada Keteraturan adalah kemampuan untuk peduli dan melaksanakan pekerjaan secara teratur dalam rangka mencapai sasaran kerja, dengan cara mengawasi dan meninjau

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian informasi obat oleh farmasis terhadap kepatuhan minum obat, mengetahui pengaruh pemberian informasi obat

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kadar besi (fe) berdasarkan variasi dosis M-Bio pada leachate di tempat pembuangan akhir Ciangir

Untuk meningkatkan dan mengoptimalkan fungsi dari bangunan, maka diperlukan adanya perencanaan interior dengan desain khusus yang sesuai dengan kebutuhan dan standar

Dari uraian diatas, diduga pada kelompok atlet dengan tingkat keseimbangan yang tinggi dengan bentuk latihan stability ball core akan memiliki tendangan ura

4 Bagi masyarakat yang mempunyai hak eigendom verponding, dan pemerintah melalui kantor pertanahan (BPN) masih melayani konversi eigendom verponding menjadi sertifikat