• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi–potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani). Pendidikan juga berarti lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat (Fuad, 2005). Driyarkara mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah yang disebut mendidik. Menurut Rousseau Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa (Ahmadi, 2003). Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari generasi satu ke genarasi yang lain. Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik (Tirtarahardja, dkk. 2005). Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang dewasa, dan bagi yang sudah dewasa atas usaha sendiri.

Berdasarkan UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 pendidikan dipahami sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

(2)

yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Dalam konteks ini, pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh individu dan masyarakat untuk mentransmisikan nilai-nilai budaya, kebiasaan dan bentuk-bentuk kehidupan mereka kepada genarasi muda agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara dan untuk membantu mereka dalam meneruskan aktifitas kehidupan secara efektif dan berhasil (Maryono, 2012:15). Dengan demikian maka pendidikan memiliki kaitan dengan perkembangan dan perubahan sikap dan di dalamnya ada proses mengajar dan belajar pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat (Nasution, 1995:10). Dalam kaitan dengan kajian ini maka pendidikan yang dimaksudkan adalah pendidikan formal yakni sekolah.

Sekolah merupakan lembaga untuk memperoleh wawasan dan ilmu pengetahuan serta penunjang masa depan yang lebih baik. Sekolah diandalkan sebagai tempat efektif untuk menggapai jenjang sosial yang lebih tinggi. Dalam dan melalui sekolah ada harapan untuk memperbaiki hidup secara ekonomi, budaya maupun jabatan hirarki dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam mukadimah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia menegaskan pentingnya pendidikan yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya pencerdasan tersebut selalu diupayakan dan dilakukan oleh pemerintah negara maupun swasta dengan mendirikan sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi sebagai sarana pencerdasan anak bangsa. Bahkan Perserikatan Bangsa-bangsa dibawah UNESCO dimana Indonesia merupakan anggotanya telah mendeklarasikan program pendidikan untuk semua (education for all). Setiap negara di dunia melindungi dan melaksankan hak-hak anak tentang pendidikan secara bebas (Darmaningtyas, 2012: 3). Oleh sebab itu, pendidikan yang dahulunya hanya wajib 9 tahun kini bertambah lagi menjadi 12 tahun di mana pendidikan menengah seperti SMA dan SMK dimasukkan menjadi bagian dari pendidikan wajib yang harus dilalui oleh setiap warga negara. Setiap anak diharapkan untuk mencecapi pendidikan wajib hingga Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan agar nantinya terbebaskan dari buta

(3)

huruf dan kebodohan. Dalam hal ini, pendidikan sekolah bertujuan menyiapkan peserta didik memasuki masyarakat. Di dalam benak masyarakat ada mitos bahwa semua orang mempunyai kesempatan yang sama dalam pendidikan seakan-akan sekolah membuka kesempatan yang sama bagi semua lapisan (Drost, 1998:68).

Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Dalam hal ini, negara memberikan kesempatan kepada warganya untuk memiliki dan menggunakan haknya dalam pendidikan serta mewajibkan pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk membiayainya. Perhatian negara terhadap pendidikan warganya sungguh nyata melalui tersedianya fasilitas prasarana dan sarana pendidikan seperti bangunan sekolah, rumah guru, tenaga pendidik, kurikulum dan lain-lain.

Dalam prakteknya, sekolah-sekolah memberikan seluas-luasnya kepada semua lapisan masyarakat untuk masuk menjadi peserta didik di sekolah yang ada dan tidak membeda-bedakan suku, agama, ras dan antar golongan. Baik laki-laki maupun perempuan usia sekolah diberikan kebebasan untuk mencecapi pendidikan formal di sekolah. Di sekolah, para peserta didik dipacu untuk berprestasi agar memperoleh rangking di kelas. Anak-anak dipacu dan dipicu untuk memperoleh prestasi. Sekolah sebagai upaya mentransfer ilmu pengetahan, kepercayaan, keterampilan dan sikap secara tidak langsung telah mereproduksi kelas-kelas sosial baru. Kelas-kelas sosial baru itu nampak melalui simbolik-simbolik dan habitus tertentu yang menunjukkan bahwa dirinya berbeda dengan kelas yang lain. Menurut Bourdieu, kelas merupakan agen atau aktor yang menduduki posisi-posisi serupa dan ditempatkan dalam kondisi serupa serta ditundukkan atau diarahkan pada pengkondisian serupa (Bourdieu, 2011). Kelas dimaknai sebagai individu yang menempati posisi atau kedudukan yang sama secara otomatis memiliki kesamaan dalam hal sikap, kebiasaan,

(4)

perilaku dan selera. Kelas ini memiliki kaitan erat dengan modal yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat. Bourdieu tak hanya melihat modal tersebut dalam kaitannya dengan ekonomi saja atau sebagai akumulasi materi melainkan berupa modal sosial, modal budaya dan modal simbolik.

Modal-modal yang dimiliki tersebut tentunya berbeda-beda dan hal itulah yang membedakan masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu dan menentukan peran sosialnya. Marx membedakan masyarakat dalam dua (2) kelas yakni kelas proletar dan borjuis namun Bourdieu membedakan kelas sosial masyarakat dalam tiga (3) kelas yakni kelas dominan, kelas borjuasi kecil dan kelas populer. Dari ketiga kelas yang dimaksudkan oleh Bourdieu, kelas dominanlah yang selalu mempertahankan posisinya dan mendominasi.

Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 1 Obaa, Mappi. Sekolah ini terletak di Mappi (Kepi), Kabupaten Mappi. Kabupaten Mappi merupakan kabupaten hasil pemekaran dari kabupaten Merauke berdasarkan Undang-undang No.54 Tanggal 4 Oktober 1999 tentang pemekaran wilayah kabupaten dalam Provinsi Papua. Kala itu Kabupaten Merauke dimekarkan menjadi tiga (3) yakni Kabupaten Mappi, Asmat dan Boven Digoel. Pemerintah Kabupaten Mappi telah berusaha untuk melaksanakan pencapaian sasaran pendidikan yakni dengan meningkatkan prasarana dan sarana pendidikan serta tenaga pendidik. Meski merupakan daerah pemekaran namun kabupaten ini sudah membenahi infrastruktur dalam bidang pendidikan cukup meningkat. Pada tahun 2012 sudah terdapat 8 unit TK, 87 unit SD Negeri, 69 unit SD Swasta, 9 unit SMP negeri, 4 unit SMP swasta, 5 unit SMA negeri/swasta dan 1 unit SMK (BPS dan Bappeda, 2013:53). Hal ini pula ditunjang dengan adanya siswa dan tenaga pendidik yang ditempatkan di sekolah-sekolah tersebut

Dalam proses pelaksanaan pendidikan yang dilakukan di sekolah ini tidak ada penggolongan siswa yang mampu dan yang tidak mampu dalam sebuah kelas. Semuanya

(5)

disatukan dalam satu kelas jurusan keahlian yang telah dipilih oleh masing-masing siswa. Penyatuan ini sejatinya dimaksudkan agar tidak menimbulkan kesenjangan dan stratifikasi sosial. Akan tetapi karena setiap siswa berasal dari kalangan yang berbeda-beda maka mereka pun memiliki habitus atau selera yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan habitus inilah yang melahirkan kesenjangan sosial antara siswa di sekolah. Aturan-aturan dan kedisiplinan sejatinya merupakan budaya kelas dominan sehingga bentuk ini merupakan pelanggengan atas budaya dominan. Selain itu pula mekanisme yang ada di sekolah mengajarkan kepada siswa tentang perubahan hidup yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah berperan dalam reproduksi budaya dan reproduksi sosial.

Dalam konteks ini, peneliti mengasumsikan bahwa sekolah merupakan sarana untuk mereproduksi kembali budaya dan kelas-kelas sosial yang ada dalam masyarakat. Budaya-budaya yang ada di sekolah menguntungkan kelas atas maka mengkondisikan kelas atas untuk mereproduksikan kembali kelasnya itu. Sementara kelas bawah yang memiliki keterbatasan sumber daya atau modal maka posisi mereka akan direproduksikan kembali di sekolah. Dalam pendidikan nasional, idealnya adalah pendidikan itu merupakan hak setiap warga negara dan merupakan proses pencerdasan bangsa serta tanpa memandang kaya atau miskin justru sekolah melestarikan kelas sosial yang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini saya berusaha untuk melihat bentuk kesenjangan sosial yang terjadi di sekolah terlebih khusus di SMK Negeri 1 Obaa, Mappi, Papua. Hal ini menarik untuk dikaji oleh peneliti karena peneliti ingin melihat dan menganalisis bagaimana proses reproduksi kelas sosial yang ada di sekolah ini. Oleh sebab itu penelitian ini sangat diperlukan dan penting sekali untuk memahami reproduksi kelas sosial dalam dunia pendidikan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menjamin efektifitas dan keamanan, pemberian obat harus dilakukan secara rasional, yang berarti perlu dilakukan diagnosis yang akurat, memilih obat

Hasil pengujian menunjukkan terdapat pengaruh langsung yang secara signifikan good corporate governance terhadap kinerja realisasi kredit melalui subsidi bantuan

Daftar semua asumsi selalu ada pertanyaan dimana user tidak dapat menjawab dengan tepat, dan hanya dapat menjawab yang bersifat sementara jika asumsi tersebut mempunyai pengaruh

Pada saat Peraturan Wali Kota ini mulai berlaku,maka Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 02.A Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemberian Insentif Penguatan Kapasitas Kader Posyandu pada

Peran perempuan adalah semua kegiatan perempuan (ibu rumah tangga/istri) baik domestik maupun produktif. Perempuan adalah ibu rumah tangga atau istri yang ikut membantu suami

Keberhasilan suatu perusahaan dilihat dari kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kinerja karyawannya dengan melihat kemauan atau dorongan untuk bekerja sebaik

Parameter yang diamati dari tablet effervescent pada penelitian ini adalah waktu larut (menit), kadar air (%), friabilitas (%), tinggi buih (cm) dan penilaian

Masyarakat desa kalosi mengaku bahwa dengan adanya kegiatan passobis di kampung meraka merasa di rugikan tetapi tidak semua merasa dirugikan, kerana banyak dari anak remaja yang